Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang
ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.
Etiologi
1. Faktor neonatus
- Hipoksia ibu
- Gangguan aliran darah uterus
2. Faktor plasenta
3. Faktor fetus
4. Faktor ibu
Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan
plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan
perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang
berperan pada kejadian asfiksia.
Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung
kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun,
tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.
Manifestasi Klinis
1. Serangan jantung
2. Ptekie hemorragis
3. Sianosis dan kongestif
4. Penemuan jalan napas
Diagnosis
anamnesis : gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak
bernafas/menangis.
Pemeriksaan fisik :
Nilai Apgar
klinis 0 1 2
detak jantung tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
pernafasan tidak ada tak teratur tangis kuat
refleks saat jalan nafas tidak ada menyeringai batuk/bersin
dibersihkan
tonus otot lunglai fleksi ekstrimitas fleksi kuat gerak
(lemah) aktif
warna kulit biru pucat tubuh merah merah seluruh tubuh
ekstrimitas biru
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit
ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian
dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna
untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai
30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti
penilaian skor apgar)
Pemeriksaan Penunjang :
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)
Komplikasi
Meliputi berbagai organ yaitu :
1. otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan
paru, edema paru
3. gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
4. ginjal : tubular nekrosis akut, siadh
5. hematologi : dic
Penatalaksanaan
Ada beberapa tahap: ABC resusitasi,
• A= memastikan saluran nafas terbuka
• B= memulai pernafasan
• C= mempertahankan sirkulasi (peredaran darah)
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Pernafasan yang cepat
2. Pernafasan cuping hidung
3. Sianosis
4. Nadi cepat
5. Reflek lemah
6. Warna kulit biru atau pucat
7. Penilaian apgar skor menunjukkan adanya asfiksia, seperti asfiksia ringan (7-10),
sedang (4-6), dan berat (0-3)
Diagnosis / masalah keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas
2. Penurunan kardiac out put
3. Intoleransi aktifitas
4. Gangguan perfusi jaringan (renal)
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
6. Kurangnya pengetahuan
Intervensi keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas :
Monitoring gas darah, mengkaji denyut nadi, monitoring sistem jantung dan paru
(resusitasi), memberikan oksigen yang adekuat.
2. Penurunan kardiac out put :
Monitoring jantung paru, mengkaji tanda vital, memonitor perfusi jaringan tiap 2-
4 jam, monitor denyut nadi, memonitor intake dan out put serta melakukan
kolaborasi dalam pemberian vasodilator.
3. Intoleransi aktifitas :
Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal, menyediakan monitoring
jantung paru, mengurangi sentuhan, melakukan kolaborasi analgetik sesuai
kondisi, memberikan posisi yang nyaman.
4. Gangguan perfusi jaringan (renal)
Pemberian diuretik sesuai dengan indikasi, monitor laboratorium urine,
pemeriksaan darah.
5. Resiko tinggi terjadi infeksi
Memperhatikan teknik aseptik
6. Kurangnya pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
. Definisi
BBLR adalah bayi baru lahir dengan BB 2500 gram/ lebih rendah (WHO 1961)
Klasifikasi BBLR
Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya sesuai dengan masa gestasi.
Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak sesuai dengan masa gestasinya.
2. Etiologi
a. Faktor ibu
Faktor usia
Keadaan sosial
b. Faktor janin
Hydroamnion
Kehamilan multiple/ganda
Kelainan kromosom
c. Faktor Lingkungan
Radiasi
Zat-zat beracun
3. Patofisiologi?
4. Gejala Klinis
BB <>
Pb <>
5. Pem. Penunjang
6. Komplikasi
RDS
Aspiksia
7. Penatalaksanaan medis
Pemberian vitamin K
Pemberian O2
8. Askep Pengkajian
Tanda-tanda anatomis
Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemak
jaringan sedikit (tipis).
Tanda fisiologis
Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak
menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
Penyebabnya adalah :
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas fungsi paru dan neuromuskuler.
2. Tidak efektifnya termoregulasi b.d imaturitas control dan pengatur suhu tubuh dan
berkurangnya lemak sub cutan didalam tubuh.
3. Resiko infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh (imunologi).
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan tubuh dalam
mencerna nutrisi (imaturitas saluran cerna).
