Anda di halaman 1dari 27

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Di susun oleh:
Kelompok 7
Lutfiana Waluyo Saputri 4101418077
Yulia Dwiyanti 4101418078
Zainagnes Almawardhani 4101418079
Lailatuz Zuhriyah 4101418080

PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas lindungan dan ijin Nya,
Sholawat serta salam semoga tetap pada jungjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah
mengajarkan kita pentingnya mencari ilmu dan akhirnya kami sebagai penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, yang telah di tugaskan oleh dosen mata kuliah Dasar dan Proses
Pembelajaran Matematika.
Dalam makalah ini yang akan dibahas yaitu tentang Model Pembelajaran Matematika,
makalah ini akan memberikan manfaat bagi kami para mahasiswa dan para pembaca agar
lebih memahami dan mengetahui tantang Model Pembelajaran Matematika.
Dengan di buatnya makalah ini di harapkan kita dapat mengetahui lebih dalam
bagaimana sejatinya seorang pegngajar dengan anak didik berinteraksi dengan baik sehingga
munculnya pembinaan yang tepat, sehingga kita sebagai mahasiswa mengetahui dan
mengerti dan dapat mengambil manfaat makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam
penyusunan makalah ini, untuk itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mohon
kiranya di beri masukan dalam rangka melakukan perbaikan dan menjadi lebih baik di lain
waktu. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi orang banyak dan menambah
wawasan bagi kita semua.

Semarang, 16 Oktober 2020

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran adalah aktivitas berupa interaksi siswa dan guru pada sebuah ruang
lingkup kelas atau ruangan yang dilaksanakan dengan edukatif. Misi utama dari
pembelajaran adalah adanya perubahan pada tingkat kognitif, keterampilan dan sikap
siswa menjadi lebih baik.
Aktivitas pembelajaran adalah proses yang terdiri dari susunan kegiatan dari
tahap strategi, implementasi sampai penilaian.
Sedangkan model pembelajaran adalah susunan konseptual yang dipakai sebagai
panduan dalam implementasi pembelajaran yang dibuat dengan terstruktur agar tujuan
belajar bisa tercapai Joice & Wells. Sedangkan pengertian model pembelajaran
berdasarkan Arends adalah suatu strategi atau alur yang dipakai sebagai panduan guru
untuk menyusun strategi hingga implementasi pada pembelajaran di kelas.
Terdapat lima elemen yang menjadi landasan kenapa hal tersebut dinamakan
model pembelajaran, ini berdasar pada (Naskah Model Pembelajaran Kajian
Konstitusionalitas yang dikeluarkan oleh Dit. PSMA, 2016). yakni:

1. Syntaks, yaitu langkah-langkah atau panduan dari pembelajarannya.


2. Social system, yaitu keadaan lingkungan yang terdapat dalam belajar mengajar.
3. Principles of reaction, yaitu mengilustrasikan cara yang harus ditempuh guru dalam
melakukan, melihat dan merespon siswa.
4. Support system, yaitu fasilitas yang ada dalam pembelajaran untuk mendukung
seperti, sarana, situasi belajar, bahan dan alat.
5. Instructional dan nurturant effects yaitu memperoleh hasil belajar sesuai dengan
tujuan awal yang telah ditetapkan.
Pada kurikulum 2013 terdapat tiga model pembelajaran yang menjadi andalan
yang bisa mendukung aktivitas belajar mengajar. Ini didasari pada (Permendikbud No.
103 Tahun 2014) yang memiliki visi agar siswa bisa berkembang dan mempunyai
karakter saintifik, rasa ingin tahu dan perilaku sosial.
Tiga model yang menjadi andalan pada kurikulum 2013 (K13) adalah, Model
Pembelajaran Berbasis Projek (Project Based Learning), Model Pembelajaran Berbasis
Masalah (Problem Based Learning), Model Pembelajaran Penemuan (Discovery
Learning).
Untuk mendukung pembelajaran kurikulum 2013, model pembelajaran yang bisa
dipertimbangkan untuk digunakan antara lain model pembelajaran NHT (Number Head
Together), TPS (Think Pair Share), TSTS (Two Stay and Two Stray), Jigsaw, Picture
and Picture dan GI (Group Investigation). Model pembelajaran yang direkomendasikan
harus membuat siswa menjadi aktif dan hindari model pembelajaran yang memiliki
basis hafalan dan ceramah karena cenderung menggiring siswa untuk pasif.
Selain itu terdapat pembelajaran yang diperuntukan sesuai dengan karakteristik
pada pendidikan kejuruan atau SMK yakni PBE (Production Based Education).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain:
1) Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?
2) Bagaimana kedudukan model pembelajaran dalam kegiatan mengajar?
3) Bagaimana memilih model pembelajaran?
4) Apa sajakah model pembelajaran kooperatif?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini antara lain :
1) Mengetahui pengertian model pembelajaran.
2) Mengetahui kedudukan Model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran.
3) Mengetahui cara memilih model pembelajaran.
4) Mengetahui macam-macam model pembelajaran kooperatif.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Model Pembelajaran


