GEJALA-GEJALA KUANTUM
Perilaku Gelombang Suatu Zarah dan Ketidakpastian Heisenberg
GEJALA-GEJALA KUANTUM
3. Efek Compton
Efek compton ditemukan oleh Arthur Holy Compton pada tahun 1923. Menurut teori
kuantum cahaya, foton berlaku sebagai partikel, hanya foton tidak memiliki massa diam. Jika
pendapat ini benar, maka berdasarkan peristiwa efek fotolistrik yang dikemukakan oleh
Einstein, Arthur Holy Compton pada tahun 1923 telah mengamati gejala-gejala tumbukan
antara foton yang berasal dari sinar X dengan elektron. Compton mengamati hamburan foton
dari sinar X oleh elektron dapat diterangkan dengan menganggap bahwa foton seperti partikel
dengan energi hf dan momentum hf/c cocok seperti yang diusulkan oleh Einstein.
a. Penemuan Efek Compton
Percobaan Compton cukup sederhana yaitu sinar X monokromatik (sinar X yang memiliki
panjang gelombang tunggal) dikenakan pada keping tipis berilium sebagai sasarannya.
Kemudian untuk mengamati foton dari sinar X dan elektron yang terhambur dipasang
detektor. Sinar X yang telah menumbuk elektron akan kehilangan sebagian energinya yang
kemudian terhambur dengan sudut hamburan sebesar θ terhadap arah semula. Berdasarkan
hasil pengamatan ternyata sinar X yang terhambur memiliki panjang gelombang yang lebih
besar dari panjang gelombang sinar X semula. Hal ini dikarenakan sebagian energinya
terserap oleh elektron. Jika energi foton sinar X mula-mula hf dan energi foton sinar X yang
terhambur menjadi (hf – hf’) dalam hal ini f > f’, sedangkan panjang gelombang yang
terhambur menjadi tambah besar yaitu λ > λ’.
b. Skema Percobaan Efek Compton
Skema percobaan Compton untuk menyelidiki tumbukan foton dan elektron
Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum dan kekekalan energi Compton berhasil
menunjukkan bahwa perubahan panjang gelombang foton terhambur dengan panjang
gelombang semula, yang memenuhi persamaan :
λ = panjang gelombang sinar X sebelum tumbukan (m)
λ’ = panjang gelombang sinar X setelah tumbukan (m)
h = konstanta Planck (6,625 × 10-34 Js)
mo = massa diam elektron (9,1 × 10-31 kg)
c = kecepatan cahaya (3 × 108 ms-1)
θ = sudut hamburan sinar X terhadap arah semula (derajat atau radian)
Dengan hasil pengamatan Compton tentang hamburan foton dari sinar X
menunjukkan bahwa foton dapat dipandang sebagai partikel, sehingga memperkuat teori
kuantum yang mengatakan bahwa cahaya mempunyai dua sifat, yaitu cahaya dapat sebagai
gelombang dan cahaya dapat bersifat sebagai partikel yang sering disebut sebagai dualime
gelombang cahaya.
Peristiwa Hamburan Compton ( efek compton) sebenarnya merupakan gejala interaksi antara
foton ( diwakili oleh sinar – x ) dengan materi ( elektron yang terdapat dalam bahan ).
Compton dapat menjelaskan terjadinya pergeseran panjang gelombang foton yang terjadi
serta hubungan antara pergeseran ini dengan sudut hamburan, dengan menyusun hipotesis
berikut :
Hamburan terjadi karena tumbukan foton sinar – x dengan elektron dalam zat sasaran. Dalam
peristiwa tumbukan foton berperilaku sebagai zarah ( partikel), dalam arti hukum kekekalan
energi dan momentum linear menguasai peristiwa tumbukan antara foton dan elektron yang
berpartisipasi.
Foton berenergi E dan momentum linear p menumbuuk elektron dalam keadaan tak gerak.
Disisi lain elektron terhambur dengan sudut ɸ dengan energi nya Ec dan momentumnya Pc .
Berdasarkan Hukum kekekalan energi sebelum dan sesdah tumbukan didapat :
E + mc2 = E + Ec ...................................................................
