Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kebidanan adalah ilmu yang memepelajari tentang kehamilan, perslanina, dan
kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal. Tujuan ilmu kebidanan adalah
untuk mengantarkan kehamilan, persalinan, dan kala nifas serta pemberian ASI dengan
selamat akibat kerusakan persalinan sekcil – kecilnya dan kembalinya alat reproduksi ke
keadaan normal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara dengan perbandingan tinggi
rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.

Sebagian besar angka kematian ibu dan perinatal terjadi saat pertolongan pertama
sangat dibutuhkan. Pengawasan antenatal masih belum memadai sehingga hamil dengan
resiko tinggi tidak atau lambat diketahui. Masih banyak dijumpai ibu dengan jarak hamil
pendek, terlalu banyak anak, terlalau muda, dan terlalu tua untuk hamil.

Pendidikan masyarakat yang rendah censerung memilih pemeliharaan kesehatan


secara tradisional dam belum siap menerima pelaksanaan kesehatan modern.

Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian besar
negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat penting untuk
dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh dan bermutu yaitu
dilaksanankan praktik berdasarkan pada evidence based.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Evidence Based Practice?
2. Apa manfaat Evidence Based Practice?
3. Apa saja kategori Evidence Based Practice?
4. Apa bukti klinis pada pelayanan kehamilan?
5. Bagaimana konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM?
6. Bagaimana isu-isu terkini dalam kehamilan?
7. Apa pengertian Midwifery Practice?
8. Apa saja ruang lingkup praktik kebidanan?
9. Bagaimana praktik dalam pelayanan kebidanan?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian dari Evidence Based Practice.
2. Mengetahui manfaat Evidence Based Practice.
3. Mengetahui kategori Evidence Based Practice.
4. Mengetahui bukti klinis pada pelayanan kehamilan.
5. Mengetahui konsep dasar asuhan berspektif gender dan HAM.
6. Mengetahui isu-isu terkini dalam kehamilan.
7. Mengetahui pengertian Midwifery Practice.
8. Mengetahui ruang lingkup praktik kebidanan.
9. Mengetahui praktik dalam pelayanan kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evidence Baced Practice

2.1.1 Pengertian Eviced Based Practice

Evidence based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak lagi berdasarkan


pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti Evidence based
midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkna bukti dari penelitian
yang bisa di pertanggung jawabkan praktik kebidanan sekarang lebih di dasarkan
pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktik terbaik dari para praktisi
dari seluruh penjuru dunia.