Istilah model pembelajaran amat dekat dengan pengertian strategi pembelajaran
dan dibedakan dari istilah strategi, pendekatan dan metode pembelajaran. Istilah model
pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi, metode, dan
teknik. Sedangkan istilah “strategi “ awal mulanya dikenal dalam dunia militer
terutama terkait dengan perang atau dunia olah raga, namun demikian makna tersebut
meluas tidak hanya ada pada dunia militer atau olahraga saja akan tetapi bidang
ekonomi, sosial, pendidikan. Menurut Ruseffendi (1980), istilah strategi, metode,
pendekatan dan teknik mendefinisikan sebagai berikut :
 Strategi pembelajaran adalah separangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang
telah dikaitkan dengan faktor yang menetukan warna atau strategi tersebut, yaitu :
a. Pemilihan materi pelajaran (guru atau siswa)
b. Penyaji materi pelajaran (perorangan atau kelompok, atau belajar mandiri)
c. Cara menyajikan materi pelajaran (induktif atau deduktif, analitis atau sintesis,
formal atau non formal)
d. Sasaran penerima materi pelajaran (kelompok, perorangan, heterogen, atau
homogen
 Pendekatan Pembelajaran adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau
siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan.
Misalnya memahami suatu prinsip dengan pendekatan induktif atau deduktif.
 Metode Pembelajaran adalah cara mengajar secara umum yang dapat diterapkan
pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya
jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya.
 Teknik mengajar adalah penerapan secara khusus suatu metode pembelajaran
yang telah disesuaikan dengan kemampuan dan kebiasaan guru, ketersediaan media
pembelajaran serta kesiapan siswa. Misalnya teknik mengajarkan perkalian dengan
penjumlahan berulang.
Sedangkan Model Pembelajaran adalah sebagai suatu disain yang menggambakan
proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa
berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.

2.2 Kedudukan Model Pembelajaran


Strategi pembelajaran adalah suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang
bertujuan mengubah keadaan pembelajaran menjadi pembelajaran yang diharapkan.
Untuk dapat mengubah keadaan itu dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan
pembelajaran. Lebih lanjut Soedjadi menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan dapat
dilakukan lebih dari satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih dari satu
teknik. Secara sederhana dapat dirunut sebagai rangkaian:
teknik metode pendekatan strategi model
Istilah “ model pembelajaran” berbeda dengan strategi pembelajaran, metode
pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu model
pembelajaran yang luas dan menyuluruh. Konsep model pembelajaran lahir dan
berkembang dari pakar psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang
dilakukan. Konsep model pembelajaran untuk pertama kalinya dikembangkan oleh
Bruce dan koleganya.
Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami
kedudukan Model pembelajaran sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian
dalam keberhasilan bagi kegiatan belajar mengajar. kerangka berfikir yang demikian
bukanlah suatu hal yang aneh, tapi nyata dan memang betul-betul dipikirkan oleh
seorang guru.

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan


makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-
istilah tersebut adalah : (1) pendekatan pembelajaran, (2)strategi pembelajaran, (3)
metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik pembelajaran, dan (6)
model pembelajaran. Berikut ini adalah kedudukan metode pembelajaran bila
dikaitkan dengan istilah-istilah tersebut.

2.3 Pemilihan Model Pembelajaran


Dalam pembelajaran guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Dimana dalam pemilihan Model pembelajaran
meliputi pendekatan suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh.
Di antara banyaknya jenis model pembelajaran, kali ini kelompok kami akan
membahas mengenai model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif
adalah penunjang guru untuk menghadapi evolusi sistem pembelajaran yang terdapat di
Indonesia. Model ini bermanfaat untuk mengatasi sistem pembelajaran Indonesia yang
cenderung pasif. Yang mana para siswa hanya diajar menerima pengetahuan dari guru.
Pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang
mengedepankan inisiatif siswa untuk berperan dan terlibat aktif dalam grup belajar.
Para peserta didik tentu mempunyai level yang berbeda dalam kecakapan dan cara
berpikir. Terlebih adanya anggota grup yang memiliki perbedaan gender, budaya,
agama, ras dan suku akan berpengaruh dengan cara mereka berpikir.
Maka dari itu model pembelajaran kooperatif akan mengakomodasi perbedaan
tersebut untuk siswa agar bisa memecahkan masalah secara kerja sama. Ini tentu akan
menanamkan siswa tentang arti perbedaan, tenggang rasa dan pengakuan.
Ketika guru mempraktekan pembelajaran kooperatif, informasi yang didapat
siswa tidak hanya searah. Namun bisa mengantarkan peserta didik untuk berdiskusi
aktif sehingga pemahaman yang didapat bisa lebih dalam.
Caranya adalah dengan membuat grup kecil untuk siswa lalu guru menjelaskan
materi secara singkat dan memberikan beberapa bahan materi ajar. Berikut adalah
Beberapa cara dan jenis model pembelajaran kooperatif yang akan membantu guru
dalam membentuk siswa yang unggul.

