Anda di halaman 1dari 12

HUMANIORA

Humaniora
VOLUME 17Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311
No. 3 Oktober 2005 Halaman 300 - 311

KONSEP DADI WONG MENURUT


PANDANGAN WANITA JAWA
Atik Triratnawati*

ABSTRACT

A successful person is always related with wealth and life satisfaction. Meanwhile
the term successful person in different ethnic groups has different meaning and
interpretation. The concept about dadi wong (being successful person) exists in Javanese
culture which is always mentioned to describe the success of person in his or her life.
The article will discuss this .The research was conducted in Yogyakarta on 1995 using
a qualitative research method with in-depth interview. The research was held among
selected (20) Javanese women aged 17-68 years, which had different education and
socio economic status. Dadi wong requires economic, religious, moral, psychological
and physical aspects. Other aspects includes gender ideology and culture. According
to the Javanese concept dadi wong means merely economic aspect. The ideal concept of
Dadi wong should be combined with economic (economic independence, income),
culture (socio-status, marriage, family life, education, good in social relation, meaningful
to other), morality/religion (religiosity, good moral) and psychology (independence,
happiness).

Key words: success, Javanese culture, concept, aspects of success, economic success

PENGANTAR tinggi, gelar akademiknya banyak, dan nama-


nya populer di mata masyarakat luas. Konsep
alam kehidupan yang terus-menerus Barat mengenai sukses umumnya banyak
mengalami perubahan, selalu ada menggunakan alat ukur seperti material/
nilai-nilai budaya masyarakat yang ekonomi, kebahagiaan, dan kepuasan hidup
masih tetap lekat di hati para pendukungnya. pribadi. Karena aspek ekonomi sering dijadi-
Ada banyak konsep dan pengertian di kan patokan kesuksesan seseorang, banyak
masyarakat yang sudah tidak dipakai lagi, negara berlomba-lomba meningkatkan per-
tetapi ada pula warga masyarakat yang tetap tumbuhan ekonomi agar pendapatan per
menggunakan konsep lama itu dalam kapita penduduknya meningkat sehingga
kehidupan sekarang ini. negaranya termasuk dalam kriteria negara
Salah satu konsep yang tetap relevan makmur.
dibicarakan pada saat ini adalah nilai Menurut Krugman (Diener dan Oishi,
kesuksesan seseorang. Selama ini sering 2000:185), pada akhirnya ekonomi tidak
diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari hanya menyangkut kemakmuran, tetapi
bahwa seseorang dikatakan telah sukses jika usaha untuk mencapai kebahagiaan. Apakah
hartanya bendanya berlimpah, jabatannya semakin makmur semakin bahagia? Per-

* Staf Pengajar Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

300
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

tanyaan tersebut banyak menggelitik ahli-ahli wanita terhadap dunia sosial (Ritzer dan
ilmu sosial, khususnya psikologi dan antro- Goodman, 2004:403).
pologi, untuk menelitinya. Namun, kenyataan Studi mengenai wanita ini dilakukan
masyarakat kapitalis sekarang ini banyak melalui wawancara terhadap 20 wanita Jawa.
mengandalkan kapital/ekonomi untuk me- Informan dipilih yang bertempat tinggal di
wujudkan kebahagiaan dan kesuksesan Yogyakarta. Mereka dipilih berdasarkan
hidup. kriteria umur dan variasi pekerjaan. Kompo-
Sebaliknya, pada masyarakat Timur sisi informan meliputi wanita usia sekitar 20-
kesuksesan mungkin berbeda ukurannya, ia an, 30-an, 40-an, 50-an dan 60-an. Pengelom-
dapat menjadi sangat luas, bahkan abstrak. pokan umur ini dipakai untuk mengkategori-
Dikemukakan oleh Suryadi (dalam Endras- kan usia muda (20-30 tahun) dan tua (40 ke
wara, 2002:29) bahwa pada masa lalu atas). Pekerjaan dibedakan antara yang
masyarakat Jawa, misalnya, mengukur belum/tidak bekerja (ibu rumah tangga,
kesuksesan seorang laki-laki berdasar pada pelajar/mahasiswa) dan mereka yang
lima hal yang dimiliki, yaitu: wisma ‘rumah’, bekerja. Tingkat pendidikan bervariasi antara
turangga ‘kuda’, curiga ‘pusaka’, kukila tidak lulus SD (1), SMP (2), SMA (7), Sarjana
‘burung’, dan wanita ‘istri’. Artinya, seorang laki- Strata Satu/S1 (7) dan Dua/S2 (3). Pekerjaan
laki akan dianggap sukses jika ia memiliki dan tingkat pendidikan dipakai untuk me-
benda-benda material seperti itu. Ukuran yang ngetahui latar belakang sosial budaya infor-
sifatnya materi menjadi sangat dominan dalam man, apakah mereka termasuk kriteria kelas
masalah ini. Namun, seringkali kelima hal bawah, menengah, atau atas.
yang melekat pada laki-laki ini juga merupa- Pengumpulan data dilakukan pada
kan stereotype sebagai kesatria Jawa 100 tahun 1995. Karena data itu masih relevan
persen atau sering pula dianggap sebagai dengan kondisi sekarang ini, topik ini diangkat
simbol kejantanan mereka. Terkait dengan kembali. Hasil wawancara yang direkam
hal tersebut, apabila ada parameter mengenai dengan tape recorder kemudian ditranskrip
nilai sukses laki-laki Jawa, apakah nilai yang dan dilakukan koding data. Analisis data
sama ber-laku bagi perempuan? Pertanyaan dilakukan dengan pendekatan teori budaya,
itu kemudian meluas dan dapat dikembang- khususnya teori feminis.
kan menjadi bagaimana konsep perempuan
Jawa mengenai dadi wong (menjadi manusia PENGERTIAN DADI WONG
sukses, berhasil)? Tulisan ini ingin men-
jelaskan konsep dadi wong menurut pandang- Setiap masyarakat, suku bangsa, dan
an wanita Jawa serta paramater-parameter bangsa mengenal karya yang kelak akan
yang mereka gunakan untuk membuat menjadi pedoman antara hubungan manusia
kriteria seseorang disebut dadi wong serta dan manusia lain. Nilai sebuah karya akan
implikasi teoretis yang relevan dengan teori sangat berbeda antara masyarakat satu
feminis. dengan yang lain. Karya atau buah pikiran
Studi tentang konsep orang Jawa dalam yang diwujudkan dalam kerja yang apabila
memandang kesuksesan hidup seseorang dimiliki oleh individu berubah menjadi sebuah
(dadi wong) merupakan kajian etnografi Jawa kemandirian dalam banyak masyarakat di-
dengan pendekatan teori feminis. Teori anggap sebagai pencapaian tertinggi seorang
feminis adalah generalisasi dari pelbagai manusia.
sistem gagasan mengenai kehidupan sosial Orang Jawa mengenal bahwa seseorang
dan pengalaman manusia yang dikembang- akan diperhitungkan dan dinilai keberada-
kan dari perspektif yang terpusat pada wanita. annya berdasar pada apa yang dimilikinya,
Titik tolak pendekatan ini adalah situasi dan terutama terkait dengan pekerjaan. Menurut
pengalaman wanita dalam masyarakat; Koentjaraningrat (1985:38), karya merupakan
wanita merupakan sarana sentral, artinya tujuan hidup. Hasil karya akan mewujudkan
melihat dunia khusus dari sudut pandang kebahagiaan-kebahagiaan dalam hidup ini.

301
Humaniora Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311

Menurut konsepsi orang priyayi, kebahagiaan- pengertian dadi wong tidak terlepas dari
kebahagiaan itu, misalnya, adalah keduduk- tujuan budaya Jawa yang memiliki orientasi
an, kekuasaan, dan lambang-lambang lahiri- pada aspek lahir dan batin yang meliputi
ah dari kemakmuran. Ukuran kesuksesan semua aspek kehidupan (Suratno dan
pada seorang individu dalam budaya Jawa Astiyanto, 2004:xxv). Budaya Jawa yang selalu
tentu berbeda dengan ukuran budaya barat menjaga keseimbangan, tidak pernah me-
yang menekankan nilai material (kebendaan) nempatkan sesuatu pada posisi yang ekstrem
dan hal-hal lain yang bersifat fisik semata. karena hal itu akan menimbulkan kekacauan
Asal usul istilah dadi wong berasal dari (Handayani dan Novianto, 2004: 181).
kata dadi yang artinya ‘menjadi’ dan wong Dadi wong selalu menunjuk pemahaman
(manusia hewani) yaitu ‘manusia yang belum yang diberikan oleh masyarakat sekitar, yaitu
atau tidak mengetahui budi pekerti’ (Endras- wilayah tempat tinggal individu termasuk di
wara, 2003:133). Istilah dadi wong kemudian dalamnya kelas sosial/strata lingkungan
memiliki arti baru yang luas seperti berhasil sekitarnya. Oleh karena itu, konsep dadi wong
atau sukses seseorang dalam hidup. Pe- kemudian adaptif sifatnya karena parameter
mikiran orang Jawa mengenai dadi wong atau yang dipakai sifatnya tidak kaku, tetapi luwes
menjadi orang sukses merupakan konsep sesuai dengan tempat tinggal dan kelas
yang bersifat totalitas. Konsep tersebut ti-dak sosial masyarakat penuturnya. Sebagai
berharga mati, tetapi lentur dan adaptif menurut contoh, seorang tukang becak yang hanya
strata sosial atau tingkat ekonomi yang tamat SD, tetapi mampu menyekolahkan,
memperbincangkannya. Ukuran dadi wong memberi sandang, pangan, dan papan seluruh
walau ada standarnya, tetapi standar itu bisa keluarganya, dapat dipandang sebagai wis dadi
disesuaikan menurut persepsi orang Jawa wong. Hal ini karena parameter yang dipakai
yang selalu melihat sesuatu berdasarkan adalah untuk kelas sosial bawah seperti
hierarki seseorang di masyarakat yang sifat- mereka kemandirian ekonomi, berkeluarga
nya bertingkat. dengan rukun, mencukupi kebutuhan ekonomi
Menurut pandangan wanita Jawa, dadi keluarga termasuk pendidikan adalah suatu
wong memiliki pengertian yang sangat dalam prestasi yang luar biasa bagi masyarakat di
dan luas. Pengertian itu meliputi totalitas dari kelompoknya. Kondisi ekonomi pekerja
nilai-nilai dasar budaya Jawa yang masih bawah seperti tukang becak tidak semuanya
dipegang teguh oleh para pendukung budaya dapat seperti contoh tersebut, yaitu mampu
Jawa. Dadi wong kemudian memiliki arti yang mencukupi ekonomi keluarga dengan baik.
lebih tinggi dari sekadar sukses dalam hidup Oleh karena itu, untuk pekerja sekelasnya atau
atau makmur. Konsep dadi wong mengandung lingkungan sosial ekonomi yang sederajat
pengertian yang komprehensif karena di situ dengannya tukang becak tersebut telah
ada aspek ekonomi/material/fisik, moral/ melampaui garis-garis batas di atas kemiskin-
agama/etika, psikologis, dan sosial budaya an masyarakatnya.
yang terjalin menjadi satu membentuk pengerti- Apabila orang Jawa mengenal konsep
an/konsep dadi wong tersebut. Syarat yang dadi manungsa (manusia insani), yaitu menjadi
tidak mampu dipenuhi secara lengkap akan manusia yang telah memahami dan men-
mengurangi arti dadi wong tersebut. Dengan jalankan hidup budi pekerti luhur (Endraswara,
kata lain, konsep dadi wong secara umum 2003:133) yang menitikberatkan segala
tidak bersifat fisik/lahiriah/ekonomi semata, atribut rohaniahnya ataupun dadi Jawa (men-
melainkan gabungan dari aspek-aspek lain jadi manusia Jawa), yaitu sebutan yang
yang lebih menitikberatkan aspek budaya, diberikan pada individu manusia Jawa yang
khususnya budaya Jawa. Dengan demikian, telah mampu bersopan santun (unggah
pengertian dadi wong lebih menitikberatkan ungguh), dan basa-basi ala orang Jawa
atribut budaya daripada sekadar atribut (Geertz, 1985:115), maka dadi wong tingkat-
ekonomi saja. nya lebih luas lagi dari sekedar kedua hal
Paduan antara aspek ekonomi/non- tersebut. Dadi manungsa kemudian menitik-
ekonomi atau jasmani dan rohani dalam beratkan unsur rohaniah, yaitu budi luhur atau

