ISLAM INDONESIA:MOZAIK
MULTIKULTURALISME INDONESIA
Fahrurrozi
IAIN Mataram
roziqi_iain@yahoo.co.id.
Abstrak
Ekspresi religiusitas umat Islam Indonesia merupakan respons umat Islam terhadap
perkembangan modernitas zaman, sehingga payung besar dari kebangkitan Islam tersebut
terbagi dalam tiga kelompok, yakni revivalisme Islam, reformisme Islam dan fundamentalisme
Islam. Islam revivalis melahirkan beberapa kelompok gerakan, di antaranya: Islam puritan,
Islam tradisionalis, Islam ortodoks, Neo-revivalis, dan Islam konservatif. Sedangkan Islam
reformis melahirkan beberapa gerakan, seperti: Islam modernis, Islam liberal, Islam
substansial, dan Neo-modernis. Sementara Islam fundamentalis melahirkan Islam radikal,
Islam militan bahkan terorisme. Secara metodologis pemahaman terhadap Islam, gerakan
pemikiran Islam abad modern dan kontemporer, sebagaimana dikatakan oleh Louay Safi
terdiri dari dua, yakni kelompok yang menggunakan dan menerapkan sistem Islam klasik
dan kelompok yang memakai paradigma metodologi epistemologi modern Barat secara total
atau dengan proses integrasi antara keilmuan modern Barat dengan khazanah keilmuan
Islam. Berdasarkan hal tersebut, layak disebut bahwa kebhinekaan Umat Islam Indonesia
sebagai khazanah bangsa yang harus dirajut sehingga tercipta keharmonisan antarumat
beragama sebagai ciri karakter bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
Ketiga, aliran teosofi transenden atau al- dilakukan. Namun, yang jelas tiap
Hikmah al-Muta’aliyyah (979-1050/1571- pemahaman dan penafsiran harus tetap
160). 9 Dalam bidang tasawuf juga berada dalam wilayah-wilayah yang
ditemukan tokoh-tokoh yang melahirkan dibenarkan oleh Islam.
bentuk dan ekspresi Islam dalam beragam Demikianlah gambaran historis
konsep dan ajaran, terutama dalam tentang persepsi dan sikap keberislaman
masalah persepsi dan pengalaman pada masa awal dan klasik Islam. Jika pada
eksistensialnya setelah melakukan masa awal dan pertengahan saja sudah
pengembaraan transkosmik dan menyatu sedemikian kompleks dan plural bentuk
dengan Zat Allah. Islam yang diekspresikan oleh
Semua bentuk aliran dalam Islam umatnya.Pertanyaannya adalah
tersebut selanjutnya melahirkan bentuk bagaimana dengan konteks sekarang yang
persepsi dan sikap keagamaan yang telah begitu jauh tertinggal dengan
berbeda-beda.Seorang filosof akan periode sejarah keislaman awal dan
melihat dan mengamalkan Islam dalam pertengahan, yang mana pertemuan
konteks rasionalitas yang mendalam. budaya yang satu dengan yang lain begitu
Seorang sufi akan memahami dan kuat. Pemikiran progresif abad modern
mempraktikkan Islam secara esoteris atau yang lahir di barat masuk ke dalam ide
substantif. Seorang yang ahli fiqh akan intelektual dan sikap masyarakat Islam,
mengamalkan Islam secaraformalistik terutama dalam konteks Indonesia yang
dan ritualistik. Seorang teolog akan secara historis, geografis, dan kultural jauh
mengamalkan Islam secara teologis. berbeda dengan sumber Islam, yakni
Fleksibilitas Islam tersebutlah yang Arab? Bahkan masyarakat Indonesia lebih
memungkinkan lahirnya wajah baru banyak bersentuhan dengan ide-ide
keberislaman sesuai dengan metode yang progresif modern Barat ketimbang Arab,
baik dalam bentuk ide-ide ideologi sosial
politik modern Barat. Akhirnya, sebagai
Syuhrawardi (549-587/1154-1191). Aliran ini lahir
dalam rangka merespons aliran Aristotelianisme di
sebuah konsekuensi logis-kultural-
kalangan Islam di atas. dari segi ontologis, aliran ini teologis, maka sudah pasti pemahaman
menganggap bahwa esensi lebih penting daripada dan ekspresi keberislaman akan menjadi
eksistensi, sebab eksistensi hanya ada dalam pikiran,
gagasan umum, dan konsep sekunder yang tidak
plural,10 terutama jika kita mengacu pada
terdapat dalam realitas. Sedangkan yang benar-benar
ada atau realitas yang sesungguhnya adalah esensi-
10
esensi yang tidak lain adalah bentuk cahaya (al- Tentunya masalah ini tidak akan dikaji secara
Syuhrawardi, 2003). historis, dalam arti mengkaji sejarah awal masuk dan
9
Aliran ini merupakan sintesis dari disiplin ilmu berkembangnya Islam di Nusantara. Namun, lebih
yang pernah ada di dunia Islam, tercatat ada empat kepada masa di mana Islam mengalami pluralitas
aliran yang mempengaruhi pemikiran Shadra, yakni pemahaman dan ekspresi pada masyarakat Indonesia,
kalam, pemikiran peripatetik, pemikiran iluminasionis, dan terutama pada masa orde lama, orde baru, dan
pemikiran tasawuf (Muhsin Labib, 2005: 35). reformasi atau pada masa modern di Indonesia.
yang ada, melainkan yang ingin dilakukan 215-216) melihat modernisme sebagai
dengan cara tersebut adalah sebuah upaya untuk menyesuaikan atau
pemahaman yang lebih aktual dan mengharmoniskan antara agama dan
progresif sehingga agama menjadi tidak pengaruh modernitas serta westernisasi
kering dan mandul, atau agama tidak yang sedang berlangsung di dunia Islam.
menjadi penghalang bagi pluralisme, Usaha tersebut dilakukan dengan cara
agama tidak lagi menjadi alasan untuk menafsirkan dasar-dasar doktrin Islam
memarjinalkan perempuan, agama tidak agar relevan dengan semangat zaman.
lagi menjadi penghalang bagi demokrasi, Sementara itu, Bassam Tibi (1998: 143)
agama tidak lagi menjadi penjara bagi yang melihat gerakan modernis Islam
kebebasan dalam mengekspresikan sebagai upaya untuk melakukan akulturasi
keyakinan dan peribadatan masyarakat. budaya, yakni dengan melakukan
Di era millennium ini muncul tokoh- integrasi sains dan teknologi modern ke
tokoh muda Islam yang terhimpun dari dalam Islam sambil melakukan
berbagai golongan dan profesi, yakni dari preventifikasi atas konsekuensi negatif
kalangan NU, Paramadina, Aktivis yang akan muncul dari penerapannya.
Jurnalis, IAIN Jakarta, di samping juga Sedangkan Mukti Ali (1998) melihat
golongan tua di era tahun 1980-an yang modernisme Islam sebagai gerakan yang
berpendidikan luar negeri terutama di berupaya melakukan purifikasi agama dan
Amerika. Mereka terhimpun dalam satu kebebasan berpikir. Maka Islam modernis
komunitas Islam yang disebut Islam adalah gerakan ke arah puritanisasi untuk
Liberal Indonesia. Kelompok Islam mengajak umat Islam kembali kepada al-
liberal boleh dipandang sebagai sintesis Qur’an dan Sunnah serta mengajak untuk
dari demokrasi dan Islam. Mereka diberikannya ruang bagi akar untuk
menafsirkan sejarah dan doktrin Islam mengeksplorasi Islam sepanjang
menjadi paralel dengan prinsip-prinsip eksplorasi tersebut tidak bertentangan
demokrasi yang berkembang di dengan Qur’an dan Sunnah.