2.4 Macam-Macam Model Pembelajaran Kooperatif


a. Model STAD
b. Model Jigsaw
c. Group Investigation
d. Teams Games Tournament
e. Make a Match
f. NHT
g. Team Assited Individualy
h. Cooperatif Integrated Reading and Composition
i. Think Pair Share
j. Two Stay Two Stay
k. Snowball Throwing
l. RTTW
Dengan uraian sebagai berikut :
a. Model STAD
Pengertian
STAD atau Student Team Achievement Divisions adalah model pembelajaran
paling mudah dan simpel pada tipe kooperatif. Dalam prosesnya siswa dibentuk
dalam grup belajar yang memiliki anggota 4 hingga 5 orang heterogen (berbeda-
beda dari mulai beda gender, suku, agama dan faktor pembeda lainnya).
Selanjutnya guru memfasilitasi pelajaran dan siswa diminta untuk memahami
materi secara serius. Pada sesi berikutnya siswa akan menghadapi kuis, tentu
mengenai materi yang telah diberikan oleh guru dan mereka harus mengerjakan
secara mandiri.
Model STAD adalah ruang lingkup pada pembelajaran kooperatif yang amat
simpel dan paling mudah untuk dijalankan. Tipe STAD cocok untuk guru yang baru
mengenal model pembelajaran kooperatif. Perangkat belajar ini diteliti oleh Robert
Slavin dan kelompok belajarnya di Universitas John Hopkin.

Langkah atau Sintaks Model Pembelajaran STAD


Elemen ini didasarkan pada Slavin (Noornia, 1997: 21) terdapat lima elemen
pokok untuk memulai langkah atau sintak dari pembelajaran STAD.

Kelebihan dan Kekurangan


Seperti pada umumnya dari sebuah sistem, pasti ada sisi positif dan negatif.
Begitu juga dengan pembelajaran STAD ini. sisi kelebihan dan kekurangan
pembelajaran ini berlandaskan pada Slavin dalam Hartati (1997:21) Yakni:

Kelebihan
Berikut merupakan keuntungan jangka pendek yang bisa didapat
o Bisa meningkatkan hasil belajar siswa, cakupan peningkatan bisa dilihat pada
nilai pada kuis.
o Siswa bisa memotivasi diri dalam belajar, sebab model pembelajaran STAD
bisa menambah percaya diri siswa.
o Salah satu pembelajaran kooperatif ini bisa membuat siswa luwes dalam
bersosial dan meningkatkan hubungan setiap siswa dalam satu kelas.
Sementara untuk keuntungan atau kelebihan jangka panjang yang bisa
diperoleh dalam model STAD adalah:
o Menambah kehalusan perasaan dan supel dalam bersosial.
o Siswa bisa mengerti tentang arti perbedaan dan bisa mengelola perilaku, sikap,
keterampilan, pengetahuan dan pandangan yang berbeda.
o Siswa bisa adaptasi di lingkungan baru dengan mudah.
o Sisi memiliki sistem nilai (moral) yang tinggi tentang sosial dan perbedaan.
o Siswa bisa mengurangi perilaku egois.
o Persahabatan antar siswa akan terlahir dan berlanjut hingga masa depan.
o Social skill siswa akan meningkat dan bisa membina jalinan persahabatan
dengan baik.
o Membuat siswa bisa memiliki rasa percaya terhadap sesama manusia.
o Kemampuan menghadapi dan mengatasi masalah berkembang
o Mampu menerima pendapat orang lain yang dirasa lebih bagus.
o Siswa memiliki jiwa adil dalam memandang pertemanan dan tidak membeda-
bedakan teman berdasarkan gender, sosial, kemampuan, suku dan agama.

Kekurangan
o Kekurangan ini didasarkan pada pendapat Slavin pada Hartati untuk
pembelajaran kooperatif.
o Jika guru lalai meminta siswa untuk selalu proaktif dan saling bekerja sama
dalam grup ini bisa menyebabkan grup bahkan kelas akan pasif.
o Pastikan bahwa grup memiliki 4 hingga 5 orang karena bila kurang dari 4 maka
akan ada siswa yang bisa terabaikan dan bila lebih dari 5 maka siswa akan ada
yang menganggur.
o Jika ketua grup belum mampu menanggulangi masalah yang timbul dalam grup
secara solutif, maka kerja grup akan tersendat.
Ada pula penjelasan lain dari kekurangan pembelajaran STAD, seperti yang
dinukilkan Soewarso (1998:23) yakni pembelajaran kooperatif bukanlah sebuah
solusi instan yang memungkinkan siswa untuk bisa belajar mandiri dan memecahkan
masalah dalam grup kecil. Namun dalam grup kecil juga bisa menimbulkan
ketergantungan sehingga siswa yang malas akan bergantung pada yang proaktif.
Secara keseluruhan untuk mengatasi kekurangan model pembelajaran STAD,
guru memberikan tugas kelompok yang berbeda untuk setiap individu, misalnya
tugas untuk memahami bagian lain dari sebuat materi sehingga nantinya pada akhir
sesi grup belajar, pertukaran informasi akan terjadi. Dengan cara tersebut siswa akan
terlatih bertanggung jawab tentang tugas yang diemban.