302
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

tabiat/moral/ahlak yang dimilikinya, sedang- SYARAT DAN KRITERIA DADI WONG


kan dadi Jawa juga hanya menunjuk ke-
mampuan seseorang dalam berperilaku Seseorang dikatakan dadi wong jika
menurut adat istiadat orang Jawa. Semen- hidupnya tidak lagi menjadi tanggungan atau
tara itu, dadi wong memiliki kompleksitas arti membebani siapa pun, termasuk keluarga
yang lebih dalam dari sekedar dadi manungsa sendiri. Artinya, orang itu harus berdikari dalam
maupun dadi Jawa. arti mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
Pengertian dadi wong umumnya melekat Mandiri memiliki pengertian telah lepas dari
orang tua dengan memiliki kehidupan sendiri
pada pasangan suami-istri atau keluarga
yang ditopang dari penghasilan yang
karena ukuran/syarat sudah berkeluarga
dimilikinya. Mandiri juga memiliki pengertian
akan menjadi salah satu syarat dan acuan
ia telah mampu mengelola kehidupan
dari pengertian yang sifatnya totalitas.
keluarganya sendiri tanpa turut campur orang
Pengertian dadi wong yang diungkapkan oleh
lain. Dengan demikian, pengertian mandiri
informan-informan perempuan ini dititiberatkan
diartikan juga sebagai telah hidup terpisah
pada yang berlaku bagi perempuan yang telah
dari orang tuanya. Dengan kata lain, ia telah
berkeluarga atau perempuan sebagai istri dan
berkeluarga sehingga secara ekonomi,
ibu. Informan, sebagai individu, kemudian
psikologi, dan sosial tidak lagi menjadi beban
mengemukakan pendapatnya mengenai
orang lain.
kelompoknya. Apa yang mereka kemukakan
Seseorang memiliki kehidupan yang
ten-tu saja selalu dalam koridor atau konteks mandiri jika ia telah mampu mencukupi
hidup perempuan dalam keluarga. Syarat kebutuhan dasar seperti sandang, pangan,
yang berlaku agar perempuan disebut dadi dan papan atas jerih payah sendiri. Secara
wong akan menunjuk diri perempuan yang hukum adat, mandiri juga berarti telah lepas
telah berkeluarga, karena syarat berkeluarga dari dukungan orang tua atau keluarga.
ini dianggap syarat yang terberat. Hal ini Sebagai contoh apabila seseorang masih
karena pada masa sekarang ini banyak menyewa rumah untuk hidupnya, tetapi sewa
perempuan yang melebihi laki-laki baik dalam rumah itu diperoleh melalui cara bekerja, maka
hal ekonomi, pekerjaan, maupun kemandirian, ia dikatakan telah mandiri. Kepemilikan rumah
tetapi mereka belum berkeluarga. Akibatnya, secara pribadi tidak lagi menjadi syarat, tetapi
ada satu syarat yang tidak dapat dipenuhi bagaimana ia mengusahakan papan lewat
oleh perempuan tersebut untuk disebut dadi kemampuan dirinya sendiri itulah yang men-
wong. Meskipun demikian, umumnya mereka jadi batasan kemandirian. Dengan kata lain,
menyatakan bahwa konsep dadi wong tidak mandiri artinya segala sesuatu diusahakan
dapat dianggap berlaku bagi individu sendiri melalui cara bekerja dengan keringat-
perempuan atau laki-laki saja, melainkan nya sendiri.
berlaku dalam konteks keluarga (suami-istri). Aspek kemandirian dituturkan oleh
Dengan kata lain, dadi wong unit analisisnya informan N (47 tahun, S1, kelas atas):
selalu dalam konteks pasangan suami-istri.
“Saya melihat seseorang itu dadi wong
Namun, titik berat maupun syarat dadi wong
berdasarkan kemandirian dia dalam
terlihat lebih berat bagi perempuan daripada menghadapi hidup. Tidak peduli siapa
laki-laki. Hal ini terkait dengan konsep patriarki mereka. Sebagai contoh, seorang tukang
masyarakat Jawa yang memandang perem- becak dengan seorang istri dan beberapa
puan sebagai sosok ibu, istri, yang memiliki anak tetapi ia mampu menyewa rumah
tugas dan tanggung jawab yang cukup berat sendiri walaupun sederhana, mencukupi
di keluarga dan masyarakat (Ritzer dan kebutuhan keluarga walaupun pada
Goodman, 2004:433). Wanita digambarkan tingkat minimal, serta keluarganya baik,
seperti pelayan yang selalu mengalah. bagi saya dia sudah dadi wong”.
Ketahanan wanita untuk menderita dianggap
sebagai bagian dari hidup wanita (Handayani Kutipan tersebut menunjukkan bahwa
dan Novianto, 2004:167). nilai dadi wong tidak harus menunjuk orang

303
Humaniora Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311

yang kaya harta benda, tetapi disesuaikan penghasilan besar, tetapi tidak tetap atau
dengan tingkat pengetahuan/pendidikan dan hanya kadang kala dianggap tidak termasuk
kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di dalam kriteria dadi wong karena jika seseorang
sini terlihat munculnya nilai etos kerja yang hidupnya masih belum tercukupi sandang,
tinggi pada seseorang seperti tukang becak, pangan, dan papan, berarti ia masih dalam
misalnya, walaupun penghasilannya pas- taraf hidup menderita atau belum ber-
pasan, tetapi ia mampu mandiri dan tidak men- kecukupan. Mereka yang hidupnya secara
jadi beban bagi orang lain atau lingkungannya. ekonomi serba tidak pasti, artinya hari ini dapat
Informan di atas memberi keterangan makan, tetapi besok pagi masih memikirkan
lagi sebagai berikut: apa yang dapat dimakan juga tidak termasuk
dalam kriteria ini. Keajegan dan keserba-
“Ingatase ming tukang becak, nanging
uripe cukup, anake iso sekolah kabeh lan
pastian mengenai hidup hari ini dan hari esok
keluargane rukun. Wong kuwi uga apik kemudian menjadi tolok ukur penghasilan
karo tangga-teparo. yang tetap ini.
Memiliki penghasilan yang tetap akan
Artinya: meskipun kepala keluarga memungkinkan seseorang memenuhi ke-
hanyalah seorang tukang becak, tetapi butuhan keluarga, termasuk pendidikan dan
hidupnya dapat cukup, anaknya sekolah kesehatan. Hal ini karena kriteria tercukupinya
semua dan keluarganya rukun. Orang kebutuhan dasar manusia seperti sandang,
tersebut juga baik hubungannya dengan pangan, dan papan memang harus ditopang
tetangga sekitar. oleh penghasilan yang dapat dipastikan
perolehannya.
Hal tersebut menjelaskan bahwa kelas Terpenuhinya kebutuhan akan sandang,
bawah pun memiliki konsep dadi wong papan, dan pangan haruslah terlihat secara
dengan menggunakan persyaratan yang lebih kasat mata, artinya secara riel atau dapat
luwes, tanpa melupakan hal-hal yang pokok dibuktikan secara lahiriah. Aspek lahiriah ini
seperti kemandirian, kecukupan sandang, umumnya tetangga sekitarnyalah yang akan
pangan, papan, keharmonisan rumah tangga, tahu dan dapat mengukurnya. Tetangga akan
dan perilaku keseharian yang baik dengan membandingkan keluarga satu dengan
sekitar. keluarga lain yang ada di sekitarnya sebab
Tugas utama seorang kepala keluarga tetangga terdekat biasanya yang lebih tahu
adalah nyambut gawe (bekerja). Dengan keseharian sebuah keluarga. Tetangga
bekerja, ia akan mendapatkan penghasilan umumnya akan melihat dan menyaksikan
yang mampu untuk menopang ekonomi dengan mata kepala sendiri apa yang
keluarga. Kemandirian seseorang tentunya dikonsumsi oleh rumah tangga tetangga
harus ditopang oleh syarat adanya penghasilan sekitarnya. Dengan demikian, ukuran dadi
yang tetap (ajeg). Penghasilan kemudian wong umumnya tetangga sekitar merekalah
diukur berdasarkan uang yang diperolehnya. yang mampu menyebutnya.
Ukuran ekonomi kemudian menjadi barometer Aspek sosial budaya di sini memiliki arti
utama. Uang sebenarnya bukan apa-apa, dan peran yang sangat menentukan sebagai
melainkan hanyalah tanda atau simbol dari unsur-unsur yang menyumbang konsep dadi
kemakmuran (Mead, 1967:292). Penghasilan wong secara luas. Aspek sosial budaya ini
yang tetap ini dapat diperoleh melalui jalan merupakan ciri yang melekat pada pandangan
yang bermacam-macam sepert menjadi hidup Jawa. Ungkapan yang tepat untuk
pegawai negeri, swasta, wiraswasta atau menggambarkan dadi wong adalah pangkat,
lainnya. Artinya, kebutuhan sandang, pangan, semat, drajat. Artinya, seseorang dikatakan
dan papan dapat dipenuhi dari penghasilan wis dadi wong jika ia telah memiliki pangkat
yang diperolehnya secara tetap. Penghasilan (kedudukan, golongan, derajat/tingkat, kelas)
yang sifatnya tetap akan memungkinkan yang tinggi di masyarakat (Poerwodarminto,
seseorang untuk mencukupi kebutuhan ke- 1934:469), semat (kumat, angot, artinya sete-
luarganya. Mereka yang termasuk ber- lah seseorang menduduki jabatan tertentu

304
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

akan kuat dan tidak menjadi edan gi-la (berhasil, enak) dibandingkan orang lain di
karenanya) (Poerwodarminto, 1934:554). sekitarnya. Istilah lain yang dikemukakan
Orang tersebut harus kuat terhadap godaan informan adalah keluarga tersebut uripe wis
yang ada di sekitarnya, dan drajat (pangkat ngglenter (enak, lancar).
kaluhuran atau kehormatan) (Poerwodar- Dalam budaya Jawa, kecukupan ekonomi
minta, 1939:74). yang diraih tidak secara tiba-tiba lebih
Sementara informan menyatakan bahwa dianggap bernilai tinggi daripada yang men-
konsep dadi wong itu menyangkut aspek dadak. Mereka yang awalnya hidup susah,
ekonomi yang kuat/tinggi, sedangkan yang dalam arti ekonomi, kemudian meningkat dan
lain menyatakan bahwa ekonomi itu sifatnya meningkat terus sehingga menjadi makmur
relatif. Oleh karena itu, yang lebih penting dianggap cara memperoleh hartanya secara
adalah kecukupan ekonomi. Kecukupan wajar. Mereka menjadi makmur karena usaha
ekonomi ini digambarkan sebagai cukup dan kerja keras yang mereka lakukan, bukan
kehidupannya. Kehidupan yang cukup sering karena mereka menggunakan cara-cara yang
diistilahkan dengan kehidupan yang mapan. tidak semestinya (korupsi atau memelihara
Kehidupan yang mapan bagi orang Jawa tuyul). Kehidupan yang merangkak dari
selalu terkait dengan kedudukan/pangkat/ bawah atau dari tidak punya (miskin) menjadi
jabatan kepala keluarga/suami di tempat punya (cukup, kaya) itulah yang menyertai
kerja. Bagi masyarakat, kedudukan/pangkat/ individu/keluarga disebut dadi wong.
jabatan yang baik/tinggi umumnya akan Pemahaman mengenai kedudukan dan
diikuti dengan penghasilan yang meningkat status di kalangan orang Jawa juga dike-
pula. mukakan oleh Brener (1998:140) yang meneliti
Kedudukan/status seseorang dianggap masyarakat Laweyan, Solo. Dikatakan oleh
baik/tinggi jika di lingkungan sekitarnya ia Brener bahwa status tidak hanya diukur dari
terlihat paling berhasil dalam bekerja. Hal itu faktor kemakmuran, pekerjaan, pendidikan,
bisa diukur dari pangkat/kedudukan yang atau garis keturunan tetapi juga oleh sesuatu
terus naik atau penghasilan yang semakin yang tidak terukur seperti kehalusan budaya,
meningkat. Pekerjaan seseorang yang dari kemampuan menggunakan bahasa, etiket,
waktu ke waktu meningkat posisinya akan kemampuan sosial, dan reputasi atas
berarti meningkat pula pendapatannya. kemampuan spiritualnya.
Pendapatan yang cukup dianggap sebagai Cita-cita hidup adalah suatu harapan
barometer kesuksesan. Seseorang yang yang hendak dicapai oleh seseorang di masa
merangkak kariernya dari posisi rendah, depan. Cita-cita ada yang tinggi, ada pula yang
kemudian meningkat terus secara wajar sederhana tergantung pada latar belakang
termasuk orang yang sukses, artinya pekerja- sosial ekonomi atau budaya penuturnya. Saat
an /pangkat/jabatannya selalu meningkat/naik seseorang telah mampu meraih apa yang
tanpa ada sesuatu kasus yang merintanginya. dicita-citakan, pintu kesuksesan sudah
Perpindahan posisi dari melarat (kurang) mendekatinya. Dalam percakapan sehari-hari,
menjadi cukup (berlebih) dianggap sebagai seseorang yang telah mampu menyelesaikan
salah satu ukuran keberhasilan secara pendidikan tertingginya dianggap cita-citanya
ekonomi. telah tercapai. Tercapai cita-cita atau lulus
Kecukupan ekonomi keluarga me- dalam pendidikan ini seringkali menjadi tolok
ngandung aspek fisik, yaitu mereka terlihat ukur kesuksesan seseorang di bidang aka-
secara nyata serba kecukupan, baik me- demik/pendidikan.
nyangkut sandang, pangan, maupun papan. Aspek yang sering diperhatikan sebagai
Pada taraf inilah seseorang dikatakan telah alat ukur kemandirian adalah seseorang tidak
mencapai taraf makmur. Hal inilah yang men- lagi menjadi beban siapapun, termasuk orang
jadi salah satu syarat dadi wong. Mereka yang tuanya. Sebagai seorang anak, apabila telah
telah cukup secara ekonomi, apalagi berlebih, menyelesaikan pendidikan tertingginya, di-
dapat dilihat oleh tetangga sekitarnya, anggap akan cepat mandiri. Sekolah/pen-
kemudian dikatakan hidupnya moncer didikan di sini adalah pendidikan tertinggi

305
Humaniora Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311

yang telah ditempuh seseorang sesuai “Nek dereng omah-omah niku mboten
dengan kemampuan orang tua atau strata saget disebut wis dadi wong sebab dereng
sosialnya. Pada masa sekarang, umumnya saget ngraosake tiang omah-omah.
pendidikan sarjana (S1) menjadi barometer Piyambake tetep disebut bocah sinaosa
pendidikan seseorang dari kelas menengah/ wujude wis dewasa lan uripe moncer.”
atas. Namun, pada kelas bawah bisa jadi Artinya: Jika seseorang itu belum ber-
lulus SD, SMP, SMA merupakan pendidikan keluarga maka ia tidak bisa disebut dadi
tertinggi yang mereka cita-citakan. Tidak wong karena belum merasakan hidup
heran jika seseorang yang hanya lulus SD, berkeluarga. Ia akan tetap dianggap
SMP, SMA tetapi memiliki kehidupan yang sebagai anak walaupun umurnya telah
berlimpah, bahkan mengalahkan yang dewasa dan hidupnya sukses.
lulusan sarjana, dapat disebut wis dadi wong.
Tentu saja, syarat-syarat lain akan menyertai Berkeluarga memiliki arti bahwa sese-
sehingga ia bisa memenuhi kriteria dadi orang itu telah genap hidupnya. Hal ini
wong. menunjuk pada kewajiban agama bahwa
Perkawinan bagi orang Jawa merupakan menikah adalah melengkapi setengah dari
kewajiban agama (Soeratno dkk. 2002:4). ibadah. Orang yang belum menikah dianggap
Orang yang telah kawin kemudian dijadikan sebagai belum sempurna karena ia belum
ukuran kedewasaan. Melalui hidup perkawinan melaksanakan setengah dari ibadah yang
pasangan suami-istri akan merasakan tang- lain. Dalam Islam, ada ayat yang menegas-
gung jawab dan beratnya beban meng-hidupi kan bahwa semua jenis mahluk hidup memiliki
keluarga. Pasangan itu sekaligus akan kodrat berpasang-pasangan. Pernikahan
merasakan bagaimana menjadi bapak, ibu, adalah satu-satunya bentuk berpasangan
dengan tugas mendidik anak dan membesar- yang benar (Hamid, 2000:237). Dengan
kannya. Melalui cara itu, seseorang akan ber keluarga seseorang menjadi lumrah
merasakan lengkapnya kehidupan di dunia (umum) sebagai orang hidup. Ia akan
merasakan kehidupan berkeluarga dengan
ini karena ia akan memainkan peran di masya-
segala suka dukanya. Sementara itu, jika
rakat sebagai bapak, ibu, atau orangtua.
belum berkeluarga sering dianggap baru
Syarat hidup berkeluarga ini dikemuka-
merasakan senangnya saja dan belum
kan oleh semua informan. Khususnya,
mengalami dukanya hidup dalam mahligai
informan kelompok tua, mereka benar-benar
perkawinan.
menekankan pentingnya persyaratan ini.
Sumber utama dari sosialisasi adalah
Sementara itu, informan kelompok muda
keluarga karena melalui keluarga seorang anak
cenderung berpendapat bahwa ukuran
mempelajari norma, nilai, simbol-simbol, dan
berkeluarga tidak mutlak, asalkan syarat
makna (Ihromi, 2004: 277). Peran ibu menjadi
yang lain telah dipenuhi. Bahkan, kelompok sangat penting karena dialah orang pertama
ini juga menyatakan bahwa konsep dadi wong yang mengajarkan pendidikan terhadap
berlaku sama antara pria dan wanita tidak anak-anaknya. Peran ibu membesarkan anak
mempertimbangkan apakah mereka sudah hanya bisa ditempuh melalui lembaga
berkeluarga atau belum. Kondisi ini menyirat- perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan
kan bahwa kelompok muda memaknai menjadi penting artinya bagi perempuan.
sesuatu sesuai dengan perubahan zaman, Arti berkeluarga di sini juga memiliki
yaitu adanya kemajuan bagi perempuan, makna bahwa bukan hanya kedua pasangan
baik dalam pendidikan, karir, maupun suami-istri telah diikat dalam perkawinan
kehidupan material, tetapi mereka belum saja, melainkan keduanya harus mampu
menikah sehingga bisa dianggap sukses membina rumah tangga dengan baik. Rumah
hidupnya. Namun, kelompok tua tetap tangga yang baik artinya hubungan suami-
berpendapat bahwa perkawinan adalah unsur istri berjalan harmonis serta orang tua dengan
penting persyaratan dadi wong. Bahkan, anak-anak bisa saling komunikasi sehingga
seorang informan S (68 tahun) menyebutkan: demokrasi berjalan baik di keluarga tersebut.

