Anda di halaman 1dari 14

142

B. PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang kenyataan pada kasus antara tinjauan teori dengan lahan praktek

selama memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny.L dan By.Ny.L. Dalam

setiap asuhan terdapat alasan atau penyebab kesesuaian dan ketidaksesuaian yang terjadi

antara tinjauan teori dengan kenyataan di lahan praktek.

Pengkajian yang di lakukan meliputi pengumpulan data dasar berupa data subyektif dan

data obyektif, interpretasi data, membuat rencana asuhan, melaksanakan asuhan dan

melakukan evaluasi. Sedangkan untuk catatan perkembangan menggunakan SOAP. Selain

membahas kesesuaian dan ketidaksesuaian antara teori dengan lahan praktek penulis juga

membahas adanya kekurangan dari asuhan yang telah di berikan.

1. Asuhan kebidanan pada ibu hamil

Penulis memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan melakukan

pemeriksaan antenatal care (ANC) sebanyak satu kali. ANC pada ibu hamil dilakukan

pada tanggal 5 Januari 2016 saat usia kehamilan ibu 39 minggu. Ibu mengatakan usianya

28 tahun dengan tingkat pendidikan dasar yaitu SMP.

Menurut Wawan dan Dewi (2010), pendidikan dikaji bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana pemahanan tentang apa yang disampaikan oleh pengambil data bisa

dipahami oleh pasien.Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia

untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian,

Menurut jenderal pendidikan tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan

tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan

akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin diperoleh dari gagasan tersebut.
143

Ibu hamil dalam penelitian ini termasuk berpendidikan rendah namun dalam

kenyataannya ibu hamil mampu memahami dan mengerti penjelasanan yang telah

disampaikan oleh bidan. Ibu hamil juga mampu mengikuti setiap arahan yang diberikan

oleh bidan.

Berdasarkan data fokus ibu mengeluh nyeri punggung. Keluhan nyeri punggung

merupakan salah satu ketidaknyamanan pada ibu hamil yang sering muncul pada

trimester III. Dalam tinjauan teori (Yeyeh, 2009) menyebutkan bahwa keluhan nyeri

punggung pada kehamilan trimester III merupakan hal yang wajar. Disebabkan oleh

progesteron dan relaksin (yang melunakan jaringan ikat) dan postur tubuh yang berubah

serta meningkatnya beban berat yang dibawa dalam rahim.

Penulis mengatakan selain akibat dari pembesaran uterus nyeri punggung yang di

alami oleh ibu juga disebabkan oleh pola aktivitas, karena pola aktivitas sebelum hamil

dan selama hamil sama yaitu melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri sehingga ibu

kelelahan akibat kurang istirahat.

Berdasarkan keluhan tersebut penulis memberikan intervensi cara mengatasinya yaitu

gunakan body mekanik yang baik untuk mengangkat benda, hindari sepatu atau sandal

hak tinggi, hindari mengangkat beban yang berat, gunakan kasur yang keras untuk tidur,

gunakan bantal waktu tidur untuk meluruskan punggung, Hindari tidur terlentang terlalu

lama karena dapat menyebabkan sirkulasi darah menjadi terhambat, lakukan pemanasan

pada bagian yang sakit, dan istirahat yang cukup (Yeyeh, 2009).

Menurut penelitian dari Nila Analisa (2014) Perbedaan Senam Hamil Dan Teknik

Akupresur Terhadap Penurunan Nyeri Punggung Bawah Pada Ibu Hamil Trimester III

terdapat perbedaan tingkat nyeri sebelum dan setelah intervensi pada kelompok senam

hamil, akupresur, serta senam hamil dan akupresur. Kelompok senam hamil dan
144

akupresur memiliki pengaruh yang lebih baik dibandingkan pada kelompok senam hamil

dan kelompok akupresur.

Dari analisi jurnal penelitian diatas penulis juga memberikan intervensi dengan

mengajari ibu gerakan senam hamil dan akupresur yang mana bertujuan untuk

membantu mengurangi keluhan nyeri punggung. Fungsi dari senam hamil adalah untuk

melancarkan sirkulasi darah dan memberikan relaksasi sehingga ketidaknyamanan ibu

yang dialami pada masa hamil dapat berkurang. Gerakannya meliputi gerakan

pengencangan abdomen, gerakan pemiringan panggul, goyang panggul, gerakan kaki

menekuk dan meregang, dan gerakan bahu memutar dan lengan merentang, gerakan

kegel untuk dasar panggul, gerakan menekuk, gerakan bridging atau mempertemukan,

dan pergerakan otot betis.

Riwayat ANC ibu sangat rutin yaitu di setiap bulan. Menurut Dinas Kesehatan, 2011,

Pelayanan atau Asuhan Standar minimal adalah “14T”. Namun pada kenyataan di lahan

praktik ditemukan pemeriksaan ibu hamil hanya melaksanakan beberapa prosedur, yaitu

Timbang berat badan, Ukur Tekanan darah, Ukur Tinggi Fundus Uteri, Pemberian Tablet

zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan, Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid

lengkap, Pemeriksaan Hb minimal 2 kali selama kehamilan namun pada kenyataan

dilahan praktik hanya dilakukan 1x, dan perawatan ibu hamil telah dilakukan senam hamil.

Sedangkan pemeriksaan standar yang lain tidak dilaksanakan.

Pemberian immunisasi anti tetanus pun kurang sesuai dengan standar yang diberikan

oleh Dinas Kesehatan 2011. Dimana perlindungan untuk TT2 berlangsung selama 3

tahun, sedangkan ibu mendapatkan TT2 pada kehamilan pertama dengan jarak

kehamilan saat ini adalah 4 tahun.

Pemberian tablet fe sudah melebihi anjuran yang diberikan yaitu minimal 90 tablet.

Dengan rutinnya minum fe didapatkan kondisi ibu yang sehat. Yaitu ibu tidak mengeluh
145

sering pusing, lemas, dan mudah pingsan. Di tunjang pula hasil dari pemeriksaan

laborat yang menunjukkan HB ibu adalah 11,5 gr %.

Walaupun menurut penelitian Indah Risnawatidi 2 BPM yaitu BPM Rohmah dan Sri

Mulyani pada tahun 2013 didapatkan hasil tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara

anemia dan perdarahan, perdarahan dan penurunan tekanan darah, karena responden

pada penelitian ini hanya ditemukan anemia ringan. Namun peningkatan deteksi anemia

pada ibu hamil sedini mungkin menjadi salah satu upaya menurunkan kematian ibu akibat

perdarahan post partum.

Kebijakan teknis dari Dinas Kesehatan 2011, menyebutkan pula bahwa ibu yang

kekurangan Fe akan mengalami gangguan pertumbuhan janin namun menurut hasil

penelitian dari Anggi Setiawan, Nur Indrawaty Lipoeto, Amirah Zatil Izzah di Kota

Pariaman pada bulan Januari-Juni 2011, penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan

kadar hemoglobin ibu hamil trimester III dengan berat bayi lahir di kota Pariaman

(p > 0,05).

Berdasarkan data obyektif menyebutkan bahwa BB ibu 70 kg, hal ini berarti ibu

mengalami kenaikan berat badan 12 kg selama kehamilan. Hal tersebut sudah sesuai

dengan kenaikan BB bila di hitung dari IMT ibu sebelum hamil. IMT ibu sebelum hamil

adalah 23,833 = gizi baik. Dengan gizi baik kenaikan berat badan selama hamil adalah

11.4-15.9 kg. Penambahan berat badan selama kehamilan sangat penting, karena

merupakan salah satu indikator pertumbuhan janin yang sehat. Jika ibu hamil tidak

mencukupi berat badan yang dipersyaratkan sesuai dengan kehamilannya, biasanya

dokter menyarankan ke ibu untuk mengonsumsi makanan lebih banyak dari biasanya,

begitu pula sebaliknya(Gizimu.Com,2011).


146

2. Asuhan kebidanan pada ibu bersalin

Asuhan persalinan pada Ny.S dilakukan pada tanggal 11 Januari 2016 pada pukul

07.00 WIB.

Ibu mengatakan sudah merasakan tanda tanda persalinan dan kenceng-kenceng

dirasakan sejak jam 03.00 WIB serta mengeluarkan lendir darah. Ibu mengatakan Tanda-

tanda persalinan yang diraskan yaitu kontraksi teratur, sering, frekuensi ± 4 kali dalam 10

menit, lokasi ketidaknyamanan terdapat pada perut bagian bawah dan punggung, PPV

yang dikeluarkan adalah lendir darah.

Ibu merasakan sakit pada punggung bagian bawah yang menjalar ke pinggang, Hal

ini terjadi karena terjadi penurunan kepala janin ke dalam rongga panggul sehingga

tulang punggung bagian bawah tertekan oleh bagian terbawah janin. Asuhan sayang ibu

yang di lakukan oleh penulis untuk mengatasi hal tersebut yaitu menganjurkan ibu untuk

menarik nafas panjang dan menghembuskan melalui mulut supaya ibu lebih rileks serta

menganjurkan keluarga untuk memijat (mengelus-elus) punggung bagian bawah untuk

mengurangi rasa nyeri dan supaya ibu merasa lebih nyaman.

Menurut penelitian Emilda AS, Meliani Sukmadewi HRP dan Mahdinursyah (2013),

dari hasil penelitian menyebutkan bahwa massase dapat mengurangi rasa nyeri pada

kala I, karena massase membantu ibu agar lebih rileks dan nyaman. Ibu yang di

massase baik pada kepala, leher, punggung atau tungkai selama 20 menit setiap jam

selama proses persalinan maka rasa nyeri akan berkurang. Massase merangsang

tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin, dimana senyawa endorphin merupakan

pereda sakit alami, selain itu juga menciptakan rasa nyaman dan enak. Setelah

massase ini di terapkan pada Ny.S ternyata Ny.S merasa lebih nyaman dan rasa nyeri

berkurang karena tidak merintih kesakitan.


147

Setelah di lakukan pemeriksaan dalam di ketahui pembukaan 9 cm dan DJJ

140x/menit. Berdasarkan data yang sudah di peroleh dapat di tegakan diagnosa Ny.L

G2P1A0 umur 28 tahun hamil 40 minggu janin tunggal hidup intrauterine letak membujur

presentasi kepala, puki, U ,inpartu kala I fase aktif Deselerasi

Pada Fase akselerasi Deselerasi, pembukaan menjadi lambat yaitu dari pembukaan

9 cm sampai 10 cm dalam waktu 2 jam .Oleh karena itu maka dilakukan observasi pada

lembar partograf dan pengawasan 10 yang meliputi KU, TD N, S, RR, HIS, DJJ, BR,

PPV, dan tanda gejala kala II. (Yanti, 2009).

Namun pada kenyataannya fase ini hanya dilalui ibu dalam waktu setengah jam.

Yaitu pada pukul 07.00 pembukaan 9 cm dan pukul 7.30 ibu sudah dalam keadaan

pembukaan lengkap.

Ibu mengatakan ingin meneran dan ingin BAB. Setelah di lakukan pemeriksaan

dalam di peroleh data pembukaan 10 cm, kulit ketuban masih utuh, his 4 kali 10 menit

lama 50 detik. Ada tanda-tanda dorongan untuk meneran, perinium menonjol dan vulva

membuka. Dari data di atas penulis menyimpulkan bahwa Ny.L sudah memasuki kala II

sehingga di dapatkan diagnosa Ny.L G2P1A0 umur 28 tahun hamil 40 minggu inpartu

kala II.

Kala II disebut periode kala pengeluaran janin, kala ini di mulai dari pembukaan

lengkap sampai keluarnya bayi. Tanda sudah memasuki kala II yaitu his semakin sering

dan lama, ada dorongan untuk meneran, ada tekanan pada anus, perinium tampak

menonjol, dan vulva membuka.

Penulis melakukan asuhan persalinan pada kala II menggunakan 58 langkah APN

(Asuhan Persalinan Normal). Namun pada kasus Ny.L tidak semua 58 langkah APN di

lakukan. Ada beberapa langkah yang tidak dilakukan.


148

Penulis tidak menggunakan APD lengkap dalam membantu proses persalinan kala

II, namun hanya menggunakan celemek dan handscoon. Hal tersebut di karenakan

ketersediaan peralatan yang terbatas. Dalam menolong kelahiran bayi penulis

melakukan sesuai dengan teori yaitu melindungi kepala bayi, melahirkan bahu secara

biparietal dan melahirkan badan secara sangga susur. Setelah bayi lahir memastikan

janin tunggal dan menyuntikkan oksitosin sebanyak 10 IU pada 1/3 anterolateral paha

kanan atas bagian luar secara IM. Selanjutnya bayi diletakan di atas dada ibu untuk

melakukan IMD.

Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III dilakukan manajemen aktif kala III.

Yanti (2009) mengatakan kala III adalah kala pelepasan uri atau plasenta yaitu dimulai

setelah bayi lahir dan keluarnya plasenta yang berlangsung kurang dari 30 menit.

Berdasarkan tinjauan teori menurut (APN, 2008) Asuhan kala III dimulai dari masa

setelah bayi lahir hingga plasenta lahir, pada kala ini MAK III yang tidak tepat bisa

menyebabkan perdarahan. Ciri-ciri plasenta sudah lepas dari perlekatannya adalah TFU

setinggi pusat, keluar semburan darah dari liang vagina, tali pusat yang menjulur

semakin panjang.

Pengeluaran plasenta yaitu dengan melakukan penegangan tali pusat terkendali

dengan tangan yang lain diatas perut untuk mendorong perut secara dorsokranial,

pindahkan klem 5-10 cm di depan vulva lakukan penegangan kembali apabila plasenta

sudah nampak di introitus vagina maka pegang plasenta dan keluarkan dengan cara

memutar searah jarum jam hingga plasenta keluar semua. Kemudian memassase

uterus dan mengecek kelengkapan plasenta. Plasenta lahir 5 menit setelah bayi lahir,

plasenta lahir lengkap. Setelah plasenta lahir lakukan penilaian kelengkapan plasenta

dan memastikan uterus berkontraksi dengan cara melakukan massase uterus.


149

Plasenta sudah lahir, hal tersebut menandakan bahwa ibu memasuki kala IV dimana

pada kala ini di lakukan pengawasan post partum selama 2 jam yang bertujuan untuk

menilai adanya tanda-tanda perdarahan atau tidak. Dari data obyektif di temukan

adanya laserasi jalan lahir derajat I, kemudian penulis melakukan penjahitan dengan

memberikan anestesi lidocain. Pada kala ini juga di lakukan pengawasan selama 2 jam

meliputi kesadaran ibu, TTV, kontraksi uterus, kandung kemih, TFU dan jumlah

perdarahan.

Selama melakukan asuhan kebidanan pada ibu bersalin ada beberapa langkah yang

tidak sesuai dalam 58 langkah APN yaitu penggunaan APD yang tidak lengkap.

Penulis hanya menggunakan celemek dan handscoon karena keterbatasan alat yang

tersedia. Untuk asuhan yang di berikan dikatakan sudah efektif karena ibu sudah

mampu mengatasi masalah pada Ny.L.

3. Asuhan kebidanan pada ibu nifas

Kunjungan masa nifas dilakukan setidaknya 4 kali kunjungan yaitu pada 6-8 jam

setelah persalinan, 6 hari setelah persalinan, 2 minggu setelah persalinan dan 6 minggu

setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan untuk menilai keadaan ibu dan bayi baru

lahir, mencegah dan mendeteksi dini apabila terdapat suatu masalah.

Kunjungan pertama dilakukan pada 6 jam post partum. Pada kunjungan ini ibu

mengeluh perutnya terasa mules mules. Menurut angraeni 2010 kunjungan ini bertujuan

untuk mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Intervensi yang di lakukan

oleh penulis kepada ibu yaitu menjelaskan kepada ibu bahwa mules yang dirasakan

oleh ibu adalah adanya kontraksi pada uterus yang bertujuan untuk mencegah

perdarahan. Pada kunjungan ini pun diajarkan pada ibu dan keluarga cara melakukan

massage uterus untuk mencegah perdarahan post partum. Pada kesempatan ini ibu dan
150

keluarga mampu melaksanakan massage uterus dengan benar sehingga kontraksi

uterus ibu baik dan perdarahan dalam batas normal.