Evidence based mempunyai tingkatan kepercayaan untuyk tingkatan paling


tinggi (Ia) adalah hasil penelitian dengan meta analisis dibawahnya atau level IB
adalah hasil penelitian dengan random mijed control trial, IIa. Nonrandom mijed
control trial, IIb. Adalah hasil penelitian quasi eksperimen lalu hasil study observasi
(III) dan terakahir eksport opinion, clinical, eksperienc (IV) untuk mendapatkan bukti
ini bisa diperoleh dari berbagai macam penelitian yang telah di publikasikan oleh
berbagai media, itulah evidence based. Melalui paradigma baru maka setiap
pendekatan medic barulah dianggap accountable apabila didasarkan pada temuan-
temuan terkini yang secara medic, ilmiah, dan metedologi dapat diterima. Oleh karena
itu bukti ilmiah harus ditelaah terlebih dahulu mempertimbangkan manfaat dan
kerugian serta kondisi setempat seperti budaya, kebijakan, dan lain sebagainya.
2.1.2 Manfaat Evidence Based Midwifery dalam Praktik Kebidanan
Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaan yang sistematik, ilmiah
dan eksplisit dari penelitian terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan tentang
asuhan pasien secara individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak
selalu melakukan intervensi. Kajian ulang intervensi secara historis mernunculkan
asumsi bahwa sebagian besar komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa
diprediksi atau dicegah. Intervensi harus dilaksanakan atas dasar indikasi yang
spesifik. bukan sebagai rutinitas sebab test – test rutin, obat, atau prosedur lain pada
kehamilan dapat membahayakan ibu maupun janin. Bidan yang terampil harus tahu
kapan ia harus melakukan sesuatu dan intervensi yang dilakukannya haruslah aman
berdasarkan bukti ilmiah.
Asuhan yang dilakukan dituntut tanggap terhadap fakta yang terjadi,
menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi pasien dengan mengutamakan
keselamatan dan kesehatan pasien dengan mengikuti prosedur yang sesuai dengan
evidence based asuhan kebidanan. yang tentu saja berdasar kepada hal-hal yang sudah
dibahas sebelumnya, yaitu: standar asuhan kebidanan, standar pelayanan kebidanan,
kewenangan bidan komunitas, fungsi utama bidan bagi masyarakat. Fungsi utama
profesi kebidanan, ruang lingkup asuhan yang diberikan.
Dengan pelaksanaan praktik asuhan kebidanan yang berdasarkan evidence
based tersebut tentu saja bermanfaat membantu mengurangi angka kematian ibu hamil
dan risiko- risiko yang di alami selama persalinan bagi ibu dan bayi serta bermanfaat
juga untuk memperbaiki keadaan kesehatan.
2.1.3 Kategori Evidence Based Menurut World Health Organization (WHO)
Menurut WHO, Evidence Based terbagi sebagai berikut:
1. Evidence based medicine adalah pemberian informasi obat-obatan berdasarkan
bukti dari penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan. Temuan obat baru yang
dapat saja segera ditarik dan peredaran hanya dalam waktu beberapa bulan setelah
obat tersebut dipasarkan, karena di populasi terbukti memberikan efek samping
yang berat pada sebagian penggunanya. Praktek EBM banyak dicetuskan oleh
adanya pertanyaan2 pasien tentang efekpengobatan, kegunaan pemeriksaan
penunjang, prognosis penyakitnya, atau penyebab kelainan yang dideritanya.
 Contoh : . Ibu Susi punya pengalaman kakaknya divakum karena kehabisan
tenaga mengejan, anaknya saat ini 6 tahun menderita epilepsy dan kakaknya
harus dijahit banyak pada saat melahirkan Ia tidak mau melahirkan divakum
Dia mendengar tentang teknik yang menggunakan forsep.
2. Evidence based policy adalah satu sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan
dan kedokteran (clinical governance): suatu tantangan profesi kesehatan dan
kedokteran di masa mendatang. berfokus pada keputusan public tentang kelompok
atau masyarakat, bukan sebuah keputusan tentang individu pasien
 Contoh : Kebijakan mengenai jaminan kesehatan untuk keluarga miskin.
Terjadi keputusan yang menarik: Program Askeskin tidak lagi menggunakan
mekanisme asuransi. Di awal tahun ini Departemen Kesehatan memutuskan
bahwa program dilakukan melalui mekanisme langsung, dengan nama baru
Jaminan Kesehatan Masyarakat. (JAMKESMAS).
3. Evidence based midwifery adalah pemberian informasi kebidanan berdasarkan
bukti dari penelitian yang bias dipertanggungjawabkan.
 Contoh : Evidence Base dalam praktik Kebidanan terkini menurut proses
reproduksi
Kebiasaan : Membatasi hubungan seksual untuk mencegah abortus dan
kelahiran premature
Keterangan : Dianjurkan untuk memakai kondom ada sel semen  yang
mengandung prostaglandin tidak kontak langsung dengan organ reproduksi
yang dapat memicu kontraksi uterus
4. Evidence based report adalah bentuk penulisan laporan kasus yang baru
berkembang, memperlihatkan hasil penelitian dapat diterapkan pada semua
tahapan penatalaksanaan pasien.
2.1.4 Bukti Klinis Pada Pelayanan Kehamilan

Fokus selama ANC:

1. Mengumpulkan data dalam upaya mengidentifikasi ibu yang beresiko tinggi dan
merujuknya untuk mendapatkan asuhan khusus
2. Temuan-temuan fisik (TB, BB, ukuran pelvis, edema kaki, posisi dan presentasi janin
dibawah usia 36 minggu) yang memperkirakan kategori resiko ibu.
3. Pengajaran atau Pendidikan kesehatan yang ditujukan untuk mencegah resiko atau
komplikasi

Pendekatan resiko mempunyai prediksi yang buruk karena kita tidak bias
membedakan ibu yang akan mengalami komplikasi dan yang tidak mengalami
komplikasi. Banyak ibu yang digolongkan dalam kelompok resiko tinggi tidak pernah
mengalami komplikasi, sementara mereka telah memakai sumber daya yang cukup
mahal dan jarang didapat. Penelitian menunjukan bahwa pemberian asuhan khusus
pada ibu yang tergolong dalam kategori resiko tinggi terbukti tidak dapat mengurangi
komplikasi yang terjadi (Enkin, 2000: 22). Sementara, bagi ibu hamil kelompok
resiko rendah:

