Anda di halaman 1dari 6

Selain diisi dengan menyayikan lagu – lagu dari Noe Letto, Sabrang juga

membuat sesi diskusi ilmu. Dalam kegiatan ini Sabrang menanyakan apakah
penonton mengetahui berapa angka banyak angka Sembilan dari skala 1 sampai
99, agar lebih menarik beliau memberikan hadiah siapa saja yang mau menjawab
akan mendapatkan hadiah yaitu foto Bersama.

Beberapa penonton mencoba menjawab pertanyaan tersebut seperti salah


seorang santri bernama Iil menjawab 11 “ 9, 19. 29 .39. 49. 59. 69. 79. 89. 99”
jawabnya. Kemudian ada juga dari perwakilan mahasiswa yaitu cici ada 18 “ 9.
19. 29. 39. 49. 59. 69. 79. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99”. Kemudian
sabrang menjelaskan bahwa jawaban yang benar ada 20 dan kemudian mencoba
menjelaskan “dari itu tadi pelajarannya sederhana, dimana pun kamu berada
terhadap sesuatu yang kamu anggap mudah sekalipun, terhadap apapun yang
terjadi dalam hidup jangan pernah menyepelekan sesuatu, dalam hidup tidak ada
kegagalan yang ada kesempatan untuk belajar. Tapi kalo anda meremehkan nanti
kehilangan ilmu yang penting” jelas beliau dalam dalam diskusi ilmu tersebut.

Kemudian beliau memberikan ilmu kedua dengan acara memberikan


pertanyaan “apa kalian bisa itung-itungan gak?” ujar beliau kemudian
memperlihatkan beberapa kertas yang ditulis beberapa angka. Kemudian beliau
memperlihatkan kepada penonton pertama – tama secara pelan kemudian sedikit
cepat dan cepat. Setelah itu penonton diminta menjawab berapa hasil jumlah
angka yang diperlihatkan tadi. Beberapa penonton menjawab 5000 kemudian
ketika dihitung kembali ternyata jawabannya salah, setelah itu Sabrang
menjelaskan “Karena kamu tergesah – gesah kalo belajar, kalo kamu sekolah ojok
kesusuh gegeh mongso ada waktunya belajar.belajar,lambat gak papa, jangan
kesusuh sampai tujuan yang nikmat adalah perjalanan, sabar untuk menjalani
proses, Karena anda belajar bukan mengumpulkan pengetahuan, belajar itu
menumbuhkan kapasitas diri. Kunci sukses bukanlah pandai,kunci sukses adalah
kapasitas mentalmu yang besar, gak gampang marah, gak gampang setres, gak
gampang putus asa kalo ditinggal pacarnya tidak bunuh diri dan seterusnya,
kapasitas mentalnya besar.kapasitas otaknya besar pinter pengetahuannya banyak
juga bijaksana, hanya pinter gak cukup harus ditambahi bijaksana. Yang ketiga
adalah kapasitas badan, kesehatan.kamu harus sehat, sering olahraga, menjaga
makananmu. Kunci sukses adalah itu” penjelasan beliau mengenai pembelajaran
kedua tersebut. Kemudian acara terakhir adalah persembahan lagu sebagai
penutupan acara. (AR/Al)\
05 Juni 2017 20:27

Sabrang 'Noe': Lagu Letto tidak


ada yang tidak religi
Tinggal seberapa dalam kamu membaca lirik-liriknya.

Brilio.net - Lagu Letto tidak ada yang tidak religi. Pernyataan itu
disampaikan oleh Sabrang, sang vokalis Letto yang sebagian besar menggarap
departemen lirik pada lagu-lagu Letto.

Bulan Ramadan biasanya menjadi langganan para musisi Tanah Air untuk
berlomba-lomba membuat lagu religi. Namun jika diamati, Ramadan 2017 ini
lagu-lagu religi memang sudah tak semarak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Fenomena itu juga diamati oleh Letto, departemen 'pop romantis' asal Jogja yang
sudah malang melintang di belantika musik Indonesia sejak tahun 2004. Pada
sebuah video yang diunggah oleh Agus Riyono (Patub) sang gitaris Letto dari
akun Instagramnya, Letto membeberkan kenapa selama ini tak pernah ikut
menyemarakkan tembang religi saat Ramadan seperti band-band mainstream
lainnya.

"Lagu Letto itu tidak ada yang tidak religi. Itu nomor satu. Yang kedua, kami
tidak yakin pada diri sendiri bahwa apakah saat Ramadan itu kita 'memanfaatkan'
Ramadan untuk kepentingan lagu religi, atau memang kita pengen bikin lagu
untuk mendekatkan diri sama Allah," kata Noe, vokalis Letto, seperti
dikutip brilio.net, Senin (5/6).

Menurut pria bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh itu, apabila seorang
musisi tidak yakin apakah benar-benar bersih niatnya, sebaiknya tidak usah bikin
lagu religi. Sebab jika keliru dan dipandang oleh orang-orang yang sangat kritis,
musisi itu akan dinilai memanfaatkan Ramadan untuk sekadar urusan penjualan
karya. Dan usai Ramadan, musisi itu akan dipertanyakan kenapa tak lagi membuat
lagu religi.

"Makanya kita tidak pernah membuat album yang temanya religi. Karena kalau
mau dibaca, semua lagu Letto itu religi. Tinggal seberapa dalam Anda
membacanya," ujar Noe.

Lirik lagu Letto yang kini digawangi Noe, Patub, Dhedot, Ari, Widi, dan
Cornel ini memang sudah kerap dibicarakan di beberapa forum atau diskusi
musik. Sebut saja lagu Sandaran Hati pada album Truth, Cry and Lie (2005)
misalnya. Lirik lagu ini sudah pernah ditulis ulang dan 'dibongkar' maknanya oleh
beberapa blogger dan bahkan para mahasiswa untuk tema skripsinya.

Lirik Sandaran Hati itu ternyata bisa ditafsirkan dalam beberapa pandangan, ada


yang bisa soal ibadah luas kepada Tuhan, ada pula yang menganggapnya liriknya
tentang salat malam alias tahajud.

Selain lagu Sandaran Hati, lagu-lagu Letto lainnya memang dianggap sangat luas
maknanya. Kamu bisa menganggapnya untuk ditujukan untuk seorang pacar,
sahabat, keluarga, bahkan untuk Tuhan sekali pun.
SURABAYA – Kondisi bangsa Indonesia yang carut marut. Saling kepercayaan
yang terus menipis antar kelompok, menurut Sabrang Noe “Letto”, seorang
cendekiawan muda asal Yogyakarta, menjadikan banyak orang banyak pihak
ingin menyembuhkan.

“Indonesia sebenarnya sudah sangat rusak sehingga semua orang ingin


menyembuhkan Indonesia, akan tetapi jangan sampai niat baik untuk
menyembuhkan itu membuat Indonesia menjadi terpecah-pecah,” tegas Sabrang
Noe “Letto”  dalam acara Bangbangwetan Minggu (12/2) malam di Pendopo Cak
Durasim, Surabaya dengan judul tema “Konjungsi Rantas” .

Persoalannya, hampir 99,9 persen orang sibuk menambal kapal, namun tidak ada
seorangpun yang berpikir untuk membuat kapal baru. Gagasan baru dan
pembenahan total atas kerusakan itu.

Dengan bahasanya yang khas Sabrang yang dulu dikenal sebagai penyanyi band
Letto, dan kini aktif berceramah dan dialog di kampus-kampus dan cendekiawan
muda muslim ini,  juga mulai membuka dialog dengan
jamaah Bangbangwetan dengan menegaskan bahwa efek adanya teknologi, adalah
terpotongnya proses, semua serba cepat dan akhirnya tidak dapat menyediakan
waktu untuk mengendap.

“Dengan adanya rentang antara pengetahuan dan kesadaran, jika kita mempunyai
teori  harus dibuktikan menjadi hipotesis, supaya bisa menjadikannya menjadi
sebuah kesadaran. Jika kita tidak menyetujui hipotesis orang lain maka kita harus
membuat hipotesis baru kemudian melaksanakanya dan mempertahankannya,”
tambah Sabrang, lulusan kampus Kanada ini.

Bahkan Sabrang menegaskan,  kemajuan teknologi terkadang membuat waktu kita


terasa semakin singkat, sehingga tidak sempat melihat akar dari setiap
permasalahan.
Foto : Hari/Seruji

Dalam ilmu sejarah rupanya tidak ada ilmu tracking para perawinya


seperti dalam ilmu hadits, sehingga semua sumber sejarah agak sulit ditentukan
mana yang lebih valid. Meskipun misalnya sumbernya adalah prasasti, tetapi siapa
penulis prasasti itu belum tentu dipastikan obyektivitasnya karena tidak diketahui
siapa orangnya.

Oleh sebab itu maka dalam ilmu sejarah ada teori “sejarah ditulis oleh para
pemenang.” Para pemenang itu adalah mereka yang berkuasa. Tapi ketika pihak
yang berkuasa adalah musuh dari penguasa lama yang berhasil dikalahkannya
maka si penguasa baru akan memerintahkan ditulis sejarah sesuai selera penguasa
yang baru itu. Artinya, sejarah terkadang ditulis dengan hajat-hajat politik.
Bahkan mungkin pula para ilmuwan juga mempunyai hajat primordial dalam
menulis sejarah.DD

Anda mungkin juga menyukai