Pada kunjungan ini ibu berhasil memberikan ASI awal setelah melakukan IMD. Ibu

tidak mengeluh dalam pemberian ASI. Menurut Jannah (2013) ibu dalam fase

penyesuaian pada masa nifas yaitu: Fase Taking In. Fase ini merupakan periode

ketergantungan ketika ibu mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi oleh orang

lain. Ibu menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada diri sendiri.

Mengulang ulang menceritakan pengalaman saat proses persalinan.

Namun pada kenyataannya ibu tidak mengalami fase ini. Ibu tidak lagi tergantung

pada orang lain. Ibu mampu melaksanakan perannya. Ibu mampu melakukan mobilisasi

dini dengan sendiri. Ibu mampu merawat dan memberikan ASI tanpa bantuan orang

lain.

Mobilisasi dini bertujuan untuk memperlancar sirkulasi darah dan pengeluaran

lochea. Ambulasi dini pada umumnya dilakukan pada 4-8 jam postpartum. Menurut hasil

dari penelitian yang di lakukan oleh Sukardi, Tutiek Herlina, Budi Joko Santoso (2010)

rerata mobilisasi dari 35 responden adalah 8,9. Sedangkan rerata lama pengeluaran

lochea rubra adalah 47,94 jam. Dalam Susetyo (2008) yang mengatakan bahwa

mobilisasi dini mempunyai beberapa manfaat yaitu melancarkan pengeluaran lochea

rubra, mengurangi infeksi, mempercepat involusi uteri, dan meningkatkan fungsi

peredaran darah.

Ibu sudah aktif dalam memberikan ASI kepada bayinya. ASI dapat keluar dengan

lancar. Bayi pun aktif dalam menghisap puting susu. Namun ibu masih belum tahu

tentang pantang makanan oleh ibu yang sedang pada masa nifas dan menyusui.
151

Anggraini (2010) menyebutkan proses pembentukan ASI meliputi refleks prolaktin

yaitu dengan adanya hisapan bayi maka akan merangsang hipotalamus untuk mensekresi

prolaktin. Hormon prolaktin akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk

memproduksi ASI. Dan refleks let down, bersamaan dengan pembentukan prolaktin,

rangsangan dari hisapan bayi akan ada yang dilanjutkan ke hipofisis anterior untuk

memproduksi oksitosin. Oksitosin akan sampai ke uterus untuk merangsang involusi

uterus sehingga berkontraksi. Pada alveoli akan merangsang pengeluaran ASI dari alveoli

dan masuk ke sistem duktus yang akan megalirkan ASI ke mulut bayi. Oleh karena itu

penulis menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI kepada bayinya, karena dengan

rangsangan hisapan pada puting susu akan merangsang hormon prolaktin untuk lebih

banyak memproduksi ASI.

Penelitian yang di lakukan oleh Desak Putu Oka Wanithri, Ni Nyoman Suindri, NGK.

Sriasih (2012), menyebutkan bahwa bayi yang diberi kesempatan melakukan inisiasi

menyusui dini (IMD) dua kali lebih berhasil dalam menyusu secara eksklusif.

Keberhasilan IMD pada satu jam pertama melahirkan sangat menunjang proses

lancarnya pengeluaran ASI di masa yang akan datang.

Penulis memberikan vitamin A (200.000 IU) sebanyak 2 kapsul. Kapsul yang

pertama di berikan 6 jam setelah postpartum, hal ini tidak sejalan dengan teori menurut

Depkes RI, 2009 yang menyebutkan bahwa vitamin A di berikan sebanyak 200.000 IU

sebanyak 2 kapsul. Kapsul yang pertama diberikan segera setelah lahir dan kapsul

yang ke 2 di berikan 24 jam setelah pemberian yang pertama.

Penulis memberikan vitamin A yang pertama dengan dosis 200.000 IU pada saat 6

jam postpartum, kerena ibu tidak bersedia meminumnya segera setelah melahirkan.

