Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring
dengan perubahan norma-norma budayamaupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di
beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap
melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu
diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien.
Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara
oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan
sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan
sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya akan
memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan
membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah
suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien.
Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat
memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak memberikan
bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakanoperasi yang
seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif
seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang
menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan
menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin
membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan
pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai
upaya perlindungan medis.
Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan
keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan
dengan pembunuhan.
Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan
perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi
apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien Kasus ini menjadi sangat kontroversial
sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih
merupakan hal kontroversial.
Di India pernah dipraktikkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai
Gangga.
Di Sardinia, orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya.
Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya
adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan
eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam
praktik medis, biasanya tidak pernah dilakukan eutanasia aktif, namun mungkin ada praktik-praktik
medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif
Dari sudut pandang hukum menurut Achadiat (2002), Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) memang tidak pernah mencantumkan secara eksplisit istilah euthanasia dalam pasal-pasalnya,
namun bila dikaji lebih mendalam ternyata beberapa pasal mencakup pengertian itu. Pasal 344 yang
dikenal sebagai pasal euthanasia, menyebutkan “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya 12 tahun”. Pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP juga dapat dikatakan
bersangkut paut dengan masalah euthanasia.
Secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan
euthanasia oleh siapapun (termasuk para tenaga paramedis dan dokter), sebagaimana tercermin dalam
pasal-pasal KUHP tersebut. Tersirat dari pasal 334 di atas, yang telah jelas dilarang oleh KUHP adalah
euthanasia aktif, dengan atau tanpa permintaan pasien ataupun keluarganya. Menariknya, UU No.
23/1992 tentang kesehatan (yang dikenal sebagai UU Kesehatan) ternyata belum mengakomodasi soal
euthanasia ini dalam pasal-pasalnya, sedangkan di lain pihak beberapa pasal KUHP tadi masih belum
memberikan batasan yang tegas dalam hal euthanasia (Achadiat, 2002).
KASUS PEMICU II
PEMECAHAN MASALAH EUTHANASIA