Indonesia, dan pluralisme kebudayaan Dari definisi di atas, maka kita dapat
modern. memberikan identitas kepada kelompok
Islam modernis sebagai: pertama,
Keenam: Islam Modernis kelompok yang menganjurkan ijtihad
Mengenai definisi Islam modernis, terutama mengenai persoalan muamalah
para peneliti memberikan pandangan atau sosial kemasyarakatan. Dalam upaya
yang berbeda namun substansinya sama, ini mereka cenderung bersifat inklusif
yakni ingin melakukan perubahan dalam dalam melakukan penafsiran, baik
pola pikir dan cara pandang terhadap bersumber dari peradaban lain dengan
Islam dengan melakukan reinterpretasi cara akulturasi, maupun dengan cara
secara kontekstual. Fazlur Rahman (1982: adaptif. Kedua, dengan penekanan pada
ijtihad, maka sudah pasti mereka tidak kondusif dan harmonis di Indonesia.
membenarkan sikap jumud dan taklid Secara yuridis, kebebasan beragama
buta, sebab yang demikian tidak memang dibenarkan dalam undang-
mencer minkan peng gunaan akal, undang, bahkan jika dilihat dari sila
melainkan sikap dogmatis belaka. pertama Pancasila yang memakai bahasa
Pelabelan di atas pada kelompok Tuhan, ini mengindikasikan pluralitas
modernis Islam dapat dilihat pada agama di Indonesia.
pandangan Fazlur Rahman (Islam), A. Atas dasar kondisi dan legitimasi
Mukti Ali (Islam dan modernisme), dan undang-undang tersebut, maka gerakan
Deliar Noer (Gerakan Modern Islam). har monisasi antarumat beragama
digalakkan oleh pemikir Islam Indonesia,
Ketujuh: Islam Pluralis seperti Nurcholis Madjid dengan
Pluralisme adalah paham kemajemukan karyanya seperti Pintu-pintu Menuju
atau paham kebhinekaan yang Tuhan, Alwi Shihab dengan idenya
berorientasi pada kemajemukan yang tentang Islam Inklusif, dan masih banyak
memiliki berbagai penerapan yang yang lainnya.
berbeda dalam filsafat, agama, moral, Alwi Shihab (1999: 41-42) merumuskan
hukum, dan politik yang mana batas pengertian konsep pluralisme kedalam
kolektifnya ialah pengakuan atas empat bentuk; pertama, pluralisme tidak
kemajemukan di depan ketunggalan serta merta menunjuk pada adanya
(Golpeigani, 2005: 13). Artinya, dalam kemajemukan, melainkan yang dimaksud
eksistensi segala sesuatu, baik dalam ilmu adalah keterlibatan aktif terhadap
pengetahuan, kepercayaan, ekonomi, kenyataan kemajemukan tersebut. Dari
politik, budaya, dan agama adalah hal sini pluralisme dimaknai sebagai setiap
yang bersifat mutlak sebagai hukum pemeluk agama dituntut untuk bukan saja
kehidupan. Jika itu mutlak, maka tidak ada mengakui keberadaan dan hak agama lain,
yang berhak untuk diunggulkan atau tetapi terlibat dalam usaha memahami
didiskriminasikan satu dari yang lain, perbedaan dan persamaan agar tercapai
melainkan harus sejajar. kerukunan dalam keragaman. Kedua,
Di Indonesia isu pluralisme agama pluralisme harus dibedakan dengan
mulai marak digulirkan oleh umat Islam. kosmopolitanisme. Sebab kosmopolitanisme
gerakan ini marak digulirkan mengingat belum tentu mengarah pada interaksi yang
sering terjadinya kekerasan dan perang baik antara perbedaan yang ada, walaupun
antarumat beragama, seperti kekerasan semua masyarakat yang tinggal dalam satu
antarIslam dan Kristen di Ambon, wilayah atau kota saling bertemu setiap
pengikut Ahmadiyah dan sebagainya. Ide saat. Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat
pluralisme digulirkan dalam rangka disamakan dengan relativisme.
menciptakan kehidupan beragama yang Relativisme berpandangan bahwa hal-hal
yang berkaitan dengan kebenaran dan sosial yang ada. Bila masyarakat yang
nilai ditentukan oleh pandangan hidup mengalami anatomi atau kesenjangan
serta kerangka berpikir seseorang atau antara nilai-nilai dengan pengalaman, dan
masyarakat. Keempat, pluralisme bukan masyarakat tidak mempunyai daya lagi
sinkretisme, yakni menciptakan agama untuk mengatasi kesenjangan itu, maka
baru dengan mengambil ajaran atau unsur radikalisme dapat muncul ke permukaan.
tertentu dari agama-agama yang ada dan Dengan kata lain, akan timbul proses
diintegrasikan ke dalam agama baru radikalisme dalam lapisan-lapisan
tersebut. masyarakat, terutama di kalangan anak
muda, Alwi Shihab(1999: 5).
Jika ditilik dari tujuannya menciptakan
harmoni antarumat beragama, maka Berpijak pada tataran sosiologis di
Islam pluralisme boleh dikatakan sebuah atas, radikalisme dapat dicirikan dan
gerakan yang harus didukung, sebab ditandai oleh tiga kecenderungan umum.
agama mer upakan hal yang rawan Pertama, radikalisme merupakan
konflik.Oleh sebab itu, perlu adanya respon terhadap kondisi yang sedang
sebuah pemahaman yang lebih substantif berlangsung. Biasanya respon tersebut
muncul dalam bentuk evaluasi penolakan
terhadap agama itu sendiri. Islam pluralis
sejatinya harus ditempatkan pada posisi atau bahkan perlawanan. Masalah-
tersebut, sehingga dengan kelahirannya masalah yang ditolak dapat berupa
tidak mendatangkan konflik baru dalam asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang
agama. Hal ini perlu disadari oleh para dapat dipandang bertanggung jawab
terhadap kondisi yang ditolak.
perintis gerakan Islam pluralis, sebab apa
bedanya jika orang yang tidak paham Kedua, radikalisme tidak berhenti pada
agama dan bertengkar antaragama upaya penolakan, melainkan terus
dengan orang yang paham agama namun berupaya mengganti tatanan-tatanan
bertengkar pula dengan kepahamannya tersebut dengan suatu bentuk tatanan
tersebut. Maka, Islam pluralis harus yang lain. Ciri ini menunjukkan bahwa di
kembali kepada jalur perdamaian dengan dalam radikalisme terkadang suatu
tidak terlalu mengotak-atikkan doktrin program atau pandangan dunia (worl view)
fundamental agama, dalam hal ini adalah tersendiri. Kaum radikal berupaya kuat
Islam, sebab jika demikian maka Islam untuk menjadikan tatanan tersebut
pluralis sebetulnya hadir untuk membuat menjadi ganti dari tatanan yang sudah ada.
konflik di dalam konflik. Ketiga, kuatnya keyakinan kaum
radikalis terhadap kebenaran yang mereka
Kedelapan: Islam Radikal bawa. Sikap ini pada saat yang sama
Secara sosiologis bisa diterangkan dibarengi dengan penafian kebenaran
bahwa radikalisme kerap kali muncul bila dengan sistem lain yang akan diganti.
terjadi banyak kontradiksi dalam orde Dalam gerakan sosial, keyakinan tentang
sebuah sintesis baru yang siap untuk dipakai Modernisme hingga Posmodernisme.
dalam upaya pembaharuan, hal ini terlihat cet. I. Jakarta: Paramadina.
dengan penguasaan pada ilmu pengetahuan ———. (1999a).Konteks Berteologi di
klasik Islam dan perkembangan keilmuan Indonesia: Pengalaman Islam. cet.
modern Barat. I.Jakarta: Paramadina.
———. (1999b). Islam Reformis; Dinamika
Kesimpulan Intelektual dan Gerakan. cet. I.
Keragaman keberislaman masyarakat Jakarta: PT Grapindo Persada.
Islam Indonesia membuktikan bahwa Al-Bana, Gamal.(2006). Pluralitas dalam
pemahaman dan pengamalan terhadap Masyarakat Islam. terj., Tim Mata
agama Islam di kalangan masyarakat Air Publishing. Jakarta: Mata Air
menunjukkan multikulturalisme yang sangat Publishing.
kompleks. Artinya, agama yang dipahami Arkoun,Mohamed (ed). (1999).
oleh masyarakat Islam Indonesia jelas Membongkar Wacana Hegemoni
memiliki ciri dan karakter tersendiri dalam Islam dan Postmodernis. terj.
dibanding dengan cara pemahaman Jaohari dkk. cet. I. Surabaya: al-
masyarakat Timur Tengah, terutama Fikri.