Namun penulis belum bisa mengevaluasi secara langsung dampak dari pemberian

vitamin A yang terlambat.


152

Dari keluhan ibu yang belum tahu tentang pantang makanan ibu nifas dan menyusui

penulis memberikan intervensi tentang nutrisi ibu nifas dan menyusui. Menurut Anggraini

(2010) Kebutuhan nutrisi pada ibu nifas meningkat 25% yakni untuk produksi ASI dan

memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Untuk penambahan

kalori pada ibu menyusui sebanyak 500 kkal setiap harinya. Makanan yang dikonsumsi

ibu nifas berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses

produksi ASI dan sebagainya. Makanan yang di konsumsi ibu hendaknya susunannya

harus seimbang yakni makanan dengan empat sehat lima sempurna yang mengandung

unsur-unsur seperti sumber tenaga, pengatur, dan pembangun. Apabila kebutuhan nutrisi

ibu selama masa nifas tidak tercukupi maka akan mengganggu aktivitas sehari-hari dan

proses pemulihan setelah melahirkan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mas’adah dan Sukesi (2010), mengatakan

bahwa mayoritas ibu selama masa nifas mempunyai kebiasaan berpantang terhadap

makanan tertentu. Ibu yang usianya lebih tua memiliki kepercayaan/ tradisi yang di

peroleh dari orang tua atau kakek nenek. Mereka menerima kepercayaan itu berdasarkan

keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Padahal kepercayaan tersebut

belum tentu bermanfaat, bahkan terkadang dapat membahayakan dirinya sendiri, seperti

halnya tradisi berpantang makanan setelah melahirkan. Kebiasaan makan dipengaruhi

berbagai faktor, dalam hal ini faktor yang berpengaruh antara lain lingkungan, kelompok,

tradisi masyarakat, usia, paritas, dan pekerjaan.

Makanan yang dikonsumsi oleh ibu nifas harus bermutu, bergizi dan cukup kalori.

Sebaiknya bahan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan

buah-buahan yang di konsumsi oleh ibu nifas. Makanan yang baik dapat mempercepat

penyembuhan luka yang mempengaruhi susunan ASI.


153

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 26,32% penyembuhan luka perineum dalam

kondisi baik, sedangkan 50,00% penyembuhan luka perineumnya buruk, serta 23,68%

penyembuhan luka perineumnya sedang. Untuk ibu nifas yang berpantang makanan,

kebutuhan nutrisi akan berkurang sehingga akan mempengaruhi proses penyembuhan

luka perienum, yakni mengakibatkan luka menjadi tidak sembuh dengan baik atau buruk.

Sedangkan ibu nifas yang nutrisinya sudah cukup maka proses penyembuhan luka

perineumnya akan lebih cepat dan sembuh dengan baik.

4. Asuhan kebidanan pada BBL

Pendokumentasian kunjungan pertama Asuhan pada Bayi baru lahir dilakukan 1 jam

setelah bayi melakukan IMD.

Asuhan yang di berikan meliputi pemberian injeksi vit.K, menghangatkan bayi, dan

pastikan bayi mendapatkan ASI serta melakukan perawatan tali pusat.

Ambarwati (2011) menjelaskan kunjungan neonatal sesuai dengan standar di

lakukan sebanyak tiga kali yaitu pada KN1 di lakukan pada 6-8 jam setelah bayi lahir,

KN2 di lakukan pada 3-7 hari, dan KN 3 dilakukan pada 8-28 hari.

Kenyataan di lahan penulis melakukan KN1 dilaksanakan pada 1 jam setelah bayi

lahir. Pada 1 jam setelah bayi lahir, penulis melakukan pemeriksaan antopometri dan

melakukan asuhan pada bayi baru lahir seperti pemberian vitamin K, pemberian salep

mata, dan Bayi mendapatkan ASI. Namun asuhan yang dilakukan terintegrasi hingga 6

jam setelah bayi lahir.