b. Model Jigsaw
Pengertian
Model pembelajaran jigsaw adalah pembelajaran yang memfokuskan siswa
pada grup belajar bersama untuk berkolaborasi menyelesaikan masalah dalam wadah
grup kecil.
Pembelajaran jigsaw dirancang untuk menciptakan rasa tanggung jawab siswa
pada mata pelajaran yang ditugaskannya.
Berdasarkan hasil pengembangan Elliot Aronson menyatakan bahwa Model jigsaw
adalah, dalam aktivitasnya siswa tidak saja memahami dan belajar materi yang
disediakan oleh guru. Namun juga dituntut untuk bisa menjelaskan materi yang
disediakan kepada setiap anggota yang ada di grup belajar.
Kunci dari model pembelajaran jigsaw adalah pada keaktifan siswa dalam
pembelajaran dan pembuatan grup belajar kecil yang terdiri dari 3-5 siswa.
Tujuan dari model jigsaw yang merupakan bagian dari pembelajaran
kooperatif adalah peningkatan dalam keterampilan berbicara, menulis dan membaca.
Agar bisa mengalami peningkatan sesuai dengan tujuan dari model jigsaw,
maka aktivitas yang dilaksanakan juga harus berhubungan dengan berbicara,
menulis dan membaca.
Ini bisa menjadi maklum apabila pembelajaran jigsaw sangat cocok dengan
semua tingkatan kelas dan pas bila diterapkan pada materi IPA, IPS, bahasa, agama
dan matematika.

Langkah atau Sintaks Model Pembelajaran Jigsaw

Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan
Agar guru bisa menentukan target belajar, maka dengan melihat kelebihan
pembelajaran segalanya akan lebih mudah, berikut kelebihan Model pembelajaran
jigsaw:
1. Dengan adanya grup staf ahli, maka segala aktivitas guru akan semakin mudah
sehingga guru bisa memikirkan target lain untuk kebaikan siswa.
2. Pemahaman setiap materi yang diberikan akan semakin menyeluruh pada siswa.
Siswa bisa merasakan pemahaman yang hampir sama.
3. Model pembelajaran jigsaw bisa meningkatkan kepercayaan diri siswa karena
disini mereka dilatih untuk menjelaskan dan berpendapat

Kelemahan
Selain itu juga ada kelemahan pada pembelajaran ini yaitu

1. Fokus mendasar dari pembelajaran jigsaw adalah pembelajaran dengan penjelasan


teman, ini bisa menjadi masalah bila siswa yang dijelaskan mempunyai
pemahaman teori yang berbeda.
2. Kendala lain adalah bila beberapa siswa tidak mempunyai kepercayaan diri yang
cukup dalam menjelaskan teori kepada temannya. Ini bisa mengakibatkan
kebuntuan dalam diskusi.
3. Perencanaan yang lama dan matang merupakan kunci dari model pembelajaran
jigsaw, ini bisa menjadi kendala bila guru tidak telaten atau sibuk dengan
administrasi lain.
4. Implementasi pembelajaran jigsaw dengan jumlah siswa lebih dari 30 orang akan
susah.

c. Group Investigation
Pengertian
Dalam metode GI ini, guru membimbing siswa untuk terlibat dalam strategi
dalam konsep yang akan dipelajari. Selanjutnya bahan ajar difungsikan sebagai alat
investigasi. Dalam metode GI, pembelajar akan dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif
dalam komunikasi ketika proses diskusi.
Langkah/Sintak dari metode GI adalah:
Sharan (dalam Supandi, 2005: 6) mengemukakaan langkah-langkah
pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai  berikut.
1. Guru  membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3. Guru  memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil  materi tugas secara
kooperatif dalam kelompoknya.
4. Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara  kooperatif dalam
kelompoknya.
5. Setelah selesai, masing-masing  kelompok yang diwakili ketua kelompok  atau
salah  satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
6. Kelompok lain  dapat memberikan tanggapan  terhadap hasil pembahasannya.
7. Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila  terjadi kesalahan  konsep
dan memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.

Tahap-tahap pembelajaran Grup Investigasi


Pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran di atas tentunya harus berdasarkan
prinsip pengelolaan atau reaksi dari metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation. Dimana di dalam kelas yang menerapakan model GI, pengajar lebih
berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam
kerangka ini pengajar seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok menjadi
tiga tahap:
1. Tahap pemecahan masalah,
2. Tahap pengelolaan kelas,
3. Tahap pemaknaan secara perseorangan. 
Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, apa
yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus masalah. Tahap
pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, informasi apa yang
saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh
informasi itu. Sedangkan tahap pemaknaan perseorangan berkenaan dengan proses
pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang dibuatnya, dan apa
yeng membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut (Thelen
dalam Winataputra, 2001: 37).
Untuk lebih praktis model GI dapat diadaptasi dalam bentuk kerangka
operasional sebagai berikut:
Kerangka Pembelajaran Grup Investigasi
Dari kerangka operasional pembelajaran Group Investigation yang ditulis oleh
Joise & Weil ini dapat kita ketahui bahwa kerangka operasional model pembelajaran
Group Investigation adalah sebagai berikut:
1. Siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah
2. Siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis.
3. Siswa merumuskan tugas-tugas belajar atau learning taks dan mengorganisasikan
untuk membangun suatu proses penelitian.
4. Siswa melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok.
5. Siswa menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian
kelompok.
6. Melakukan proses pengulangan kegiatan atau Recycle Activities.