Untuk hukum kekekalan momentum linear dinyatakan sebagai :
Arah x ; p = pc cos ɸ + p cos θ..............................................
Arah y; θ = pc sin ɸ - p sin θ ...............................................
Karena teori relativistik memberi hubungan antara energi total dan momentum linear, maka
keempat besaran yang belum diketahui E,Ec , θ dan ɸ beserta dua besaran yang tidak
diketahui dapat di eliminasikan , memberikan :
PC2 = p2 – 2pp cos θ + p2 .................................................................................
Menurut teori relativitas : Pc 2 = pc2 c2 + mc2 c4......................................................
Maka persamaan di atas dapat di ubah menjadi :
( E + mc c2 – E )2 = c2 ( p2 – 2pp cos θ + p2 ) + mc2 c4 ........................................
Persamaan terakhir memiliki bentuk :
Akhir nya di peroleh : ..................
Dengan hmcc = λc = 0,002426 nm disebut “ panjang gelombang compton untuk elektron”
Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum maka energi kinetik maksimum elektron
terhambur dapat dinyatakan sebagai ;
Ek maks = (2hv/mcC2) (1- 2hv/mcC2)
4. Efek Fotolistrik
Suatu eksperimen dilakukan pada akhir abad ke-19 untuk mengamati fenomena radiasi
menunjukkan bahwa cahaya yang menumbuk permukaan logam tertentu
menyebabkan elektron terlepas dari permukaan logam tersebut. Fenomena ini dikenal
sebagai Efek Fotolistrik dan elektron yang terlepas disebut sebagai fotoelektron. Skema
eksperimen yang dilakukan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Eksperimen dilakukan dengan menembakkan berkas cahaya ke sebuah plat logam E yang
terdapat pada selubung gelas (agar kondisi eksperimen terkontrol). Terdapat sebuah plat
logam lain (plat C) yang diposisikan sejajar untuk menangkap elektron yang keluar dari plat
E. Kedua plat tersebut tersambung dengan sebuah sirkuit dimana terdapat amperemeter untuk
membaca aliran elektron dari plat E ke plat C. Hubungan arus fotolistrik dengan perbedaan
potensial (voltase) yang terbaca dari hasil eksperimen plat E dan plat C untuk dua jenis
intensitas cahaya ditunjukkan pada grafik dibawah. Saat nilai voltase tinggi, besar arus
menunjukkan nilai yang maksimal dan besar arus tersebut tidak dapat bertambah naik.
Besarnya arus maksimum dapat bertambah jika intensitas cahaya ditingkatkan, hal ini terjadi
karena semakin tinggi intensitas cahaya yang ditembakkan maka semakin banyak elektron
yang keluar dari plat logam. Ketika besar beda potensial (voltase) makin mengecil dan
bahkan nilainya sampai minus (-V0), ternyata tidak ada arus yang mengalir yang
menandakan tidak ada fotoelektron yang mengalir dari plat E ke plat C. Potensial V0 disebut
sebagai potensial henti.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan, ternyata nilai beda potensial tidak bergantung pada
intensitas cahaya yang diberikan, akan tetapi karena banyaknya muatan fotoelektron yang
keluar dari plat. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya energi kinetik maksimum dari efek
fotolistrik dirumuskan sebagai berikut:
Dimana,
adalah muatan elektron (C),
adalah potensial henti (volt),
Persamaan ini memungkinkan kita untuk mengukur besarnya nilai energi kinetik maksimum
secara eksperimental dengan menentukan beda potensial saat nilai arus sama dengan nol.
Dari eksperimen efek fotolistrik yang dilakukan, ternyata teori klasik yang menyatakan
cahaya sebagai gelombang gagal menjelaskan mengenai sifat-sifat cahaya yang terjadi pada
efek fotolistrik. Oleh karena itu, teori kuantum Einstein dipakai untuk menjelaskan sifat
penting cahaya pada fenomena ini.
Teori Kuantum Mengenai Efek Fotolistrik
Pada model Einstein mengenai efek fotolistrik, sebuah foton dengan intensitas cahaya
memberikan semua energinya hf ke sebuah elektron yang terdapat di plat logam. Akan tetapi,
penyerapan energi oleh elektron tidak terjadi secara terus-menerus dimana energi
dipindahkan ke elektron dengan paket tertentu, berbeda seperti yang dijabarkan pada teori
gelombang. Pemindahan energi tersebut terjadi dengan konfigurasi satu foton untuk satu
elektron.
