Obesitas Ank
Obesitas Ank
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia terutama di kota besar prevalensi obesitas pada anak dari tahun ke tahun
semakin bertambah. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan peningkatan
prevalensi obesitas pada Balita baik di daerah pedesaan maupun perkotaan. Perubahan gaya
hidup karena pengaruh globalisasi mempengaruhi pola makan dan perkembangan teknologi
menurunkan aktifitas anak. Berbagai macam makanan siap santap yang mengandung tinggi
energy, tinggi lemak dipertokoan dan berbagai sarana elektronik yang menyebabkan kurang
aktifitas tersedia di sekitar kita.
Obesitas pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di masyarakat
kita dewasa ini. Di Amerika, Obesitas Pada Anak dikatakan telah meningkat sebesar 3 kali lipat
selama 30 tahun terakhir. Sedangkan di Indonesia sendiri masalah ini juga meningkat tajam
sebesar 2 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir.
Sayangnya, walaupun masalah ini sudah dapat dikatakan berada pada taraf yang
mengkhawatirkan, baik pemerintah, masyarakat maupun para orang tua masih belum memahami
bahaya dari kondisi ini pada si anak. Sebagian besar dari mereka tidak atau belum mengerti
bahwa obesitas pada anak dapat membawa dampak yang sangat serius bagi si penderitanya.
Keadaan ekonomi yang membaik membuat orang tua cenderung bangga mempunyai
anak yang gemuk. Persepsi orang tua yang keliru tersebut akan membuat masalah yang besar
dan memprihatinkan karena obesitas merupakan keadaan penyebab terjadinya resiko resiko yang
berhubungan dengan berbagai macam penyakit pada anak dan remaja dan dapat berlanjut pada
masa tua. Obesitas pada anak dapat dihubungkan dengan hiperinsulin, hiperlipid, hipertensi dan
intoleransi karbohidrat. Bahkan obesitas pada anak berhubungan dengan penyakit jantung
koroner di masa usia lanjut.
Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, hal ini disebabkan oleh
etiologinya yang kompleks dan multi faktor. Penanganan obesitas anak haruslah terpadu antara
semua aspek etiologi.Semakin dini penanganan obesitas pada anak akan memberikan hasil yang
lebih baik. Penanganan obesitas pada anak lebih sulit dari pada obesitas dewasa. Pengaturan
makan untuk penurunan berat badan anak arus memperhatikan bahwa anak masih dalam proses
1|KEPERAWATAN ANAK I
tumbuh dan berkembang. Anjuran makanan untuk mendapatkan berat badan yang stabil atau
turun secara bertahap harus mencukupi kebutuhan semua zat gizi meskipun seringkali anak
mempunyai jenis makanan yang disukai atau tak disukai sehingga membatasi variasi makanan
yang dapat dikonsumsi.
Faktor Penyebab
Apa penyebab epidemi global obesitas pada anak ini? Meskipun gen bisa ikut berperan,
peningkatan yang mencemaskan dalam kasus obesitas beberapa dekade belakangan ini
tampaknya memperlihatkan bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Stephen O’Rahilly,
profesor biokimia klinis dan kedokteran di Cambridge University di Inggris, menyatakan,
”Meningkatnya obesitas tidak ada sangkut pautnya dengan gen. Kita tidak dapat mengubah gen
kita dalam kurun 30 tahun.”
Kedua, minuman ringan sudah lebih populer ketimbang susu dan air. Misalnya, setiap
tahun, orang Meksiko membelanjakan lebih banyak uang untuk minuman ringan, khususnya
kola, daripada untuk gabungan sepuluh makanan pokok. Menurut buku Overcoming Childhood
Obesity, menenggak minuman ringan 600 mililiter saja setiap hari dapat menaikkan berat badan
sebanyak 11 kilogram dalam waktu setahun!