1. Tidak diberi pengetahuan tentang Resti


2. Tidak dipersiapkan mengatasi kegawatdaruratan obstetri
3. Memberikan keamanan palsu sebab banyak ibu yang tergolong kelompok resiko
rendah mengalami resiko rendah tetapi tidak pernah diberi tahu bagaimana cara
mengetahui dan apa yang dapat dilakukannya
4. Pelajaran yang dapat diambil dari pendekatan resiko: adalah bahwa setiap ibu hamil
beresiko mengalami komplikasi yang sangat tidak bias diprediksi sehingga setiap ibu
hamil harus mempunyai akses asuhan kehamilan dan persalinan yang berkualitas

Karenanya, fokus ANC perlu diperbaharui (refocused) agar asuhan kehamilan


lebih efektif dan dapat dijangkau oleh setiap wanita hamil.
2.1.5 Konsep Dasar Asuhan Berspektif Gender dan HAM

1. Pengertian Gender dan HAM dalam Kesehatan

Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikontruksi oleh masyarakat dan dapat berubah
sesuai dengan perkembangan zaman akibat kontruksi sosial. Bias gender adalah suatu
pandangan yang menunjukkan adanya keberpihakan kepada kaum laki-laki daripada
perempuan. Relasi gender adalah menyangkut hubungan laki-laki dan perempuan
dalam kerja sama saling mendukung atau saling bersaing satu sama lain. Perspektif
gender adalah menyamakan perlakuan dan hak antara pria dan wanita dalam arti yang
luas.

Menurut UU RI nomor 39/1999 tentang kesehatan, HAM adalah seperangkat


hak yang melekat pada keberadaban manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi.

HAM bagian dari manusia secara utuh dan sudah ada sejak manusia lahir.
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
pendidikan, politik, atau asal-usul sosial budaya.

2. Praktik Asuhan Berspektif Gender dan HAM dalam Kebidanan dan


Lingkungan Kesehatan

Berdasarkan Permenkes No.900/menkes/SK/VII/2002, praktik kebidanan


dalam asuhan berspektif gender dan HAM meliputi pelayanan terhadap kebidanan,
pelayanan terhadap KB, dan pelayanan terhadap kesehatan masyarakat.

a. Pelayanan terhadap kebidanan


Memberikan asuhan bagi perempuan mulai dari masa pranikah, prahamil, selama
hamil, hingga melahirkan, nifas, menyusui, interval antar kehamilan, hingga mana
menopause.
Pelayanan kepada bayi baru lahir, bayi, dan balita
b. Pelayanan terhadap KB
Memberikan konseling KB dan penyediaan beberapa jenis kontasepsi, lengkap
dengan nasehat/tindakan jika timbul efek samping.
c. Pelayanan terhadap Kesehatan Masyarakat
Memberika asuhan bagi keluarga yang mengasuh anak termasuk pembinaan
kesehatan keluarga, kebidanan komunitas termasuk persalinan dirumah, kunjungan
rumah, serta deteksi dini kelainan pada ibu dan anak.

2.1.6 Isu – Isu Terkini dalam Kehamilan

1. Keterlibatan klien dalam perawatan diri sendiri (self care). Kesadaran dan tanggung
jawab klien terhadap perawatan diri sendiri selama hamil semakin meningkat.
Kecenderungan klien saat ini lebih aktif dalam mencari informasi, berperan secara
aktif dalam perawatan diri dan merubah perilaku untuk mendapatkan outcome
kehamilan yang lebih baik. Kemampuan klien dalam merawat diri sendiri dipandang
sangat menguntungkan baik bagi klien maupun system pelayanan kesehatan karena
potensinya yang dapat menekan biaya kesehatan.
2. ANC pada usia kehamilan lebih dini. Data statistik mengenai kunjungan ANC
trimester pertama menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini sangat baik
sebab memungkinkan professional kesehatan mendeteksi dini dan segera menangani
masalah – masalah yang timbul sejak awal kehamilan. Kesempatan untuk
memberikan pendidikan kesehatan tentang perubahan perilaku yang diperlukan
selama hamil juga lebih banyak.
3. Praktik yang berdasarkan bukti (evidence-based practice). Praktik kebidanan sekarang
lebih didasarkan pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktik terbaik
dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia. Sesuai dengann evidence-based practice,
pemerintah telah menetapkan program kebijakan ANC sebagai berikut:
1)    Kunjungan ANC