Elektron keluar dari permukaan plat logam dan tidak bertabrakan dengan atom lainnya
sebelum mengeluarkan energi kinetik maksimum . Menurut Einstein, besarnya energi
kinetik maksimum untuk elektron yang terbebas tersebut dirumuskan dengan:
Dimana,
adalah konstanta Planck (Js),
adalah frekuensi foton (Hz),
adalah fungsi kerja (eV),
Fungsi kerja menggambarkan energi minimum yang diperlukan agar elektron dapat terus
menempel pada logam.
Dengan menggunakan foton sebagai model cahaya, efek fotolistrik dapat dijelaskan dengan
benar daripada yang diprediksikan oleh konsep-konsep klasik, yaitu:
1. Besarnya energi kinetik yang dikeluarkan fotoelektron tidak bergantung pada
intensitas cahaya. Jika intensitas cahaya digandakan, maka jumlah fotoelektron yang
keluar juga berlipat ganda, namun besarnya energi kinetik maksimum pada setiap
fotoelektron nilainya tidak berubah.
2. Elektron terlepas dari logam dalam waktu yang singkat. Selang waktu antara cahaya
yang datang dan fotoelektron yang keluar tergantung pada besarnya paket energi yang
dibawa foton. Jika intensitas cahaya yang diterima rendah, hanya sedikit foton yang
datang per unit waktu.
3. Keluarnya elektron tidak bergantung pada frekuensi cahaya. Jika energi yang dibawa
foton besarnya tidak lebih dari fungsi kerja, maka elektron tidak dapat dikeluarkan
dari permukaan logam.
4. Besarnya energi kinetik maksimum fotoelektron bergantung pada frekuensi cahaya.
Sebuah foton dengan frekuensi yang lebih besar membawa energi yang lebih besar
dan akan mengeluarkan fotoelektron dengan enrgi kinetik yang lebih besar
dibandingkan dengan foton berfrekuensi rendah.
Model Einstein mampu memprediksi hubungan antara energi kinetik maksimum elektron dan
frekuensi cahaya. Hasil eksperimen yang membuktikan teori Einstein tersebut dapat dilihat
pada grafik dibawah.
Terdapat frekuensi ambang logam dimana jika frekuensi cahaya berada dibawah frekuensi
ambang maka tidak ada fotoelekton yang terlepas. Frekuensi ambang tersebut berhubungan
dengan fungsi kerja sebagai berikut:
Dimana,
adalah frekuensi ambang (Hz),
Dengan menggabungkan persamaan diatas dengan persamaan sebelumnya, maka besarnya
energi kinetik maksimum dari sebuah elektron yang terlepas diformulasikan dengan:
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, elektron dapat keluar dan timbul energi kinetik
jika frekuensi cahaya yang diantarkan oleh paket yang dibawa foton lebih besar dari
frekuensi ambangnya.
Selain itu, dapat diketahui pula panjang gelombang ambang berdasarkan frekuensi
ambangnya:
Dimana,
adalah kecepatan cahaya (3 x 108 m/s),
=1240 eV.nm,
Pembahasan:
Berikut ini nilai fungsi kerja dari berbagai logam:
Logam (eV)
Na 2,46
Al 4,08
Fe 4,50
Cu 4,70
Zn 4,31
Ag 4,73
Pt 6,35
Pb 4,14
Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis padatan kristalin.
Sinar-X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 1
Å, berada di antara panjang gelombang sinar gama (γ) dan sinar ultraviolet. Sinar-X
dihasilkan jika elektron berkecepatan tinggi menumbuk suatu logam target.
Elektron berkecepatan tinggi yang mengenai elektron pada orbital 1s akan menyebabkan
elektron tereksitasi menyebabkan kekosongan (□) pada orbital 1s tersebut, dengan adanya
pengisian elektron pada orbital kosong tersebut dari orbital yang lebih tinggi energinya akan
memberikan pancaran sinar-X.
Sinar-X yang diperoleh memberikan intensitas puncak tertentu yang bergantung pada
kebolehjadian transisi elektron yang terjadi. Transisi Kα lebih mungkin terjadi dan memiliki
intensitas yang lebih tinggi daripada transisi Kβ, sehingga radiasi Kα yang digunakan untuk
keperluan difraksi sinar-X. Sinar-X juga dapat dihasilkan oleh proses perlambatan elektron
pada saat menembus logam sasaran. Proses perlambatan ini menghasilkan sinar-X yang biasa
disebut sebagai radiasi putih.
Terdapat beberapa jenis pancaran panjang gelombang yang dihasilkan dengan
intensitas yang berbeda, dimana panjang gelombang Kα1 memiliki intensitas yang lebih
tinggi, sehingga digunakan dalam difraksi sinar-X.
Sinar-X yang monokromatis sangat diperlukan dalam suatu eksperimen difraksi sinar-X.
Untuk tujuan itu salah satunya dapat digunakan filter, yang secara selektif meneruskan
panjang gelombang yang ingin digunakan. Untuk sinar-X dari tabung tembaga, biasanya
digunakan lembaran nikel sebagai filter. Nikel sangat efektif dalam meneruskan radiasi Cu
Kα, karena radiasi Cu Kβ memiliki cukup energi untuk mengionisasi elektron 1s Nikel,
sedangkan radiasi Cu Kα tidak cukup untuk mengionisasi. Dengan demikian, lembaran nikel
tersebut akan mengabsorpsi semua panjang gelombang termasuk radiasi putih, kecuali radiasi
Cu Kα.
Sebelum meningkatkan lebih jauh kita kembali sejenak pada kuatisasi cahaya. Menurut teori
kuantum Einsten energi proton :
ε=hv
Sedangkan menurut teori kestabilan khusus, energi total dan momentum foton mengikuti
hubungan berikut :
ε=pc
Jadi postulat de Broglie juga memberikan hubungan yang sama untuk suatu zarah.
Sesungguhnya ilham untuk postulatnya ini ditarik dari seperangkat postulat bohr (teori atom
menurut Bohr) yang dapat menerangkan pancaran spectrum Hidrogen.
3. Difraksi Zarah
Gelombang zat yang senantiasa menyertai gerak suatu zarah melengkapkkan pandangan
tentang dualisme zarah gelombang.Dengan demikian perbedaan antara cahaya dan zarah, atau
lebih tegasnya antara gelombang dan zarah menjadi hilang.Gelombang cahaya dapat
berperilaku sebagai zarah, sebaliknya zarah dapat berperilaku sebagai gelombang.
4. Gelombang de Broglie sebagai Rapat Kebolehjadian
Dengan menggunakan konsep teori dari radiasi benda hitam, de Broglie menunjukkan
sebuah hubungan yang menyatakan momentum dengan panjang gelombang.Persamaan
tersebut diturunkan dari persamaan energi untuk foton dalam radiasi benda hitam.Energi
suatu foton merupakan fungsi dari panjang gelombang dari foton tersebut.
Disaat yang sama momentum foton merupakan pembagian energi oleh kelajuan cahaya.
Dengan demikian panjang gelombang partikel atau de Broglie dinyatakan sebagai berikut:
Massa benda ditunjukkan m dalam satuan SI kg, v menunjukkan kelajuan benda (m/s),
lambda merupakan panjang gelombang (m), dan h menunjukkan konstanta Planck yang
diperoleh dari hasil percobaan.
Secara umum, fungsi gelombang suatu sistem dapat dinyatakan dalam berbagai peubah,
seperti dalam momentum, posisi, energi, dan sebagainya.Fungsi gelombang dapat pula
berupa fungsi waktu, dan dapat pula dinyatakan sebagai fungsi tak-gayut
waktu.Menurut prinsip superposisi mekanika kuantum, fungsi gelombang dapat dijumlahkan
dan dikali dengan bilangan kompleks untuk menghasilkan fungsi gelombang baru dan
suatu ruang Hilbert.Hasil kali antara dua fungsi gelombang merupakan ukuran tumpang-
tindih antara keadaan fisika terkait, dan digunakan sebagai dasar interpretasi kebolehjadian
pada mekanika kuantum, hukum Born, yang mengaitkan kebolehjadian transisi pada hasil
kali tersebut.
Dalam interpretasi statistik Born mengenai mekanika kuantum non-
relativistik,modulus kuadrat dari fungsi gelombang, |ψ|2, adalah suatu bilangan riil yang
ditafsirkan sebagai rapat kebolehjadian untuk menemukan partikel di titik tersebut.
Persyaratan umum yang harus dimiliki oleh suatu fungsi gelombang disebut sebagai kondisi
normalisasi. Karena fungsi gelombang bernilai kompleks, hanya fase dan magnitudo
relatifnya saja yang dapat diukur—nilainya tidak dapat diukur; dengan menerapkan operator
kuantum, dengan nilai eigen yang menyatakan kebolehjadian dari pengukuran tersebut, pada
fungsi gelombang ψ dan menghitung distribusi statistik dari kuantitas yang terukur.
5. Aplikasi pada partikel dalam kotak 1 dimensi
Dalam mekanika kuantum , partikel dalam model kotak (juga dikenal sebagai sumur
potensial tak hingga atau sumur kuadrat tak terbatas ) mendeskripsikan sebuah partikel yang
bebas bergerak di ruang kecil yang dikelilingi oleh penghalang yang tak bisa
ditembus. Model ini terutama digunakan sebagai contoh hipotetis untuk menggambarkan
perbedaan antara sistem klasik dan kuantum. Dalam sistem klasik, misalnya, sebuah partikel
yang terperangkap di dalam kotak besar dapat bergerak dengan kecepatan berapa pun di
dalam kotak dan tidak mungkin ditemukan pada satu posisi daripada yang lain. Namun,
ketika sumur menjadi sangat sempit (dalam skala beberapa nanometer), efek kuantum
menjadi penting. Partikel tersebut mungkin hanya menempati tingkat energi positif
tertentu. Demikian pula, ia tidak pernah memiliki energi nol, yang berarti bahwa partikel
tersebut tidak pernah dapat "diam". Selain itu, lebih mungkin ditemukan di posisi tertentu
daripada di tempat lain, tergantung pada tingkat energinya. Partikel tersebut mungkin tidak
pernah terdeteksi pada posisi tertentu, yang dikenal sebagai node spasial.
Partikel dalam model kotak adalah salah satu dari sedikit masalah dalam mekanika
kuantum yang dapat diselesaikan secara analitis, tanpa pendekatan. Karena
kesederhanaannya, model ini memungkinkan wawasan tentang efek kuantum tanpa perlu
matematika yang rumit. Ini berfungsi sebagai ilustrasi sederhana tentang
bagaimana kuantisasi energi (tingkat energi), yang ditemukan dalam sistem kuantum yang
lebih rumit seperti atom dan molekul, terjadi. Ini adalah salah satu masalah mekanika
kuantum pertama yang diajarkan dalam mata kuliah fisika sarjana, dan biasanya digunakan
sebagai perkiraan untuk sistem kuantum yang lebih rumit.
di mana L adalah panjang kotak, x c adalah lokasi dari pusat kotak dan x adalah posisi
partikel di dalam kotak. Kasus sederhana termasuk kotak di tengah (x c=0) dan kotak
bergeser (x c=L/2).
C. Ketakpastian Heisenberg
c. Ketidakpastian Heisenberg
Prinsip Ketakpastian heinsenberg dirumuskan sebagai berikut (1927) :
a. Suatu percobaan terhadap suatu fiika tidak dapat sekaligus digunakan untuk
menenukan secara eksak momentum linier, Px dan kedudukan suatu zarah x .
Ketelitian pengukuran secara hakiki dibatasi oleh proses pengukuran itu sendiri,
sehingga:
D. Ketakpastian Heisenberg
Suatu harga yang cukup bermakna dalam realitas fisik tingkat atom dan sub
atom ; serta tak dapat diabaikan.
c. Ketidakpastian Heisenberg
Prinsip Ketakpastian heinsenberg dirumuskan sebagai berikut (1927) :
a. Suatu percobaan terhadap suatu fiika tidak dapat sekaligus digunakan untuk