Latar Belakang
Menurut Food Agriculture Organization (FAO) di dalam Furia (1980), BTP adalah
senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dalam jumlah dan ukuran tertentu dan
terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk
memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan
bukan merupakan bahan utama (Wijaya,2011). Ironisnya, banyak pedagang yang menggunakan
BTP yang berbahaya seperti formalin dan pemutih. Formalin digunakan untuk mengawetkan
ikan, harga formalin yang cenderung murah dan mudah di dapat membuat pedagang
2 Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
3 Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
5 Menghemat biaya.
Pangan tentang jenis bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan, yaitu : Asam borat
dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, diatilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat,
1
2. Studi Kasus
pemutih pakaian untuk proses mengeringkan ikan-ikan, dengan maksud agar ikan-ikan yang
dikeringkan tersebut awet dan tahan lama, tidak cepat busuk serta berwarna putih bersih setelah
dijemur dan dikeringkan. Proses penambahannya yaitu formalin seberat 25 kg terlebih dahulu
dicampur dengan air sebanyak 500 L, selanjutnya air yang telah bercampur dengan formalin
tersebut akan diambil sebanyak 2 L dan dicampur dengan garam dan air sebanyak 1.500 L untuk
pemakaian atau untuk bahan-bahan pencampur ikan-ikan yang akan dikeringkan sebanyak 1.000
kg.
cara pengolahan ikan kering tersebut yaitu pertama-tama bahan baku berupa ikan
dimasukkan ke dalam kolam yang didalamnya telah diisi dengan air dan formalin, selanjutnya
dimasukkan garam sesuai dengan takarannya, setelah semuanya teraduk selanjutnya direndam
sekitar selama beberapa jam, selanjutnya baru ikan diangkat, selanjutnya pada saat ikan dijemur
terlebih dahulu dicelupkan ke dalam cairan pemutih agar ikan nantinya terlihat putih dan bersih,
setelah kering ikan tersebut dimasukkan ke dalam kerdus untuk selanjutnya terdakwa jual ke
Bahwa tujuan terdakwa dalam mengolah ikan kering menggunakan formalin adalah agar
ikan kering olahannya dapat bertahan lama, sedangkan tujuan menggunakan cairan pemutih
adalah agar ikan kering olahannya terlihat putih dan bersih sehingga meningkatkan nilai jual ikan
kering tersebut. terdakwa mengetahui penggunaan formalin dan cairan pemutih tidak
diperkenankan dipergunakan pada bahan pangan termasuk ikan kering hasil olahannya.
2
3. Fakta-Fakta Formalin dan Pemutih
3.1. Formalin
Formalin adalah senyawa formaldehida dalam air dengan konsentrasi rata-rata 37% dan
metanol 15% dan sisanya adalah air. Formalin merupakan larutan jernih tidak berwarna, berbau
tajam, mengandung senyawa formaldehid (HCO) sekitar 37 persen dalam air (Ruth,
1996)Formalin mempunyai banyak nama atau sinonim, seperti formol, morbicid, methanal,
superlysoform, tetraoxymethylene dan trioxane (Till, 1989). Formalin bukan pengawet makanan
tetapi banyak digunakan oleh industri kecil untuk mengawetkan produk makanan karena
harganya yang murah sehingga dapat menekan biaya produksi, dapat membuat kenyal, utuh,
tidak rusak, praktis dan efektif mengawetkan makanan (Widowati & Sumyati, 2006).
formalin banyak manfaatnya, misalnya sebagai anti bakteri atau pembunuh kuman, sehingga
formalin sering dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang, pakaian bahkan juga
dapat dipergunakan sebagai pembunuh lalat dan berbagai serangga lain. Dalam konsentrasi yang
sangat kecil (< 1%), formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai bahan non pangan
seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, shampo mobil, lilin dan karpet
(Yuliarti, 2007).
Formalin dianggap bisa mengawetkan makanan karena formalin dapat mengikat protein
membentuk ikatan methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi, sehingga
3
makanan tersebut terhindar dari kerusakan dan menjadi awet (Purawisastra dan Sahara, 2011),
Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka
gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Protein yang terikat tersebut tidak
dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet. Selain itu,
protein dengan struktur senyawa methylene tidak dapat dicerna (Go et al., 2008)
Bahan kimia yang digunakan pada proses perebusan ikan umumnya adalah pemutih.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliana dkk, 2011, Pengolah yang menggunakan
pemutih adalah sebanyak 15% dari 100% koresponden produsen ikan asin di jakarta. Padahal
mereka tahu kalau klorin ini biasanya dipakai untuk desinfektan air, pemutih pakaian dan lain
sebagainya (Arisman, 2009). Meskipun pemutih belum secara resmi dilarang oleh pemerintah,
tetapi tetap saja ada bahaya di balik penggunaannya, karena fungsi pemutih bukan untuk bahan
pangan.
Ciri-ciri ikan menggunakan zat pemutih dan tidak menggunakan zat pemutih
Pemutih digunakan oleh pengolah untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada
tubuh ikan asin (Yuliana 2009). Bahan baku ikan asin yang dicuci dengan pemutih akan
berwarna mengkilap dan putih bersih. Produk ikan asin yang dihasilkan akan berpenampilan
4
menarik dan bersih, sehingga konsumen akan lebih tertarik dengan penampilan ikan asin tersebut
pernapasan dan meningkatkan resiko leukemia (Norliana et al., 2009). International Agency for
batas aman formalin didalam tubuh adalah 1 miligram per liter. Bila formalin masuk ke tubuh
melebihi ambang batas tersebut, maka dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem
tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka
pendek, dan dalam jangka panjang, baik melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan
(Judarwanto, 2016).
Di dalam tubuh manusia, senyawa formaldehid dikonversi menjadi asam format yang
dapat meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga
koma, atau sampai kepada kematiannya. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal. Di dalam jaringan tubuh, formalin
bisa menyebabkan terikatnya DNA oleh formalin, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang
5
4.2. Bahaya Pemutih Pakaian (klorin)
Klorin merupakan bahan yang penting dalam industri tetapi harus diperhatikan bahaya-
bahayanya, karena bersifat racun terutama terhisap melalui pernafasan. Namun walaupun begitu
gasnya mudah untuk dikenali karena baunya sangat khas dan bersifat merangsang (iritasi)
terhadap selaput lendir pada mata, selaput lendir hidung, selaput lendir tenggorokan, tali suara
dan paru-paru (Arisman, 2009). Efek yang disebabkan oleh pemutih pakaian (Klorin) jika
tertelan adalah diare, penyakit seborrhea, kerapuhan kuku atau keratin, gangguan ginjal, dan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh purawisastra (2011), Perendaman ikan
dalam air panas dapat menurunkan kandungan formalin makanan, yang besarnya tergantung dari
5.1.2. Hindari produk ikan asin dengan ciri-ciri tertentu (Soesalit, 2013)
2. Bersih cerah
4. Dijauhi lalat
5. Bau formalin
6
5.2. Solusi untuk produsen
Produsen harus mengganti bahan pengawet ikan dengan pengawet yang aman, baik yang
di izinkan/ dilegalkan oleh pemerintah ataupun mengganti bahan pengawet tersebut dengan
bahan alami. Contoh bahan pengawet ikan yang dilegalkan oleh pemerintah adalah Sulfit (dalam
bentuk kalium atau kalsium bisulfit atau metabisulfit) dengan kadar maksimum penggunaan
adalah sebesar <500 ppm. Sementara itu, bahan pengawet alami dapat dijumpai pada biji picung.
5.2.1. Sulfit
Sulfit dapat mengawetkan ikan dengan cara mengahambat pertumbuhan mikroba, dan
sulfit mampu mencegah perubahan warna dari ikan. Namun, Penggunaan sulfit juga dibutuhkan
kehati-hatian, karena kadar penggunaan sulfit >500 ppm dapat menyebabkan rasa ikan berubah,
2008).
Golongan flavonoid biji picung yang memiliki aktivitas antibakteri yakni asam sianida,
asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam gorlat dan tanin. Khusus senyawa asam sianida dan
tanin, kedua senyawa inilah yang mampu memberikan efek pengawetan terhadap ikan.
Kandungan sianida dalam kluwak dipengaruhi oleh kondisi tanah, musim, dan struktur
bijinya. Biji dengan struktur daging dan kulit yang keras mengandung sianida cukup tinggi, yaitu
rata-rata lebih dari 2.000 ppm. Sedangkan biji dengan struktur daging dan kulit lunak
mempunyai kandungan sianida rata-rata sekitar 1.000 ppm. Biji dengan struktur daging dalam
bentuk cairan dan kulit mudah pecah mengandung sianida sekitar 500 ppm yang sama dengan
7
Efektivitas tannin pada biji picung dapat mengawetkan ikan baik dengan cara
Penelitian Indriyati (1987) melaporkan bahwa biji picung segar mempunyai aktivitas
antibakteri pembusuk ikan yaitu Bacillus sp, Micrococcus sp, Pseudomonas sp. dan koliform
yang tumbuh pada ikan mas(Cyrinus carpia) yang membusuk. Bakteri yang paling sensitive
adalah Micrococcus sp. dan yang paling resisten adalah koliform. Ekstrak biji picung sebanyak 3
% (b/v) mampu menghambat keempat bakteri tersebut, sedangkan konsentrasi ekstrak biji picung
Pemanfaatan biji buah picung sudah dikenal lama nelayan di Banten. Mereka melumuri
ikan hasil ikan tangkapannya dengan cacahan biji buah picung. Mekanismenya sederhana,
pertama pengupasan biji picung, kedua dilakukan pencacahan daging biji picung, ketiga
pencampuran picung dengan garam, keempat pelumuran (campuran picung dan garam pada ikan
kembung segar), kelima pengemasan (dalam ember plastik tertutup, setiap hari dibuka selama 5
menit), simpan pada suhu kamar. Kombinasi 2 % biji buah picung dan 2 % garam dari total berat
ikan telah mampu mengawetkan ikan kembung segar selama 6 hari tanpa merubah mutu
(Koswara, 2009).
8
6. Cara mengekstrak tannin dari biji picung
- Selanjutnya 200 g serbuk biji picung segar dan biji picung terfermentasi masing-masing
- Ekstrak kasar yang diperoleh disaring dengan kertas Whatman no. 42 dan dipekatkan
- Ampas dari ekstrak akuades dilarutkan dalam 1.000 mL etanol 50% dan dimaserasi
kembali dengan cara yang sama sehingga diperoleh ekstrak etanol 50%.
- Selanjutnya ampas dari ekstraksi etanol 50% dimaserasi kembali menggunakan 1.000
- Ketiga macam ekstrak yang diperoleh, dimasukkan ke dalam botol tertutup dan
disimpan dalam freezer pada suhu -5ºC sampai saat akan digunakan.
- Larutan stok dibuat dengan cara penimbangan ekstrak akuades, etanol 50%, dan n-
masing.
secara serial hingga mencapai konsentrasi 10; 20; 30; 40; 50; 60; 70; dan 80 mg/mL.
9
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Ditjen POM, Departemen Kesehatan R.I.,
Jakarta. 1290 pp.
Darusman, L.K., Sajuthi, D., Sutriah, K., dan Pamungkas, D. 1994. Ekstraksi komponen bioaktif
sebagai bahan obat dari kerang-kerangan, bunga karang dan ganggang di Perairan P. Pari,
Kepulauan Seribu tahap II : Fraksinasi dan Bioassay. Makalah Seminar Nasional Hasil-
hasil Penelitian. DIKTI, Depdikbud.29 pp.
Furia, T. 1980. Handbook of food science 2nd edition Vol 1. CRC Press. New York.
Go A., Kim S, Baum J., dan Hecht M.H. 2008. Structure and dynamics of de novo proteins from
a designed superfamily of 4-helix bundles. Protein Science 17: 821–832.
Indriyati. 1987. Mempelajari aktivitas antibacterial biji picung (pangium edule) terhadap
beberapa bakteri pembusuk ikan secara invitro. Skripsi. Fakultas teknologi pertanian.
Institute pertanian bogor. Bogor.
Judarwanto W. 2006. Pengaruh formalin bagi sistem tubuh. (diunduh 19 agustus 2016). Tersedia
dari : URL: HYPERLINK http://puterakembara.org/archives8/00000066.shtml.
Koswara, S. 2009. Pengawet alami untuk bahan dan pangan. Ebookpangan.com. Jakarta.
Norliana S., et al. 2009. The health risk of formaldehyde to human beings. Am. J. Pharm. And
Toxicol. Makara sains 4(3): 98-106.
10
Peraturan Menteri Kesehatan No. 772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan
tentang jenis bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam pangan.
Purawisastra, S., Sahara, E. 2011. Penyerapan formalin oleh beberapa jenis bahan makanan serta
Ruth Francis-Floyd. 1996. Use of Formalin to Control Fish Parasites. one of a series of the
College of Veterinary Medicine, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food
and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida.
Tarigan Dj.,Efek Toxicosis Formalin Terhadap Tenaga Kerja Pada Laboratorium Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Digitized by USU digital library.
Medan.
Til, H.P., R.A. Woutersen, V.J. Feron, V.H.M. Hollanders, H.E. Falke and J.J. Clary.. Two-year
drinking water study of formaldehyde in rats. Food Chem. Toxicol.1989. 27(2): 77-87.
Widowati W., Sumyati. 2006. Pengaturan tata niaga formalin untuk melindungi produsen
makanan dari ancaman gulung tikar dan melindungi konsumen dari bahaya formalin.
Pemberitaan Ilmiah Percikan 63: 33-40.
Yuningsih, R. Damayanti, Murdiati,dan Darmono. 2004. Laporan Hasil Penelitian APBN 2004.
Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
11