PROPOSAL
Oleh:
Dhea Ranty
17081104
FAKULTAS PSIKOLOGI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
YOGYAKARTA
2020
2
DAFTAR ISI
BAB I PERMASALAHAN
a. Latar Belakang………………………………………………………………………..
b. Grit
1. Pengertian Grit……………………...…………………………………………………….
2. Dimensi-Dimensi Grit...…………………………………………………………………
d. Hipotesis Penelitian…………………………………………………………………
b. Desain Penelitian…………………………………………………………………..
c. Identifikasi Variabel……...………………………………………………………..
3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
LAMPIRAN………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
teknologi yang terlihat jelas seperti saat ini menciptakan banyak perubahan yang
4
Tentunya hal ini menciptakan persaingan antar berbagai perusahaan besar maupun
dalamnya, mulai dari sumber daya sebagai “input” yang kemudian di ubah menjadi
“output” berupa produk barang atau jasa, sumber daya yang meliputi modal/uang,
teknologi untuk menunjang proses produksi, metode atau strategi yang di gunakan
untuk beroperasi, serta sumber daya manusia. Diantara berbagai sumber daya yang
ada, sumber daya manusia menjadi asset bagi suatu perusahaan, terdapat suatu istilah
terkenal yaitu “our employees are our most important asset” atau dengan kata lain
sumber daya manusia (dalam hal ini adalah karyawan) merupakan aset terpenting
perusahaan dapat berjalan dengan optimal bila di dukung oleh sumber daya manusia
yang berkerja secara optimal (Bangun, 2012). Faktor kunci yang memegang peranan
penduduk yang bekerja di suatu institusi baik pemerintah maupun swasta atau bisnis.
dalam rangka mencapai tujuan bersama (Widagdo, K. R., 2016). Karyawan memiliki
potensi yang luar biasa yang mengalahkan sumber daya organisasi lainnya, karena
(Nawawi, 2007).
(Nursyamsi, 2013). Setiap karyawan akan berusaha untuk berperan sebagai agen
tanpa didukung dengan kemauan, tentu tidak akan menghasilkan peningkatan apapun
(Mutia, 2010). Oleh karena itu perkembangan suatu perusahaan menjadi sangat
penting dan salah satu faktor yang memperngaruhi efektitas organisasi adalah Sumber
daya manusia.
lainnya. Suatu perusahaan dapat bertahan apabila memiliki karyawan yang kompeten
dan berperilaku positif. Sehingga perusahaan akan berasa beruntung bila memiliki
6
karyawan dengan perilaku positif. Menurut Fauth, Bevan, dan Mills (2009)
keberhasilan organisasi tergantung pada masukan yang berasal dari ide-ide, inovasi,
dan kreativitas dari karyawan. Kesuksesan dan keberlanjutan suatu organisasi akan
menjadi karyawan yang baik (good citizen) dalam organisasi (Mark ́oczy & Xin,
dunia industri yang semakin mengglobal hari demi hari ini adalah sejauh mana orang-
orang di dalam organisasi tersebut secara sinergis berkontribusi positif, baik dalam
arahkan untuk pencapaian tujuan. Hanya saja untuk membuat karyawan mau
berkontribusi secara positif walaupun tanpa imbalan merupakan hal yang sulit
ditemui, sehingga sangat penting bagi bagi perusahan atau organisasi untuk dapat
(Ardiansyah,2008).
tertinggal jauh. Berdasarakan indeks sumber daya manusia yang di keluarkan world
economic forum pada tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-50 dari 141
negara. Sumber daya manusia di indonesia memang masih dianggap kalah saing
dalam urusan produktivitas tenaga kerja atau pay and productivity (Bhima, 2019).