d. Teams Games Tournaments (TGT)


Pengertian
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang
siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku kata atau ras yang berbeda.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan
yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team
recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model
pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Siswa Bekerja Dalam Kelompok- Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5
sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras
yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan
dapat memotifasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang
berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam
menguasai materi pelajaran. Hal ini menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran
pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan.
b) Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan
dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5 sampai 6 orang
peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang
sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen.
Permainan ini dimulai dengan memberitahuakan aturan permainan. Setelah itu
permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain. (kartu
soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak
terbaca).
c) Penghargaan kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
menghitung rerata skor kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-
rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang
diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu
yang diperoleh, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan Poin bila jumlah
kartu yang
diperoleh
Top Scorer 40
High Middle Scorer 30
Low Middle Scorer 20
Low Scorer 10

Tabel Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain


Pemain dengan Poin bila jumlah
kartu yang
diperoleh
Top scorer 60
Middle Scorer 40
Low scorer 20
(sumber: Slavin, 1995:90)
Komponen Utama Dalam TGT
Terdapat 5 komponen utama dalam TGT, yaitu
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi
yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar
memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan
membentu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat
game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok terdiri atas 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen
dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan rasa tau etnik. Fungsi
kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya
dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan
lebih baik dan optimal pada saat game
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang di dapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor.
Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai
dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah
guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar
kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja
turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan dalam satu meja I,
tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team Recognize (penghargaan kekompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team
akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi criteria
yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45
atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team”
apabila rata-ratanya 30-40.

Kelemahan Dan Kelebihan TGT


Metode pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam
Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain
1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2. Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6. Motivasi belajar lebih tinggi
7. Hasil belajar lebih baik
8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
Sedangkan kelemahan TGT adalah:
1. Bagi guru
a) Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang
bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian
kelompok
b) Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga
melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru
mampu menguasai kelas secara menyeluruh
2. Bagi siswa
a) Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan
ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai
kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan
pengetahuannya kepada siswa yang lain.

e. Make-A Match (Mencari Pasangan)


Pengertian
Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match)  yang
diperkenalkan oleh Curran dalam Eliya (2009) menyatakan bahwa Make a
Match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan
jawaban soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya
akan diberi point dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi
hukuman sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan sebagai
fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang
pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus
disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.
Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make
a match) siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Disamping
itu (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif
dalam kelas. Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran
Mencari Pasangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran
dikembangkan dengan. Make-A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut
berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan
tersebut.
Menurut Huda (2011), ada berbagai manfaat pembelajaran kooperatif adalah:
1. Dapat memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana
kepada diri mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik.
3. Meningkatkan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara
efektif.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan
ketrampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah.
5. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan
berdiskusi.
Kelebihan Dan Kekurangan Model Make-A Match
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun
kelebihan dari model Make-A Match adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya
melalui kartu.
2. Meningkatkan kreativitas belajar siswa.
3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar.
4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang
dibuat oleh guru.
Sedangkan kekurangan model ini adalah:
1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan
materi palajaran.
2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran
3. Siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena
siswa hanya merasa sekedar bermain saja.
4. Sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.
Asumsi Penerapan Model Make-A Match
Langkah penerpan model ini adalah guru membagi siswa menjadi 3 kelompok
siswa. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi
pertanyaan-pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu
yang berisi jawaban. Sedangkan kelompok ketiga berfungsi sebagai kelompok
penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut sedemikian sehingga berbentuk
huruf U. Upayakan kelompok pertama berhadapan dengan kelompok kedua.
Jika masing-masing kelompok telah berada di posisi yang telah ditentukan,
maka guru membunyikan peluit sebagai tanda agar kelompok pertama dan kelompok
kedua bergerak mencari pasangannya masing-masing sesuai dengan pertanyaan atau
jawaban yang terdapat dikartunya. Berikan kesempatan kepada mereka untuk
berdiskusi. Ketika mereka berdiskusi alangkah baiknya jika ada music
instrumentalia yang lembut mengiringi aktivitas belajar mereka. Diskusi dilakukan
oleh siswa yang membawa kartu yang berisi pertanyaan dan siswa yang membawa
kartu yang berisi jawaban.
Pasangan yang telah terbentuk wajib menunjukkan pertanyaan dan jawaban
kepada kelompok penilai. Kelompok penilai kemudian membaca apakah pasangan
pertanyaan dan jawaban itu cocok. Setelah penialai selesai dilakukan, aturlah
sedemikain rupa kelompok pertama dan kelompok kedua bersatu kemudian
memposisikan dirinya menjadi kelompok penialai. Sementara kelompok penilai
pada sesi pertama dibagi menjadi dua kelompok. Sebagian anggota memegang kartu
yang berisi pertanyaan dan sebagian lagi memegang kartu yang berisi jawaban.
Kemudian posisikan mereka sperti huruf U. Guru kembali membunyikan peluitnya
menandai pemegang kartu pertanyaan dan kartu jawaban bergerak untuk mencari
pasanganya. Apababila masing-masing siswa telah menemukan pasangannya, maka
setiap pasangan menunjukkan hasil kerjanya kepada penilai.
Langkah-langkah Model Pembelajarn Make-A Match
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topic yang
cocok untuk review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan
kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi sebagai
penilai.
3. Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau jawaban.
4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (Pasangan
pertanyaan-jawaban)
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu
diberi poin oleh penilai.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya
7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang berperan
sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan dan sebagian
memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1 dan 2 sebelumnya
berganti peran sebagai penilai.
8. Kemudian lakukan kegiatan seperti langkah pada nomor 4 dan 5.
9. Kesimpulan dan penutup
Perlu diketahui bahwa tidak semua peserta didik baik yang berperan sebagai
pemegang kartu pertanyaan, pemegang kartu jawaban maupun penilai mengetahui
dan memahami secara pasti apakah betul kartu pertanyaan dan jawaban yang mereka
pasangkan telah cocok atau tidak. Demikian halnya dengan penilai, mereka juga
belum mengetahui secara pasti apakah penilaian mereka benar atas pasangan
pertanyaan dan jawaban yang diberikan. Berdasarkan situasi inilah guru
memfasilitasi siswa untuk mengkonfirmasi hal-hal yang telah mereka lakukan yaitu
memasangkan pertanyaan dan jawaban dan melaksanakan penilaian.