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d tipisnya jaringan kulit, imobilisasi.
6. Kecemasan orang tua b.d situasi krisis, kurang pengetahuan.
Sesak (-)
5. Tempatkan kepala pada posisi
hiperekstensi.
Ronchi (-)
6. Beri O2 sesuai program dokter
Whezing (-)
7. Observasi respon bayi terhadap
ventilator dan terapi O2.
Kulit hangat.
Monitor tanda-tanda Hipertermi.
Sianosis (-)
Hindari bayi dari pengaruh yang dapat
menurunkan suhu tubuh.
Ekstremitas hangat.
Ganti pakaian setiap basah.
BAB lancar
Kaji kesiapan untuk pemberian nutrisi
enteral
Berat badan meningkat 15
gr/hr
Kaji kesiapan ibu untuk menyusu.
Turgor elastis.
Timbang BB setiap hari.
5 Resiko gangguan integritasGangguan integritas kulit tidak Observasi vital sign.
kulit b.d tipisnya jaringanterjadi
kulit, imobilisasi.
Observasi tekstur dan warna kulit.
Kriteria hasil :
Lakukan tindakan secara aseptic dan
Suhu 36,5-37 C antiseptic.
Tidak ada lecet atau Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
kemerahan pada kulit. dengan bayi.
0 komentar:
Poskan Komentar
HIPER BILIRUBIN
. Pengertian
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
B. Metabolisme Bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu
diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian
lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi
dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX
alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan
sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat
oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel
hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain
yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada
kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang
terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi
enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa
hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari
ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya
tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi
kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan
karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati
menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan
dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti
luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin),
terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan
kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek
samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam
gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara
dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya
diperbaiki.
G. Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui
sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala
ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan
minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan
opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan
opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan
pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi,
hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan
diabetes.
b. Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi
yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya
kemauan untuk belajar.
B. Diagnosa keperawatan
Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia
Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi
Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa
Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal
Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan
4. Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping
fototerapi
Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan
Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus
cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan
mata setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu
Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit
Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan
Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental
3.Libatkan orang tua dalam prosedur fototerapi
Pengertian
Kegawatan pernafasan adalah keadaan kekurangan oksigen yang terjadi dalam jangka
waktu relatif lama sehingga mengaktifkan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam
laktat. Dimana apabila keadaan asidosis memburuk dan terjadi penurunan aliran darah ke
otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain. Selanjutnya dapat terjadi depresi
pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang dan bahkan dapat
menyebabkan kematian (Yu dan Monintja, 1997).
Etiologi
Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan pernafasan pada
neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan.
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh
darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung,
diabetes melitus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan
plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor
janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus
dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-
lain.
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada bayi preterm,
yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi
dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum
maturnya fungsi organ-organ tubuh.
Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari
2500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas dan asfiksia neonatorum yang terjadi
pada bayi cukup bulan.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekwatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Sementara asfiksia neonatorum
merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap
asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan
dan pada saat persalinan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan
untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekwatnya
jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal
dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena
pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Patofisiologi
Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat
menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan
kematian.
Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen
(hipoksia) pada tubuh. bayi akan beradapatasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat dan lama,
metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.
Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan
terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia (Yu dan Monintja,
1997).
Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini
bayi tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relatif masih baik. Curah jantung yang
meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan
darah dan refleks bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengan
meningkatkan impuls aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu primer berlangsung
sekitar 1 – 2 menit (Yu dan Monintja, 1997).
Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi.
Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi, vasokontriksi dan
hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi apneu sekunder.
Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah
terus menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidsssak menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan
pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002).
Manifestasi Klinik
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
2) Pernafasan dangkal
3) Mendengkur
4) Sianosis
5) Pucat
6) Kelelahan
Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan
pernafasan meliputi :
5) Mencegah hipotermia.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai informasi yang
berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara
yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik (Surasmi dkk,
2003).
Riwayat Keperawatan
Menurut Surasmi, dkk (2003) data riwayat keperawatan meliputi riwayat kehamilan
sekarang (apakah ibu mengalami hipotensi atau perdarahan), riwayat kelahiran (jenis
persalinan, lahir dengan asfiksia atau terpajan hipotermia), riwayat keluarga dan nilai
APGAR rendah serta tindakan resusitasi yang dilakukan pada bayi.