7
Salah satu penyebab turunnya daya saing karena kemampuan Sumber Daya Manusia
(SDM) Indonesia yang masih rendah (Andry, 2019). Tidak hanya itu, kualitas SDM
di Indonesia masih tertinggal jauh, berdasarkan bank dunia (world bank), indeks
modal manusia di Indonesia berada pada peringkat 87 dari 157 negara lebih ren
dah dari negara ASEAN lainnya seperti singapura (ke-1), Malaysia (ke-55) dan
Thailand (ke-65). Di lihat dari keadaan SDM di Indonesia saat ini, menunjukkan
bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia belum memadai dalam menghadapi
persaingan global. Sedangkan perusahaan pasti menuntut SDM yang berkualitas agar
mampu bertahan dan bersaing dengan perusahaan lainnya. Kesediaan para karyawan
untuk berkontribusi secara positif tersebut pada gilirannya akan menjadi sumber bagi
peningkatan efektivitas, efisiensi, dan kreativitas kerja (Bogler and Somech dalam
diharapkan tidak hanya terbatas dalam kewajiban kerja secara formal, melainkan
perusahaan. Hal ini tentu karena karyawan yang mengharapkan imbalan atas beban
kerja yang dirasakannya atau perusahaan yang tidak memberi kesejahteraan pada
karyawan (Rini, 2013). kinerja ex-role menjadi salah satu penghambat dalam
dasarnya kinerja individual mempengaruhi kinerja tim atau kelompok kerja dan pada
dalam penelitian ini. PT.X merupakan perusahan ritel yang besar dan memiliki
banyak cabang. Selain itu memiliki karyawan sekitar 700 orang. Karena lokasi PT.X
berada di Yogyakarta tentu saja budaya yang diterapkan dalam perusahaan ini
budaya yang ramah, sopan, sikap toleransi yang tinggi, rendah hati dan santun. Dilihat
dari budaya yang ada di Jogjakarta sangat cocok dengan hasil penelitian yang
karyawan berpengaruh pada nilai penjualan perusahaan hampir 50%. karena PT.X
adalah salah satu perusahaan ritel terbesar di Yogyakarta. Produk yang dijual
perusahaan ritel adalah produk rumah tangga yang sangat dibutuhkan berbagai
kalangan untuk kebutuhan setiap hari nya menyebabkan perkembangan bisnis ritel di
yang menjadi tantangan bagi PT.X untuk dapat pertahan di tengah persaingan yang
banyak perusahaan ritel yang bersaing antara satu dengan yang lain untuk
keberhasilan dari bisnis ritel yang sukses terletak pada karyawan mampu beradaptasi,
karena tidak setiap saat atasan akan turun langsung menghadapi pelanggan. Oleh
sebab itu setiap perusahaan ritel akan terus mencoba meningkatkan kualitas layanan
karyawan akan sangat berat ditambah dengan tanggung jawabnya untuk melayani
konsumen. Sehingga karyawan PT.X tidak hanya di tuntut untuk melaksanakan tugas
bekerja tidak sesuai dengan perintah atasan, bahkan beberapa karyawan juga sering
persaingan yang ketat dan tuntutan karyawan yang semakin banyak sehingga beberapa
karyawan mengalami penurunan kinerja dan tidak produktif dari perilaku karyawan
yang seperti itu terkadang berakibat buruk pada kinerja perusahaan (wawancara
memenuhi kriteria - kriteria yang ada dan perusahaan juga menginginkan karyawan
yang bersedia untuk melakukan tugas - tugas tugas pokok dalam deskripsi pekerjaan,
behavior yang baik maka dapat memberikan keuntungan kepada PT.X itu sendiri,
sebagai perusahaan retail yang besar salah satu keuntungannya adalah produktivitas
PT.X akan meningkat, dengan pelayanan karyawan yang memuaskan terhadap kepada
pekerjaan yang kondusif antara karyawan, perusahaan dan konsumen. Maka dari itu
organizational citizenship behavior sangat diperlukan oleh karyawan di PT.X. Hal ini
(Chaitanya&Triparhi, 2017 :217). jika OCB tidak diperhatikan maka karyawan yang
memiliki OCB rendah dapat memberikan dampak yang kurang baik pada organisasi
(Allen, 2000).
sebagai kontribusi karyawan yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja, tidak
berkaitan langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi
efektif organisasi. Ditambahkan oleh Robbins & Judge (2011) Perilaku tenaga kerja
atau karyawan yang bersedia melakukan pekerjaan diluar dari pekerjaan pokoknya
(Extra-role) ini disebut juga sebagai OCB. Menurut jahangi, Akbar dan Hag (2004)
11
untuk berkerja melampaui tugas pokok yang ada dalam sebuah pekerjaan. Orang
dengan OCB yang baik akan melakukan hal-hal lain yang bertujuan untuk membantu
orang lain secara peribadi atau juga membantu mengingatkan efektivitass organisasi
menghadapi dengan baik situasi yang kompetitif (Organ, dkk, 2006). Sedangkan,
behavior atau OCB sebagai keinginan dan motif karyawan yang berkerja melebihi
kewajiban pokok pekerjaannya untuk saling membantu dan memiliki minat yang
berinisiatif untuk membantu atau menolong rekan kerja dalam organisasi secara
sukarela. Courtesy (sikap hormat) yaitu perilaku individu yang menjaga hubungan
baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari perselisihan antar anggota dalam
yang ditetapkan oleh organisasi meskipun dalam keadaan yang tidak sewajarnya.
Conscientiousness (sikap sukarela) yaitu pengabdian atau dedikasi yang tinggi pada
12
pekerjaan dan keinginan untuk melebihi standar pencapaian dalam setiap aspek.
Kemudian civic virtue (sikap tanggung jawab) yaitu perilaku individu yang
berpartisipasi, turut serta, dan peduli dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan
organisasi.
pertolongan, mau diajak berkerja sama dalam beberapa hal, memberikan suatu saran
setelahnya ataupun perilaku kecil yang sering tidak disadari oleh orang lain namun
sebenarnya sangat membantu organisasi menjadi lebih efektif dan efisien. OCB juga
dapat tercermin dari perilaku datang tepat waktu di tempat kerja, mengikuti peraturan
di tempat kerja, juga membantu teman yang sedang kesulitan di tempat kerja.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ariani (2011) pada karyawan atau staff
bank mengunakan metode survey menunjukkan bawah ada hubungan yang signifikan
signifikan antar dimesi OCB berkisar 17,1 % - 42,6 % pada koesioner yang di bagikan
pada staff bank artinya perilku OCB bisa di jadikan dasar penilaian kinerja karyawan.
