Anda di halaman 1dari 4

Nama : Okky Putra Eka Pratama

Nim : 175050100111114
Kelas : G
Mata Kuliah : Pengelolaan limbah peternakan
Urgensi pengolahan limbah ternak ( Biogas )

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan akan energi merupakan kebutuhan yang wajib pada masa kini. Baik itu
berupa energi listrik maupun energi api. Energi merupakan syarat mutlak dalam
membantu manusia menjalankan aktifitasnya sehari-hari (Hasan, 2012). Kebutuhan akan
energi otomatis akan mengantarkan kepada tingginya tingkat permintaan sebuah energi.
Hal ini sesuai dengan teori Malthus dimana manusia secara kuantitas akan meningkat,
sedangkan alat pemenuh kebutuhanya semakin lambat dalam memproduksi ulang (Faqih,
2010). Dalil ini secara langsung menegaskan jika manusia secara mutlak jumlahnya akan
meningkat, sedangkan kebutuhan energi akan bereproduksi secara lambat dalam
memenuhi kebutuhan manusia.
Akibat paling sering dialami manusia dari fenomena ini adalah kelangkaan.
Karena kelangkaan inilah, maka tidak sepenuhnya barang pemenuhan kebutuhan manusia
dapat memenuhi jumlah. Sebagai permasalahan nyata yang dihadapi adalah penurunan
cadangan dan produksi bahan bakar di Indonesia sementara jumlah manusianya semakin
naik (Kholiq, 2015; Hasan, 2012).
Guna menghadapi fenomena semacam itu diperlukan sebuah inovasi agar tetap
mampu menjaga keseimbangan alat pemenuh kebutuhan manusia. Manusia pada akhirnya
akan berlomba-lomba agar dapat mengurangi pengunaan bahan bakar fossil
(Purwaningsih, 2012). Salah satu wujud dari inovasi itu adalah biogas. Secara sederhana
biogas adalah suatu gas penghasil energi yang berasal dari limbah organik dengan
melewati proses penguraian secara anaerobik atau tanpa oksigen (Saputro & Putri, 2009).
Kehadiran biogas ini dirasa penting sebagai salah satu alternatif inovasi menghadapi
masalah krisis energi yang diakibatkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk.

Tujuan
Tujuan dalam penulisan ini untuk mengetahui proses pengembangan dan pengaruh
kehadiran biogas dalam masyarakat pedesaan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Proses pengembangan pembuatan biogas dalam masyarakat
Dalam masyarakat pedesaan masih belum sepenuhnya mengetahui akan teknologi
baru yang berkembang di masyarakat. Kebanyakan masyarakat masih mengandalkan
koperasi desa yang membimbing atau mensosialisasikan teknologi baru. Teknologi baru
berupa biogas ini sangat bermanfaat pada pedesaan karena disamping mudah dibuat juga
biayanya cukup terjangkau untuk kurun waktu yang cukup lama.
Pengenalan biogas pada masyarakat pedesaan yang belum mengenalnya bisa
melalui koperasi desa yang notabennya diatas masyarakat. Dalam upaya pengenalan dan
pengembangan biogas koperasi desa dapat melakukan sosialisasi, pelatihan, bahkan
menyediakan fasilitas untuk masyarakat.

2.2 Pengaruh kehadiran biogas dalam masyarakat pedesaan


Dengan pemanfaatan biogas, maka emisi pencemaran udara dari kotoran sapi akan
berkurang. Hal ini karena gas yang menyebabkan bau akan terserap menjadi bahan bakar
yang dapat dimanfaatkan untuk membantu pekerjaan manusia sehari-sehari. Selain itu, di
wilayah pelosok yang notabenenya masyarakatnya banyak yang menggunakan kayu
bakar, kehadiran biogas mampu meminimalisirnya. Sehingga, secara tidak langsung akan
mengurangi penebangan hutan. Kedua adalah lebih hemat secara ekonomis. Pemanfaatan
biogas membuat para pemiliknya jarang-jarang bahkan tidak menggunakan sama sekali
sumber energi dari barang lain.
Pada dasarnya, kelebihan-kelebihan ini sesuai dengan pernyataan Holm-Nielsen
dkk (2009) jika biogas ramah lingkungan, murah, mampu mengurangi emisi gas rumah
kaca, serta mengurangi resiko penyakit dari kotoran ternak.
Keberadaan biogas telah menjadi salah satu oase energi alternatif terutama bagi
masyarakat pedesaan. Dengan biogas masyarakat telah mampu mengurangi
ketergantunganya terhadap bahan bakar fossil atau kayu bakar. Esensi dari penggunaan
engeri alternatif adalah pengurangan rasio ketergantungan terhadap bahan bakar minyak
dan gas (Yudhi & Febriansyah, 2015; Susanti dkk., 2013). Maka, secara tidak langsung
para pengguna biogas telah melakukan langkah kecil dalam menjaga lingkungan.
Walaupun elpiji atau kayu bakar masih eksis di wilayah tersebut. Tetapi, biogas belum
mampu dikembangkan sebagai sesuatu yang komersial di pedesaan yang belum maju.
Biogas mampu dikembangkan dengan berdasar pada potensi khusus suatu wilayah
yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan ataupun kesejahteraan masyarakat.
Kusmiati & Windiarti (2011) menegaskan jika kekhasan wilayah akan memberikan
sumbangsih secara ekonomi terhadap masyarakatnya.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Biogas dapat dimanfaatkan sebagai inovasi baru dalam masyarakat pedesaan yang
ketergantungan dalam pemanfaatan bahan bakar fossil maupun kayu bakar. Penggunaan
biogas dapat dikatakan sebagai langkah kecil untuk menjaga lingkungan karena
mengurangi penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar di pedesaan.
Biogas juga mampu dikembangkan berdasarkan pada potensi suatu wilayah yang
akan meningkatkan pendapatan maupun kesejahteraan masyarakat
3.2 Saran
Saran ditujukan kepada masyarakat agar melihat potensi wilayah mereka untuk
memanfaatkannya.

Daftar Pustaka
Faqih, A. 2010. Kependudukan : Teori, Fakta dan Masalah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hasan, H. 2012. Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Pulau Saugi. Jurnal Riset dan
Teknologi Kelautan, 10 (2), 169-180. Dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4358/5.hasnawiyah.pdf?
sequence=1.
Holm-Nielsen, J. B., Al Seadi, T., & Oleskowicz-Popiel, P. 2009. The Future of Anaerobic
Digestion and Biogas Utilization. Bioresource technology, 100 (22), 5478-5484.
Kusmiati, A., & Windiarti, R. 2011. Analisis wilayah komoditas kopi di Indonesia. JSEP
(Journal of Social and Agricultural Economics), 5(2), 47-58. Dari
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/jsep/article/download/373/231.
Purwaningsih, M.R. 2012. Analisis Biaya Manfaat Sosial Keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah Gedebage bagi Masyarakat Sekitar. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 23
(3), 225-240. Dari : http://journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/viewFile/4128/2214.
Saputro, R. R. & Putri, D. A. 2009. Pembuatan Biogas dari Limbah Peternakan. (Online),
(http://eprints.undip.ac.id/3215/1/Pembuatan_Biogas_dari_Limbah_Peterna
kan.pdf), diakses 11 November 2019.
Susanti, V., Hartanto, A., & Subekti, R. A. 2013. Melepas Ketergantungan Subsidi BBM melalui
Program Konversi BBG Pada Kendaraan untuk Menuju Ketahanan Energi Nasional. STI
Policy and Management Journal, 11 (1), 32-48. Dari :
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnastek/article/viewFile/479/445.
Soal no 2
Contoh kasus akibat dari pengolahan limbah ternak yang kurang baik.
Salah satu contoh pengelolaan limbah peternakan yang kurang baik bahkan melanggar
suatu aturan yang diterapkan pada daerah tersebut adalah pengolahan feses dari ruminansia
seperti sapi dan kambing. Kebanyakan masyarakat desa mengolah feses sebagai bahan utama
pembuatan pupuk kandang, akan tetapi proses maupun penempatan suatu feses di suatu
pemukiman akan mengakibatkan suatu polusi udara karena amonia dalam feses akan memuai.
Pengaruh dari hal tersebut akan menimbulkan bau pada suatu lingkungan, bahkan dapat
menyebabkan suatu penyakit. Dapat diketahui bahwa feses adalah tempat yang disukai suatu
organisme yang dapat menimbulkan penyakit.

Soal no 3
Hukum dan peraturan tentang pengolahan limbah ternak.
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 55/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG
PEDOMAN PEMBIBITAN SAPI PERAH YANG BAIK (GOOD BREEDING PRACTICE)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan


Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2824);

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang, Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan


Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3699);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara
Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102);

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner


(Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Pedoman Pelestarian


dan Pemanfaatan Sumberdaya Genetik Ternak;

Anda mungkin juga menyukai