Kunjungan kali ini fokus asuhan pada perawatan tali pusat dimana penulis mengajari

ibu cara perawatan tali pusat yaitu jangan di bubuhi apapun, cukup di bungkus dengan

kassa steril.
154

Sondakh (2013) menyebutkan setelah pemotongan tali pusat, maka bekas

pemotongan tersebut akan mempunyai potensi lebih besar untuk terjadinya infeksi,

untuk itu perawatan tali pusat perlu di lakukan untuk mencegah adanya infeksi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sogi Sri Redjeki, dan Husain (2012)

yang dalam penelitian ini membedakan cara perawatan tali pusat untuk mengetahui

lama pelepasan tali pusat. Cara perawatan tali pusat disini di bedakan menjadi dua yaitu

menggunakan kasa steril dan kasa alkohol 70%. Dari hasil penelitian di dapatkan untuk

perawatan tali pusat yang menggunakan kasa steril rata-rata lama pupusnya (lepasnya)

adalah 5,53 hari, sedangkan perawatan menggunakan kasa alkohol 70% rata-rata

pupusnya(lepasnya) adalah 6,93 hari. Setelah menerapkan metode perawatan tali pusat

menggunakan kassa steril lama pupusnya adalah 7 hari. Hal tersebut terjadi karena

faktor tali pusat yang tebal dan kaku sehingga membutuhkan waktu pupusnya tali pusat

lebih lama.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sidqi Anwar

dengan membedakan cara perawatan tali pusat menggunakan alkohol 70%, povidon-

iodine 10%, dan kasa steril. Dari hasil penelitian ini cara perawatan tali pusat

menggunakan kasa steril lah yang paling cepat dalam waktu pelepasan tali pusat yaitu

6,42 hari, sedangkan waktu pelepasan tali pusat dengan perawatan menggunakan

alkohol 70% adalah 7,33 hari, dan waktu pelepasan tali pusat menggunakan povidon-

iodine 10% adalah 7,25 hari.

Penelitian lain mengatakan bahwa perawatan tali pusat menggunakan kasa alkohol

yang dililitkan pada tali pusat akan merusak flora normal yang ada di sekitar tali pusat

karena yang tertinggal pada saat kasa alkohol dililitkan hanyalah air, sehingga keadaan

tali pusat yang sudah lembab akan menjadi jauh lebih lembab yang bisa memperlambat

pelepasan tali pusat.


155

Dari hasil penelitian diatas yang di dukung oleh berbagai penelitian lainnya, dapat

disimpulkan bahwa pelepasan tali pusat dengan perawatan menggunakan kasa steril

lebih cepat yaitu 5,53 hari daripada pelepasan tali pusat dengan cara perawatan

menggunakan kasa alkohol 70% yaitu memerlukan waktu 6,93 hari

Kunjungan yang kedua dilakukan pada hari ketiga, ibu mengatakan tali pusat bayi

nya belum lepas. Dengan keluhan ibu tersebut penulis memberikan penjelasan tentang

perawatan bayi sehari hari termasuk perawatan tali pusatnya. Dimana setelah dilakukan

perawatan dengan baik pada tali pusat maka tali pusat akan terlepas dengan sendirinya

secara bervariasi pada setiap bayi.

Menurut Ambarwati (2011) Kunjungan Neonatal kedua (KN 2) dilakukan sesuai

dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling perawatan bayi baru

lahir, ASI eksklusif menjaga kehangatan bayi dan perawatan tali pusat, serta

mengevaluasi berat badan dan tali pusat

Pada pemeriksaan didapakan hasil penimbangan bayi dengan berat badan bayi

turun 1 ons. Hal ini masih dalam batas normal. Perawatan tali pusat sudah sesuai

dengan anjuran yang telah diberikan oleh penulis. Namun perawatan tali pusat masih

dilakukan oleh dukun bayi. Karena ibu belum berani melakukannya sendiri.

Pada kunjungan KN 2 pada hari ke 3 penulis memberikan immunisasi HB Neo.

Padahal menurut Ambarwati (2011) pemeberian HB Neo dilakukan 1 jam setelah

pemberian injeksi vitamin K. Namun pada kenyataan dilahan praktik pemberian

immnusasi HB Neo diberikan pada KN2. Dimana hal tersebut juga masih dalam batas

waktu pemeberian HB Neo yaitu sampai bayi umur 7 hari.

Anda mungkin juga menyukai