13
penghargaan atau upah, dan dalam rekrutmen dan seleksi karyawan. Selain itu
perilaku OCB yang terlihat pada karyawan juga menunjukan bahwa organisasi
mengatkan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
OCB pada karyawan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Organ (2006),
organizational support, suasana hati atau mood, persepsi terhadap kualitas interaksi
atasan-bawahan, masa kerja, jenis kelamin, budaya dan iklim organisasi. (1)
Perceived organizational support (POS) diartikan sebagai pekerja yang merasa bahwa
dirinya mendapat perhatian dari organisasi maka dirinya akan memberikan timbal
baliknya. (2) Suasana hati atau mood, merupakan karakteristik yang dapat berubah -
ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk
percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga bawahan termotivasi untuk
14
melakukan lebih dari yang diharapkan oleh atasan. (4) Masa kerja dapat berkorelasi
kelamin, bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi dan lebih
menunjukkan organizational citizenship behavior dari pada pria. (6) Budaya dan iklim
karyawan telah puas terhadap budaya dan iklim organisasi, maka akan memberikan
umpan balik yang positif yang berorientasi pada tugas dan pemeliharaan perusahaan.
Kemudian faktor lain yang mempengaruhi OCB yaitu menurut Konovsky dan
Organ (1996); Organ et al (2006); Organ dan Ryan (1995); Podsakoff et al (2000)
mempengaruhi OCB antara lain adalah perbedaan individu dan juga sikap pada
pekerjaan dan variabel kontekstual lainnya. Salah satu perbedaan yang menonjol dari
setiap individu adalah dalam hal persistensi dan ketekunan bahkan sekalipun di dalam
menghadapi sebuah tantangan yang disebutkan oleh Ducworth memiliki Grit. Grit
semangat demi tujuan yang bersifat jangka panjang, menantang dan menunjukan
2017).
15
tertarik dengan faktor Grit. Orang dengan tingkat grit yang lebih tinggi cenderung
memiliki kinerja yang lebih baik daripada orang dengan grit yang lebih rendah
(Duckworth, Peterson, Matthews, & Kelly, 2007). Seseorang dengan grit yang lebih
tinggi berhasil dalam pekerjaan dibanding dengan individu yang memiliki grit rendah.
Hasil penelitian Suzuki, Tamesue, Asahi, dan Ishikawa pada tahun 2015 menunjukan
bahwa grit adalah prediktor yang kuat untuk performansi kerja dan juga performansi
akademik. Individu dengan derajat grit yang tinggi akan lebih tekun dalam bekerja,
kegagalan sebagai cambuk untuk semakin berusaha mencapai tujuan (dalam Tiara dan
Rostiana, 2018). Hal ini menunjukan bahwa grit menjadi salah satu faktor yang
berkaitan dengaan bagaimana seseorang melakukan tugas, tanggung jawab, serta rasa
untuk dapat mempertahankan ketekunan serta semangat demi tujuan yang bersifat
jangka panjang, menantang dan menunjukkan individu (karyawan) mau bertahan. Grit
guna mencapai tujuan berserta kemampuan bertahan dalam jangka waktu tertentu.
Grit ditunjukan dengan perilaku mau berkerja keras, bertahan dalam melewati
tantangan dan berpegang teguh kepada apa yang sudah menjadi pilihannya.
16
individu untuk bertahan pada keinginan yang sama dalam jangka waktu yang
Panjang. Menurut Suzuki, tamesue, asahi, ishikawa (2015) individu yang memiliki
grit lebih tinggi akan lebih engage pada pekerjaannya dibandingkan grit yang rendah.
Artinya orang yang memiliki grit tinggi akan menikmati apa yang mereka lakukan
dalam proses mencapi tujuan tersebut, dan terus-menerus berusaha dengan sikap
penuh harapan untuk meningkatkan level dan ketrampilan mereka Duckworth (2016).
Orang-orang yang mengejar kehidupan bermakna, kosisten terhadap minat nya dapat
memiliki pengaruh pro-sosial hal memiliki korelasi positif yang kuat dimna individu
tersebut tidak hanya mementingkan dirinya sendiri tetapi juga untuk organisasi dan
orang lain, sehingga memunculkan prilaku extra role seperti halnya membantu orang
lain yang merupakan ciri dari adanya perilaku OCB di likungan kerja. Kemudian
(Perseverance of Effort) dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana orang akan
sungguh oleh seseorang guna mencapai tujuan beserta kemampuan bertahan dalam
jangka waktu tertentu. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perilaku mau bekerja
keras, bertahan dalam melewati tantangan dan berpegang teguh kepada apa yang
17
sudah menjadi pilihannya. Kegigihan biasanya lebih dilihat dari hasil dari pada
prosesnya. Mereka yang gigih dalam melakukan sesuatu yang mereka inginkan tidak
grit adalah "ketekunan usaha". karena grit hanya akan tercipta dalam jangka waktu
yang lama. Paul dan Garg (2012) mengungkapkan bahwa persistensi memiliki
hubungan yang positif dengan altruisme, etiket, kesadaran sipil, dan hati nurani, yang
Meskipun Pelea (2018) dan Ion, Mindu & Gorbănescu (2017) menyimpulkan
bahwa sulit untuk mempertimbangkan grit sebagai konsep yang dibangun sendiri
grit sebagai aspek non kognitif yang mempengaruhi hasil pekerjaan seseorang.
terlibat secara positif dalam pekerjaan mereka. Studi ini mengidentifikasi grit sebagai
dikonfirmasi memiliki hubungan positif dengan grit. Datu et al., (2015) juga
menyimpulkan bahwa meskipun konsep grit terdiri dari dua dimensi yang meliputi
penelusuran literatur ini, terdapat peluang untuk menguraikan lebih jauh tentang
sebanyak 110 orang karyawan di universitas x menunjukan adanya hubungan grit dan
0,04 sedangkan OCB-O menampilakan angkat signifikan sebesar 0,055 artinya hasil
penelitianya menunjukan bahwa terdapat korelasi antara grit dan OCBI secara positif
dan grit tidak berkorelasi dengan OCB-O. Hal ini menunjukan bahwa grit berkorelasi
dengan OCB yang bersifat personal dan tidak berkorelasi dengan OCB yang di
yang signifikan antara grit dan ocb yang di mediasi oleh keterlibatan kerja, terdapat
pengaruh positif grit terhadap keterlibatan kerja dengan koefisien = 0,184 : p <0,01
serta pengaruh positif keterlibatan kerja terhadap OCB dengan koefisien = 0,428 : p
<0,01. Hubungan langsung antara grit dan OCB juga diamati signifikan dengan
sebagian hubungan antara grit dan OCB. grit berpengaruh positif terhadap
keterlibatan kerja dan keterlibatan kerja berpengaruh positif terhadap OCB. Dengan
19
demikian grit tetap menjadi prediktor OCB secara langsung atau melalui keterlibatan
kerja. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa grit berdampak pada munculnya
prilaku OCB.
OCB, serta keterbatasan studi tentang implementasi dimensi Grit ini pada karyawan
memberi ruang bagi peneliti untuk mengembangkan sebuah prediktor baru dalam
dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara Grit dengan
1. Tujuan penelitian
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Grit
di PT.X.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
karyawan.
behavior
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dengan istilah OCB diperkenalkan oleh Organ diawal tahun 1980-an, namun
Citizen Behavior adalah sebuah tipe spesial dari kebiasaan kerja yang
secara eksplisit diakui sistem penghargaan formal. Ini berarti, perilaku tersebut
sehingga jika tidak di tampilkan pun tidak diberikan hukuman. Organ (2006)
22
langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi
efektif organisasi.
Seseorang yang memiliki OCB yang tinggi tidak akan dibayar dalam
bentuk uang atau bonus tertentu, namun OCB lebih kepada perilaku sosial dari
memberi saran saran yang membangun di tempat kerja, serta tidak membuang-
Khalid dan Ali (2005) OCB didefinisikan sebagai perilaku yang mempertinggi
pekerjaan.
perintah seseorang, perilaku yang bersifat menolong, serta perilaku yang tidak
merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku social yang
perilaku spontan individu yang secara sadar dan sukarela (extra-role behavior)
1. Altruism
24
menolong rekan kerja baik yang berhubungan dengan tugas dalam organisasi
ataupun masalah pribadi orang lain secara sukarela. Contohnya adalah perilaku
seperti membantu seorang rekan yang tidak masuk kerja, membantu orang lain
2. Courtesy
baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari perselisihan antar anggota
dalam organisasi. Usaha untuk mencegah masalah pekerjaan yang akan timbul
terhadap pihak luar ataupun relasi kerja. Seseorang yang memiliki dimensi ini
perilaku dalam kategori ini adalah secara berkala memahami rekan kerja untuk
mencari tahu bagaimana pekerjaan akan berjalan, atau membiarkan orang lain
3. Sportsmanship
4. Conscientiousness
tinggi pada pekerjaan dan keinginan untuk melebihi standar pencapaian dalam
setiap aspek. Perilaku ini merupakan perilaku sukarela yang bukan merupakan
5. Civic virtue
kegiatan organisasi.
Sementara itu Podsakoff dkk ( 2000) membagi OCB menjadi tujuh aspek yaitu :
peraturan perusahaan.
e. Inisiatif individual yaitu: sama dengan apa yang disebut organ (dalam
memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik
pengembangan organisasi.
courtesy, civic virtue. Alasannya karena dimensi-dimensi yang dibuat lebih rinci,
konkrit dan sesuai dengan tujuan penelitian. sehingga memudahkan peneliti dalam
kompleks dan saling terkait satu sama lain. Menurut Organ (2006) organizational
dirinya mendapat perhatian dari organisasi maka dirinya akan memberikan timbal
b. Suasana hati atau mood Merupakan karakteristik yang dapat berubah - ubah.
Kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipegaruhi oleh mood.
Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk
suatu organisasi akan memiliki kedekatan dan keterikatan yang kuat terhadap
organisasi tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya
berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap budaya dan iklim
organisasi, maka akan memberikan umpan balik yang positif yang berorientasi
kepercayaan, dan saling tertarik satu sama lain. Karyawan di perlakukan oleh
para atasan dengan sportif dan merasa ingin lebih melakukan pekerjaannya
Selain faktor diatas, Konovsky dan Organ (1996); Organ et al (2006); Organ dan
individu dan juga sikap pada pekerjaan dan variabel kontekstual lainnya. Salah satu
perbedaan yang menonjol dari setiap individu adalah dalam hal persistensi dan
oleh Ducworth memiliki Grit. Grit merupakan suatu kecenderungan untuk dapat
mempertahankan ketekunan serta semangat demi tujuan yang bersifat jangka panjang,
32
B. Grit
Istilah grit pertama kali diperkenalkan oleh Duckworth, Peterson, Matthews, and
Kelly (2007 ) yang mendefinisikan grit sebagai “trait-level perseverance and passion
for long-term goals”. Duckworth et all (2007), mendefinisikan grit sebagai keuletan
serta dorongan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Grit termasuk ke dalam
kelompok trait personality yang menurut Angela lee duckworth (2007) merupakan
jangka panjang yang menantang, dimana setiap individu bertahan dengan hal-hal yang
menjadi tujuan mereka dalam jangka waktu yang panjang sampa mereka mencapai
tujuan tersebut.
marathon. Saat individu lain merasa kecewa dan bosan pada sesuatu sehingga
mendorong mereka untuk merubah Haluan dengan berganti tujuan atau bahkan
berhenti berusaha sama sekali, individu dengan grit yang inggi akan tetap berusaha
pada hal ataupun tujuan yang telah dipilihnya. Kelebihan individu yang memiliki grit
adalah daya tahan dan selalu memandang prestasi sebagai sebuah perlombaan. Grit
yang tinggi didalam diri individu akan memepertahankan usaha dan minat dalam
waktu jangka panjang dan akan bertahan menghadapi kesulitan, tantangan dan
dari bakat (Duckworth dan Quinn, 2009). Secara khusus grit merupakan kapasitas
34
untuk mempertahankan usaha dan minat terhadap suatu tujuan yang membutuhkan
waktu berbulan-bulan atau bahkan lebih untuk dapat menyelesaikannya. Grit terkait
tetapi berbeda dengan kebutuhan akan berprestasi. Individu yang memiliki grit yang
tinggi tidak mudah beralih dari tujuan mereka (Duckworth dan Quinn, 2009).
Duckworth et.al (2007) memberikan penjelasan bahwa grit terkadan tumpeng tindih
dengan aspek kesuksesan yang didasarkan pada ketekunan individu dalam mencapai
tujuan. Akan tetapi, grit berbeda dalam hal stamina jangka panjang dibandingkan
dalam hal ketertarikan tertentu dan menerapkan usaha terhadap ketertarikan tersebut.
Grit tidak hanya mengenai bekerja keras terhadap suatu tertentu, tetapi lebih bekerja
secara tekun terhadap suatu tujuan yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih lama.
Duckworth (2008) kemudian menjelaskan bahwa grit adalah sifat non kognitif positif
motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan. Grit merupakan ketahanan dalam berusaha
mengatasi hambatan atau tantangan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan
grit yang tinggi memandang prestasi sebagai sebuah marathon dan keunggulannya
sebagai stamina.
35
Dua faktor yang menjadi struktur grit menurut Duckworth. Struktur ini
sesuai dengan teori grit yang melihat pada trait stamina yang memiliki dimensi minat
dan usaha. Grit untuk mencapai tujuan jangka panjang didasari dari semangat dan
tujuan. Ketika orang lain mengubah tujuan utama dan mundur saat merasa kecewa
ataupun bosan namun orang yang memiliki grit tinggi selalu berusaha pada apa yang
sudah dipilihnya. Terkait dengan bidang psikologi, konsep umumnya yaitu rajin, tidak
merupakan suatu kegigihan dan semangat juang yang dimliki individu dengan
bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan untuk mencapi tujuan jangka Panjang.
2. Dimensi Grit
Duckworth (2007) mengidentifikasi dua faktor yang menjadi dimensi dalam grit yaitu
minat yang tinggi. Struktur grit ini dikenal sebagai kegigihan serta
data.
grit yang rendah. Jumlah waktu atau berapa jam perhari melakukan
suatu pekerjaan atau kegiatan. Awal dari tujuan yaitu motivasi, semua
38
dorongan untuk berbuat baik untuk orang lain memiliki hubungan yang
untuk bangkit, dan harapan bukanlah tahap terkhir dari grit. Penting
awalnya itu modal utama untuk melakukan aktivitas itu dengan baik.
f.
pada karyawan
lainnya. Suatu perusahaan dapat bertahan apabila memiliki karyawan yang kompeten
dan berperilaku positif. Menurut Robbins dan Judge (2015) dalam dunia kerja yang
dinamis seperti saat ini, dimana tuntutan tugas semakin banyak dapat mengakibatkan
kerjanya, lebih sering terjadi konflik, dan kurang berlapang dada memahami
gangguan kerja yang terkadang sulit di prediksi sehingga karyawan menjadi tidak
bersemangat kerja. Hal - hal tersebut tentunya tidak akan terjadi ketika karyawan
memiliki perilaku OCB. Melakukan pekerjaan melebihi pekerjaan formal atau dapat
bahwa apa yang dikerjakan karyawan tidak selalu digerakan oleh hal-hal yang
mempunyai perasaan puas jika dapat membantu atau mengerjakan sesuatu yang lebih
40
dari perannya, maka kondisi tersebut bisa disebut sebagai perilaku organizational
Menurut Konovsky dan Organ (1996); Organ et al (2006); Organ dan Ryan (1995);
individu dan juga sikap pada pekerjaan dan variabel kontekstual lainnya. Salah satu
perbedaan yang menonjol dari setiap individu adalah dalam hal persistensi dan
terakhir, yang dianggap sebagai prediktor penting dari kinerja akademis dan
bahwa grit merupakan kunci sukses dalam berbagai aspek kehidupan. Zhou (2016)
mengungkapkan grit sebagai aspek non kognitif yang mempengaruhi hasil pekerjaan
41
cenderung terlibat secara positif dalam pekerjaan mereka. Studi ini mengidentifikasi
grit sebagai prediktor kuat untuk prestasi kerja dan keterbukaan terhadap pengalaman
dimensi ini mengacu pada kencendrungan individu untuk bertahan pada keinginan
yang sama dalam jangka waktu yang Panjang. Orang yang memiliki konsistensi
minat akan bertahan tidak mengubah tujuan, tidak mudah teralihkan dan
ishikawa (2015) individu yang memiliki grit lebih tinggi akan lebih engage pada
pekerjaannya dibandingkan grit yang rendah artinya orang yang memiliki grit tinggi
akan menikmati apa yang mereka lakukan dalam proses mencapi tujuan tersebut, dan
terus-menerus berusaha dengan sikap penuh harapan untuk meningkatkan level dan
bermakna, kosisten terhadap minat nya dapat memiliki pengaruh pro-sosial hal
memiliki korelasi positif yang kuat dimna individu tersebut tidak hanya
mementingkan dirinya sendiri tetapi juga untuk organisasi dan orang lain, sehingga
memunculkan prilaku extra role seperti halnya membantu orang lain yang
(Perseverance of Effort) Kegigihan biasanya lebih dilihat dari hasil dari pada
prosesnya. Mereka yang gigih dalam melakukan sesuatu yang mereka inginkan tidak
akan takut menghadapi tantangan,dan rintangan. Mereka yang gigih akan memiliki
sifat rajin, pekerja keras, dan berusaha mencapai tujuan jangka panjang. Datu et al.,
(2015) juga menyimpulkan bahwa meskipun konsep grit terdiri dari dua dimensi yang
meliputi ketekunan usaha dan konsistensi kepentingan, hanya ketekunan usaha yang
dalam variabel grit adalah "ketekunan usaha". karena grit hanya akan tercipta dalam
jangka waktu yang lama. Paul dan Garg (2012) mengungkapkan bahwa persistensi
memiliki hubungan yang positif dengan altruisme, etiket, kesadaran sipil, dan hati
nurani, yang merupakan sub-elemen dari OCB. Berdasarkan isi tersebut diharapkan
Kemudian kaitan Grit dengan OCB juga dapat disokong dengan teori Grit
yang menjelaskan terkait elemen Grit. Terdapat 4 elemen Grit yaitu yang pertama
pekerjaan sehari-hari karena adanya kecintaan terhadap bidang pekerjaan yang telah
Kedua, deliberate practice yaitu terus menerus berusaha melatih diri agar
43
hal. Bagi karyawan, dengan Grit dan OCB tinggi, karyawan akan senantiasa
sense of purpose yakni tujuan yang jelas dalam hidup, dan berkaitan dengan
“something beyond money”, dimana tujuan tidak hanya berfokus kepada harta benda,
namun sebuah niat mulia yang memiliki harapan bahwa apa yang dilakukan dapat
bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya. Hal ini selaras dengan definisi
OCB dimana ketika seseorang secara sukarela mau melakukan suatu pekerjaan lebih
tanpa mengharapkan imbalan. Terakhir, hope dimana individu akan menjadi lebih
resilien terhadap rintangan atau hambatan apapun yang dihadapi karena memiliki
pengharapan bahwa segala usaha yang dilakukannya pasti akan membuahkan suatu
yang positif, yang artinya semakin tinggi tingkat grit maka semakin tinggi tingkat
rendah tingkat grit maka semakin rendah pula organizational citizenship behavior
(OCB). Terdapat Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh shanty sudarji (2019)
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara grit dan
44
yang artinya semakin tinggi tingkat grit maka semakin tinggi tingkat organizational
citizenship behavior (OCB) karyawan. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat grit
karyawan. Hasil korelasi menunjukan grit berkorelasi dengan OCB yang bersifat
personal dan tidak berkorelasi dengan OCB yang bersifat atau didasarkan pada
organisasi.
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara grit dan ocb yang
di mediasi oleh keterlibatan kerja, grit berpengaruh positif terhadap keterlibatan kerja
dan keterlibatan kerja berpengaruh positif terhadap OCB. Dengan demikian grit tetap
D. Hipotesis
Pada penelitian ini, peneliti mengajukan hipotesis yaitu ada hubungan yang positif
Semakin tinggi Grit maka akan semakin tinggi pula organizational citizenship
45
behavior pada karyawan di PT.X. Sebaliknya semakin rendah Grit, maka akan
keinginan untuk menjadi karyawan yang baik (good citizen) dalam organisasi (Mark ́oczy &
Xin, 2004)Salah satu kunci keberhasilan perusahaan atau organisasi adalah sejauh mana
orang-orang di dalam organisasi tersebut secara sinergis berkontribusi positif, baik dalam
perencanaan maupun dalam pengimplementasikan rencana yang disusun dan di arahkan
untuk pencapaian tujuan. Hanya saja untuk membuat karyawan mau berkontribusi secara
positif walaupun tanpa imbalan merupakan hal yang sulit ditemui, sehingga sangat penting
bagi bagi perusahan atau organisasi untuk dapat membuat karyawannya berkontribusi secara
positif dengan kesadarannya sendiri (Ardiansyah,2008).
B. Das sain:
Pada kenyataannya perkembangan sumber daya manusia di Indonesia masih tertinggal jauh.
Berdasarakan indeks sumber daya manusia yang di keluarkan world economic forum pada
tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-50 dari 141 negara. Sumber daya manusia di
indonesia memang masih dianggap kalah saing dalam urusan produktivitas tenaga kerja
atau pay and productivity (Bhima, 2019). Salah satu penyebab turunnya daya saing karena
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang masih rendah (Andry, 2019).
Tidak hanya itu, kualitas SDM di Indonesia masih tertinggal jauh, berdasarkan bank dunia
(world bank), indeks modal manusia di Indonesia berada pada peringkat 87 dari 157 negara
lebih ren dah dari negara ASEAN lainnya seperti singapura (ke-1), Malaysia (ke-55) dan
Thailand (ke-65). Di lihat dari keadaan SDM di Indonesia saat ini, menunjukkan bahwa
kualitas sumber daya manusia Indonesia belum memadai dalam menghadapi persaingan
global. Sedangkan perusahaan pasti menuntut SDM yang berkualitas agar mampu bertahan
dan bersaing dengan perusahaan lainnya. Kesediaan para karyawan untuk berkontribusi
secara positif tersebut pada gilirannya akan menjadi sumber bagi peningkatan efektivitas,
efisiensi, dan kreativitas kerja (Bogler and Somech dalam Ningtyas, 2005). Di PT.X sendiri,
beberapa karyawan juga sering menunda pekerjaan yang sudah menumpuk, serta kurangnya
semangat karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Pastinya setiap bisnis ritel akan
menghadapi persaingan yang ketat dan tuntutan karyawan yang semakin banyak sehingga
beberapa karyawan mengalami penurunan kinerja dan tidak produktif dari perilaku karyawan
yang seperti itu terkadang berakibat buruk pada kinerja perusahaan
47
C. Definisi VT:
Menurut Organ (2006) mendefinisikan organizational citizenship behavior (OCB) sebagai
kontribusi karyawan yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja, tidak berkaitan langsung
atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif organisasi.
D. Aspek-aspek VT:
Organizational citizenship behavior atau OCB itu sendiri mengandung dimensi-dimensi
yang membuat seorang karyawan mampu meningkatkan efektivitas organisasi yakni menurut
Organ (2006) adalah altruism, courtesy, sportsmanship, conscientiousness, dan civic virtue.
Altruism (sikap menolong) yaitu perilaku berinisiatif untuk membantu atau menolong rekan
kerja dalam organisasi secara sukarela. Courtesy (sikap hormat) yaitu perilaku individu yang
menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari perselisihan antar anggota
dalam organisasi. Sportsmanship (sikap toleransi) yaitu kesediaan individu menerima apapun
yang ditetapkan oleh organisasi meskipun dalam keadaan yang tidak sewajarnya.
Conscientiousness (sikap sukarela) yaitu pengabdian atau dedikasi yang tinggi pada pekerjaan
dan keinginan untuk melebihi standar pencapaian dalam setiap aspek. Kemudian civic virtue
(sikap tanggung jawab) yaitu perilaku individu yang menunjukkan bahwa individu tersebut
memiliki tanggung jawab untuk terlibat, berpartisipasi, turut serta, dan peduli dalam berbagai
kegiatan yang diselenggarakan organisasi.
E. Definisi VB:
Menurut Duckworth (2017) Grit (kegigihan) merupakan suatu kecenderungan untuk dapat
mempertahankan ketekunan serta semangat demi tujuan yang bersifat jangka panjang,
menantang dan menunjukkan individu (karyawan) mau bertahan. Grit menupakan suatu
upaya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh seseorang guna mencapai tujuan
berserta kemampuan bertahan dalam jangka waktu tertentu.
F. dimensi VB:
48
Menurut Duckworth (2007) mengidentifikasi dua faktor yang menjadi dimensi dalam grit
yaitu Consestency of interst dan Perseverance of Effort. Konsestensi Minat (Consestency of
interst ) artinya individu yang mampu memepertahakan satu tujuan dan tidak berubah-ubah,
tidak mengalihkan perhatian dan mempertahankan minat jangka panjang. Kemudian,
Kegigihan dalam Berusaha (Perseverance of Effort) artinya upaya yang dilakukan sungguh-
sungguh oleh seseorang guna mencapai tujuan beserta kemampuan bertahan dalam jangka
waktu tertentu. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perilaku mau bekerja keras, bertahan
dalam melewati tantangan dan berpegang teguh kepada apa yang sudah menjadi pilihannya.
G. Dinamika Hubungan Grit dan OCB:
Perilaku organizational citizenship behavior (OCB) ini mampu meningkatkan produktifitas
dan menciptakan lingkungan pekerjaan yang kondusif antar karyawan, perusahaan dan
konsumen. Untuk memunculkan perilaku ini maka perlu di ketahui faktor yang
mempengaruhinya. Konovsky dan Organ (1996); Organ et al (2006); Organ dan Ryan (1995);
Podsakoff et al (2000) (dalam Hendrawan, Sucahyawati, Indiyani, 2018) mengelompokkan
faktor yang mempengaruhi OCB antara lain adalah perbedaan individu dan juga sikap pada
pekerjaan dan variabel kontekstual lainnya. Salah satu perbedaan yang menonjol dari setiap
individu adalah dalam hal persistensi dan ketekunan bahkan sekalipun di dalam menghadapi
sebuah tantangan yang disebutkan oleh Ducworth memiliki Grit.
Zhou (2016) mengungkapkan grit sebagai aspek non kognitif yang mempengaruhi hasil
pekerjaan seseorang. Satu konstruksi non-kognitif yaitu grit mendapat perhatian luas selama
dekade terakhir, yang dianggap sebagai prediktor penting dari kinerja akademis dan
mempengaruhi pencapaian peran tambahan. Untuk itu Maka perlu diketahui dimensi-dimensi
yang terdapat di dalam Grit. Dimensi yang pertama, konsestensi Minat (Consestency of
interst). Menurut duckworth (2007) dimensi ini mengacu pada kencendrungan individu untuk
bertahan pada keinginan yang sama dalam jangka waktu yang Panjang. Orang yang memiliki
konsistensi minat akan bertahan tidak mengubah tujuan, tidak mudah teralihkan dan
mempertahankannya dalam waktu yang Panjang. Menurut Suzuki, tamesue, asahi, ishikawa
(2015) individu yang memiliki grit lebih tinggi akan lebih engage pada pekerjaannya
dibandingkan grit yang rendah. Artinya orang yang memiliki grit tinggi akan menikmati apa
49
yang mereka lakukan dalam proses mencapi tujuan ersebut, dan terus-menerus berusaha
dengan sikap penuh harapan untuk meningkatkan level dan ketrampilan mereka Duckworth
(2016). Orang-orang yang mengejar kehidupan bermakna, kosisten terhadap minat nya dapat
memiliki pengaruh pro-sosial hal memiliki korelasi positif yang kuat dimna individu tersebut
tidak hanya mementingkan dirinya sendiri tetapi juga untuk organisasi dan orang lain,
sehingga memunculkan prilaku extra role seperti halnya membantu orang lain yang
menandakan adanya perilaku OCB di likungan kerja.
Terdapat Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh shanty sudarji (2019) menunjukan
bahwa terdapat korelasi antara grit dengan OCB. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa adanya hubungan antara grit dan organizational citizenship behavior
(OCB) yang menunjukan hubungan yang positif, yang artinya semakin tinggi tingkat grit
maka semakin tinggi tingkat organizational citizenship behavior (OCB) karyawan. Dan
sebaliknya, semakin rendah tingkat grit maka semakin rendah pula organizational citizenship
behavior (OCB) pada karyawan. Hasil korelasi menunjukan grit berkorelasi dengan OCB
yang bersifat personal dan tidak berkorelasi dengan OCB yang bersifat atau didasarkan pada
organisasi.
50