306
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

Hubungan suami-istri tidak dibumbui dengan Hal ini karena saya masih mencari nafkah
percekcokan, perselingkuhan, atau ketidak- dengan cara seperti ini serta anak-anak
jujuran. Keluarga yang baik dianggap sebagai saya diasuh oleh simbahnya di desa.
cermin utuhnya keharmonisan di antara Saya sendiri telah bercerai dengan
suami-istri maupun anak-anaknya. suami saya beberapa tahun yang lalu”.
Tugas mendidik anak walaupun merupa-
kan tugas suami istri, namun kenyataannya Dalam pernyataan informan tersebut
istrilah yang lebih berat bebannya. Apabila terkandung arti bahwa ia merasa hidupnya
terjadi ketidakharmonisan atau cacat moral belum berguna bagi masyarakat walaupun
dari anggota keluarga, biasanya istrilah yang bagi keluarga ia merupakan penopang
dianggap tidak becus mendidik anak. Beban ekonomi utama. Selain itu, ia merasa bahwa
istri akan semakin berat karena ia pun harus pekerjaannya sebagai pekerja seks komersial
njaga praja, mengemban tugas menjaga dirasakan sebagai pekerjaan yang melanggar
kehormatan suami dari orang-orang di luar norma, etika, bahkan aturan agama. Oleh
keluarganya (Hakimi, dkk., 2001:19). karena itu, ia merasa jauh dari persyaratan
Selain itu, sebuah keluarga dianggap dadi wong. Ia pun merasa belum mampu
memenuhi kriteria dadi wong jika antara suami- membentuk keluarga yang bahagia akibat
istri bisa mendidik anak sesuai dengan norma perceraiannya. Akibatnya, mendidik anak-
budaya dan agama sehingga menghasilkan anak pun ia serahkan kepada orang tuanya
anak-anak yang berbudi luhur. Anak-anak di desa. Ia merasa sangat tidak mungkin
yang bermoral jelek atau cacat secara moral membawa anak-anak untuk tinggal ber-
dianggap merupakan cerminan kegagalan samanya.
orang tua dalam mendidiknya. Oleh karena Pergaulan memiliki arti yang penting bagi
itu, kondisi moral orang tua yang baik harus orang hidup. Sikap hidup orang Jawa yang
tercermin di dalam cara mendidik anak- mengerti etika dan taat pada adat-istiadat
anaknya. Mendidik itu tidak mudah sehingga serta selalu mengutamakan kepentingan
memang persyaratan dadi wong seperti yang umum daripada kepentingan pribadi ini harus
dipraktikkan dalam pergaulan di masyarakat
ditetapkan masyarakat setempat tidak
(Herusatoto, 2000:74).
semuanya mampu dipenuhi oleh setiap
Dalam konsep dadi wong terkandung
keluarga.
syarat bahwa seseorang itu pergaulannya
Salah satu syarat dadi wong adalah
dapat menyesuaikan diri dengan sekitar.
hidup orang tersebut membawa manfaat bagi
Dalam srawung (bergaul), ia juga harus
keluarga dan orang sekitarnya. Orang yang
mampu menjauhkan sifat negatif seperti
berguna memiliki arti yang luas, tidak hanya
sombong, suka dipuji, iri hati, merugikan pihak
bersifat material (kebendaan), yaitu kaya
lain, dan sebagainya. Dengan kata lain, dalam
atau kecukupan hidupnya, tetapi dapat pula
srawung, ia harus menjaga mulut, perbuatan,
ber-sifat nonmaterial, yaitu tenaga, ilmu, dan
atau penampilan sesuai dengan kedudukan-
pikirannya banyak dipakai untuk membantu nya.
maupun meringankan beban orang lain. Srawung yang baik dengan lingkungan
Berguna di sini tidak terbatas pada keluarga sekitarnya tanpa memandang kelas sosial
dekatnya, melainkan juga secara umum, adalah hal yang diidealkan masyarakat.
yaitu masyarakat sekitarnya. Hidup yang Sesukses atau sekaya apa pun seseorang,
berguna ini kemudian sangat relatif sifatnya, tetapi tidak baik hubungan pergaulannya
tetapi secara umum masyarakat sekitarnya dengan tetangga sekitar, akan mengurangi
dapat menilai bahwa seseorang itu hidupnya makna dadi wong tersebut. Pergaulan yang
berguna atau merugikan sekitarnya. baik haruslah dilakukan oleh kedua pasangan
Kutipan N (27 tahun, penghuni kompleks suami-istri yang memenuhi persyaratan dadi
lokalisasi) berikut akan menegaskan wong sebab jika hanya salah satu pihak,
gambaran tersebut di atas: suami-atau istri saja yang baik pergaulannya
“Selama saya masih menghuni kompleks dengan tetangga dan keluarga, kriteria itu
ini, maka saya merasa belum dadi wong. tidak bisa dimilikinya.