Menurut Saifuddin (2002; h. N-2), setiap wanita meng-hadapi resiko


komplikasi yang bisa mengancam jiwa. Oleh karena itu setiap wanita hamil
memerlukan setidaknya empat kali kunju-ngan selama periode antenatal:

1. Satu kali kunjungan selama trimester I (sebelum 14 minggu).


2. Satu kali kunjungan selama trimester II (antara minggu 14–28).
3. Dua kali kunjungan selama trimester III (antara minggu 28–36 dan sesudah
minggu ke 36).
2)    Tujuan ANC

Menurut Saifuddin (2008, h. 90), tujuan asuhan atenatal adalah:

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh


kembang bayi.
2. Meningkatkan secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan, dan pembedahan.
3. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
4. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian asi
ekslusif.
5. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.

3)    Kebijakan Program

Menurut Pantikawati (2010; h. 10-15), pelayanan ANC minimal 5T, meningkat jadi
7T dan sekarang 12T, sedangkan untuk daerah gondok dan malaria menjadi 14T,
yaitu:

1. Ukur TB dan BB
Tinggi badan diukur sekali pada saat ibu datang per-tama untuk
mendeteksi resiko bila hasil pengukuran <145 cm. Kenaikan berat badan
normal ibu hamil rata – rata 6,5-16 kg.
2. Ukur tekanan darah
Pemerikasaan tekanan darah sangat penting untuk mengetahui standar
normal, tinggi, atau rendah. Deteksi teka-nan darah yang cenderung naik
diwaspadai gejala hipertensi. Apabila turun, difikirkan ke arah anemia.
3. Ukur tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU dengan menggukan pita sentimeter diukur dari tepi
atas simfisis hingga fundus uteri.
Tabel 2.1 Tinggi Fundus Uteri Berdasarkan Usia Kehamilan

Usia Kehamilan Tinggi Fundus


Dalam cm Menggunakan Penunjuk Badan
(minggu)
12 – Teraba diatas simfisis pubis
16 – Pertengahan simfisis pubis dan umbilikus
20 20 cm (+2 cm) Pada umbilicus
22 – 27 UK(minggu)=cm (+2 –
cm)
28 28 cm (+2 cm) Pertengahan umbilikus dan prosesus
sifoideus
29-35 UK(minggu)=cm (+2 –
cm)
36 36 cm (+2 cm) Pada prosesus sifoideus
(Saifuddin, 2008; h. 93)

4. Pemberian imunisasi TT

Tujuan pemberian imunisasi TT adalah untuk melindungi janin dari


tetanus neonatorum. Efek sampingnya adalah kemerahan dan bengkak 1-2
hari.

Tabel 2.2 Imunisasi TT

TT Interval % Perlindungan Masa Perlindungan


TT 1TT 2 -4 minggu setelah TT 1 0%80% -3 tahun
TT 3 6 bulan setelah TT 2 95% 5 tahun
TT 4 1 tahun setelah TT 3 99% 10 tahun
TT 5 1 tahun setelah TT 4 99% Seumur hidup

5. Pemberian tablet Fe

Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk ibu hamil dan nifas, karena
pada masa kehamilan kebutuhannya meningkat seiring pertumbuhan janin.
Pemberian tablet sesegera mungkin setelah mual hilang, satu tablet per hari
selama 90 hari.
6. Tes PMS

Pemeriksaan kepada ibu hamil, diambil spesimen darah vena, apabila


tes dinyatakan positif, ibu hamil dilakukan pengo-batan/rujukan.

7. Temu Wicara/konseling
Tujuan konseling adalah untuk membantu ibu hamil memahami
kehamilannya dan sebagai upaya preventif terha-dap hal – hal yang tidak
diinginkan. Selain itu untuk membantu ibu hamil menemukan kebutuhan
asuhan kehamilan, penolong persalinan yang bersih dan aman atau tindakan
klinik yang mungkin diperlukan.
8. Tes Hb
Pemeriksaan Hb dilakukan pada kunjungan ibu yang pertama kali, lalu
diperiksa lagi menjelang persalinan. Pemerik-saan Hb adalah salah satu upaya
untuk mendeteksi anemia pada ibu hamil.
9. Tes Protein Urine
Pemeriksaan protein urine ini untuk mendeteksi ibu hamil kearah preeklamsia.
10. Tes Reduksi Urine
Dilakukan pemeriksaan urine reduksi hanya kepada ibu dengan
indikasi penyakit DM atau riwayat penyakit DM pada keluarga ibu/suami.
11. Tekan pijat payudara (Perawatan Payudara)

Manfaat perawatan payudara adalah menjaga keber-sihan payudara,


memperbaiki bentuk puting susu, merangsang kelenjar agar produksi ASI
lancar, dan mempersiapkan laktasi.

