Studi Pengaruh Vlot terhadap Evaluasi Ketuaan dan Kerataan Warna pada Pencelupan Kain
Poliamida dengan Zat Warna Asam Super Milling Metode Exhaust
diajukan untuk memenuhi mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan 2 dengan dosen
pengampu Ikhwanul Muslim, S.ST, MT asisten dosen David Christian S.ST dan Fauzi J
oleh
Kelompok 6
Grup 3K1
Anggota
Bella Hasna Syah Salsabila (18020022)
Dea Auliawaty Hendiman (18020023)
Dea Dwianty Rahma Subagja (18020024)
1.1 MAKSUD
Maksud dari praktikum ini adalah ntuk mengetahui bagaimana proses pencelupan kain
poliamida dengan zat warna Asam Super Milling
1.2 TUJUAN
Dapat mengetahui pengaruh dari retarter pada pencelupan kain poliamida dengan
zat warna asam super milling terhadap kerataan kain hasil pencelupan.
Dapat mengetahui pengaruh dari suasana pH larutan pada pencelupan kain
poliamida dengan zat warna asam super milling terhadap ketuaan kain hasil
pencelupan.
Dapat mengetahui pengaruh dari perbaedaan metoda yang digunakan pada
pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam super milling terhadap ketuaan
dan kerataan kain.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 PENCELUPAN
Pencelupan adalah pemberian warna pada bahan secara merata dan permanen.
Metode pemberian warna dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari jenis zat
warna dan serat yang akan diwarnai. Proses pewarnaan secara pencelupan dianggap
sempurna apabila sudah tercapai kondisi kesetimbangan, yaitu zat warna yang terserap
ke dalam bahan mencapai titik maksimum.
Tahap-tahap pencelupan :
1. Migrasi
Pada tahap ini, zat warna dilarutkan dan diusahakan agar larutan zat warna bergerak
menempel pada bahan. Zat warna dalam larutan mempunyai muatan listrik sehingga
dapat bergerak kian kemari. Gerakan tersebut menimbulkan tekanan osmosis yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan konsentrasi, sehingga terjadi difusi dari
bagian larutan dengan konsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah. Bagian dengan
konsentrasi rendah terletak di permukaan serat, yaitu pada kapiler serat. Jadi zat
warna akan bergerak mendekati permukaan serat.
2. Adsorpsi
Peristiwa difusi yang dijelaskan di atas menyebabkan zat warna berkumpul pada
permukaan serat. Daya adsorpsi akan terpusat pada permukaan serat, sehingga zat
warna akan terserap menempel pada bahan.
3. Difusi
Peristiwa ini terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi zat warna di permukaan
serat dengan konsentrasi zat warna di dalam serat. Karena konsentrasi di
permukaan lebih tinggi, maka zat warna akan terserap masuk ke dalam serat.
4. Fiksasi
Fiksasi terjadi karena adanya ikatan antara molekul zat warna dengan serat, yaitu
ikatan antara gugus auksokrom dengan serat.
Gaya-gaya Ikat pada pencelupan
Agar supaya pencelupan dan hasil celupan baik dan tahan cuci maka gaya-gaya
ikat antara zat warna dan serat harus lebih besar dari pada gaya-gaya yang bekerja
antara zat warna dan air. Hal tersebut dapat tercapai apabila molekul zat warna
mempunyai susunan atom-atom yang tertentu, sehingga akan memberikan daya tembus
yang baik terhadap serat dan pula member ikatan yang kuat. Pada dasarnya dalam
pencelupan terdapat empat jenis gaya ikat yang menyebabkan adanya daya tembus atau
tahan cuci suatu zat warna pada serat, yaitu:
a. Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan ikatan sekunder yang terbentuk karena atom hidrogen
pada gugusan hidroksi atau amina mengadakan ikatan yang lemah dengan atom
lainnya, misalnya molekul-molekul air yang mendidih pada suhu yang jauh lebih
tinggi daripada molekul-molekul senyawa alkana dengan berat yang sama.
Pada umumnya molekul –molekul zat warna dan serat mengandung gugusan-
gugusan yang memungkinkan terbentuknya ikatan hidrogen.
b. Ikatan elektrovalen
Ikatan antara zat warna dan serat yang kedua merupakan ikatan yang timbul karena
gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan. Dalam air serat-serat bermuatan
negatif sedangkan pada umumnya zat warna yang larut merupakan suatu anion
sehingga penetrasi akan terhalang. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat yang
berfungsi menghilangkan atau mengurangi sifat negatif dari serat atau zat warna,
sehingga zat warna dan serat dapat lebih saling mendekat dan gaya-gaya non polar
dapat bekerja lebih baik. Maka pada pencelupan serat-serat selulosa perlu
penambahan elektrolit, misalnya garam dapur atau garam glauber dan pada
pencelupan serat wol atau poliamida perlu penambahan asam..
c. Gaya-gaya non polar
Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa atom-atom atau molekul-molekul
satu dan lainnya saling tarik menarik. Pada proses pencelupan daya tarik antara zat
warna dan serat akan bekerja lebih sempurna bila molekul-molekul zat warna
tersebut berbentuk memanjang dan datar, atau antara molekul zat warna dan serat
mempunyai gugusan hidrokarbon yang sesuai sehingga waktu pencelupan zat warna
ingin lepas dari air dan bergabung dengan serat. Gaya-gaya tersebut sering disebut
gaya-gaya Van der Waals yang mungkin merupakan gaya-gaya dispersi, London
ataupun ikatan hidrofob.
d. Ikatan kovalen
Zat warna reaktif terikat pada serat dengan ikatan kovalen yang sifatnya lebih kuat
dari pada ikatan-ikatan lainnya sehingga sukar dilunturkan. Meskipun demikian
dengan pengerjaan larutan asam atau alkali yang kuat beberapa celupan zat warna
reaktif akan meluntur.
Poliamida memiliki gugus fungsi amina (-NH2) dan amida (-NHCO-) yang
memungkinkan untuk dicelup dengan zat warna asam. Mengingat struktur poliamida
yang rapat, maka zat warna asam yang digunakan harus memiliki ukuran molekul yang
kecil (ZW asam levelling). Namun bila diinginkan hasill pencelupan yang mempunyai
ketahanan luntur yang lebih tinggi dapat digunakan zat warna asam jenis milling dan
supermilling yang memiliki ukuran molekul lebih besar. Untuk produk nontekstil seperti
jarring, parasut, tali pancing, benang ban yag memerlukan ketahanan luntur warna
terhadap pencucian dan sinar yang lebih tinggi sebaiknya menggunakan zat warna
asam jenis supermilling, baik yang mengandung logam maupun yang tidak
mengandung logam.
Serat poliamida atau nylon dibuat dari senyawa dikarboksilat dan diamina, dapat
dibetuk dengan banyak cara, yaitu:
Poliamida yang pertama, dibuat dari heksametilendiamina dan asam adipat, dan
serat yang dihasilkannya disebut nylon 66. Angka dibelakang nama nylon menunjukkan
jumlah atom karbon penyusun dari senyawa amina dan senyawa karboksilatnya. Nylon
6, 10 terbuat dari heksametilena diamina + asam sebasat dan Nylon 6 dibuat dari
kaprolaktam.
Pembuatan serat nylon yaitu garam nylon hasil reaksi asam karboksilat dan diamina
dipolimerisasikan pada suhu sekitar 300℃ dan dilakukan dengan cara pemintalan
leleh. Dimana pendingin pada atmosfir nitrogen, digunakan untuk menghindari
degradasi rantai polimer dan bahaya kebakaran. Dileatkan pada ruang uap untuk
menjaga kelembapan agar saat disimpan tidak terjadi pemanjangan.
Poliamida atau nylon biasa digunakan untuk tekstil pakaian seperti kaos kaki,
pakaian dalam dan baju olahraga.
Poliamida Aromatik
Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya
mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang
merupakan garam natrium asam-asam organic dimana anionnya merupakan komponen
yang berwarna. Zat warna asam merupakan zat warna yang larut dalam air karena
mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya. Gugus-
gugus tersebut juga berfungai sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan ionic
dengan tempat-tempat positif dalam serat wol dan sutera. Struktur kimia zat warna
asam bervariasi, antara lain jenis trifenil metan, xanten, nitro aromatic, azo dan
pirazolon. Kebanyakan zat warna asam termasuk jenis azo sehingga hasil celupnya
dapat dilunturkan dengan reduktor.
Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa
yang mengandung gugusan-gugusan sulfonat atau karboksilat, sebagai gugus pelarut.
Menurut kimiawinya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut:
Golongan 1
Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS ( C.I. Acid Blue)
N(C2H5)2
NaO3S C +
N(C2H5)2
SO3Na
Sumber: Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 97.
Golongan 2
Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B (C.I. Acid
Red 52 )
+
(C2H5)2 N O
N (C2H5)2
C
Gambar 2.4.2. Struktur Molekul C.I Acid Red 52
Sumber: Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 98.
Golongan 3
Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya
NapHtol Yellow 1 (C.I. Acid Yellow)
ONa
NO2
NaO3S
NO2
Gambar 2.4.3. Struktur Molekul C.I Acid Yellow 1
Sumber: Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 98.
Golongan 4
Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-
Garanine 2G (C.I. Acid Red 1)
CH NH.CO.CH3
Gambar 2.4.4. Struktur Molekul C.I Acid Red 1
Sumber:
N=N Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 98.
SO3N SO3Na
Golongan 5
Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine
N=N SO3Na
HO. C
NaO3S N=N C N
C
COOH
Gambar 2.4.5. Struktur Molekul Tartrazine
Sumber: Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 99.
Golongan 6
Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B (C.I. Acid Blue
45)
O NH2
Gambar
NaO 3S 2.4.6. Struktur Molekul C.I Acid Blue 45
Sumber: Rasjid Djufri, G.A. Kasoenarno, dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan
SO3Na
Pencapan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil. 1976. Hal 98.
NH2 O OH
Kelemahan zat warna asam :
Migrasi zat warna asam jelek karena ikatan yang terjadi antara serat dan zat warna
adalah ikatan ionic.
Untuk memperoleh hasil celup yang rata dapat dilakukan langkah – langkah sebagai
berikut :
o Persiapan bahan harus sebaik mungkin
o Menambahkan pembasah
o Melakukan pengadukan diawal proses (10 menit) dengan baik
o Meratakan penyerapan sejak awal dengan menambahkan zat perata anionic atau
kationik.
o Memperlambat penyerapan zat warna dengan cara menambahkan elektrolit dan
mengatur penaikan suhu secara lambat/ bertahap.
Pengaturan pH
pH rendah mengakibatkan penyerapan tinggi, namun bila pH Terlalu rendah resiko
belang terhadap bahan akan tinggi karena penyerapan terlalu cepat., pH tinggi
mengakibatkan penyerapan kurang. Pencelupan dengan zat warna asam milling,
dilakukan pada suhu tinggi karena molekul zat warnanya besar.
o Memperbesar ukuran partikel zat warna yang sudah masuk kedalam serat
( digunakan pemfiksasi kationik ).
o Membentuk lapisan film dipermukaan serat sehingga dapat menutupi pori pori
serat.
Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :
Yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya
misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat
mencapai 3,5 - 4,5 sehingga penyarapan zat warna lebih besar. Zat warna golongan
ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna asam celupan
rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik tetapi ketahanan
cucinya kurang.
Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya mudah rata
akibat molekul zat warnanya yamg relatif sangat kecil, sehingga substantifitasnya
terhadap serat relatif kecil, sangat mudah larut dan warnanya sagat cerah, tetapi
tahan luntur warnanya rendah.
Ikatan antara serat dan zat warnannya adalah ikaan ionik, disamping ikatan
zvan der walls. Untuk pencelupan warna tua, biasanya diperlukan kondisi larutan
celup yang sangat asam, yakni pH 3-4, tetapi untukl zat warna sedang dan muda
dapat dilakukan pada pH 4-5.
Golongan 2 (Milling)
Yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya,
misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2. Penambahan
elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar
memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk
larutan koloidal.
Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar dibandingkan zat warna
asam celupan rata, sehingga afinitas zat warna asam milling lebih besar dan agak
sukar bermigrasi dalam serat, akibatnya agak sukar mendapatkan kerataan hasil
celup.
Tahan luntur warna hasil selupannya lebih baik dari zat warna asam celupan
rata, karena walaupun ikatan antara serat dan zat warna dengan serat masih
didominasi ikatan ionik tetapi ikatan sekunder berupa gaya Van Der Waals-nya juga
relatif mulai cukup besar(sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna).
Untuk mencelup zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi lariutan celup
pH 4-5, tetapi untuk warna sedang dan muda, dilakukan pada kondisi pH 5-6 agar
hasil celupannya rata. Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi
sebagai pendorong penyerapan.
Yakni zat warna asam yang tidak memerlukan panambahan asam dalam
pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal, meskipun
pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.