Masyarakat Jazirah Arab tentang Islam itu ———. (2001). Islam Kontemporer Menuju
sendiri. Keragaman masyarakat Islam Dialog Antaragama. terj. Ruslani.
Indonesia menunjukkan betapa indahnya cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
khazanah kebhinekaan Indonesia jika Amstrong, Karen. (2001). Berperang Demi
diramu dengan semangat keagamaan yang Tuhan.terj., Sartio Wahono dkk.
toleran, moderat akan membentuk karakter Bandung: Mizan.
bangsa Indonesia yang tercermin pada sila- ———. (2003). Islam Sejarah Singkat. terj.,
sila Pancasila yang secara substantif sangat Fungky Kusnaendy Timur.
relevan dengan ajaran-ajaran Islam. Yogyakarta: Jendela.
Barr, James.(1996). Fundamentalisme. terj.,
Stephan Suleman. cet. 2. Jakarta:
Daftar Kepustakaan BPK Gunung Mulya.
Barton, Greg. (1999).Gagasan Islam Liberal
A. Mukti Ali. (1998). Beberapa Persoalan Di Indonesia: Pemikiran Neo-
Agama Dewasa Ini. Jakarta: Modernisme Nurcholis Madjid,
Rajawali. Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan
Alwi Shihab. (1999). Islam Inklusif: Menuju Abdurrahman Wahid. terj., Nanang
Sikap Terbuka dalam Beragama. cet. Tahqiq. Jakarta: UIN Press.
I. (Bandung: Mizan. Echols, John M. dan Hassan Shadily.
Azyumardi Azra. (1996). Pergolakan Politik (1979). Kamus Inggris Indonesia.cet.
Islam; Dari Fundamentalisme, VII. Jakarta: Gramedia.
Fachry Ali. (1996). Golongan Agama dan Lawrence, Bruce B. (2004). Islam Tidak
Etika Kekuasaan: Keharusan Tunggal: Melepaskan Islam Dari
Demokratisasi dalam Islam Indonesia. Kekerasan.terj., Harimukti Bagus
cet. I. Surabaya: Risalah Gusti. Oka. cet. II. Jakarta: Serambi.
Fachry Ali dan Bahtiar Efendy. (1986). Rahman, Fazlur. (1982). Islam. Chicago:
Merambah Jalan Baru Islam: The University of Chicago Press.)
Rekonstruksi Pemikiran Islam Syari’ati,Ali. (1995).Islam Mazhab
Indonesia Masa Orde Baru.Bandung: Pemikiran dan Aksi. terj., M. S.
Mizan. Nasrulloh dan Afip Muhammad.
Golpeigani, A. R. (2005).Kebenaran Itu cet. II. Bandung: Mizan.
Banyak: Menggugat Pluralisme. Terj., ———. (1996). Tugas Cendikiawan Muslim
Muhammad Musa. cet. I.Jakarta: terj., M. Amin Rais.cet. I.Jakarta:
AL-HUDA. PT Grafindo Persada.
Hanafi,Hasan. (2003). Aku Bagian Dari Tibbi, Bassam. (1988)The Crisis of Modern
Fundamentalsime Islam. terj., Islam: A preindustrial Culture in the
Kamran As’ad Irsady Mufliha Scientific-Teknologikal Age. Slat Lake
Wijayanti. cet. I. Yogyakarta: City: The University of Utah Press.
Islamika. Very Verdiansyah. (2004). Islam
Harun Nasution. (1986). Akal dan Wahyu Emansipatoris: Menafsir Agama
dalam Islam. cet. II. Jakarta: UI- untuk Praksis Pembebasan.cet.
Press. I.Jakarta: P3M.
———. (1995). Islam Ditinjau dari Berbagai Zaim Uchrowi. (1989). Refleksi Pembaharuan
Aspek. Jilid I.cet. 5.Jakarta: UI Pemikiran Islam: 70 Tahun Harun
Press. Nasution.Jakarta: Panitia Penerbit
Jalaluddin Rahmat. (1998). Islam Alternatif: Buku dan Seminar 70 Tahun Harun
Ceramah-Ceramah di Kampus. cet. 2. Nasution dan Lembaga Studi
Bandung: Ghanesa. Agama dan Filsafat.