12. Pemeliharaan Tingkat Kebugaran (Senam Hamil)


Senam hamil dapat bermanfaat untuk membantu ibu mempersiapkan
persalinan serta mempercepat pemulihan sete-lah melahirkan.
13. Terapi Yodium
Akibat kekurangan yodium dapat mengakibatkan gondok dan kretin
yang ditandai dengan gangguan fungsi mental, pendengaran, pertumbuhan,
dan kadar hormon yang rendah.
14. Terapi obat malaria
Pemberian obat malaria diberikan khusus pada ibu hamil di daerah
endemik malaria ataupun pendatang baru berasal dari daerah malaria. Dampak
dari malaria terhadap ibu hamil adalah dapat terjadi abortus, partus
prematurus, dan anemia.

4)    Pemeriksaan kehamilan

1. Anamnesa

Menurut Yeyeh (2009 a; h. 144) Maksud dari anamnese adalah


mendeteksi komplikasi dan menyiapkan kelahiran dengan mempelajari
keadaan kehamilan dan kelahiran terdahulu, kesehatan umum dan kondisi
sosial ekonomi.

Pelaksanaannya dengan mengajukan pertanyaan ten-tang identitas,


lama terlambat menstruasi, tanggal menstruasi terakhir, dan keluhan yang
berkaitan dengan kehamilan (Manuaba, 2009; h. 80).

2. Pemeriksaan fisik umum


Pemeriksaan fisik umum menilai keadaan umum, pengukuran tekanan
darah, nadi, pernafasan, suhu, kulit. (Manuaba, 2009; h. 80).
3. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus meliputi pemeriksaan payudara (pembuluh darah
makin banyak, pigmentasi, areola mamae, puting makin hitam dan menonjol,
payudara makin padat), pemeriksaan Leopold, mendengarkan detak jantung
janin, bila perlu pemeriksaan dalam (Manuaba, 2009; h.80).
Menurut Manuaba (2010; h. 116-117), pemeriksaan palpasi yang biasa
digunakan untuk menetapkan kekudukan janin dalam rahim dan usia
kehamilan terdiri pemeriksaan menurut Leopold I-IV. Tahap persiapan
pemeriksaan Leopold:
I) Ibu tidur terlentang dengan kepala lebih tinggi
II) Kedudukan tangan pada saat pemeriksaan dapat diatas kepala atau
membujur disamping badan.
III) Kaki ditekuk sedikit sehingga dinding perut lemas.
IV) Bagian perut klien dibuka seperlunya
V) Pemeriksa menghadap ke muka penderita saat melakukan pemeriksaan
Leopold I-III, sedangkan pada saat mela-kukan pemeriksaan Leopold
IV pemeriksa menghadap kearah kaki.

Sedangkan untuk tahap pemeriksaan Leopold adalah:

(1)  Leopold I

Kedua telapak tangan pada fundus uteri untuk menentukan tinggi


tundus uteri, sehingga perkiraan usia kehamilan dapat disesuaikan dengan
tanggal haid terakhir.
Bagian apa yang terletak di fundus uteri. Pada letak membujur
sungsang, kepala bulat, keras dan melenting pada goyangan; pada letak kepala
akan teraba bokong pada fundus: tidak keras tak melenting, dan tidak bulat;
pada letak lintang, fundus uteri tidak diisi oleh bagian bagian janin.

(2)  Leopold II

Kemudian kedua telapak tangan diturunkan menelusuri tepi uterus


untuk menetapkan bagian apa yang terletak di bagian samping.

Letak membujur dapat ditetapkan punggung anak, yang teraba rata


dengan tulang iga seperti papan cuci. Pada letak lintang dapat ditetapkan
dimana kepala janin.

(3)  Leopold III

Menetapkan bagian apa yang terdapat di atas simfisis pubis. Kepala


akan teraba bulat dan keras sedangkan bokong teraba tidak keras dan tidak
bulat. Pada letak lintang pubis akan kosong.

(4)  Leopold IV

Pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu


untuk menetapkan bagian terendah janin sudah masuk ke PAP.