f. Numbered Heads Together (NHT) 


Pengertian
Pada dasarnya, Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari
diskusi kelompok. Menurut Slavin (Huda, 2014: 203), metode yang dikembangkan
oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi
kelompok. Tujuan NHT adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling
berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk
meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua pelajaran
dan tingkatan kelas (Huda, 2014: 203)
Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu
model pembelajaran yang proses pelaksanaannya guru membagi siswa dalam
beberapa kelompok yang heterogen dimana guru akan menunjuk nomor siswa
berdasarkan penomoran dalam kelompok untuk mengerjakan soal yang diberikan
setelah proses pengerjaan soal bersama-sama dalam kelompok tanpa memberitahu
siswa terlebih dahulu sehingga semua siswa secara tidak langsung harus
bertanggung jawab secara pribadi kepada keberhasilan di setiap anggota
kelompoknya  masing-masing.
Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan
dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas
pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta
berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Langkah-Langkah Belajar Dengan Model NHT
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT). Menurut Trianto (Maryam, 2013: 9) adapun tahapan dalam
pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) antara lain yaitu 1) penomoran, 2)
mengajukan pertanyaan, 3) berfikir bersama, dan 4) menjawab. Adapun langkah-
langkah penerapan suatu model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Tahap Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok terdiri 1-5 orang dan
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor masing-masing.
b) Tahap Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa pertanyaan dapat bervariasi,
pertanyaan dapat amat spesifik dalam bentuk kalimat tanya.
c) Tahap Berfikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
menyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d) Tahap Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai
mengacungkan tangannya dan menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Kelebihan dan Kekurangan NHT
Menurut Hamdani, (Rahmawati, 2013: 5) kelebihan model kooperatif tipe NHT
antara lain:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
b. Kekurangan Model Pembelajaran NHT
Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Hamdhani
(2013: 5) antara lain:
1. NHT kemungkinan nomor yang dipanggil dapat dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok yang memiliki nomor yang sama terpanggil
oleh guru untuk presentasi mewakili kelompoknya.

g. Team Assisted Individualy (TAI)


Team Assisted Individualy (TAI) merupakan tipe pembelajaran yang
mengombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual
dan dirancang untuk mengamati kesulitan belajar siswa secara individual. Tipe ini
dikembangkan oleh Salvin. Dengan menggunakan tipe belajar TAI ini, setiap siswa
secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru,
kemudian hasil belajar individual itu dibawa ke kelompok-kelompok untuk
didiskusikan bersama dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas
keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif tipe TAI terdapat delapan komponen,
yaitu:
a. Tahap 1: mempelajari materi pelajaran
b. Tahap 2: tes penempatan (placement test)
c. Tahap 3: membagi siswa dalam beberapa kelompok
d. Tahap 4: belajar kelompok (study teams)
e. Tahap 5: skor dan penghargaan kelompok
f. Tahap 6: refleksi
g. Tahap 7: tes akhir
h. Tahap 8: unit keseluruhan
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI, sebagai berikut:
a. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran
secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b. Guru memberikan kuis (pretest) secara individual kepada siswa untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c. Guru membentuk beberapa kelompok, dengan beranggotakan 4-5 siswa yang
memiliki kemampuan berbeda-beda atau dapat juga berasal dari ras, budaya,
maupun suku yang berbeda serta kesetaraan gender.
d. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok, dan setiap
anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompoknya.
e. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada materi pemebelajaran yang telah dipelajari.
f. Guru memberikan kuis (postest) kepada siswa secara individual.
g. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
(terkini).

h. Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC)


Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan model
pembelajaran yang bertujuan untuk membangun kemampuan peserta didik untuk
membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya. Model
pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk mampu berpikir kritis dengan membaca
untuk menemukan ide pokok dari suatu materi. Pembelajaran dengan model CIRC
ini dilakukan dengan cara membentuk kelompok agar siswa mampu bekerja sama
dengan teman satu kelompoknya untuk menemukan suatu ide pokok suatu materi.
Setiap anggota kelompok menyampaikan ide/gagasannya mengenai suatu materi
yang sedang dibahas dan saling bertukar pendapat untuk menyelesaikan tugas
kelompoknya.
Langkah-langkah pembelajaran tipe CIRC, yaitu:
a. Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa heterogen.
b. Guru memberikan wacana/bacaan sesuai tema.
c. Siswa dalam kelompok tersebut saling bekerjasama dan menyampaikan
ide/gagasan berdasarkan wacana/bacaan.
d. Setiap kelompok menyusun laporan tertulis.
e. Presentasi hasil diskusi tiap kelompok.
f. Penutup.
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah sebagai berikut.
a. Sangat tepat untuk meningkatkan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.
b. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang
c. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti
d. Siswa dapat lebih memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya,
membantu siswa yang lainnya, dan dapat meningkatkan hasil belajar khususnya
dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah.
Selain itu, menurut Slavin terdapat kelemahan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC yaitu model pembelajaran ini hanya dapat digunakan dalam mata pelajaran
yang menggunakan Bahasa sehingga seperti pembelajaran matematika atau pelajaran
lainnya yang menggunakan prinsip menghitung tidak bisa menggunakan model
pembelajaran ini lebih menekankan pada menulis, membaca, dan seni Bahasa.

i. Think-Pair-Share
Pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share dikemukaan oleh Frank Lyman
(1995) yang merupakan salah satu model pembelajaran yang mampu mengubah
asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam kelompok
kelas secara keseluruhan. Dengan metode ini, dapat memberikan siswa waktu lebih
banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Dalam model pembelajaran tipe TPS ini siswa memulai 3 tahap, yaitu think
atau berfikir secara individu, pair atau mendiskusikan apa yang telah dipikirkan
dengan kelompok, dan share atau berbagi dengan eman. Dengan mengginakan
pendekatan ini, diharapkan siswa dapat aktif selama proses pembelajaran
berlangsung, dapat saling berinteraksi, dan bekerja sama dalam kelompok,
sedangkan guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator.
Think-pair-share merupakan salah satu cara yang efektif untuk membuat
variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan prosedur yang digunakan dalam TPS
dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling
membantu.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran tipe think-pair-share, yaitu:
a. Thinking (berpikir)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau isu tentang pelajaran yang terkait
dengan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu beberapa menit
untuk memikirkan sendiri mengenai jawaban untuk pertanyaan tersebut.
b. Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa untuk berpasang-pasang dan mendiskusikan semua yang
sudah dipikirkan sebelumnya, dengan cara berbagi jawaban atau berbagi ide.
Biasanya guru dapat memberikan waktu lebih dari empat atau lima menit untuk
berpasangan.
c. Sharing (berbagi)
Guru meminta pasangan siswa untuk berbagi sesuatu yang telah mereka
diskusikan bersama pasangannya dengan seluruh siswa di kelas. Atau lebih
efektifnya, guru dapat berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan ke
pasangan yang lain sampai sekitar seperempat atau separuh pasangan
berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.

j. TWO STAY TWO STAY


Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal
dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan
bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada
kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan
karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa
yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling bergantung satu sama lainnya. Ciri-ciri model pembelajaran TSTS,
yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin
yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan
apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak
langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota
kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan
menyimak materi pada siswa.
Model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak
untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam
berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi
yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran
Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap
anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi
kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.
Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakikat keterampilan
berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan
menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka
tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang
di jelaskan oleh temannya. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya
untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa
yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa
yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.

k. Snowball Throwing
Pengertian dari model pembelajaran Snowball Throwing. Snowball secara
etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball
Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam
pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi
pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri
untuk dijawab
Tujuan pembelajaran model Snowball Throwing menurut para ahli yaitu:
1. Menurut Asrori, tujuan pembelajaran Snowball Throwing yaitu melatih murid
untuk mendengarkan pendapat orang lain, melatih kreatifitas dan imajinasi
murid dalam membuat pertanyaan, serta memacu murid untuk bekerjasama,
saling membantu, serta aktif dalam pembelajaran.
2. Menurut Devi, model pembelajaran Snowball Throwing melatih murid untuk
lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan
tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak
menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi
menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas
lalu dilempar-lemparkan kepada murid lain. Murid yang mendapat bola kertas
lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. 
Ciri-ciri model Snowball Throwing, antara lain:
a. Komunikatif Komunikatif dalam model ini berarti dalam proses pembelajaran
terjadi peristiwa komunikasi yang mudah dipahami antara pendidik dan peserta
didik.
b. Sistem belajar dua arah (guru dan siswa sama sama berperan aktif) Sistem
belajar dua arah yaitu dalam proses pembelajaran guru dan siswa sama-sama
berperan aktif, guru bertanya dan siswa menjawab, siswa bertanya dan guru
menjawab, maupun siswa bertanya dan siswa lainnya menjawab.
c. Menyenangkan model Snowball Throwing dikemas sedemikian rupa oleh guru
sehingga menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat menarik
minat belajar siswa.
Karakteristik model Snowball Throwing, diantaranya:
1. Peserta didik bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi
akademis.
2. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan untuk melatih pemahaman siswa seputar
materi.
3. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada
hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa
sebenarnya prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4. Siswa belajar bekerjasama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri.
5. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok dari pada individu E.

