Anda di halaman 1dari 4

Kondisi UMKM Indonesia di Tengah Wabah Covid – 19 yang Melanda

Pada tahun 2020 ini, tepatnya pada awal bulan Maret 2020 terdeteksi bahwa Virus Covid – 19 atau
sering disebut juga dengan Virus Corona datang melanda Negara Indonesia. Virus yang dibawa dari negeri
ginseng China ini memberikan efek yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia khususnya dalam
aktivitas ekonomi (supply and demand). Adapun salah satu dari sekian banyak sub – sektor usaha yang
langsung mengenai dampak yang sangat besar terhadap datangnya virus corona tersebut yaitu dari sektor Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini didukung juga oleh penyataan dari Kementrian Keuangan
(Kemenkau) yang mencatat bahwa dunia usaha yang berdampak signifikan adalah usaha UMKM, dimana
UMKM berkontribusi sebesar 60.3% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM
menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja, pada tahun 2018 berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2020), UMKM tercatat sebanyak 64.2 juta unit.

Berdasarkan UU No.20/2008, menjelaskan bahwa UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan
dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan
tertentu dan juga dibagi dengan beberapa kriteria ukuran usaha nya yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha
menengah, dan usaha besar. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ini menjadi salah satu sub – sektor
yang harus mendapat perhatian pemerintah karena menempatkan peran yang sentral dalam menopang
perekonomian Indonesia. Bagaiama tidak UMKM lah yang menjadi peran penting dan strategis dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja,
UMKM juga berperan dalam mendistribusikan hasil – hasil pembangunan. Seperti yang kita ketahui ketika
negara Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 – 1998, hanya UMKM yang mampu tetap berdiri kokoh.
Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan tersebut, apakah UMKM akan mampu tetap berdiri kokoh ditengah
pandemi virus corona yang datang di Indonesia? Berikut pemaparannya.

Semenjak wabah corona merebak di Indonesia sekitar 1 bulan terakhir, UMKM menjadi sub – sektor yang
terdampak secara signifikan terutama untuk usaha berskala mikro. Berdasarkan Pusat Penelitian Ekonomi
(P2E) LIPI, mereka membuat suatu perhitungan yang memperlihatkan bahwa penyebaran virus corona akan
menghantam UMKM yang selama ini menopang aktivitas berbagai sektor seperti salah satunya sektor
pariwisatan yang berkaitan dengan usaha Food and Beverage (F & B), serta usaha kerajinan rotan dan kayu.
Lingkup UMKM yang bergerak pada:

1) Jenis usaha F & B skala mikro terdampak di kisaran 27%. Sementara itu untuk skala kecil terdampak
sekitar 1.77%, skala menengah terdampak cukup kecil hanya sekitar 0.07%.
2) Jenis usaha Kerajinan (bahan dasar kayu dan rotan) terdampak cukup signifikan yaitu sekitar 17.03%
usaha nya mengalami dampak langsung akibat pandemi ini.

Kementrian Koperasi dan UMKM merilis data aduan dari 1332 UMKM yang tersebar di 18 provinsi
mendapatkan dampak yang negatif akibat penyebaran virus corona. Dari jumlah tersebut, sekitar 917 UMKM
(69%) mengalami penurunan omset penjualan. Selain itu, sekitar 119 UMKM (9%) mengalami kesulitan
distribusi barang produksi. Sekitar 179 UMKM (13%) mengalami kesulitan dalam akses terhadap modal usaha.
Bahkan terdapat sekitar 50 UMKM (4%) yang mengalami penurunan produksinya secara drastis hingga tidak
melanjutkan produksi untuk sementara waktu.

Hal ini juga selaras dengan data yang didapat dari Kementrian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM)
(27/3/2020), pelaku UMKM mengeluhkan beberapa hal akibat wabah virus corona, yaitu :

1) Penjualan Menurun, sebanyak 774 koperasi dan UMKM (68%), mengeluh penjualannya menurun
akibat wabah corona. Penurunan penjualan dirasakan di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, DIY, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bali, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Selatan.
2) Kesulitan Bahan Baku, sebanyak 63 koperasi dan UMKM (6%), menyatakan mengalami kesulitan
bahan baku. Hal itu terjadi di Banteng, DKI Jakarta, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa
Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
3) Distribusi Terhambat, sebanyak 111 koperasi dan UMKM (10%) menyatakan mengalami distribusi
yang terhambat yang terjadi di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat,
DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Banten.
4) Kesulitan Permodalan, sebanyak 141 koperasi dan UMKM (12%), menyatakan mengalami masalah
permodalan yang terjadi di Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Barat.
5) Produksi Terhambat, sebanyak 42 koperasi dan UMKM (4%), menyatakan mengalami produksi yang
terhambat yang terjadi di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timru, Yogyakarta, Bengkulu,
Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta.