Bagian terendah masuk PAP telah melampaui lingkaran besarnya,


maka tangan yang melakukan pemeriksaan divergen, sedangkan bila lingkaran
terbesarnya belum masuk PAP maka tangan pemeriksa konvergen.
5)    Pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan dengan USG, foto


abdomen, dan pemeriksaan labolatorium (Manuaba, 2009; h. 80).

2.2 Midwefery Practice

2.2.1 Pengertian Midwefery Practice

Praktik kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan


yang bersifat otonom, kepada perempuan keluarga, dan komunitasnya, yang
didasari etika dank ode etik bidan. Atau bisa diartikan asuhan yang diberuikan
oleh bidan secara mandiri baik oada perempuan yang menyangkut proses
reproduksi, kesehteraan ibu dan janin, masa antara dalam lingkup praktik
kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses reproduksi
untuk keluarga dan komunitasnya.

2.2.2 Ruang Lingkup Praktik Kebidanan

Lingkup praktik kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi, tanggung


jawab dan aktifitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan, kompeten dan
memiliki kewenangan untuk melaksanakannya.

1. STANDAR PELAYANAN UMUM I


a) Standar 1: persiapan untuk kehidupan keluarga sehat
b) Standar 2: pencatatan dan pelaporan
2. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL
a) Standar 3: idenifikasi ibu hamil
b) Standar 4: pemeriksaaan dan pemantauan antenatal
c) Standar 5: palpasi abdomen
d) Standar 6: pengelolaan anemia pada kehamilan
e) Standar 7: pengelolaan dinni hipertnsi pada kehamilan
f) Standar 8: persiapan persalinan
3. STANDAR PERTOLONGAN PERSALINAN
a) Standar 9: asuhan persalinan kala 1
b) Standar 10: persalinan kala II yang aman
c) Standar 11: penatalaksanaan aktif persalkinan kala III
d) Standar12: penanganan kala II dengan komplikasi gawat janin melalui
episiotomy
4. STANDAR PELAYANAN NIFAS
a) Standar 13: perawatan bayi baru lair
b) Standar 14: penanganan pada 2 jam pertama setalah persalinan
c) Standar 15: pelayanan bagi ibu dan byi pada masa nifas
5. STANDAR PENANGANAN KEGAWATAN OBSTETRI DAN NEONATUS
a) Standar 16: penanganan pendarahan dalam kehamilan pada trimester ke 3
b) Standar 17: penanganan kegawatan pada eklampsia
c) Standar 18: penanganan kegawatan pada partus lama atau macet
d) Standar 19: persalinan dengan menggunakan vakum ekstraktor
e) Standar 20: penanganan retensio plasenta
f) Standar 21: penanganan pendarahan postpartum primer
g) Standar 22: penanganan pendarahan postpartum sekunder
h) Standar 23: penanganan sepsis puerperalis
i) Standar 24: penanganan aspiksia neonatorum