2|KEPERAWATAN ANAK I
Tentang kurangnya gerak badan, hasil penelitian University of Glasgow di Skotlandia
mendapati bahwa anak usia 3 tahun pada umumnya setiap hari melakukan ”gerak badan ringan
hingga berat” selama 20 menit saja. Mengenai hasil penelitian itu, Dr. James Hill, profesor ilmu
kesehatan anak dan kedokteran di University of Colorado, berkomentar, ”Meningkatnya gaya
hidup kurang gerak pada anak-anak di Inggris Raya bukan hal yang unik dan terlihat di
kebanyakan negeri di seputar dunia.”
Apa Solusinya?
Para ahli gizi tidak merekomendasikan diet ketat untuk anak, karena hal itu dapat
berdampak buruk pada pertumbuhan dan kesehatan anak. Sebaliknya, Klinik Mayo menyatakan,
”Salah satu strategi terbaik untuk memerangi kelebihan berat badan pada anak Anda adalah
memperbaiki pola makan dan jumlah olahraga seluruh keluarga."
OBESITAS pada anak sudah mencapai taraf epidemi di banyak negeri. Organisasi
Kesehatan Dunia mengatakan bahwa di seluruh dunia terdapat kira-kira 22 juta anak di bawah
usia lima tahun yang kelebihan berat badan.
Sebuah survei nasional di Spanyol menyingkapkan bahwa 1 dari setiap 3 anak kelebihan
berat badan atau obes. Hanya dalam waktu sepuluh tahun (1985-1995), obesitas pada anak naik
tiga kali lipat di Australia. Dalam tiga dasawarsa terakhir, obesitas pada anak berusia 6 hingga
11 tahun meningkat lebih dari tiga kali lipat di Amerika Serikat.
Obesitas pada anak juga dialami negara-negara berkembang. Menurut Satuan Tugas
Obesitas Internasional, di beberapa bagian Afrika, ada lebih banyak anak yang mengalami
obesitas ketimbang malnutrisi. Pada tahun 2007, Meksiko menempati urutan kedua di dunia,
setelah Amerika Serikat, untuk obesitas pada anak. Konon di Mexico City saja, 70 persen anak
dan remaja kelebihan berat badan atau obes. Ahli bedah anak Dr. Francisco González
memperingatkan bahwa generasi ini mungkin adalah ”generasi pertama yang akan mati sebelum
orang tua mereka akibat komplikasi obesitas”
Apa saja komplikasinya? Tiga di antaranya adalah diabetes, tekanan darah tinggi, dan
penyakit jantung, yang sebelumnya dianggap sebagai problem kesehatan yang umumnya dialami
orang dewasa. Menurut Institute of Medicine AS, 30 persen anak laki-laki dan 40 persen anak
perempuan yang lahir di Amerika Serikat pada tahun 2000 memiliki risiko bahwa suatu waktu
mereka akan didiagnosis mengidap diabetes tipe 2 yang berkaitan dengan obesitas.
3|KEPERAWATAN ANAK I
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan OBESITAS pada anak
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi definisi dari
b. Mengidentifikasi etiologi dari .
c. Mengidentifikasi patofisiologi .
d. Mengidentifikasi manifestasi klinis .
e. Mengidentifikasi komplikasi dari .
f. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostik.
g. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari obesitas anak .
h. Mengidentifikasi proses keperawatan obesitas anak
1.3 manfaat
Selain menambah ilmu mahasiswa perlu mengetahuai konsep dan proses keperawatan
OBESITAS pada anak
4|KEPERAWATAN ANAK I
BAB II
2.1 Definisi
Obesitas sering juga disebut kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan adiposa secara berlebihan, sedangkan overweight adalah kelebihan berat
badan dibandingkan dengan berat badan ideal,yg mungkin dapat disebabkan oleh
peningkatan massa tubuh(IMT) yang lebih dari persentil 95,dan overweight jika berada
diantara persentil 85-95 kurva CDC 2000. Untuk anak dibawah 2 tahun,obesitas dapat
ditentukan apabila IMT>3 standar deviasi (>3 SD) di atas median sesuai dengan umur
pada kurva WHO.( KAPITA SELEKTA FK UI)
Overnutrisi Obesitas
1. BB thd.TB 110-119% std 90-95 persentil
(Pre pubertas) >/=120% std >95 persentil
2. BB thd. Umur 110-119% std 90-95 persentil
>/=120%std >95 persentil
5|KEPERAWATAN ANAK I
>2 sd diatas mean
Umur Obesitas
3. lipatan kulit 0-36bulan > 2 sd
(trisep/subscapula) >90 persentil
4. lipatan kulit 0-18 tahun > 2 sd
(tanner 1962) > 95 persentil
Obesitas timbul sebagai akibat masukan energi yang melebihi pengeluaran energi.
Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh
melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan akan bertambah dan sebagian besar
kelebihan energi tersebut akan di simpan sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan
adipositas (obesitas) disebabkan masukan energi yang melebihi pengeluaran energi.
Untuk setiap kelebihan energi sebanyak 9,3 kalori yang masuk ke tubuh, kira-kira 1
gram lemak akan disimpan. Lemak disimpan terutama di aposit pada jaringan subkutan
dan rongga intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh lainnya seringkali
menimbun cukup lemak pada orang obesitas. Perkembangan obesitas pada orang
dewasa juga terjadi akibat penambahan jumlah adiposit dan peningkatan ukurannya.
Seseorang dengan obesitas yang ekstrem dapat memiliki adiposit sebanyak empat kali
normal, dan setiap adiposit memiliki lipid dua kali lebih banyak dari orang yang kurus
(Guyton, 2007).
6|KEPERAWATAN ANAK I
2.2 Etiologi Obesitas
a. Genetik
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk
menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya
memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik. Gen dapat
berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang
mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab
monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik
tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang
diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor leptin, yang
juga jarang ditemui.
Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil
persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi
dengan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak (Guyton,
2007).
b. Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini
didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot
dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada
orang obesitas, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran
energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton,
2007).
7|KEPERAWATAN ANAK I
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara
umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal
memiliki tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi orang normal. Meski
aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat
normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki
peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak
berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung
mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan
mengalami penurunn metabolisme basal tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan
menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi
sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung
akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga
sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori,
melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal
(Guyton, 2007).
c. Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku
makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena
lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di
negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis,
dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku
makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga
memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan
sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan,
dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak.
Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada
dewasanya nanti (Guyton, 2007).
d. Neurogenik
8|KEPERAWATAN ANAK I
dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas
yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat timbul
akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi
penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakkan nafsu makan
(awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas
menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian
didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau
minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus).
Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM, maka seseorang akan menjadi rakus
dan kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat
menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi
perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan
oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin
dan α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) .
e. Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin
adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja
melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan
jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui
berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.
Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al,
2005).
9|KEPERAWATAN ANAK I
2.3 PATOFISIOLOGI
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Kemudian,
leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro
Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya
bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang
dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan
peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin,
sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey,
2009).
10 | K E P E R A W A T A N A N A K I
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan tetapi pada anak biasanya
timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja terutama anak wanita, selain berat
badan meningkat dengan pesat, juga pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat
(ternyata jika periksa usia tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh
dan matang itu akan mempunyai tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan
anak yang sebayanya. Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas :
- Apple shape body( distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan
pinggang)
- Pear shape bodylgynecoid (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian pinggul
dan paha
Secara klinis mudah dikenali, karena, memepunyai ciri-ciri yang khas, antara lain:
11 | K E P E R A W A T A N A N A K I
gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita hanya melakukan aktivitas
yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat tidur dan menyebabkan
terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu), sehingga pada siang hari
penderita sering merasa ngantuk.
2.5.KOMPLIKASI
2.6.PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan gizi. Pada pemeriksaan antropometri tujuan yang hendak dicapai adalah:
12 | K E P E R A W A T A N A N A K I
1) Penapisan status gizi, yang diarahkan untuk orang dengan keperluan
khusus.
2) Survei status gizi, yang ditujukan untuk memperoleh gambaran status gizi
masyarakat pada saat tertentu serta faktor yang berkaitan.
3) Pemantauan status gizi, yang digunakan untuk memberikan gambaran perubahan
status gizi dari waktu ke waktu.