307
Humaniora Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311

Aspek psikologis termasuk dalam salah Hidup yang senang akan tercermin
satu kriteria yang harus dipenuhi untuk dalam hati dan perilaku sehari-hari mereka.
disebut dadi wong. Unsur kepribadian dan Ketentraman di keluarga ini menjadi barom-
sikap dianggap akan mempengaruhi perilaku eter harmonisnya hubungan suami-istri dan
seseorang. Emosi yang dimiliki seseorang anggota keluarga lainnya. Ketentraman itu
pun harus dijaga karena hal itu termasuk dapat diciptakan asalkan ada kerjasama yang
dalam aspek psikologis yang akan mem- harmonis antara seluruh anggota keluarga.
pengaruhi pergaulan antar manusia. Aspek Budaya sebagai pedoman hidup masya-
psikologis ini walaupun bersifat kejiwaan atau rakat merupakan garis/arah penuntun menuju
abstrak dan tidak mudah dilihat namun harus hidup yang dicita-citakan. Baik aturan yang
ditemui pada pasangan yang mendapat sifatnya moral, etika, maupun agama, pada
sebutan wis dadi wong. umumnya, menuntun warga masyarakat
Sifat kemandirian memiliki dimensi yang untuk berperilaku baik dan berbudi luhur.
luas. Ia dapat diartikan mandiri secara Unggah-ungguh atau norma pedoman tinggah
ekonomi, budaya, atau psikologis. Secara laku Jawa merupakan keharusan bagi
psikologis, seseorang yang memiliki prinsip ma-syarakat. Oleh karena itu, syarat dadi
berdiri di atas kaki sendiri termasuk pribadi- wong juga mengandung arti bahwa orang
pribadi yang mandiri. Ini berarti bahwa tersebut harus taat pada aturan agama, etika,
seseorang telah mampu mengatasi segala atau moral. Seseorang maupun suami istri
problem yang menimpa dirinya tanpa perlu harus menjauhi malima (madat, main,
melibatkan banyak pihak. Pribadi yang madon, maling, dan minum). Hal ini dilarang
mandiri akan membentuk pribadi yang kuat karena merupakan aturan moral/etiket selain
sehingga mereka mampu menjalani hidup perintah agama.
tanpa tekanan pihak lain. Etiket atau tata krama merupakan
Keluarga batih sebagai bentuk keluarga aturan yang baik untuk mendidik kesopanan
Jawa kemudian semakin mandiri melakukan masyarakat. Kesopanan termasuk hal yang
peran-perannya terlepas dari dari kerabat luas penting dalam hubungan kemasyarakatan.
pihak suami atau istri. Secara ekonomi, Melalui tata krama yang tepat akan dapat
keluarga batih itu berdiri sendiri, punya tempat diketahui pula budi pekerti seseorang
tinggal sendiri, dan tidak bersatu dengan (Endraswara, 2003:17). Bagi orang Jawa,
keluarga luas. Secara psikologis, keluarga sopan santun merupakan bentuk kepribadian
batih menjadi semakin berdikari. Ini berarti Jawa yang esensial. Orang yang memahami
bah-wa hubungan emosional antara suami sopan santun, sikap, dan perilakunya selalu
dan istri menjadi akrab (Ihromi, 2004:287). diwarnai oleh moralitas Jawa.
Selain sejumlah kriteria di atas ada Konsep baik buruk menurut agama,
faktor psikologis lain yang menyertai konsep etika, dan moral haruslah menjadi landasan
dadi wong, yaitu orang atau pasangan suami- hidup jika ingin disebut sebagai orang baik
istri hidupnya harus merasa senang/bahagia, atau berbudi luhur. Orang yang ramah,
tidak dalam keadaan tertekan oleh siapa pun pandai, bahasanya halus, dan giat bekerja,
serta merasa ayem-tentrem (aman dan tetapi moralnya tidak dapat dipertanggung-
bahagia). Ada banyak fenomena di masyara- jawabkan, tidak termasuk dalam berbudi
kat bahwa kelebihan harta atau tingginya luhur (Herusatoto, 2000:82). Orang yang
pangkat dan kedudukan kepala keluarga berbudi luhur digambarkan pula sebagai or-
ternyata tidak membawa kedamaian dari ang yang tidak suka melanggar perintah
anggota keluarganya. Hal itu disebabkan agama atau norma kesusilaan. Oleh karena
cara memperoleh semua yang dimiliki itu, ukuran spiritual atau nonmateriil ini harus
mungkin tidak melalui jalan yang benar. dipenuhi oleh seseorang agar termasuk
Sebaliknya, cacat moral dari salah satu kriteria dadi wong.
pasangan, baik suami maupun istri, juga Dari konsep dadi wong menurut
anggota keluarga akan mempengaruhi pandangan wanita Jawa di atas tergambar
ketentraman keluarga. jelas peran wanita di keluarga/masyarakat.

308
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

Wanita dapat dilihat posisinya berdasarkan Pranata sosial mengenai keluarga telah
pengalaman di dalam kebanyakan situasi dikenalkan sejak individu menjadi anggota
yang berbeda dengan laki-laki. Di sini terlihat keluarga yaitu sejak lahir, lewat pendidikan,
bagaimana wanita Jawa menempatkan peran melalui budaya remaja, dalam dunia kerja,
sebagai istri, ibu bagi anak-anak, sebagai dalam perkawinan atau saat membentuk
posisi sentral di keluarga dan masyarakat. keluarga sehingga perilaku seseorang akan
Persyaratan berkeluarga bagi wanita yang menjadi normal sesuai dengan peran jender-
dikemukakan sebagian besar informan nya (Mosse, 2003:63). Perempuan Jawa
sebagai persyaratan mutlak untuk dadi wong sejak kanak-kanak telah dikenalkan dengan
menunjukkan bahwa ideologi gender yang tanggung jawab sebagai anggota keluarga.
menempatkan bahwa perempuan itu harus Oleh karena itu, secara tidak sadar mereka
menjadi istri dan ibu sangat kuat dalam telah memahami tugas perempuan sebagai
budaya Jawa. Satu-satunya jalan memeran- istri dan ibu sejak dulu. Peran-peran tersebut
kan peran sebagai istri dan ibu adalah memaksa seorang perempuan untuk selalu
berkeluarga. menomorsatukan keluarga dan menghilang-
Di Jawa, gender secara menarik di- kan individualitas dirinya.
kombinasikan antara peran ideal yang kaku Dari konsep dadi wong di atas terasa
dengan peran praktis yang luwes. Akibat bahwa perempuan tetap menempatkan
pengaruh Islam, dengan peraturan yang di-rinya di bawah laki-laki dan mereka tetap
ketat, menempatkan seorang bapak sebagai dalam penguasaan suaminya. Apalagi,
kepala keluarga. Bidang kerja antara laki-laki perempuan Jawa menyadari sekali bahwa
dan perempuan dibagi dengan jelas. Meski- kewajiban berumah tangga sebagai kewajib-
pun demikian, dalam pengambilan keputusan an agama yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
perempuan tetap memiliki kekuatan (Will- Tugas dan peran yang diemban wanita di
iams, 1995:223). rumah tangga menunjukkan bahwa mereka
Kesetaraan antara pria dan wanita dalam harus banyak mengalah demi kekuasaan,
perkawinan belum terlihat dengan nyata. posisi, dan kedudukan suami di mata
Padahal, sebuah perkawinan pada dasarnya masyarakat tetap baik. Tugas menjaga
adalah kesetaraan hubungan antara suami kehormatan suami (njaga praja) harus tetap
dan istri. Bernard (Ritzer dan Goodman, dilaksanakan oleh istri.
2004:423) menyatakan bahwa perkawinan Perbedaan gender di atas lebih meng-
sering diartikan sebagai sistem budaya arah ke faham teori feminisme kultural, yaitu
bersama tentang kepercayaan, cita-cita laki-laki dan perempuan tidak sama dalam
sebuah tatanan kelembagaan peran dan hal perilaku dan pengalamannya. Perempuan
norma, serta kompleks pengalaman ber- di-gambarkan memiliki posisi inferior dan
interaksi secara individual antara laki-laki dan tunduk pada laki-laki (Ritzer dan Goodman,
perempuan. Perkawinan secara budaya 2004:415). Perbedaan jender umumnya
diidealkan sebagai takdir dan sumber didasarkan pada adanya perbedaan peran
pemenuhan bagi wanita; sebuah berkah antara laki-laki dan perempuan. Kondisi
berumah tangga dan bertanggung jawab seperti ini umumnya bersifat tahan lama, dan
bersama. Perkawinan menggabungkan sulit untuk berubah (Ritzer dan Goodman,
gagasan tentang wewenang laki-laki dengan 2004:420).
kejantanan seksual dan kekuatan laki-laki; Dari dasar feminisme kultural terlihat
dan memberi mandat bahwa istri harus bahwa posisi dan pengalaman wanita Jawa
mengalah, bergantung pada suami, meng- dalam kebanyakan situasi berbeda dari yang
hambakan diri, dan pada dasarnya istri harus dialami laki-laki dalam situasi itu. Posisi
memusatkan perhatian pada aktivitas dan wanita Jawa dalam kebanyakan situasi tidak
tugas di dalam rumah tangga. hanya berbeda, tetapi juga kurang meng-