2.2.2.1 Lingkup Praktik Kebidanan Meliputi Pemberian Asuhan

Bayi baru lahir (BBL), bayi, balita, anak perempuan, remaja putri,
wanita pranikah, wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas, wanita pada
masa interval dan wanita menopause.
1.     Lingkup pelayanan kebidanan kepada anak meliputi
a) Pemeriksaan bayi baru lahir
b) Perawatan tali pusat
c) Perawatan bayi
d) Resusitasi pada bayi baru lahir
e) Pemantauaan tumbuh kembang anak
f) Pemberian imunisasi
g) Pemberian penyuluhan
(KEPMENKES RI NO 900 pasal 18)
2.     Lingkup pelayanan kebidanan pada wanita hamil meliputi
a) Penyuluahan dan konseling
b) Pemeriksaan fisik
c) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d) Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus imminens, hipertensi, gravidarum tingkat I,
preeklampsi ringan dan anemi ringan.
e) Pertolongan persalinan normal
f) Pertolongan persalinan normal yang mencakup letak sungsang, partus
macet kepala di dasar panggul ketuban pecah didni tanpa infeks
perdarahan postpartum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri
primerpostterm dan preterm
g)  Pelayanan ibu nifas normal
h) Pelayanan ibu nifas abnormal yang meliputi retensio plasenta, renjatan
dan infeksi ringan
i) Pelayanan dan pengobatan pada klien ginekologis yang meliputi
keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
(KEPMENKES RI NO 900 pasal 16)
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaiman dimaksud dalam pasal 16
berwenang untuk:
1) Memberikan imunisasi
2) Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
3) Mengeluarkan plasenta secara normal
4) Bimbingan senam hamil
5) Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
6) Episiotomi
7) Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
8) Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4cm
9) Pemberian infus
10) Pemberian suntikan intamuskuler uterotonika, antibiotika dan sedative
11) Kompresi bimanual
12) Versi ekstasi gemelli pada kelahiran bayi ke II dan seterusnya
13) Vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
14) Pengendalian anemia
15) Meningkatkan pemeliharaan dan pengeluaran ASI
16) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
17) Penanganan hipotermi
18) Pemberian minum dengan sonde atau pipet
19) Pemberian obat-obatan terbatas melalui lembaran permintaan obat
20) Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
21) Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim,
alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom
22) Tanpa penyulit
23) Memberikan Memberikan penyuluhan dan konseling pemakaian KB
24) Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam Rahim
25) Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit
26) Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, KB dan kesehatan masyrakat
Ruang lingkup berubah bila: dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan
kebidanan selain dalam wewenangn yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa
(KEPMENKES RI N0 900 pasal 21)
3.     Lingkup pelayanan keluarga berencana
Pelayanan keluarga berencana bertujuan untuk mewujdkan
keluarga berkualitas melalui pengaturan jumlah keluarga secara
terencana. Pelayanan keluarga berencana diarahkan kepada upaya
mewujudkan keluarga kecil. Bidan merupakan salah satu tenaga
kesehatan mempunyai tugas dalam pelayanan keluarga berncana.
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berncana berwenang
utnuk:
a. Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntuikan dan alat
kontrasepsi dalam rahi, bawah kulit dan kondom
b. Memberikan penyuluhan atau konseling pemakaian kontrasepsi.
c. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam Rahim
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e. Memberikan konseling umtuk pelayanan kebidanan, keluarga
berencana dan kesehatan masyarakat
4. Lingkup pelayanan kesehatan masyarakat
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang
untuk:
a. Pembianaan peran serta masyarakata di bidang kesehatan ibu dan
anak
b. Memantau tumbuh kembang anak
c. Melaksanakan pelayanan bidan komunitas
d. Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongsn pertam,
merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual,
penyalahgunaan NAPZA, serta penyakit lainnya.