Kemudian dari sisi aktivitas ekonomi yaitu segi supply (penawaran) and demand (permintaan)
memberikan efek yang mengalami beragam tekanan, seperti dari sisi penawaran bahwa yang mengalami
gangguan akibat risiko pekerja yang terjangkit corona. Kemudian terdapat pekerja yang berfokus pada anak
– anak mereka, lalu penerapan social distancing pada para pekerja mengganggu aktivitas produksi dan
distribusi UMKM. Disisi distribusi juga pasokan barang mentah untuk produksi UMKM pun juga tersendat
akibat pemberlakuan penutupan wilayah (lockdown) dan pengurangan aktivitas pengiriman barang.
Penyebaran virus mengganggu UMKM yang beroperasi produksi nya dalam lintas batas antarnegara karena
pasokan barang mentah untuk produksi yang brsumber dari luar negeri mengalami gangguan karena
blockade dan pengurangan aktivitas transportasi seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Dari sisi permintaan UMKM secara drastis otomatis mengalami penurunan dari para konsumen
dikarenakan efek dari wabah tersebut sehingga para konsumen mengalami kondisi psikologis dimana
mereka takut tertular penyakit sehingga cenderung untuk mengurung diri di dalam rumah. Kondisi tersebut
tentunya akan berdampak pada penurunan pendapatan yang secara tidak langsung mengurangi pengeluaran
dan pola konsumsi yang biasanya. Terlebih lagi yang mengalami penurunan dari faktor permintaan ini yaitu
berkaitan dengan sektor pariwisata dimana destinasi wisata mengalami penurunan secara drastis.

Risiko tersingkirnya UMKM akibat pandemic virus corona membutuhkan intervensi pemerintah berupa
kebijakan yang tepat, cepat, dan akurat. Adapun intervensi yang bisa direalisasikan adalah:

1) Memberikan bantuan kredit dalam skala besar kepada UMKM yang terdampak corona serta
mekanismenya dalam pemberian kemudahan dan relaksasi kredit yang dapat diberikan oleh lembaga
perbankan konvensional.
2) Meningkatkan strategi dalam Fintech untuk bisnis usaha UMKM di tengah pandemi corona.

Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh UMKM itu sendiri yang mendapatkan dampak dari virus
corona tersebut, yaitu dapat dilakukan dengan :

1) Memanfaatkan media sosial sebagai channel utama pemasaran produk UMKM. Ditengah himbauan
menjaga social distancing yang bahkan sekarang berubah menjadi Pemabatasan Sosial Berskala Besar
(PSBB), media sosial dapat menjadi langkah jitu usaha UMKM dalam mempromosikan / memasarkan
produk nya yang dimiliki tanpa harus menekan biaya lebih besar.
2) Menguasai Story Telling, dimana UMKM perlu menguasai cara komunikasi yang baik dengan
memberikan informasi dan mendidik konsumen tentang langkah – langkah yang dapat diambil untuk
memastikan bahwa jasa dan produk UMKM tersebut aman.
3) Pemilik bisnis UMKM perlu untuk harus tetap terhubung dengan pelanggan diluar transaksi yang
dilakukan, hal ini merupakan hal yang sangat penting di tengah pandemi corona sekarang. Hal ini dapat
dimulai dengan misalnya mewajibkan setiap karyawan dengan penggunaan masker, hand sanitizer, dan
yang terutama menjaga kebersihan tempat usaha.
4) Pelaku usaha perlu memperbaiki kualitas produk atau layanannya. Selain itu, UMKM juga disarankan
mengembangkan strategi penawaran produk barang atau jasa yang menjadi basis bisnisnya. Jika selama
ini pelaku usaha terlalu sibuk menjalankan operasional, maka ini merupakan saatnya untuk berhenti
sejenak dan mengatur ulang strategi demi kepuasan pelanggan.
5) Merencanakan ulang pendapatan dan pangkas anggaran biaya. Maksudnya adalah melihat kembali
rencana anggaran biaya menjadi hal krusial di masa krisis ini. Pemilik usaha harus dapat memilah pos
anggaran mana yang menjadi prioritas dan melakukan penyesuaian budget dengan kondisi saat ini.

Anda mungkin juga menyukai