2.7 Penatalaksanaan
13 | K E P E R A W A T A N A N A K I
B. Terapi Diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan
angka kecukupan gizi (AKG), hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan
ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta. Diberikan diet
seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar 30% dapat pula
memakai perhitungan kalori berdasarkan berat badan sebagai berikut
C. Aktifitas Fisik
D. Terapi perilaku
Diperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara:
- Pengawasan sediri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktivitas fisik serta
mencatat perkembangannya.
- Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan
rangsangan disekitar anak yang dapat memicu keinginan untuk makan.
- Mengubah perilaku makan, dangan mengontrol porsi dan jenis makanan yg
dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
- Memberikan penghargaan dan hukuman .
- Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada
umumnya lezat dan memilih makan berkalori rendah.
E. Peran serta orang tua, anggota keluarga teman dan guru. Orang tua menyediakan diet
yang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjuk ahli gizi.anggota keluarga, guru dan
teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktivitas
yang mendukung program diet.
F. Konseling problem psikososial, terutama untuk peningkatan rasa nyaman percaya diri.
G. Terapi intensif
Terapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi
yang tidak memberikan respons pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori
sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi dan bedah.
- indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan >140% BB ideal atau
IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5
15 | K E P E R A W A T A N A N A K I
-2,5 gram/ kg bb ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L
per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari dengan pengawasan dokter.
- farmakoterapi dikelompokan menjadi 3, yaitu: mempengaruhi asupan energi dengan
menekan nafsu makan, contohnya sibutramine hydrochloride,mempengaruhi
penyimpanan energi dengan menghambat absobsi zat-zat gizi contohnya orlistat,leptin,
octreotide dan metformin: meningkatkan penggunaan energi. Farmakterapi belum
direkomendasikan untuk terapi obesiatas pada anak, karena efek jangka panjang yg
belum jelas.
- terapi bedah diindikasikan bila berat badan > 200% BB ideal. Prinsip terapi ini adalah
untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan
cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric
bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian
tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.
2.8 Pencegahan
Pencegahan obesitas jauh lebih baik daripada mengobati kalau sudah terjadi obesitas
yang penting adalah bagaimana mengubah pandangan masyarakat agar mereka tidak
menganggap bahwa sehat itu identik dengan gemuk. Pencegahan harus sedini mungkin
yang dimulai sejak bayi, yaitu dengan memberikan ASI bayi yang minum ASI jarang
yang menjadi obesitas, karena komposisi ASI mempunyai mekanisme tersendiri dalam
mengontrol berat badan bayi.komposisi ASI pada saat baru mulai disusu (foremilk)
lemaknya sedikit,sedangkan pada akhirnya menyusui(kind milk) kadanr lemaknya lebih
tinggi,sehingga menimbulkan rasa “nek” pada bayi.akibatnya bayi akan berhenti untuk
menyusui.pemberian ASI esklusif 4 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai
berumur 2 tahun. Tidak memberikan makan/minum setiap anak menangis, kecuali kalo
tidak yakin bahwa anak tersebut tidak lapar.KMS(kartu menuju anak sehat)perlu untuk
memantau kesehatan anak sehingga kita mengetahui setiap penyimpangan arah dari
grafik berat badan anak. Anak sedini mungkin dikenalkan dengan aktivitas fisik, baik
melakui bermain maupun berolah raga dan menonton tv hanya sekedar saja
1. Pengkajian
Identitas Pasien
16 | K E P E R A W A T A N A N A K I
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan masa lalu : kaji apakah ada keluarga dari pasien yang pernah
menderita obesitas
Riwayat kesehatan keluarga : kaji apakah ada ada di antara keluarga yang
mengalami penyakit serupa atau memicu
Riwayat psikososial,spiritual : kaji kemampuan interaksi sosial , ketaatan
beribadah , kepercayaan.
3. Pemerikasaan fisik :
Sistem kardiovaskuler
Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat,
edema, dan kelainan bunyi jantung.
Sistem respirasi
Untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesulitan napas
Sistem hematologi
Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya
infeksi dan pendarahan, mimisan.
Sistem urogenital
Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
Sistem musculoskeletal
Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi
dan terdapat fraktur atau tidak.
Sistem kekebalan tubuh
Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
4. Pemeriksaan penunjang
17 | K E P E R A W A T A N A N A K I
Pola fungsi kesehatan
a) Aktivitas istirahat
Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan / kurang keinginan
untuk beraktifitas.
b) Sirkulasi
Pola hidup mempengaruhi pilihan makan, dengan makan akan dapat
menghilangkan perasaan tidak senang.
c) Makanan / cairan
Mencerna makanan berlebihan
d) Kenyamanan
Pasien obesitas akan merasakan ketidaknyamanan berupa nyeri dalam menopang
berat badan atau tulang belakang
e) Pernafasan
Pasien obesitas biasanya mengalami dipsnea
f) Seksualitas
Pasien dengan obesitas biasanya mengalami gangguan menstruasi dan amenouria.
1) nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh yang berhubungan denganintake makanan yang
lebih.
2) Gangguan pencitraan diri yang berhubungan dengan biofisika atau psikosial
pandangan px tehadap diri.
3) Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri,
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas fisik.
5) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
jantung/myocardium
6) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor
mekanik(mis,tekanan,koyakan,robekan)
7) Resiko infeksi berhubugan dengan pertahanan tubuh yg tidak adekuat.
18 | K E P E R A W A T A N A N A K I
2.10 Intervensi Keperawatan
Diagnosa 2
Gangguan Citra Tubuh b.d biofisika atau psikosial pandangan px tehadap diri
19 | K E P E R A W A T A N A N A K I
2. Mengakui indiviu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
1. Beri privasi kepada px selama perawatan
2. Diskusikan dengan px tentang pandangan menjadi gemuk dan apa artinya
bagi px trsebut
3. Waspadai mitos px / orang terdekat
4. Tingkatkan komunikasi terbuka dengan px untuk menghondari kritik
5. Waspadai makan berlebih
6. Kolaborasi dengan kelompok terapi
Rasional :
1. Individu biasanya sensitif terhadap tubuhnya sendiri
2. Pasien mengungkapkan beban psikologisnya
3. Keyakinan tentang seperti apa tubuh yang ideal atau motifasi dapat menjadi
upaya penurunan berat badan
4. Meningkatkan rasa kontrol dan meningkatkan rasa ingin menyelesaikan
masalahnya :
a. Pola makan terjaga
b. Kelompok terapi dapat memberikan teman dan motifasi
Diagnosa 3
Pola napas tak efektif yang berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri ,
ansietas , kelemahan dan obstruksi trakeobronkial
20 | K E P E R A W A T A N A N A K I
Rasional :
1. Peranapasan mengorok/ pengaruh anastesi menurunkan ventilasi, potensial
atelektasis, hipoksia.
2. Mendorong pengembangan diafragma sehingga ekspansi paru optimal, pasien lebih
nyaman.
3. Ekspansi paru maksimal, pembersihan jalan napas, resiko atelektasis minimal.
4. Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan penurunan kerja napas.
Intervensi :
1. Buat jadwal kegiatan yang harus dilakukan klien dan minta klien melakukannya
dengan disiplin.
2. Bantu klien dalam melakukan kegiatan yang susah dilakukan klien.
3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan.
4. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan.
21 | K E P E R A W A T A N A N A K I
BAB III
WEB OF CAUTION
Genetik dan Aktivitas fisik dan
Neurologi
hormonal perilaku makan
OBESITAS
MK : Produksi hormon
INTOLERANSI Luka terbuka kortisol turun
AKTIFITAS
MK :
MK : RESIKO
GANGGUAN
INFEKSI
CITRA DIRI
22 | K E P E R A W A T A N A N A K I
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pertumbuhan adalah setiap perubahan dari tubuh yang berhubungan dengan
bertambahnya ukuran tubuh baik fisik (anatomis) maupun struktural dalam arti sebagian
atau menyeluruh. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill), struktur, dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks.
Pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua
peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu.
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh banyak faktor dimulai dari faktor
internal (genetik), prenatal, sampai postnatal. Untuk mendapatkan tumbuh kembang
anak yang optimal maka petugas kesehatan maupun orangtua anak diharapkan
mengetahui faktor-faktor tersebut.
Penanggulangan obesitas pada anak lebih sulit dibandingkan obesitas dewasa,
karena penyebab obesitas yang multifaktorial dan anak yang masih dalam taraf tumbuh
kembang. Penurunan berat badan bukanlah tujuan yang utama dalam penanganan
obesitas anak. Perubahan pola makan dan peri laku hidup sehat lebih diutamakan untuk
mendapatkan hasil yang menetap. Penanggulangan obesitas anak sebaiknya dilakukan
secara terapadu antara dokter anak, dietisien, psikolog dan petugas kesehatan lain. Peran
serta orang tua memegang peranan penting dalam penangan anak obesitas.Pencegahan
sebaiknya dilakukan sebelum anak menjadi obesitas karena pencegahan lebih mudah
daripada pengobatan.Pencegahan harus dimulai sejak dini dengan menerapkan pola
hidup sehat dalam keluarga.
Seringkali banyak orangtua menginginkan anaknya tumbuh dengan sehat, gemuk
dan terlihat lucu.Sekilas anak yang gemuk memang terlihat lucu dan menggemaskan,
bahkan ada ungkapan jikalau anak gemuk berarti sehat.Tak heran jika banyak produk
kesehatan ataupun makanan untuk anak atau balita lebih menekankan pada upaya
menambah berat.
Pola pemahaman seperti itu mungkin tidak berlaku, karena anak gemuk
mempunyai faktor risiko bagi kesehatan.Indikator kesehatan bagi anak atau balita juga
tidak hanya ditentukan melalui berat badan.Berat badan yang berlebih biasa disebut
23 | K E P E R A W A T A N A N A K I
dengan obesitas, obesitas dikhawatirkan memberikan dampak yang kurang baik bagi
kesehatan anak.
4.2 Saran
Jadikan kebiasaan yang sehat sebagai hal wajib bagi keluarga. Jika Anda
melakukannya, kebiasaan itu akan menjadi pola hidup bagi anak-anak Anda, yang akan
terbawa hingga dewasa.
Apa yang dapat dilakukan Orang Tua ?
Beli dan sajikan lebih banyak buah dan sayuran daripada makanan yang siap
olah. Batasi minuman ringan, minuman yang manis-manis, dan camilan manis yang
kaya lemak. Sebaliknya, berikan air atau susu rendah lemak dan camilan yang sehat.
Memasaklah dengan metode rendah lemak, seperti memanggang dan mengukus,
ketimbang menggoreng. Sajikan makanan dalam porsi yang lebih kecil. Jangan gunakan
makanan sebagai upah atau suap. Jangan sampai anak tidak sarapan, karena dapat
membuat mereka makan berlebihan setelah itu. Makanlah di meja makan. Makan di
depan TV atau layar komputer membuat orang tidak menyadari seberapa banyak yang
dikonsumsi dan apakah ia sudah kenyang.
Anjurkan gerak badan, seperti bersepeda, main bola, dan lompat tali. Batasi
waktu untuk menonton televisi, menggunakan komputer, dan bermain video game.
Rencanakan kegiatan keluarga yang aktif di luar rumah, seperti pergi ke kebun binatang,
berenang, atau bermain di taman. Suruhlah anak-anak melakukan pekerjaan fisik.
Berilah contoh dalam pola makan yang sehat dan olahraga.
24 | K E P E R A W A T A N A N A K I
DAFTAR PUSTAKA
Ayu, R & Sartika, D, 2011, Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia.
Jakarta :
Hariyanto, D., Madiyono, B., Sjarif, D. R., & Sastroasmoro, S. (2009). Hubungan
Ketebalan Tunika Intima Media Arteri Carotis dengan Obesitas pada Remaja,
11(3).
RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis Dan Terapi BAG/AMF Ilmu Kesehatan
Anak Edisi III. Surabaya: FK UNAIR
25 | K E P E R A W A T A N A N A K I