2.2.2.2 Standar Praktik Kebidanan


1. Standar pertama : Metode asuhan
2. Standar kedua : Pengkajian
3. Standar ketiga : Diagnosis kebidanan
4. Standar keempat : Rencana asuhan
5. Standar kelima : Tindakan
6. Standar keenam : Partisipasi klien
7. Standar ketujuh : Pengawasan
8. Standar kedelapan : Evaluasi
9. Standar kesembilan: Dokumentasi
2.2.3 Praktik Dalam Pelayanan Kebidanan
Pelayanan pratik kebidanan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu, tenaga bidan bertanggung jawab
memberikan pelayanan kebidanan yang optimal dalam meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kebidanan yang diberikan selama 24 jam
secara berkesinambungan. Bidan harus memiliki ketrampilan profesional
ataupun global. Agar bidan dapat menjalankan peran fungsinya dengan baik,
maka perlu adanya pendekatan sosial budaya yang dapat menjembatani
pelayanannya kepada pasien. Program pelayanan kebidanan yang optimal
dapat dicapai dengan adanya tenaga bidan yang profesional dan dapat
diandalkan dalam memberikan pelayanan kebidanannya berdasarkan kaidah –
kaidah profesi yang telah ditentukan, seperti memiliki berbagai pengetahuan
yang luas mengenai kebidanan, dan diterapkan oleh para bidan dalam
melakukan pendekatan asuhan kebidanan kepada masyarakat. Bidan dapat
menunjukkan otonominya dan akuntabilitas profesi, melalui pendekatan sosial
dan budaya yang akurat. Terdapat beberapa bentuk pendekatam asuhan
kebidanan kepada masyarakat misalnua paguyuban, kesenian taradisioanal,
agama, dan sistem banjar. Hal tersebut bertujuan untuk memudahkan
masyarakat dalam menerima, bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan
oleh petugas bukanlah sesuatu
yang tabu tetapi sesuatu yang nyata atau benar adanya. Dalam memberikan pelayanan
kebidanan seseorang bidan lebih bersifat:
1. Promotif
Bidan yang bersifat promotif berarti bidan berupaya menyebarluaskaninformasimelal
ui berbagai media Metode penyampaian, alat bantu, sasaran, medis waktu ideal,
frekuensi, pelaksana dan bahasa serta keterlibatan instansi terkait
maupuninformal leader tidaklah sama di setiap daerah, bergantung kepada dinamika d
imasyarakat dan kejelian kita untuk menyiasatinya agar informasi kesehatan bisa
diterimadengan benar dan selamat. Penting untuk diingat bahwa upaya promotif tidak
selalumenggunakan dana negara, adakalnya diperlukan adakalanya tidak. Selain itu,
penyebaran informasi hendaknya dilakukan secara berkesinambungan denganmemanf
aatkan media yang ada dan sedapat mungkin dikembangkan agar menarik danmudah
dicerna. Materi yang disampaikan seyogyanya selalu diupdate seiring
dengan perkembangan ilmu kesehatan terkini.
2. Prelentif
Kebidanan berupaya pencegahan semisal imunisasi, penimbangan balita diPosyandu.
Kadang ada sekelompok masyarakat yang menyakini bahwa bayi berusia kurang dari
38 hari (jawa: selapan) tidak boleh dibawa keluar rumah.
3. Kuratif
Bidan tidak dikehendaki untuk mengobati penyakit terutama penyakit berat.
4. Rehabilitatif
Bidan melakukan upaya pemulihan kesehatan, terutama bagi pasien yang memerlukan
perawatan atau pengobatan jangka panjang.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan saat ini dihadapkan pada
masyarakat yang lebih terdidik dan mampu memberi pelayanan kesehatan yang
ditawarkan atau dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat menginginkan pelayanan
kesehatan yang murah., nyaman sehingga memberi kepuasan (sembuh dengan cepat
dengan pelayanan yang baik).
Rumah sakit perlu mengembangkan suatu sistem pelayanan yang didasarkan
pada pelayanan yang berkualitas, baik, biaya yang dapat dipertanggungjawabkan dan
diberikan pada waktu yang cepat dan tepat. Rumah sakit sebagai suatu institusi
pelayanan kesehatan, dalam memproduksi jasa pelayanan kesehatan (pelayanan medis
dan pelayanan kebidanan), untuk masyarakat menggunakan bebegai sumber daya
seperti ketenagaan, mesin, bahan, fasilitas, modal, energi, dan waktu.
Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh bidan yaitu: memiliki
wawasan dan pengetahuan, telah menyelesaikan pendidikan kebidanan, memeliki
sopan santun, tidak membeda – bedakan miskin maupun kaya, tidak membuka privasi
pasien, berbakti kepada insani, mempunyau etika dan moral, cepat dan cekatan,
mampu melayani dengan ikhlas dan sabar, bersikap ramah dan terampil, tidak mudah
putus asa, serta dapat melakukan hak dan kewajibannya dengan baik. Bidan memiliki
banyak peran utama dalan menjalankan praktik di masyarakat, peran bidan yang haru
dilaksanakan diantaranya adalah peran sebagai pendidik, sebagai pelaksana, sebagai
pengelola, sebagai peneliti, sebagai pemberdaya, sebagai pembela klien. Sebagai
kolaborator, dan sebagai perencana. Dari peran – peran tersebut, bidan memiliki tugas
dan wewenang yang harus dilaksanakan secara baik dan sesuai peraturan yang sudah
ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tingginya angka kematian ibu dan perinatal yang dialami sebagian
besar negara berkembang, maka WHO menetapkan salah satu usaha yang sangat
penting untuk dapat mencapai peningkatan pelayanan kebidanan yang menyeluruh
dan bermutu yaitu dilaksanakannnya praktek berdasar pada evidence based. Dimana
bukti secara ilmiah telah dibuktikan dan dapat digunakan sebagai dasar praktek
terbaru yang lebih aman dan diharapkan dapat mengendalikan asuhan kebidanan
sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan menyeluruh dengan
tujuan menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Evidence based intranatal artinya berdasarkan bukti, tidak lagi berdasarkan
pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun
tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan
dalam proses persalinan. Dengan evidence based midwifevery (EBM) sangat
bermanfaat bagi bidan dalam pengambilan keputusan pasien secara bijak. Salah satu
EBM dalam persalinan yang terkini contohnya posisi meneran, terdahulu posisi
meneran secara telentang/litotomi rutin dilakukan dalam persalinan, namun setelah
adanya penelitian posisi tersebut ternyata kurang baik bagi ibu dan bayi, sehingga
pemilihan posisi lain menjadi alternatif yang lebih baik karena menguntungkan ibu
dan bayi.

Anda mungkin juga menyukai