l. Think, Talk, Write


Proses penerapan model pembelajaran think talk write berbantuan media audio
visual dalam pembelajaran menulis karangan argumentasi yaitu:
1. Pada tahap think, siswa membaca teks bacaan dan menelaah (memikirkan) teks
bacaan untuk menemukan kesalahan yang ada dalam teks bacaan baik dari segi
diksi, ejaan, kalimat efektif, judul dan struktur karangan secara individu.
2. Pada tahap talk, siswa berdiskusi dengan anggota kelompok untuk membahas
hasil suntingan yang ditemukan saat proses think. Selanjutnya, siswa
mempresentasikan hasil diskusi untuk menentukan ketepatan sturktur karangan,
judul diksi, ejaan, dan kalimat efektif dalam teks bacaan.
3. Pada tahap write, siswa menyimak video dan menentukan fakta-fakta dalam
video. Selanjutnya, siswa menulis kerangka karangan dan mengembangkan
kerangka menjadi karangan argumentasi. Tahap write dilaksanakan pada
pertemuan kedua setelah tahap think dan talk dilaksanakan pada pertemuan
pertama.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat begitu banyak model pembelajaran kooperatif, tapi esensi dari
pembelajaran adalah kerjasama siswa dengan yang lainnya, karena kerjasama bisa
bermanfaat untuk menumbuhkan rasa ketergantungan positif antar manusia.

Misi dari metode ini adalah bahwa materi bisa dirancang menyesuaikan
dengan apa yang akan disampaikan. Hal ini bermaksud untuk menghasilkan
pembelajaran yang unggul pada akademik, social skill atau keterampilan sosial untuk
saling menerima perbedaan dan percaya diri.

Jadi secara keseluruhan model cooperative learning adalah untuk


meningkatkan efektif dan efisiensi dalam memperoleh tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran ini menuntut siswa untuk berperan aktif sehingga menghindarkan siswa
dari rasa bosan.

Selain itu agar menunjang pembelajaran, guru diharap untuk memberikan


materi yang mengena dan tepat guna agar tujuan pembelajaran bisa sukses. Salah
satunya adalah mengatur ruangan agar kondusif dan guru selalu membimbing siswa
dengan tekun dan sabar.

3.2 Saran

Pembuatan makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar dan
Proses Pembelajaran Matematika, penulis berharap makalah yang kami buat
bermanfaat untuk generasi selanjutnya dan berharap untuk generasi berikutnya dapat
membuat makalah ini dengan lebih baik lagi. Saran dan kritik yang membangun akan
penulis terima dengan senang hati.

DAFTAR PUSTAKA
Buditjahjanto, I. G. P. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share Dengan Kecerdasan Logis Matematis Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMK
Negeri 3 Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik elektro, 2(2).
Christina, L. V., & Kristin, F. (2016). Efektivitas model pembelajaran tipe group
investigation (gi) dan cooperative integrated reading and composition (circ) dalam
meningkatkan kreativitas berpikir kritis dan hasil belajar ips siswa kelas 4. Scholaria:
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(3), 217-230.
Online. https://suaidinmath.wordpress.com/2016/08/24/model-dan-jenis-jenis-pembelajaran-
kooperatif/. diakses tanggal 19 Oktober 2020 pukul 14.00 WIB.
Online. https://eprints.uny.ac.id/7734/3/bab%202%20-%2008108241038.pdf. diakses tanggal
19 Oktober 2020 pukul 14.30 WIB.
Tripven, 2020, Model Pembelajaran STAD, dapat di akses di
https://www.tripven.com/model-pembelajaran-stad/#:~:text=Model%20STAD
%20adalah%20ruang%20lingkup,belajarnya%20di%20Universitas%20John
%20Hopkin., di akses pada 16 Oktober 2020 pukul 18:10 WIB

Tripven, 2020, Model Pembelajaran K13, dapat di akses di https://www.tripven.com/model-


pembelajaran-k13/ , di akses pada 16 Oktober 2020 pukul 19:00 WIB

Tripven, 2020, Model Pembelajaran Jigsaw, dapat di akses di


https://www.tripven.com/model-pembelajaran-jigsaw/ , di akses pada 18 Oktober
2020 pukul 09:00 WIB

Tripven, 2020, Model Pembelajaran Kooperatif, dapat di akses di


https://www.tripven.com/model-pembelajaran-
kooperatif/#Metode_GI_(Group_Investigation) , di akses pada 18 Oktober 2020 pukul
11:00 WIB

Supandi. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode GI untuk Meningkatkan


Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 2 Trawas Mojokerto.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Winataputra, Udin, S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat


Jenderal Pendidikan  Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai