Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

( PERBEDAAN MADZHAB HANAFI DAN MADZHAB HAMBALI )

OLEH :

1. ASRIANA 6. ERNA
2. FITRIANI 7. FAIZAL
3. HERVIANI 8. MUH. AQIL
4. MASRAH 9. YUSRAN
5. NURUL 10. ZULFIKAR AN IBRAHIM

MADRASAH ALIYAH DDI KULO

TAHUN PELAJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah ini. Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penyusun mengharapkan kritik serta saran membangun dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
Kulo, 13 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Madzhab Fiqih................................................................................ 3
B. Sejarah Lahirnya Madzhab-mudzhab Fiqih ..................................................... 4
C. Riwayat Singkat Iman Madzhab ...................................................................... 6
D. Menyikapi Perbedaan dalam Madzhab ............................................................ 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................................ 10
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan hukum islam setelah wafatnya Rasulullah SAW berkembang sangat


pesat. Hal ini dikarenakan muncul mutjahid yang terus bekerja keras untuk mengetahui
hukum-hukum syariat untuk disejalankan dengan kebutuhan-kebutuhan peradaban yang terus
tumbuh. Sejak kira-kira abad pertengahan abad pertama Hijiriah sampai pada awal abad
keempat, tidak kurang dari sembilan belas aliran hukum sudah tumbuh dalam Islam.
Dalam berijtihad, tentu para mutjahid memiliki metode ijtihad masing-masing
sehingga menimbulkan perbedaan pendapat tentang suatu hukum. Walaupun para mutjahid
dalam menentukan suatu hukum sama-sama berdasarkan apa yang dijelaskan dalam  Al-
Quran dan Hadits, tetapi memang Al-Quran dan Hadis itu sendiri bersifat multi interpretasi.
Dari perbedaan pendapat ini terbentuklah kelompok-kelompok fiqh yang mulanya
terdiri dari murid-murid para Imam Mutjahid. Kelompok-kelompok ini berkembang dan
tersebar. Selain itu, kelompok-kelompok ini pun mempertahankan pendapat Imamnya,
kemudian akhirnya terbentuklah madzhab-madzhab seperti yang lihat sekarang ini.
Sebenarnya para Imam mutjahid sendiri tidaklah menganjurkan untuk mengikuti
mereka. Yang dianjurkan oleh para imam madzhab justru kembali kepada dalil-dalil dalam
berijtihad, meskipun dengan cara itu ada kemungkinan hukum yang dihasilkan berbeda
dengan pendapat mereka. Dengan kata lain para imam mutjahid mendorong untuk
berijtihad. Namun jika kita tidak mampu berijtihad karena keterbatasan ilmu dan
pengetahuan kita, maka kita harus mengikuti salah satu madzhab yang kita percayai. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Q.S An-Nahl ayat 42 berikut ini.
”Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui.” (Q.S An-Nahl : 42)
Dari penjelasan diatas, kami akan membahas lebih lanjut mengenai perbedaan
madzhab-madzhab tersebut. Selanjutnya diharapkan dengan pembahasan tersebut, dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kita terutama mengenai madzhab-madzhab fiqih yang
masih dalam ruang lingkup perkembangan hukum islam.

1
Dalam perkembangan madzhab-madzhab fiqh telah muncul banyak madzhab fiqh.
Menurut Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar bilangan
madzhab-madzhab. Tidak ada kesepakatan ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah
sesungguhnya madzhab-madzhab yang pernah ada.
Namun dari begitu banyak madzhab yang pernah ada, maka hanya beberapa
madzhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Dalam makalah ini, kami hanya akan
membahas dua madzhab saja yakni Madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian madzhab fiqh ?
2. Bagaimana sejarah madzhab-madzhab fiqh ?
3. Bagaimana riwayat para imam madzhab?
4. Bagaimana cara menyikapi perbedaan dalam bermadzhab ?

C. Tujuan
1. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh/Ushul Fiqh.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai madzhab-madzhab fiqh.
3. Mengetahui pengertian, proses lahirnya madzhab-madzhab dan riwayat para imam
madzhab

2
BAB II

PRMBAHASAN

A. Pengertian Mazhab Fiqih


Madzhab menurut bahasa Arab adalah isim makan (kata benda keterangan tempat)
dari akar kata dzahaba  yang artinya ‘pergi’. Jadi, pengertian madzhab secara bahasa artinya,
“tempat pergi”, yaitu jalan. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga
berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan secara terminologis pengertian madzhab menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mutjahid dalam
memecahkan masalah atau mengstinbatan hukum Islam. Selanjutnya Imam Madzhab dan
madzab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompokm umat Islam yang mengikuti cara
istinhbat Imam Mutjahid tertentu atau megikuti pendapat Imam Mutjahid tentang masalah
hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud madzhab meliputi dua pengertian :
a. Madzhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mutjahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan Al-Quran dan Hadits.
b. Madzhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mutjahid tentang hukum suatu
peristiwa yang diambil dari Al-Quran dan Hadits.

Sedangkan menurut Muhammad Husain Abdullah, istilah madzhab mencakup dua hal
yakni :
a. sekumpulan hukum-hukum Islam yang digali seorang imam mujtahid
b. ushul fiqh yang menjadi jalan yang ditempuh mujtahid itu untuk menggali hukum-hukum
Islam dari dalil-dalilnya yang rinci.

Dengan demikian, kendatipun madzhab itu manifestasinya berupa hukum-hukum


syariat (fiqh), harus dipahami bahwa madzhab itu sesungguhnya juga mencakup ushul fiqh
yang menjadi metode penggalian untuk melahirkan hukum-hukum tersebut. Artinya jika kita
mengatakan madzhab syafi’i, itu artinya adalah fiqh dan ushul fiqh menurut Imam Syafi’i.

3
B. Sejarah Lahirnya Madzhab-Madzhab Fiqih
Mengutip dari buku Fiqh 4 Madzhab : Fiqh dan Ushul Fiqh yang ditulis oleh Dr. H.
Opik Taupik K, M.Ag dan Ali Khosim Al-Mansyur, M.Ag, madzhab-madzhab fiqh lahir
pada masa peradaban Daulah Abbasiyah yang merupakan masa keemasan Islam, atau sering
disebut dengan istilah “The Golden Age”. Pada masa ini umat Islam telah mencapai puncak
kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah
berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya
penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang
melahirkan cendekiawan-cendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di
berbagai disiplin ilmu penetahuan.
Banni Abbas mewarisi imperium besar Bani umayah. Hal ini memungkinkan mereka
dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani
Umayah yang besar. Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai periode
kegemilangan fiqih Islam, dimana lahir beberapa madzhab fiqih yang panji-panjinya dibawa
oleh tokoh-tokoh fiqih agung yang berjasa mengintegrasikan fiqih Islam dan meninggalkan
khazanah luar biasa yang menjadikan landasan kokoh bagi setiap ulama fiqih sampai
sekarang.
Pada dasarnya periode ini merupakan kelanjutan periode sebelumnya, karena
pemikiran-pemikiran di bidang fiqh yang diwakili madzhab-madzhab ahli hadits dan ahli
ra’yu merupakan penyebab timbulnya madzhab-madzhab fiqh, dan madzhab-madzhab inilah
yang mengaplikasikan pemikiran-pemikiran operasional. Ketika memasuki abad kedua
Hijriah inilah merupakan era kelahiran madzhab-madzhab hukum dan dua abad kemudian
madzhab-madzhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam dengan pola dan
karakteristik tersendiri dalam melakuan istinbat hukum.
Kelahiran madzhab-madzhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri ini, tak
pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk hukum yang
dihasilkan. Para tokoh atau imam madzhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan kerangka metodologi, teori dan
kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi,
teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam Madzhab ini, pada
awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau

4
upaya dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami
nash Al-Quran dan al-Hadits maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya
dalam nash.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam madzhab
tersebut berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan tanpa ia sadari menjelma
menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan semakin
mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum dimana antara satu dengan
lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau
madzhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut madzhab dalam
melakukan istinbath hukum.
Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh para imam madzhab tersebut
merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia menyangkut penciptaan pola kerja
dan kerangka metodologiyang sistematis dalam usaha melakukan istinbath hukum.
Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi tersebut inilah dalam pemikiran hukum Islam
disebut ushul fiqh.
Sampai saat ini Fiqh ihktilaf terus berlangsung, mereka tetap berselisih paham dalam
masalah furu’iyyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami
nash dan mengistinbathkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi anatara
pihak yang memperluas dan mempersempit, antara yang cenderung rasional dan yang
cenderung berpegang pada zahir nash, antara yang mewajibkan madzhab dan yang
melarangnya.
Perbedaan pendapat dikalangan umat ini, sampai kapanpun dan di mana pun akan
terus berlangsung dan hal ini menunjukan kedinamisan umat Islam, karena pola pikir terus
berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan madzhab-madzhab Islam
yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing madzhab tersebut
memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan
pendapat yang berbeda pula, termasuk diantaranya adalah pandangan mereka terhadap
kedudukan Al-Quran dan al-Sunnah.

5
C. Riwayat Singkat Iman Madzhab
1. Imam Abu Hanifah (80 – 150 H/ 696 – 767 M)
Beliau dilahirkan di Kufah tahun 80 H pada zaman dinasti Umayyah tepatnya pada
zaman kekuasaan Abdul Malik Ibn Marwan. Nama beliau adalah Nu’man bin
Tsabit.  Beliau terkenal dengan sebutan Abu Hanifah. Bukan karena mempunyai putra
bernama Hanifah, tetapi asal nama itu dari Abu al-Millah Ibrahia Hanifah, diambil dari
ayat : “Fatt Abi’u millah Ibrahia Hanifa” (Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus. Ali
Imran ayat 95). Beliau adalah orang Persia yang menetap di Kufah. Ayahnya dilahirkan
pada masa Khalifah Ali. Kakek dan Ayahnya pernah didoakan Imm Ali agar
mendapatkan turunan yang diberkahi Allah SWT. Pada waktu keci beliau menghafal Al-
Quran, seperti dilakukan anak-anak pada masa itu, kemudian berguru kepada Imam
Ashim salah seorang Imam Qiro’ah Sab’ah.
Keluarga beliau adalah keluarga pedagang, sehingga kemudian Nu’man pun
menjadi pedagang. Atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu
Hanifah belajar fiqh kepada ulama aliran Irak. Imam Abu Hanifah mengajak kepada
kebebasan berpikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat
dalam Al-Quran dan Al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam
menentukan hukum.
Guru-guru Abu Hanifah yang terkenal diantaranya adalah al-Sya’bi dan Hammad
bin Abi Sulaiman di Kufah, Hasan Basri di Basrah, Atha’bin Rabbah di Mekkah,
Sulayman dan Salim di Madinah.
Dalama kunjungan kedua kalinya ke Madinah Abu Hanifah bertemu dengan
Muhammad Bagir dari Syi’ah dan putra Imam Bagir yaitu Ja’far al-Shiddiq. Beliau
mendapat banyak ilmu dari ulama ini.
Dengan demikian Imam Abu Hanifah mempunyai banyak guru di Kufah, Basrah,
Mekkah dan Madinah. Beliau bekeliling ke kota-kota yang menjadi pusat ilmu masa itu
dan banyak mengetahui hadits-hadits. Yang menonjol dari fiqh Imam Abu Hanifah ini
antara lain adalah :
a. Sangat rasional, mementingkan maslahat dan manfaat.
b. Lebih mudah dipahami daripada madzhab yang lain.
c. Lebih liberal sikapnya terhadap dzimis (warga negara yang nonmuslim).

6
Madzhab Hanafi berkembang karena kegigihan murid-muridnya menyebarkan ke
masyaraat luas, namun kadang-kadang ada pendapat murid yang bertentangan dengan
pendapat gurunya, maka itulah salah satu ciri khas fiqh Hanafiyah yang terkadang
memuat bantahan gurunya terhadap ulama fiqh yang hidup dimasanya. Karya besar yang
ditinggalkan oleh Imam Hanafi yaitu Fiqih Akhbar, Al’Alim Walmutam dan Musnad
Fiqih Akhbar. Adapun ulamaHanafiyah menyusun kitab-kitab fiqih diantarnya Jami’ al-
Fushulai, Dlarar al-Hukkam, kitab al-Fiqih dan Qawaid al-Fiqih, dan lain-lain.
Adapun yang dijadikan pokok pegangan dalil madzhab hanafi ialah : Al-Quran,
As-Sunah, Aqwalus Sahabat, Ijma’, Qiyas, Istisan, dan ‘Urf. Madzhab Hanafi mulai
tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara-negara Islam bagian Timur. Dan
sekarang ini madzhab hanafi merupakan madzhab resmi di Mesir, Turki, Syiria, dan
Libanon. Madzhab ini dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan,
Muslimin India dan Tiongkok.
Imam Abu Hanifah men.inggal pada bulan Rajab tahun 150 Hijriah. Meskipun
Abu Hanifah seorang ulama besar, beliau tidak merasa memonopoli kebenaran. Hal itu
terbukti dari pernyataannya :”Saya mengambil pendapat ini, karena pendapat ini benar,
tapi mengandung kemun.gkinan salah. Dan saya tidak mengambil pendapat itu, karena
pendapat itu salah, tapi menganung kemungkinan benar”.

2. Imam Ahmad Ibn Hanbali (164 – 241 H)


Ahmad bin Hanbal bin Hilal asy-Syaibani atau yang lebih dikenal dengan nama
Imam Hanbali dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H. Bapak dan
ibunya berasal dari Kabilah Asyaibani bagian dari Kabilah Arab. Imam Ahmad bin
Hanbal dikenal dengn nama Imam Al-Muhaditsin karena banyaknya hadits yang
dikumpulkan dan dihafalnya, kumpulan haditsnya ini dikenal dengan nama Musnad
Imam Ahmad.
Sejak kecil sudah tampak minatnya kepada agama, beliau menghafal Al-Quran,
mendalami bahasa Arab, belajar Hadits, atsar sahabat dan tabi’in serta sejarah Nabi, dan
para sahabat. Beliau belajar Fiqh dari Abu Yusuf muridnya Abu Hanifah dan dari Imam
Al-Syafii, tetapi perhatiannya kepada hadits ternyata lebih besar. Beliau belajar hadits di

7
Baghdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah, dan Yaman. Beliau selalu menuliskan hadits
dengan perawi-perawinya dan cara ini pun diharuskannya kepada murid-muridnya.
Imam Ahmad bin Hanbal memiliki daya ingat yang kuat dan ini adalah
kemampuan yang umum terdapat pada ahli-ahli hadits. Beliau juga sangat sabar dan ulet,
memiliki keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian. Di samping itu seperti imam-
imam yang lain, beliau adalah orang-orang yang sangat ikhlas dalam perbuatannya.
Imam Ahmad bin Hanbal yang menetang pendapat muktazilah, pernah dijatuhi
hukuman dan dipenjara oleh Khalifah al-Ma’mum yang menganut paham muktazilah.
Ketika Khalifah al-Ma’mum wafat, Imam Ahmad masih tetap dalam penjara di masa
Mu’tashim Billah. Sesudah keluar dari penjara, beliau sakit-sakitan dan akhirnya wafat
pada tahun 241 H.
Imam Ahmad bin Hanbal dalam berijtihad memiliki warna tersendiri. Prinsip
madzhabnya adalah Al-Qur’an, As-sunah, dan beliau sangat kuat memegang fatwa para
sahabat yang tidak diperselisihkan. Di samping itu juga Imam Ahmad bin Hanbal terkenl
sekali sebagai ulama yang tidak percaya adanya ijma. Karena menurutnya tidak mungkin
ada ijma, karena demikian banyaknya perbedaan pendapat dalam masalah furu. Menurut
Dr. Abu Zahrah ijma yang ditentang oleh Ahmad bin Hanbal adalah Ijma’ sesudah masa
sahabat. Adapun ijma’ pada masa sahabat diakui kebenarannya.
Awal perkembangannya, madzhab Hanbali berkembang di Bahdad, Irak dan
Mesir pada waktu yang sangat lama. Pada abad ke-12 Raja Abdul Aziz al-Saudi
menjadikan madzhab Hanbali sebagai madzhab resmi pemerintahan Saudi Arabia.
Hingga sekarang menjadi pengikut terbanyak madzhab ini.

D. Menyikapi Perbedaan dalam Madzhab


Jalan yang dalam mengikuti madzhab apa pun dari madzhab-madzhab yang benar,
harus mengerti bahwa adanaya madzhab lain adalah salah satu bentuk dan identitas
kebenaran syariat, juga merupakan penjelasan akan luas dan agungnya syariat Islam.
Perbedaan sama sekali bukanlah alasan untuk saling berjauhan, saling bermusuhan,
saling menyimpan kebencian, atau saling menginjak-injak hak dan kehormatan orang lain.
Disamping itu, betapa banyak persamaan yang harus diikuti secara benar dan cermat. Perlu
cara yang benar didalam membangun hubungan antarmadzhab guna merekatkan hubungan

8
dan persatuan, bahkan untuk menghilangkan pemisah dan perbedaan. Sehingga, mungkin
jika masalah ini ditempatkan sebagaimana mestinya dapat berpengaruh pada tempat yang
tadinya banyak berdiri bermacam-macam madzhab menjadi lenyap secara perlahan dan
menuju pada arti persatuan.
Al-Hamid Jakfar Al-Qadri dalam buku Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat, dalam
menyikapi berbagai pandangan dan pemikiran ini, baik itu yang berhubungan dengan akidah,
hukum, maupun suluk, umat Islam dituntut untuk memperhatikan dua hal. Pertama, toleran
ketika berbeda. Kedua tidak saling mengkafirkan dan menyesatkan.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, Fiqh dan Ushul Fiqh merupakan salah satu
disiplin ilmu yang senantiasa sarat dengan wacana menarik. Keberadaan fiqh sebagai bagian
dari syariat islam tak pelak menjadi bahasan yang tidak pernah terhenti sepanjang zaman.
Wajah fiqh yang identik dengan aturan dan doktrin Islam tentang ibadah sering menimbulkan
pendapat dikalangan para ulama dan umat akibat adanya perbedaan dalam metode berijtihad.
Walaupun para mutjahid dalam menentukan suatu hukum sama-sama berdasarkan apa yang
dijelaskan dalam  Al-Quran dan Hadits, tetapi memang Al-Quran dan Hadis itu sendiri
bersifat multi interpretasi. Selain itu unsur subjektifitas para ulama itu sendiri juga
mempengaruhi hasil ijtihadnya mengenai suatu hukum.
Kendatipun demikian, justru dengan adanya perbedaan itulah kita mempunyai
perbendaharaan yang sangat banyak dalam hukum dan bisa menimbang-nimbang berdasar
sinar wahyu Illahi dan akal yang sehat sehingga bisa menemukan hukum yang lebih tepat.
Imam Abu Hanifah berkata : “Orang yang paling berilmu adalah orang yang paling banyak
tahu tentang perbedaan di kalangan manusia”.
Perbedaan sangat wajar tentunya jika disikapi dengan kedewasaan berpikir dan
mengedepankan toleransi. Namun tidak jarang yang terjadi justru sebaliknya, perbedaan
pendapat yang seyogianya menjadi rahmat bagi umat, malah justru menjadi laknat (embrio
perpecahan umat). Fanatisme golongan dan truth claim menjadi dalil dari segala keyakinan.

B. Saran
Perbandingan mazhab dimaksud bukan bertujuan untuk meremehkan atau
mencarikelemahan suatu pendapat imam madzhab tertentu, melainkan untuk mencari
alternative yang paling benar diantara pendapat-pendapat para imam madzhab yang sudah
benar. Selain itu, perbandingan madzhab juga mencari dalil-dalil yang menjadi sumber
rujukan utama (al-Quran dan Sunnah), karena pada hakikatnya kewajiban kita bukan
mengikuti pendapat madzhab tetapi mengikuti dalil yang dijadikan sumber oleh ulama
madzhab.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamid Jakfar Al-Qadri, Bijak Menyikapi Perbedaan Pendapat : Telaah atas Pemikiran Al-
Habib Umar bin Hafizh dalam Membina Ukhuwah dan Membangun Dialog, Jakarta :
Mizan Pustaka, 2012

Mudlor, Ahmad. 1994. Perbedaan Pendapat Dalam Madzhab.Sarjana Indonesia.

Maftuh. 2010. Sketsa Pemikiran Empat Madzhab,, (.http://maftuh78.


blogspot.com/2008/12/pemikiran-empat-imam-madzhab.html), diakses tanggal 10 januari
2013

11

Anda mungkin juga menyukai