309
Humaniora Volume 17, No. 3, Oktober 2005: 300 –311

untungkan karena tidak setara dengan laki- melaksanakan tugas kemasyarakatan sekali-
laki. Selanjutnya, situasi wanita Jawa harus gus memenuhi perintah agama (Tuhan). Oleh
pula dipahami dan dilihat dari sudut hubungan karena itu, nilai sukses merupakan totalitas
kekuasaan langsung antara laki-laki Jawa dan antara individu dengan keluarga batih (suami,
wanita Jawa. Wanita Jawa merasa ditindas, istri, dan anak-anak) dan cara kedua individu
dalam arti dikekang, disubordinasikan, atau suami-istri itu membangun diri dan
dibentuk, digunakan, dan disalahgunakan keluarganya sehingga mencapai martabat
oleh laki-laki. Wanita mengalami perbedaan sebagai orang yang berguna baik bagi diri
dan penindasan berdasarkan posisi total maupun keluarga dan masyarakat.
mereka dalam susunan stratifikasi berdasar- Nilai sukses didasarkan pada beberapa
kan kelas, ras, etnisitas, umur, status per- aspek seperti ekonomi (mandiri secara
kawinan, dan posisi secara global (Rizter dan ekonomi, punya penghasilan tetap), budaya
Goodman, 2004:415-416). Dalam masyarakat (kedudukan/pangkat/status, berkeluarga,
tineliti rupanya diskriminasi dan ketimpangan pendidikan, pergulan sosial, berguna bagi
gender masih terasa. Hal ini terlihat nyata orang lain), psikologis (mandiri secara psiko-
dalam peran perempuan dalam keluarga logis, pribadi yang kuat, bahagia), serta
yang selalu mengedepankan kepala keluarga moral/agama/etiket (berbudi luhur dan tidak
dan cenderung mengambil posisi inferior di melanggar aturan agama). Keseluruhan
depan suami. aspek tersebut harus dimiliki oleh pasangan
suami dan istri secara bersama.
SIMPULAN Secara teoretis peran dan kedudukan
perempuan Jawa seperti tercermin dalam
Pengertian dadi wong memiliki konsep dadi wong menunjukkan bahwa
kompleksitas arti yang luas. Ia tidak sekedar feminisme kultural masih kuat karena
memiliki atribut fisik tetapi juga ekonomi, mendasarkan peran perempuan dan laki-laki
sosial budaya, psikologis, dan moral. Param- berdasarkan perbedaan pengalaman antar
eter yang harus ada pada konsep dadi wong keduanya.
tersebut mengakibatkan nilai sukses sese-
orang harus dilihat secara totalitas dalam DAFTAR RUJUKAN
kehidupannya. Apabila salah satu syarat
tidak terpenuhi akan mengakibatkan kriteria Brenner, Suzanne April. 1998. The Domestication
dadi wong kurang atau tidak sempurna. of Desire. New Jersey: Princeton University
Orang Jawa memandang nilai sukses Press.
seseorang berdasar pada kelengkapan hidup Chamamah-Soeratno dkk. 2002. Kraton Jogja, The
yang dimiliki seseorang di mata masyarakat. History and Cultural Heritage.Jakarta:Karaton
Artinya, seseorang, baik itu pria maupun Ngayogyakarta dan Indonesia Marketing
wa-nita, sesukses apa pun dalam pekerjaan, Asossiasion.
termasuk pangkat, jabatan dan status, tetapi Diener, E. and Shigehiro Oishi. 2000. “Money
belum berkeluarga, nilai suksesnya akan and Happiness: Income and Subjective Well–
dipandang kurang. Terlebih lagi, bagi perem- Being Across Nation” in Diener and Oishi
puan, jika perempuan itu masih lajang, harta, (eds.). Culture and Subjective Well-being.
pangkat, dan statusnya tidak dapat menjadi London : The MIT Press, hal. 183-199.
ukuran bahwa dia telah dadi wong. Kehidup- Endraswara, S. 2002, Seksologi Jawa.Jakarta:
an berumah tangga, termasuk rumah tangga Wedatama Widya Sastra.
yang bahagia, menjadi kunci kesuksesan ______. 2003. Budi Pekerti dalam Budaya Jawa.
dan kemapanan hidup seseorang. Mereka Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.
memandang bahwa orang yang telah ber- Geertz, H. 1983. Keluarga Jawa. Jakarta:Grafiti
keluarga merupakan orang yang telah mampu Pres.

310
Atik Triratnawati, Konsep Dadi Wong Menurut Pandangan Wanita jawa

Hakimi, M, E.N. Hayati, V.U. Marlinawati, A. Mead, G.H. 1967. Mind, Self and Society. London:
Winkvist, dan M.C. Ellsberg. 2001. Membisu The University of Chicago Press.
demi Harmoni, Kekerasan terhadap Istri dan Mosse, J.C. 2003. Gender dan Pembangunan
Kesehatan Perempuan di Jawa Tengah, (terjemahan). Yogyakarta: Rifka Annisa
Indonesia. Yogyakarta: LPKGM-UGM - Rifka Women’s Crisis Center - Pustaka Pelajar.
Annisa WCC - Umea University - Women Poerwodarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa.
Health Exchange. Groningen: JB Wolters Uitgevers Maatschappij
Hamid, S.R. 2000. Buku Pintar Agama Islam.Jakarta: NV.
Penebar Salam. Ritzer, G. dan D.J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi
Handayani, CS dan Ardhian Novianto. 2004. Modern. Jakarta: Prenada Media.
Kuasa Wanita Jawa, Yogyakarta: PT LKiS. Suratno, P. dan Astiyanto H. 2004. Gusti Ora Sare:
Herusatoto, B. 2000. Simbolisme dalam Budaya 65 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa.
Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. Yogyakarta: Adiwacana.
Ihromi, T.O (eds.). 2004. Bunga Rampai Sosiologi Williams, W. L. 1995. Mozaik Kehidupan Orang
Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jawa: Pria dan Wanita dalam Masyarakat
Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan Mentalitas Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Binaman
dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. Pressindo.

311

Anda mungkin juga menyukai