Kerataan pada
Baik Agak kurang Sangat kurang
pencelupan
Tabel 2.4.1. Tabel Sifat sifat dari Golongan Zat Warna Asam
Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Hal 80-89
Afinitas terhadap Ketahanan
ZW Asam Uk.Partikel Kerataan
Serat Luntur
Kecil
Sumber: Dede Karyana, Elly K. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan I. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil. 2005. Hal 80-89
BAB III
PERCOBAAN
3.1 ALAT
Piala gelas
Gelas ukur
Pipet ukur
Pengaduk
Tabung stainless
Mesin HT dyeing
3.2 BAHAN
persiapan
pencelupan pencucian pengeringan evaluasi
larutan celup
70°C
40°C
30’ 45’ 10’
10’ 10’ 10’
menit
3.5 RESEP
Resep Pencelupan
Resep 1 2 3 4
Zat Warna Asam Levelling (%) 2 % owf
Asam Asetat (pH) 0,25 mL/L
Retarder 5 g/L
Vlot 1:40 1:30 1:20 1:10
Suhu 100℃
Waktu 45 menit
Resep Pencucian
Variasi Vlot 1 : 40
- Berat kain = 20 gram
- Vlot = 1:40
- Larutan = 20 x 40 = 800
2
- ZW Asam = x 20 gram = 0,4 gram
100
100 mL air
- Zw dari Zw induk = x 0,4 = 20 mL
2 gram zw
0,25
- Asam asetat = x 800 = 0,2 mL
1000
5
- Retarder = x 800 = 4 mL
1000
Kebutuhan air = 800 – ( 20 mL + 0,2 mL + 4 mL) = 775,8 mL
Variasi Vlot 1 : 30
- Berat kain = 20 gram
- Vlot = 1:30
- Larutan = 20 x 30 = 600
2
- ZW Asam = x 20 gram = 0,4 gram
100
100 mL air
- Zw dari Zw induk = x 0,4 = 20 mL
2 gram zw
0,25
- Asam asetat = x 600 = 0,15 mL
1000
5
- Retarder = x 600 = 3 mL
1000
Kebutuhan air = 600 – ( 20 mL + 0,15 mL + 3 mL) = 576,85 mL
Variasi Vlot 1 : 20
- Berat kain = 20 gram
- Vlot = 1:200
- Larutan = 20 x 20 = 400
2
- ZW Asam = x 20 gram = 0,4 gram
100
100 mL air
- Zw dari Zw induk = x 0,4 = 20 mL
2 gram zw
0,25
- Asam asetat = x 400 = 0,1 mL
1000
5
- Retarder = x 400 = 2 mL
1000
Kebutuhan air = 400 – ( 20 mL + 0,1 mL + 2 mL) = 377,9 mL
Variasi Vlot 1 : 10
- Berat kain = 20 gram
- Vlot = 1:10
- Larutan = 20 x 10 = 200
2
- ZW Asam = x 20 gram = 0,4 gram
100
100 mL air
- Zw dari Zw induk = x 0,4 = 20 mL
2 gram zw
0,25
- Asam asetat = x 200 = 0,05 mL
1000
5
- Retarder = x 200 = 1 mL
1000
Kebutuhan air = 200 – ( 20 mL + 0,05 mL + 1 mL) = 178,95 mL
- Vlot = 1 : 20
- Larutan = 20 x 20 = 400
1
- Sabun = x 400 = 0,4 gram
1000
1 : 40 1 : 30 1 : 20 1 : 10
Ke -
1 1 2 3 4
2 1 2 3 4
3 1 2 3 4
4 1 2 3 4
Jumlah 4 8 12 16
Rata-rata 1 2 3 4
1 : 40 1 : 30 1 : 20 1 : 10
Ke -
1 1 2 3 4
2 1 2 3 4
3 1 2 3 4
4 1 2 3 4
Jumlah 4 8 12 16
Rata-rata 1 2 3 4
3.5
2.5
1.5
0.5
0
1:40 1:30 1:20 1:10
3.5
2.5
1.5
0.5
0
1:40 1:30 1:20 1:10
4.5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam
super milling dengan variasi vlot, pada evaluasi keuaan warna diperoleh hasil
pencelupan paling tua yakni ada di variasi vlot 1 : 10, hal ini sesuai dengan hipotesa
bahwa semakin rata hasil celupan maka warna yang dihasilkan semakin muda dan
semakin besar vlot yang digunakan maka warnanya semakin muda juga. Sedangkan
pada evaluasi kerataan warna, grafik menunjukkan semakin besar vlot yang digunakan
maka tingkat kerataanpun semakin kecil. Berdasarkan hasil, nilai yang paling rata ada di
variasi vlot 1 : 10. Namun hal ini diluar hipotesa, semain besar kelarutan zat warna
maka semakin rata hasil celupan. Perbedaan ini dapat diakibatkan karena zat warna
telah beragregat sehingga tidak berdifusi secara sempurna yang menyebabkan pada
saat pencucian zat warna tersebut luntur.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa titik
optimum pada proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam super milling
dengan memvariasikan vlot ada pada variasi vlot 1 : 10. Dan dapat disimpulkan bahwa vlot
berpengaruh terhadap ketuaan dan kerataan zat warna. Semakin besar vlot maka kerataan
semakin baik dan warna semakin muda.
DAFTAR PUSTAKA