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi
meliputi:
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda
lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler
sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak (mottled),
tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi
perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya
aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang
memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan pada
pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5
detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada
iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot,
kejang dan dilatasi pupil.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan
PCO2 diatas 60 mmHg, peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X
menunjukkan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2 :1 mengindikasikan bahwa
paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia
kehamilan 33 minggu.
Analisa Data
Data yang terkumpul melalui pengkajian selanjutnya dikelompokkan dan dianalisis untuk
merumuskan diagnosa keperawatan. Menurut Suryadi dan Yuliani (2001), diagnosa
keperawatan yang mungkin timbul pada bayi dan anak yang mengalami gawat nafas
antara lain :
1) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan imatur paru dan dinding dada atau
berkurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya sekret pada
jalan nafas dan obstruksi atau pemasangan intubasi trachea yang kurang tepat.
3) Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan nafas bayi dan
ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan ventilator yang kurang
tepat.
4) Resiko injuri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan asam basa; O2 dan CO2
dan barotrauma (perlukaan dinding mukosa) dari alat bantu nafas.
5) Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan hospitalisasi, sekunder
dari situasi krisis pada bayi.
6) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss).
Perencanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tujuan dari intervensi keperawatan meliputi :
1) Gangguan pertukaran gas adekwat ditandai dengan nilai analisa gas darah dan saturasi
oksigen dalam batas normal.
2) Kepatenan jalan nafas dapat dipertahankan ditandai dengan bunyi nafas normal dan
adanya pergerakan dinding dada.
3) Support ventilator tepat dan ada usaha bayi untuk bernafas yang ditandai dengan
analisa gas darah dalam batas normal.
5) Orang tua bayi akan menerima keadaan anaknya dan mau melakukan bonding dan
mengidentifikasi perubahan peran yang terjadi.
6) Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan.
(2) Monitor status pernafasan dan lapor ke dokter bila pernafasan memburuk.
(1) Kaji dada bayi apakah bunyi nafas bilateral dan adanya ekspansi selama inspirasi
(4) Berikan lingkungan yang kondusif supaya bayi dapat tidur, gunakan sedatif bila
perlu sesuai program.
4) Mencegah injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan asam – basa; O2 dan CO2 dan
barotrauma.
(4) Pantau dan pertahankan ketepatan posisi alat bantu nafas atau ventilator.
(1) Jelaskan semua alat (monitor, ETT, ventilator) pada orang tua.
(3) Jika tidak menggunakan oksigen, ajarkan orang tua untuk menyentuh bayi,
bercakap dan belaian kasih sayang.
(4) Ajarkan cara orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan bayi.
(5) Instruksikan pada ibu untuk memberikan ASI dan ajarkan cara merangsang
pengeluaran ASI.
(2) Peningkatan pemberian cairan dapat dilihat dari hasil output urine, dan jumlah
makanan enteral yang didapat.
(3) Gunakan infus pompa agar jumlah cairan tubuh yang normal dapat dipertahankan.
(8) Tempatkan bayi dengan posisi miring ke kanan setelah pemberian minum selama
satu jam.
1) Berikan pengajaran perawatan bayi pada orang tua dengan simulasi. Kenalkan pada
orang tua utuk mengidentifikasi tanda dan gejala distress pernafasan.
2) Ajarkan pada orang tua bagaimana cara melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dan
disimulasikan bila perlu untuk perawatan dirumah.
3) Jika bayi menggunakan monitor di rumah, ajarkan pada orang tua bagaimana
mengatasi bila ada alarm.
4) Jelaskan kepada orang tua pentingnya sentuhan dan suara-suara nada sayang didengar
oleh bayi.
5) Tekankan pentingnya kontrol ulang dan deteksi dini bila ada kelainan.
Daftar Pustaka
Hudak,CM dan Gallo, BM. 1997. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Alih
Bahasa Monika E. dkk. Edisi VI, Volume I . Jakarta : EGC
Markum, AH. 1999. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nelson, B. 2000. Ilmu Kesehatan Anak vol 2 edisi 15. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto
_________. 1997. Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi RSUD Gunung Jati Cirebon
0 komentar: