Anda di halaman 1dari 35

Sumur Ilmu – Pola Pikir – Luas 7/15/2019

CERMIN
CERMIN . 01

Ranjang 65 Juta Rupiah

Kita bisa dan boleh membeli ranjang dan kasur tidur seharga 65 juta rupiah. Tapi kita pilih
yang harganya satu juta rupiah saja. Atau yang harganya seratus ribu rupiah saja. Bahkan ada
teman kita yang memilih jauh lebih murah dari itu.

Kenapa? Salah satu jawabannya adalah: karena ia dewasa.

Ranjang 65 juta rupiah itu bisa dipakai untuk menggaji 2000 guru sekolah dasar, atau untuk
makan minum sebulan 1000 keluarga rakyat kecil, atau bisa juga dipakai untuk memodali
130 organisasi koperasi wong cilik.

CERMIN . 02

Tegaan Hati

Kalau tiap hari kita bisa tenang mengunyah makanan yang satu paket harganya sama dengan
gaji resmi pegawai negeri 4A misalnya.

Kalau satu hari konsumsi dan fasilitas hidup keluarga kita tidak bisa didapatkan oleh jutaan
saudara-saudara kita sendiri dengan bekerja keras tiga bulan penuh ditambah lembur tiap
malam; dan kita mengenyam itu semua dengan perasaan yang tenteram-tenteram saja —
maka kemungkinannya ada tiga.

Pertama, kita tidak punya imajinasi sosial.

Kedua, kita tahu masalah sosial, tapi tak bisa bersikap ilmiah, sehingga tak bisa merumuskan
keharusan-keharusan hidup kita.

Kemungkinan ketiga, memang kita kurang bermoral dan tegaan hati.


CERMIN . 03

Keunggulan

Keunggulan kita atas orang lain tidak ditentukan oleh kenyataan bahwa kita lebih berkuasa,
lebih pandai atau lebih kaya. Melainkan ditentukan oleh tingkat manfaat kita atas orang
banyak.

Harga pribadi kita di tengah orang banyak tidak bergantung pada tingginya pendapatan
ekonomi saya, oleh sukses karier kita, atau oleh simbol-simbol reputasi yang bisa kita
pamerkan. Melainkan bergantung pada seberapa banyak yang bisa kita berikan kepada orang
banyak.

CERMIN . 04

Kehilangan Muka

Menurut orang bijak, kedewasaan adalah pengetahuan dan penerimaan terhadap kewajaran
sosial, serta mengutamakannya di atas kewajaran pribadi.

Mungkin saya ini seorang pengusaha raksasa yang berpendapatan bersih satu hari 4 juta dolar
Amerika Serikat.

Tapi kalau itu kita telah semua untuk konsumsi pribadi dan keluarga, kayaknya kurang
memenuhi kewajaran sosial. Yakni kesanggupan untuk mengukur secara tepat proporsi diri
saya di tengah kebersamaan orang banyak.

Seandainyapun yang saya konsumsikan dalam sehari sekedar seperseribu dari 4 juta US
dolar, saya masih kehilangan muka di depan perasaan yang bernama malu.

CERMIN . 05

Jendela di Sorga

Seandainya Allah berkenan memasukkan kita ke sorga, lantas suatu sore kita beristirahat,
bermain gitar, bersenandung sambil memandang keluar jendela, dan tampak saudara-saudara
kita sendiri yang kita kenal baik sedang meraung-raung disiksa di kubangan api neraka,
rasanya tidak tega juga.

Padahal kita sah masuk sorga dan saudara-saudara kita itu memang pantas masuk neraka.
Tapi kita tetap tidak tega.

Padahal itu di sorga. Apalagi di dunia ini. Kita belum tentu pantas berbahagia, karena
mungkin jalan kita untuk kaya dan sejahtera tidak seratus persen sah secara sistem. Jutaan
saudara-saudara kita juga bisa jadi seharusnya tidak melarat dan menderita, seandainya
tatanan yang mengatur kehidupan kita semua ini berlaku semestinya.

Tapi tatkala kalimat-kalimat ini saya ungkapkan kepada teman-teman, mereka berkata:
“Masa di sorga ada sore hari dan ada jendela. Masa di sorga kita bisa main gitar dan
bersenandung”.

Padahal saya tidak berbicara tentang sorga, melainkan seratus persen tentang dunia.

CERMIN . 06

Bodoh di Depan Tuhan

Karena saya tidak bisa membuat tangan dan kaki saya sendiri, karena saya tidak sanggup
menciptakan kepala dan otak saya sendiri, karena bahkan saya tidak mampu memproduksi
sehelai rambut alis atau sehelai rambut apapun lainnya, maka modal dan ekuipmen produksi
yang saya pergunakan bukanlah benar-benar saham saya.

Jadi kalau dengan itu saya merasa dan yakin bahwa pendapatan hidup saya adalah
sepenuhnya hak pribadi saya, berarti:

 Saya tidak punya pengetahuan tentang diri saya sendiri


 Saya tidak bersikap realistis kepada kenyataan hidup
 Saya juga tidak berlaku ilmiah atas kasunyatan dialektika hubungan kemakhlukan
 Dan saya bodoh kepada Tuhan

CERMIN . 07

Kenikmatan
Rasanya nikmat bukan main kalau karier kita sukses, pendapatan kita berlimpah, rumah dan
saham kita bertebaran di mana-mana, kita jadi boss, kita punya kelebihan di atas banyak
orang, mereka semua lebih rendah dari kita, semua orang menunduk dan tinggal kita
perintah-perintah.

Pada posisi seperti itu kita sangat sukar percaya bahwa ada kenikmatan yang jauh lebih
dahsyat.

Ialah kalau yang disebut “pribadi” kita bukanlah individu kita, melainkan merangkum
sebanyak mungkin orang.

Ialah kalau yang dimaksud “keluarga” kita bukanlah sebatas sanak famili dan koneksi,
melainkan meluas ke sebanyak mungkin saudara-saudara sesama manusia.

Ialah kalau orang tidak lebih rendah dari kita.

Keberlimpahan kita adalah keberlimpahan banyak orang.

Saham kita adalah saham harapan banyak orang.

Kebahagiaan kita adalah bank masa depan orang banyak.

Dan kita bukan bos, melainkan buruh dari rasa malu sosial dan kasih sayang kemanusiaan
yang terkandung di lubuk batin kita.

Tapi ya itu tadi; orang sukar percaya, dan bertahan untuk tidak percaya.

CERMIN . 08

Staf Khusus

Ada anak-anak kecil menjajakan makanan di perempatan jalan. Sebagian yang lainnya
meminta-minta. Karena inisiatifnya sendiri atau dipekerjakan oleh orangtuanya, atau
diorganisir oleh bos komunitasnya, sebagaimana juga yang mungkin terjadi pada para
penyandang lepra yang dijadikan armada pengemis di berbagai tempat strategis kota-kota
besar.
Di buku mana nama-nama mereka kita daftar? Kepada siapa nasib mereka kita adukan? Di
lembaran formulir peradaban manusia pandai modern yang mana jumlah mereka dihitung?

Ada orang bijak berkata: “Jangan kawatir. Nasib mereka ada di tangan Tuhan”.

Apakah itu berarti Tuhan membebaskan umat manusia, negara dan organisasi-organisasi
kehidupan dalam sejarah, dari tanggung jawab dan kasih sayang kepada mereka?

Dengan kata lain: apakah Tuhan dijadikan staf khusus manusia yang bertugas mengurusi
masyarakat yang menderita?

CERMIN . 09

Kebesaran Orang Kecil

Kebanyakan orang kecil adalah orang besar. Mereka bukan hanya berhati tabah, bermental
baja dan berperasaan terlalu sabar, tapi juga berkemampuan hidup yang luar biasa.

Mereka sanggup dan rela berjualan beberapa botol air untuk penghidupan primernya. Kita
pasti juga sanggup berjualan seperti itu, tapi tidak rela.

Orang kecil mampu menjadi kenek angkutan, menjadi satpam, menjadi tukang parkir atau
menjadi pembantu rumah tangga seumur hidup.

Sedangkan kita tidak mampu dan tak akan pernah bisa membuktikan bahwa kita sanggup
menjadi kenek atau satpam atau pembantu rumah tangga seumur hidup.

Mereka ikhlas untuk tidak boleh terlalu memikirkan harapan dan masa depan. Sementara kita
selalu memamerkan harapan dan masa depan yang kita pidatokan seakan-akan berlaku untuk
mereka, padahal hanya berlaku untuk kita.

Mereka adalah orang-orang besar yang berjiwa besar. Mereka senantiasa siap menjalankan
perintah kita dan menyesuaikan segala perilakunya dengan kehendak kita.

Kita inilah yang sebenarnya orang kecil. Kita hanya ikhlas kalau kita kaya, sukses dan
berkuasa. Kita hanya sanggup menjadi pembesar. Kita hanya sanggup memerintah dan
menggantungkan diri pada orang yang kita perintah.
CERMIN . 10

Hati Rapuh

Seorang teman berkata kepada saya: “Hati saya ini sangat rapuh”

“Apa maksudmu?”

“Tiap hari kerjanya mau nangis dan menyalahkan diri sendiri”

“Cespleng saja, apa maksudmu?”

“Sekedar melihat orang berjualan makanan, memikul angkringan atau mendorong gerobak,
saya sudah hendak menangis”

“Itu namanya gembeng”, kata saya.

“Melihat orang bekerja sebegitu suntuk, seharian, semalaman, untuk mencari seribu dua ribu
rupiah untuk anak istri, perasaan saya hancur…”

“Romantik”, kata saya lagi.

“Apalagi kalau menyaksikan persaingan keras, sehingga yang satu laku keras sedangkan
lainnya tidak begitu laku — rasanya mau bunuh diri saya…”

“Hatimu memang rapuh”, saya berkomentar terus.

“Itulah yang ingin saya kemukakan kepadamu”, katanya, “Hati saya sangat rapuh. Sedangkan
orang-orang kecil yang saya ceritakan itu berhati baja. Mereka tidak bergeming oleh
penderitaan, oleh tekanan-tekanan….”

CERMIN . 11

Hidayah Penumpang Taksi


Kita para sopir taksi, dari berbagai perusahaan, berbagi wilayah. Demikianlah etika orang
berusaha, serta demikianlah cara kita menjalankan amanat Tuhan untuk membagi alam dan
dunia ini secara seadil mungkin.

Dengan kata lain, menjalankan etika bisnis, pada hakekat dan kenyataannya adalah
menjalankan nilai Agama, alias mematuhi penuturan Allah di kitab suci.

Namun di setiap wilayah itu kita bersaing satu sama lain. Ada di antara kita yang suka
menang sendiri atau menyerobot, mungkin karena dia tidak punya pengetahuan yang cukup
luas tentang rejeki.

Ada juga di antara kita yang suka mengalah dan tidak bersedia gontok-gontokan. Mungkin
karena ia memang orang lembek, hatinya tidak tegaan, atau karena dia yakin Tuhan sangat
bersahabat dengan hambaNya yang berhati lapang kepada sesama manusia.

Karena Tuhan bersahabat dengannya, maka batas rejeki sopir taksi sahabat kita itu tidak
dibiarkan terbatas pada perolehan dari penumpang, tapi juga dari kemurahan-kemurahan
yang tak terduga. Kemurahan itu bisa datang dari luar urusan taksi, bisa juga melalui seorang
penumpang yang dihidayahi Tuhan untuk bermurah hati kepadanya.

CERMIN . 12

Penumpang Dari Gang

Kita para sopir taksi memiliki perhitungan tentang wilayah-wilayah tertentu pada jam-jam
tertentu yang kira-kira banyak penumpang. Kita memilih lahan mencari nafkah berdasarkan
perhitungan peta pasar penumpang.

Demikianlah akal kita membaca dunia dan kehidupan.

Tapi pada suatu siang kita lewat di suatu jalan, pada jam tertentu, menit tertentu dan detik
tertentu — muncullah seseorang dari dalam sebuah gang, yang langsung melambaikan tangan
memanggil taksi kita.

Bisakah akal kita memperhitungkan atau memperkirakan adegan itu? Bisakah kita
mengetahui bahwa pada detik itu seseorang akan nongol dari gang dan memanggil kita?
Kalau tidak, siapakah yang mengatur pertemuan di sebuah detik itu?
Kalau kita lebih cepat lima detik, maka taksi lain yang akan dipanggil oleh calon penumpang
dari gang itu.

Apakah kalau kita lewat terlalu cepat maka kita simpulkan bahwa memang itu bukan rejeki
kita, melainkan rejeki kawan sopir taksi di belakang kita? Ataukah kita sedang dirancang
untuk mendapatkan rejeki berikutnya yang lebih besar dari calon penumpang yang lain yang
entah di mana nanti akan mencegat kita?

CERMIN . 13

Setahun 23 Bulan

Begitu seorang karyawan diterima, keluarganya dipanggil ke kantor untuk diberikan gaji tiga
bulan pertama. Jumlah gaji yang diberikan dua kali lipat lebih banyak dibanding standar
umum, sehingga sangat jauh di atas UMR.

Pimpinan perusahaan berkata kepada istri si karyawan: “Mudah-mudahan dengan uang


seadanya ini rumah tanggamu aman. Tolong dorong suamimu agar bekerja keras. Kami
semua juga mohon doa agar usaha kita ini diridhoi Tuhan sehingga bermanfaat bagi semua
warganya dan masyarakat luas”.

Kalau datang hari ulang tahun Nabi Muhammad, semua karyawan digaji tiga bulan.
Demikian juga pada hari-hari besar lain, termasuk 17 Agustus. Kalau Idul Fitri tiba,
diterimakan gaji lima bulan. Dalam setahun, yang diterima para karyawan sebanyak 23 bulan
gaji.

Pada idul adha, semua karyawan diberi jatah perkelompok untuk berkorban. Biasanya setiap
hari raya korban oleh perusahaan disediakan sekitar 160 sapi, 500 kambing serta sejumlah
uang. Zakat dan infaq perusahaan keseluruhan perusahaan ini pertahun antara 12 hingga 15
milyar.

Semua itu tidak pernah ditayangkan di teve ataupun dimuat di surat kabar.

CERMIN . 14

Seribu Rupiah
Uang seribu rupiah, kalau kita pinjamkan tiga ratus rupiah, menjadi tinggal tujuh ratus rupiah.

Kalau yang tiga ratus rupiah itu kita sampaikan kepada orang lain — dengan ikhlas dan
berdasarkan apresiasi terhadap kadar kebutuhan orang yang diberi, serta dengan kebahagiaan
memahami bahwa Tuhan menyediakan alam ini untuk berbagi – maka uang seribu rupiah itu
bisa malah menjadi tujuh ribu rupiah.

Yang enam ribu tiga ratus rupiah itu bisa berupa uang, bisa juga berupa potensialitas rejeki
dan kebahagiaan hidup yang bermacam-macam bentuknya, yang datangnya tidak kita duga-
duga dan lolos dari hitungan managemen kita.

CERMIN . 15

Managemen Zam-Zam

Kata Tuhan: “Kalau engkau bersyukur, akan kutambahi berlipat-lipat. Kalau engkau ingkar,
ingatlah siksaanku sangat dahsyat”.

Empati kepada derita atau kekurangan orang lain, kemudian upaya untuk mengisinya, adalah
suatu bentuk rasa syukur. Egoisme, ketidakperdulian terhadap keadaan orang lain, adalah
ingkar terhadap hakekat kebersamaan hidup. Orang menciptakan sistem sosial atau
menyelenggarakan lembaga sejarah yang bernama “negara”, sesungguhnya karena berusaha
memenuhi ketentuan Tuhan melalui hakekat dan formula kemakhlukan alam dan manusia.

Maka semakin kita menghayati derita orang lain dan bersedia bekerjasama untuk mengatasi
penderitaan itu, semakin lebur kita di dalam kebersamaan hidup, sehingga Tuhan juga
semakin sayang kepada kita.

Kalau kita disayang Tuhan, kita seakan-akan menjadi air zam-zam. Tak akan habis.
Bukannya kita hebat, bukannya kita tidak akan habis. Melainkan Tuhan yang hebat, karena
Tuhan memang tidak akan pernah habis.

CERMIN . 16

Jiwo dan Tejo


Di desa, saya punya dua teman. Yang satu Jiwo namanya, lainnya Tejo. Nasib mereka
berbeda. Posisi mereka tidak sama. Cara orang banyak memandang dan menilai mereka juga
unik.

Misalnya dalam pergaulan. Kalau Jiwo terlihat di warung, duduk di sisi seseorang yang
dikenal suka maling, maka orang menyebut Jiwo adalah temannya maling, punya rancangan
kolusi untuk maling, dengan kata lain Jiwo dianggap juga seorang maling. Contoh lain kalau
Jiwo pada suatu siang tampak diboncengkan oleh sepeda motor Pak Lurah, maka orang
menganggap Jiwo sudah direkrut oleh Pak Lurah, sudah berkongkalikong dengan Pak Lurah,
sudah berkhianat kepada sebagian penduduk yang kebetulan pernah disusahkan hidupnya
oleh Pak Lurah.

Adapun nasib Tejo berbeda. Kalau ia akrab dengan maling, orang menyimpulkan itu adalah
taktik untuk menginsafkan maling. Kalau Tejo jalan runtang-runtung dengan tukang renten,
itu adalah bagian dari strategi makro politik perekonomian Tejo. Kalau Tejo pagi hari
bercengkerama dengan buruh-buruh di gardu, sorenya dijamu di rumah Pak Lurah — orang
menyimpulkan Tejo adalah seorang yang kosmopolit, seorang demokrat sejati dan arif, yang
mau bergaul dengan siapa saja.

Ada kemungkinan, jika kelak Jiwo masuk sorga, orang akan menyebut itu adalah
penyelundupan, atau sekurang-kurangnya Jiwo telah menyogok agar bisa masuk sorga.
Sedangkan kalau Tejo masuk neraka, itu adalah strategi untuk menghindari sikap takabur
bahwa ia sesungguhnya berhak masuk sorga. Juga Tejo sengaja menemani orang-orang
menderita di neraka.

CERMIN . 17

Matematika Buruh

Tulang punggung setiap lembaga usaha atau perusahaan adalah masyarakat buruh. Tulang
punggung itu bersusun-susun atau berlapis-lapis. Lapisan paling luar adalah etos kerja yang
maksimal pada para buruh.

Supaya etos kerja mereka tinggi, mereka memerlukan keikhlasan bekerja.


Supaya hati mereka ikhlas, terlebih dulu mereka perlu merasa bahagia dan bangga menjadi
bagian dari perusahaan.

Supaya mereka bangga, mereka butuh pengetahuan dan pengalaman bahwa tidak ada tempat
lain di mana mereka bisa mendapatkan tingkat upah dan santunan yang melebihi perusahaan
di mana mereka bekerja.

Supaya kebahagiaan diperoleh oleh masyarakat buruh, mereka memerlukan kenyataan bahwa
nafkah keluarga mereka terjamin, ekonomi rumahtangga mereka aman.

Supaya produktivitas kerja mereka meningkat lagi, maka kebahagiaan yang mereka dapatkan
tidak sekedar terjamin dan aman, tapi juga lebih dari itu.

Maka kita tidak heran kalau seorang pimpinan perusahaan berkata kepada Tuhan dalam
sembahyangnya: “Tuhan, buruh-buruh yang bekerja padaku bukan hanya asset perusahaanku.
Mereka adalah kekasih hidupku….”

CERMIN . 18

Mensana Mensini

Mensana incorporesano, di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat.

Ini filosofi dasar tentang betapa pentingnya berolahraga, merawat kesehatan badan, agar
semua onderdilnya berfungsi maksimal.

Hanya saja, banyak orang yang tubuhnya sakit-sakitan tapi jiwanya sehat, akalnya tegak,
mentalnya positif, hatinya teguh, sehingga produk moral sosialnya juga menggembirakan
orang lain.

Sementara tidak sedikit orang yang tubuhnya sangat sehat, makan minumnya bergizi
ultramodern, konsumsi badaniahnya mahal dan bergengsi – namun jiwanya kotor, mentalnya
kacau, akalnya licik, hatinya egoistik, suka memeras dan mau enaknya sendiri, sehingga hasil
perilakunya juga menyusahkan orang banyak.

Yang kita perlukan sekarang adalah teman yang bisa berbahasa Yunani dan
merumuskan mensana incorporesano namun di balik.
Badan yang sehat terletak di dalam jiwa yang sehat.

Orang yang sehat jiwanya tahu persis bahwa badan harus disehatkan, tapi orang yang
berbadan sehat tidak dijamin sadar atau bersedia untuk menyehatkan jiwanya.

Kalau tak ada yang tahu apa bahasa Yunaninya, ya kita ciptakan sendiri saja: Mensana
Mensini.

CERMIN . 19

Direktur dan Sopir

Kita menyimpulkan bahwa karena tingkat pendidikan, karena bakat dan kapasitas pribadi,
maka Pak A mampu menjadi direktur, sementara Pak B hanya mampu menjadi sopirnya.

Kalau misalnya saya seorang yang sangat berkuasa, dan memerintahkan agar Pak Direktur
mulai hari ini menjadi sopir dan Pak Sopir menjadi direktur, maka Pak A mungkin berkata
begini: “Bukan saya tidak mampu, tapi saya tidak mau”.

Kita menyimpulkan bahwa menjadi sopir atau buruh kecil apapun itu gampang, sehingga
sangat tidak menyulitkan pak direktur, pak menteri atau pak komisaris untuk melakukannya.

Mereka sangat mampu, tapi seumur hidup tak akan pernah mau, sehingga akhirnya ketidak-
mauan itu sesungguhnya adalah juga ketidak-mampuan.

Saya sendiri pasti tidak mampu bekerja sebagai pembantu rumahtangga: seharian bekerja,
mencuci, memasak, siap disuruh apa saja, rela dibangunkan jam berapapun untuk memenuhi
keperluan juragan.

Maka bukan saja para pembantu rumah tangga itu tidak kalah unggul atau tidak lebih rendah
dibanding saya. Saya malah curiga saya yang kalah unggul dibanding para pembantu
rumahtangga. Mereka tiap saat menjamin keberesan dan kegembiraan rumahtangga saya,
sedangkan saya tidak pernah bertanya apa bunyi perasaan mereka.

CERMIN . 20

Mencuri
Untuk mencuri, saya memerlukan tiga hal.

Pertama, sesuatu yang saya curi.

Kedua, saya memerlukan peluang waktu untuk melakukan pencurian.

Dan ketiga, saya membutuhkan suatu tempat untuk menyimpan sesuatu itu sesudah saya
pindahkan dari tempatnya yang semula.

Jadi, dengan sekali mencuri, dosa atau kesalahan saya bertumpuk-tumpuk.

Sesuatu yang saya curi itu pasti bukan milik saya.

Waktu yang saya pakai untuk mencuri pun bukan milik saya. Dan seandainyapun pihak yang
berhak atas waktu meminjamkannya kepada saya, maka pasti ia tidak mengizinkan waktu
saya pakai untuk mencuri.

Lantas tempat yang saya gunakan untuk menyembunyikan barang curian itu jelas bukan milik
saya pula. Sebab saya tidak pernah bisa menciptakan ruang, tanah, dunia atau apapun saja —
sehingga bagaimana mungkin saya pernah benar-benar punya hak atas suatu tempat.

Belum lagi kalau saya hitung bahwa tangan, otak, mata, telinga, darah, tenaga — dan lain
sebagainya — yang semua saya kerahkan untuk melakukan pencurian, ternyata juga sama
sekali bukan milik saya.

Jadi, sekali mencuri, langsung saya dapatkan puluhan kesalahan, bahkan mungkin ribuan
dosa.

CERMIN . 21

Misteri Kesabaran

Salah satu kenyataan yang sangat misterius bagi keterbatasan akal manusia adalah praktek-
praktek kesabaran Tuhan. Mungkin itu yang menyebabkan Tuhan bergelar Maha Sabar,
bukan sangat sabar, atau juga bukan terlalu sabar.

Begitu banyak manusia menyakiti manusia: batas pengetahuan kita adalah bahwa terhadap itu
semua Tuhan Maha Sabar. Begitu banyak orang mencuri hak orang lain, begitu banyak
hamba Allah memeras dan menindas kedaulatan hamba Allah yang lain, tapi ilmu kita
terbentur pada dugaan bahwa Allah Maha Sabar.

Saya menyebut itu misteri. Sebab pasti Tuhan memiliki takaran kesabaranNya sendiri,
memiliki kearifan dan strateginya sendiri, serta memiliki komprehensi penyikapan sendiri
dalam rangkaian maksud dan kehendak yang sungguh tak terhingga untuk mampu disentuh
oleh kerdilnya akal manusia.

Dalam penderitaan separah apapun, semoga kita terlindung dari kecenderungan untuk
bersangka buruk kepada Tuhan.

CERMIN . 22

Sorga Neraka di Kaki Ibu

Ibu saya berkata: “Sorga berada di bawah telapak kaki Ibu itu artinya bukan bahwa Ibumu ini
berkuasa atasmu, sehingga tidak ada kebaikan bagimu kecuali mematuhi apa saja kata Ibu
kepadamu”.

“Sorgamu ada di kakiku, Nak. Jadi amanat Tuhan kepada Ibumu sangat berat. Ibu wajib
mensorgakan hidupmu. Ibumu harus memproses kesorgaanmu di dunia dan akhirat. Ibumu
wajib bersikap terbuka dan adil agar engkau bisa merundingkan masa depan sorgamu sebaik-
baiknya”.

“Sorga di kakiku ini disediakan untukmu, Nak. Tapi neraka di kakiku disediakan buat kita
berdua. Kalau tak kusediakan pendidikan jalan ke sorga untukmu, Ibumu tercampak ke dalam
neraka. Kalau hati Ibumu marah atau sakit hati kepadamu tanpa dasar yang Tuhan
merelakannya, maka neraka bukan untukmu, melainkan untuk Ibumu”.

“Nak, kalau Ibumu menyediakan jalan neraka bagimu, ingatkanlah aku. Namun kalau
kusediakan jalan sorga bagimu, engkau wajib patuh kepadaku”.

CERMIN . 23

Kebaikan dalam Rangka


Sahabat saya dari luar kota pada suatu larut malam di Malioboro Yogya menjumpai seorang
penjual gudeg yang tampak agak menggigil karena kedinginan.

Orang ini berjualan gudeg setiap malam sampai dinihari. Ia membayangkan dalam beberapa
tahun paru-parunya akan basah, keseluruhan badannya akan sakit-sakitan, dan akan cepat tua.

Maka jaket yang ia pakai, langsung ia berikan kepada si penjual gudeg.

Yang sahabat saya tak sadari adalah bahwa penjual gudeg ini seorang gadis, perawan, yang
wajahnya cukup manis. Maka esoknya tersebar berita dalam komunitas gudeg Yogya bahwa
sahabat saya itu naksir si penjual gudeg, sehingga memberinya jaket dalam rangka
melakukan pendekatan.

Si perawan ini sendiri beranggapan demikian sehingga ia merasa sahabat saya ini sedang
menjanjikan sesuatu yang akan dikembangkannya lebih lanjut. Maka ketika kemudian
sahabat saya tidak melakukan apa-apa lebih lanjut, si perawan merasa kecewa, sakit hati,
sementara warga komunitas gudeg yang lain menganggap bahwa sahabat saya ini
mempermainkan si perawan gudeg.

Mungkin ini contoh dari  “budaya dalam rangka” yang sudah  memasyarakat. Kalau
seseorang memberi, menyumbang, melakukan kebaikan, dipahami sebagai upaya untuk
menggapai sesuatu di luar kebaikan itu.

Kebaikan sukar berdiri sendiri dan murni sebagai kebaikan itu sendiri.

CERMIN . 24

Sekilo Beras dan Sebiji Ilmu

Seorang kawan berkata: “Semakin banyak kita menuangkan ilmu, jumlah ilmu di dalam diri
kita justru semakin banyak. Itulah bedanya dengan benda. Itulah beda antara roh dengan
jisim”.

Saya memprotes: “Jangan terlalu banyak omong tentang rohani. Masyarakat kita masih
belum terpenuhi problem jasmaninya: kelayakan hidup belum merata, lapangan kerja
semakin timpang jumlahnya dibanding pencari kerja. Semua itu urusan benda. Kalau kamu
terlalu banyak omong tentang kehebatan rohani, nanti orang makin mundur daya juangnya
untuk memperadilkan perolehan benda, nafkah keluarga, biaya sekolah anak-anak dan lain-
lain”.

Kawan kita tertawa: “Saya justru bicara tentang benda, tolol!”, katanya ketus, “Ilmu bisa
melipatgandakan benda, tapi benda tidak begitu punya kecenderungan untuk memuaikan
ilmu, melainkan mengkerdilkannya”.

“Itu juga masih terlalu filosofis!”, saya memotong, “Berbicaralah tentang sekilo beras,
misalnya”.

“Benih sekilo beras adalah sebiji ilmu. Perjuangan membagi adil beras, dipanglimai oleh
ilmu. Rasa malu untuk tidak menumpuk sendiri beras-beras kehidupan sementara banyak
orang lain setengah mati mencarinya, adalah juga berkat panduan ilmu”.

CERMIN . 25

Peran Senyuman dalam Pembangunan

Seorang istri, yang bermurah hati untuk tersenyum tatkala menyambut suaminya datang,
menurut Rasulullah akan diganjar kemuliaan oleh Allah setingkat pahala orang melakukan
shalat tarawih.

Tentu saja itu bukan anjuran agar para istri sebaiknya tak usah bertarawih, asalkan ia selalu
tersenyum kepada suaminya.

Sesungguhnya kalau kita murah senyum, pergaulan akan lebih indah, hangat dan segar.
Namun demikian atas seulas senyum, sahabat-sahabat kita bisa selalu tanpa sadar
menyiapkan seribu penafsiran.

Kalau sambil jalan di trotoar kita senyum terus, orang bisa menyangka kita sinting. Kalau
dalam situasi berdesakan di bis kota kita tersenyum dan pandangan mata kita mengarah ke
seseorang yang hatinya sedang gundah, kita bisa ditonjok karena dia tersinggung atau merasa
diejek.

Atau kalau sebagai wanita cantik Anda tersenyum kepada saya, lantas ternyata saya GR dan
diam-diam menafsirkan bahwa senyuman Anda itu bermakna cinta atau naksir — misalnya
— lantas ternyata tidak ada kelanjutan tindakan dari Anda sesuai dengan logika harapan saya;
bisa jadi Anda lantas saya tuduh telah menipu sesudah memberi saya harapan.

Tapi insyaallah saya tidak akan mencelakakan umpamanya dengan mengumum-umumkan


tuduhan saya itu ke seantero negeri.

CERMIN . 26

Betul dan Benar

Mohon maaf tak sengaja Anda terpaksa ketemu saya lagi.

Mulai sekarang Anda sebaiknya bersikap waspada dalam memperhitungkan saat-saat kapan,
jam berapa saja, terdapat kemungkinan kita dipertemukan tanpa sengaja.

Demi Tuhan tak ada maksud saya untuk memergoki atau menjebak Anda. Pertemuan kita ini
semata-mata kebetulan saja.

Kebetulan itu asal katanya “betul”. Betul itu sama dengan “benar”. Tapi saya tidak berani
mengusulkan kepada Anda agar menyepakati bahwa kebetulan itu juga sama dengan
kebenaran — meskipun selama ini masyarakat kita memahami kata “kebetulan” sangat-
sangat berbeda dengan makna “kebenaran”.

Tak ada Ulama atau Pendeta yang berkhutbah: “Para Nabi dan Rasul telah membawa
kebetulan….”. Pasti mereka katakan: “Membawa kebenaran”.

Tentu Anda yang bisa menjelaskan kepada saya apa beda antara benar dengan betul.

CERMIN . 27

Blessing dan Ndilalah

Kata kebenaran, padanannya adalah the thruth, atau bahasa Arabnya: al-haq. Kita pakai kata
itu ketika menjelaskan firman Tuhan, teologi, hukum, moral dan lain sebagainya.
Sedangkan kebetulan, akronim yang dipakai biasanya adalah blessing in disguise. Bahasa Al
Qur’annya “min haitsu la yahtasib”. Bahasa Kejawennya: ndilalah, atau lengkapnya ndilalah
kersaning Allah.

Istilah kebetulan biasanya dipakai untuk menjelaskan nasib baik yang tak disengaja,
keberuntungan yang di luar perhitungan. Ya itu tadi: min haitsu la yahtasib, dari sesuatu yang
tidak engkau perhitungkan. Kalau saya dianiaya orang, saya langsung kutip kata-kata Allah
itu: min haitsu la yahtasib!, ada sesuatu yang tak engkau sangka-sangka akan mendatangimu.
Atau ndilalah, yang bahasa aslinya: ‘indallah, atas kehendak Allah.

Pertanyaan kita adalah: mosok kehendak Allah itu hanya kebetulan, dan bukan kebenaran.

CERMIN . 28

Senang dan Ketemu

Seandainya Anda tidak senang ketemu saya, entah karena tidak percaya pada hidup saya,
entah karena benci, dengki atau apapun — saya berdoa semoga Allah memperkenankan kita
berdua untuk terhindar dari pertemuan, dalam bentuk dan cara apapun selama hidup kita di
dunia.

Tapi seandainya Anda senang bertemu saya, sebagaimana saya sangat senang berjumpa
dengan Anda semua, apalagi secara langsung — mohon maaf saya tidak berdoa semoga
Allah mempertemukan kita.

Doa saya adalah: Semoga Allah menghemat waktu Anda, enerji Anda, pikiran dan seluruh
potensialitas hidup Anda — tidak melalui jalan di mana Anda dipertemukan dengan saya,
melainkan Anda dipertemukan dengan segala sesuatu yang memang benar-benar Anda
butuhkan secara hakiki.

CERMIN . 29

Pakaian Selebritis

Anda tentu telah membaca atau mendengar dari banyak media bahwa saya ini termasuk kaum
selebritis. Agar supaya lebih mantap sekarang saya niati untuk menampilkan keselebritisan
saya.
Selebritis itu menggambarkan suatu gaya hidup. Ciri dan spesifikasinya adalah kemewahan.
Seperti sarung dan kaos saya ini. Cobalah jalan di kota-kota besar, di daerah-daerah elite dan
metropolitan: orang yang berpakaian seperti saya ini sangat sedikit. Artinya, pakaian saya ini
mewah. Kebanyakan orang pakai baju, atau paling-paling jas, dasi, sepatu.

Sedangkan bagi saya sepatu itu koden, sangat banyak orang sudah memakainya. Jadi tidak
mewah. Sudah lebih 15 tahun saya tidak pakai sepatu.

Sarung ini — mana ada orang pergi ngantor atau ke restoran pakai sarung? Berarti mereka
orang kebanyakan. Bukan selebritis sebagaimana saya.

Apalagi kaos ini. Perhatikan dengan seksama. Ini jenis kaos khas Michael Jackson.

CERMIN . 30

Cara Makan Selebritis

Kaum selebritis itu mewah, ilmiah, elite, pokoknya berbeda dengan kebanyakan orang,
termasuk dalam soal makan.

Kebanyakan orang pergi makan kapan ia ingin makan. Sedangkan selebritis hanya makan
kalau sudah hampir tiba di titik ambang kelaparan. Sebab kalau ia membiarkan diri
kelaparan, berarti ia melanggar amanat Tuhan untuk merawat kesehatan badan.

Kebanyakan orang makan sekenyang-kenyangnya. Sedangkan selebritis berhenti makan


sebelum menyentuh keadaan kenyang, sebab pada batas itulah terletak optimalitas kesehatan
dan kecerahan kreativitas hidup.

Kebanyakan orang memilih makanan yang disukainya. Sedangkan selebritis mengambil


makanan yang menyehatkannya jasmani rohani, atau dengan kata lain yang halal dan thayyib.

Kebanyakan orang menghindarkan diri dari makanan yang tak disukainya. Sedangkan
selebritis siap mengunyah dan menelan apa saja, meskipun pahit, amis dan tak disukainya –
dengan syarat bahwa itu adalah kebaikan sosial yang wajib dikerjakannya.

Dalam semua konteks yang saya sebutkan ini, Nabi Muhammad adalah pemimpin kaum
selebritis.
CERMIN . 31

Selebritis dan Perjuangan

Yang membuat kaum selebritis khas dan elite adalah karena sikap dan cara hidupnya berbeda
atau bahkan bertentangan dibanding kebanyakan orang.

Kebanyakan orang cenderung melakukan apa yang ia senangi dan tidak melakukan apa yang
ia tidak senangi. Sementara kaum selebritis seringkali sengaja tidak melakukan hal-hal yang
ia senangi, dan justru melakukan apa-apa yang tidak ia senangi — dalam batas-batas bahwa
itu semua tidak melanggar syariat Agama dan hukum Negara.

Kaum selebritis sengaja melatih mental untuk setiap saat siap mengerjakan suatu perjuangan
sosial meskipun secara pribadi ia tak menyukainya, atau sewaktu-waktu ia meninggalkan
kesenangan pribadinya untuk kepentingan yang lebih luas.

Itu yang dinamakan mental dan kepribadian pejuang.

Itu berbeda dibanding bayi dan anak-anak — berapapun usia bayi-bayi itu dan apapun
jabatan anak-anak itu — yang hanya sanggup melakukan yang ia senangi dan selalu
menghindar dari yang tak ia sukai.

CERMIN . 32

Lomba Tidur Selebritis

Saya menawarkan kepada perusahaan-perusahaan untuk mensponsori Lomba Tidur antar


kaum selebritis. Dalam pasal tidur ini, kaum selebritis mampu melakukan tidur yang
kebanyakan orang tak sanggup.

Pertama, pasal di mana tidur. Di kasur, di karpet, di tikar, di kayu, di lantai keramik, di tanah,
di tempat becek, atau sambil berendam di air sungai. Kalau bisanya hanya tidur di kasur,
berarti orang awam. Kalau bisa tidur di trotoar dekat bak sampah, baru selebritis namanya.

Kedua, posisi badan waktu tidur. Apakah berbaring, posisi duduk, berdiri, miring, atau badan
terlipat-lipat karena ruangan sangat sempit. Selebritis disebut manusia spesifik karena
sanggup tidur meskipun dalam posisi berdiri dan tidak bersandar.
Ketiga, pasal lamanya tidur. Kebanyakan orang tidur antara 6 s/d 8 jam sehari. Selebritis
sanggup tidur sekitar 2-3 jam sehari. Kalau diperlukan tiga hari tiga malam tidak
tidur ya siap.

Keempat, bisakah Anda mencapai effektivitas tidur tanpa memejamkan mata dan tanpa
mengistirahatkan badan? Misalnya karena frekwensi tugas-tugas Anda kadangkala memaksa
Anda demikian?

CERMIN . 33

Aku Hidup Tidak Merdeka

Aku hidup tidak merdeka, dan tidak ada kenikmatan melebihi hidup tidak merdeka.

Aku hidup tidak merdeka, dan kusyukuri keadaan tidak merdeka ini di siang dan malam, di
pagi dan sore, di semua menit detik, di setiap peluang yang sesempit apapun.

Aku bersyukur, aku bersyukur, aku bersyukur karena Allah tidak membiarkanku melangkah
berjalan merdeka. Aku bersyukur, aku bersyukur, aku bersyukur karena Allah mengikatku,
memelukku erat-erat dan tidak mengizinkanku keluar dari pelukanNya.

CERMIN . 34

Kalau Allah Memerdekakanku

Kalau Allah memerdekakanku untuk bebas menumbuhkan helai-helai rambutku sendiri.

Kalau Allah mempersilahkanku dengan kebebasanku sendiri menyusun dan memerintahkan


usus agar mengolah makanan.

Kalau Allah membukakan pintu kemerdekaan dan melepaskanku untuk menyembuhkan


penyakitku sendiri, untuk menghibur hatiku sendiri, untuk menanggung hidup dan matiku
sendiri –- ya Allah, mampuslah aku.

Kalau Allah membebaskan badanku dari pengaruh gravitasi.

Kalau Allah membebaskanku untuk menumbuhkan sendiri setiap pohon yang kutanam.
Kalau Allah membebaskanku dan semua manusia untuk mengambil keputusan sendiri di
antara kami kapan harus turun hujan dan di mana sebaiknya turun hujan.

Kalau Allah membebaskanku untuk mengatur lautan sendiri, untuk menentukan akan
diapakan hutan dan gunung-gunung.

Kalau Allah membebaskanku dan semua manusia untuk mengambil keputusan sendiri
mengenai tanah dan langit, mengenai apa yang baik dan yang buruk, mengenai yang mana
selamat dan yang mana celaka – maka ya Allah, dalam beberapa hari kami ummat manusia
akan musnah dari muka bumi.

CERMIN . 35

Memelihara Fitnah Sampai Tua

Tidak sedikit jumlah orang yang bertele-tele hidupnya dengan terus menerus membiarkan
pikiran dan hatinya dihuni rasa dengki, dipenuhi fitnah tentang ini dan kepada itu, dikili-
kili prasangka-prasangka dan digerogoti tuduhan tuduhan. Baik yang diungkapkan,
diterapkan, maupun yang dibiarkan terpelihara di dalam dirinya sampai hari tuanya.

Tetapi teman-teman ini tetap harus kita kagumi, karena tenaga hidupnya sangat besar
sehingga tidak merasa kelelahan bersikap demikian. Dan lebih mengagumkan lagi karena
bersamaan dengan memelihara fitnah, para sahabat kita ini tetap mampu melakukan ibadah,
sembahyang, bersujud dan berdoa minta banyak-banyak kepada Tuhan.

CERMIN . 36

Racun dan Pemimpin Dunia

Terlalu banyak racun.

Kita sendiri memproduksi racun yang luar biasa besar. Kita menjalankan politik dengan
memproduksi racun, bahkan kita menjalankan agama dengan produksi racun yang luar biasa,
kita menjalankan industri, media, kebudayaan, peradaban dengan racun. Produksi utama kita
adalah racun-racun.
Nah sekarang yang keracunan bukan hanya pikiranmu dan hatimu, sekarang awakmu
(jasadmu) juga harus hati-hati. Kalau sakit gatal-gatal, loro tatu-tatu, loro tenggorokan serak-
serak, aliran-aliran yang aneh di dalam tubuh anda. Tolong daya tahan badan Anda betul-
betul dicek untuk supaya tetap prima, sehingga Anda tidak bisa dikalahkan oleh seluruh
gejala dunia, karena Anda adalah pemimpinnya dunia, bukan Anda yang dipimpin dunia.

CERMIN . 37

Revolusi Jasad

Seandainya sekarang Nabi Musa datang di Indonesia dan menggelar konferensi pers, saya
jamin tak ada wartawan yang datang.

Itulah umat yang tidak bisa diajak bicara.

Maka akan terjadi revolusi yang sifatnya jasad. Apakah itu melalui alam atau melalui
perbenturan-perbenturan sosial.

Tapi revolusi jasad yang sifatnya sangat fisik itu akan terjadi. Apa lewat lempengan bumi,
lewat tsunami, lewat gempa, lewat longsor, lewat ambleg, atau lewat benturan-benturan
sosial, apa mapolsek diserbu, suku saling perang, kampung saling tawur, mahasiswa
tawur dan seterusnya yang akan terjadi secara besar-besaran.

Karena itu semua adalah syarat untuk bangun kembali dan lahir dari kematian yang terlalu
lama.

CERMIN . 38

Sempurnanya Keikhlasan

Kata Rasulullah, kalau tangan kananmu berbuat baik, tangan kirimu jangan sampai tahu.

Perbuatan baik tidak boleh ditakaburkan. Tidak boleh dipamerkan. Tidak boleh menjadi
peristiwa riya’ di dalam kalbu orang yang melakukannya.
Ada seorang lelaki setengah baya masuk Mal. Membawa koper cukup besar. Ia naik
eskalator. Tergugup-gugup, mungkin belum terbiasa menyesuaikan kaki dan badannya
dengan mekanisme dan irama tangga berjalan itu.

Sedemikian rupa sehingga ia terjatuh, kopernya menggelinding ke bawah, terbuka, dan isinya
terbaur keluar.

Isi koper itu ternyata beribu-ribu lembaran uang sepuluh ribuan.

Tanpa sadar orang-orang yang berkerumun dan lalu lalang di sekitar tempat itu langsung
menyerbu dan meroyok lembaran-lembaran uang yang berhamburan itu.

Si lelaki setengah teriak-teriak.

Kemudian ia menangis dan menutupi mukanya. “Uang saya diroyok orang! Uang saya
diroyok orang…..”, sambatnya.

Tak ada yang memperhatikannya, sampai akhirnya tak ada orang tahu juga tatkala ia
menghilang.

Ternyata memang ia sengaja. Ia ingin beramal, tapi jangan sampai ketahuan kalau beramal. Ia
pura-pura menangis dan eman uangnya hilang, agar tak seorang pun menyangka bahwa
sebenarnya ia sengaja melakukan itu. Ia ingin menyempurnakan keikhlasannya.

Lelaki yang saya kisahkan ini sangat tinggi derajatnya di mata Allah.

Dan itulah bedanya dengan saya.

Derajat saya masih pada strata tugas “uswatun hasanah”. Memberi teladan yang baik.
Celakanya, memberi teladan itu tidak mungkin dengan menyembunyikannya, melainkan
justru harus menunjukkannya.

Saya berdoa kepada Allah: “Ya Kekasih, nilailah apa yang kulakukan ini sebagai riya’ dan
takabur, sehingga Engkau membatalkan pahalaMu atasku. Karena dengan tiadanya tabungan
pahala itu insyaAllah aku menjadi lebih bersemangat untuk tetap mencoba menabung pahala
dan kemuliaan….”
CERMIN . 39

Kukejar Pencuri Hingga ke Liang Naga

Kalau ada orang mencuri barang saya, saya akan cari pencuri itu sampai ketemu. Sampai ke
liang naga pun akan saya kejar. Kemudian kalau ketemu, saya akan minta dia
mengembalikan barang saya yang dicurinya itu. Lantas saya tanyakan padanya apakah ia
sungguh-sungguh membutuhkan barang itu. Kalau dia bilang ya, saya akan langsung
memberikan barang itu kepadanya.

Dengan demikian, dia bukan lagi pencuri. Dia juga bukan hanya tidak berdosa, lebih dari itu
ia disapa Allah melalui rizqi tak terduga itu. Juga saya, bukan sekedar tidak kehilangan —
lebih dari itu saya bahagia dan melangkah lebih dekat ke pintu barokah.

Adapun untuk bertemu dan mengalami sesuatu dengan pencuri, tidak perlu pakai kalau.

CERMIN . 40

Memukul dan Tidak Bermusuhan

Bertinju di ring masih lumayan moralnya. Mereka saling rela memukul dan dipukul karena
suatu tekad profesional, aturannya jelas, berlangsung transparan, dan mereka bertinju tidak
dalam rangka bermusuhan, membenci atau menguasai sebagai sesama manusia.

Ada pertinjuan yang lebih kejam dari itu, yakni mekanisme orang ditinju, dipukul, dan
disakiti di berbagai bidang kehidupan tanpa orang itu rela disakiti dan tak punya kewajiban
apa pun untuk disakiti.

Kalau kita berpikir kuantitatif, tinju hanya ada di ring tinju. Tapi dengan berpikir kualitatif
kita bisa menemukan petinju di Istana Negara, di gedung parlemen, di kantor-kantor
kementerian, Gubernur hingga Lurah. Sejauh ini rakyat hampir selalu kalah KO.

CERMIN . 41

Syair Tukang Bakso


Sebuah pengajian yang amat khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam itu,
mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan piring dengan
sendoknya.

Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-
ulang itu sungguh mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya
sedang bekerja keras.

“Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso!” gerutu
seseorang.

“Bukan sekali dua kali ini dia mengacau!” tambah lainnya, dan disambung — “Ya, ya,
betul!”

“Jangan marah, ikhwan,” seseorang berusaha meredakan kegelisahan, “ia sekedar mencari
makan….”

“Ia tak punya imajinasi terhadap apa yang kita lakukan!” potong seseorang yang lain lagi.

“Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan-jangan ia minan-nashara!” sebuah suara


keras.

Tapi sebelum takmir masjid bertindak sesuatu, terdengar suara Pak Ustadz juga mengeras:
“Khauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai khauf ilallah
selama ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam hidupnya. Allah itu Maha Besar, maka
barangsiapa takut hanya kepadaNya, yang lain-lain menjadi kecil adanya.”

“Tak usah menghitung dulu ketakutan terhadap kekuasaan sebuah rezim atau peluru
militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso. Beranikah Anda semua,
kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang
bakso? Anda tidak takut menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar,
memasuki rumah tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda
untuk menjadi tukang bakso? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda tak ada jalan lain
dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso? Cobalah wawancarai hati Anda sekarang ini,
takutkah atau tidak?”
“Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah
Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso
memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua.”

Suasana menjadi senyap. Suara ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-
nusuk hati para peserta pengajian.

“Kita memerlukan baca istighfar lebih dari seribu kali dalam sehari,” Pak Ustadz
melanjutkan, “karena kita masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap
apa yang kita anggap derajat rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di sebuah kantor, takut
miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa menghibur istri dan mertua, dan kelak takut
dipecat, takut tak naik pangkat… Masya Allah, sungguh kita masih termasuk golongan
orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah!”

CERMIN . 42

Persaingan Dengan Tetangga

Aku beli sepeda, tetanggaku beli sepeda lebih bagus. Aku beli motor, tetanggaku beli motor
lebih mahal. Aku beli kulkas, tetanggaku beli kulkas lebih besar. Aku beli radio, tetanggaku
beli teve. Aku beli mobil rongsokan, tetanggaku beli mobil baru.

Lama-lama aku sadar bahwa aku disaingi. Dia pikir dia bisa lebih hebat dari aku. Pasti dia
belum tahu siapa aku, sehingga berani-beraninya menantang kompetisi melawan aku.

Esok paginya aku beli cat hitam banyak-banyak. Semua tembok luar, termasuk pintu dan
jendela, aku cat hitam legam.

Tetanggaku tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menyaingiku. Besoknya lagi
kujual sepedaku, kugadaikan teveku — tetanggaku semakin kalah bersaing melawanku!

CERMIN . 43

Kurikulum Curang

Saya tak berani memastikan apakah kecurangan termasuk ke dalam kurikulum pelajaran atau
pelatihan sepakbola. Tapi setidaknya pendidikan ini tentu dilakukan secara ekstra kurikuler.
Setidaknya setiap pemain belajar secara diam-diam, membawa ‘buku kecurangan’, terutama
para pemain yang merasa berbakat menjadi ‘petugas pembunuh’.

Jangankan sepakbola, sedangkan Sekolah atau Universitas saja tidak punya urusan dengan
kejujuran atau kecurangan. Dunia akademis hanya mengkaitkan diri dengan tahu dan tidak
tahu, mengerti dan tidak mengerti, serta pintar atau bodoh.

Adapun jujur atau baik, bukan urusan ilmiah.

CERMIN . 44

Kalau Takut Anak Istrimu Kelaparan

Kalau kau pelajari kebenaran dan kau memperjuangkannya dalam kehidupan, sering-
seringlah menanyakan kepada dirimu sendiri: Sesudah pagi mengucapkan kebenaran, apakah
siangnya masih berlaku kebenaran itu dalam hidupmu? Kalau sore kau teriakkan kebenaran,
apakah engkau sanggup menjaga kesuburannya di malam hari?

Kalau anakmu sakit, kalau datang ketakutan apakah anak istrimu bisa makan atau tidak, kalau
di sekitarmu kebenaran yang kau yakini itu tidak berlaku — apakah engkau masih tetap
sanggup menyangganya?

CERMIN . 45

Masuk Sorga Sendirian

Kita tidak egois dalam mencintai Allah dan Rasulullah. Gamelan kita tabuh, gitar kita petik,
biola kita gesek dan seruling kita tiup — agar memperindah pernyataan cinta kita kepada
Allah dan Rasulullah.

Kenapa ketepung dangdut kita kutuk hanya karena ia dipakai untuk budaya maksiat? Salah
apa ketepung itu? Apakah engkau mengutuk Abu Jahal  beserta pedangnya juga?
Kalau perlu pakailah rumah Abu Jahal untuk shalat berjamaah.

CERMIN . 46

Bukan Aku, Tapi Tuhanku

Kalau atas dosa-dosa selama hidupku yang kumohonkan kepada-Nya hanyalah ampunan,
maka aku takut fokus ibadatku hanyalah penyelamatan diri sendiri.

Padahal titik berat nilai hidupku bukanlah aku ini, melainkan Tuhanku.

Demi Allah yang kau serta segala yang ada padaku berasal semata-mata dari-Nya, baru
sampai di tahap itulah pemahamanku atas nilai tauhid.

CERMIN . 47

Tidak Minta Apa-Apa Dalam Do’a

Yang membubung hanya mimpi, adapun permintaan mesti tahu diri.

Ada hamba yang setiap kali berdoa mengucapkan: “Ya Allah, tak akan pernah lunas hutang
rasa syukurku kepadaMu. Tak akan pernah cukup seluruh usia yang Engkau anugerahkan ini
untuk menjalani rasa terima kasihku kepadaMu. Apakah menurutMu, hambaMu ini pantas
meminta sesuatu lagi kepadaMu?”

Kalau Anda punya dua anak, yang satu selalu meminta dan meminta, sedangkan lainnya
pemalu dan hanya menerima sesuatu kalau Anda memberikannya dan amat jarang meminta
sesuatu kepada Anda. Pertanyaannya: kepada yang manakah anda lebih senang dan lega
untuk memberikan sesuatu?

CERMIN . 48

Bau Mulut

Kalau yang keluar dari mulut kita adalah kalimat-kalimat yang menyakitkan hati, tidak apa-
apa. Kalau ungkapan yang nongol dari mulut kita mengandung kemudaratan sosial, masih
bisa dimaafkan.
Kalau bunyi kalimat yang muncul dari mulut kita tidak etis, a-sosial, menyinggung perasaan
orang banyak, menghina rakyat, meremehkan Tuhan atau apapun, masih bisa dianggap bukan
soal.

Yang menjadi soal terpenting bagi kita semua sekarang adalah kalau dari mulut kita
mengepul aroma bau busuk alias tidak sedap.

Oleh karena itu yang kita dakwahkan bukanlah kebenaran, kebaikan dan keindahan nilai dari
ekspresi manusia. Yang kita bayar mahal adalah alat-alat yang membuat mulut kita tidak bau
ketika ngomong.

CERMIN . 49

Wajah Komersial

Kalau kita buang angin, yang kita cuci atau kita basuh dengan air dalam berwudlu, bukanlah
wilayah biologis yang mengeluarkan angin itu, melainkan wajah kita. Mungkin karena yang
harus terutama dipertahankan oleh manusia adalah kebersihan jiwa dan kualitas
kepribadiannya, yang tercermin atau diwakili oleh penampilan wajahnya.

Akan tetapi pikiran dan prinsip semacam itu tidak cocok dengan dunia modern, karena tidak
realistis dan kurang pragmatis. Yang paling utama dari wajah manusia bukanlah muatan
mutunya, bukan keindahan pribadinya, juga bukan tanggung jawab sosialnya — melainkan
apakah ia komersial atau tidak, marketable atau tidak, alias layak jual atau tidak.

Sebagian dari Anda tentu tidak pernah menyangka bahwa Tuhan menciptakan wajah manusia
itu urusan utamanya adalah jual beli kepribadian dan kemanusiaan.

CERMIN . 50

Memperlakukan Matahari

Jangan terlalu membebani sekolahan, kampus, dosen-dosen dan skripsi atau keseluruhan
dunia ilmu pengetahuan dengan harapan-harapan dan impian-impian. Jangan minta terlalu
banyak kepada semua itu.
Kalau mencari ilmu, kearifan dan kemuliaan hidup, jangan andalkan itu semua. Lebih baik
berharap kepada bagaimana caramu sendiri melihat dan memperlakukan matahari setiap pagi,
dedaunan, tetangga, pasar atau impian-impian aneh setiap malam.

Mintalah ilmu kepada pemilikNya di setiap butiran udara.

CERMIN . 51

Allah dan Tetangga

Meskipun doa itu bebas sensor, tapi musti dikira-kira bukan? Allah menawarkan kepada
hamba-hambaNya agar memohon kepadaNya dan Ia berjanji akan mengabulkan.

Jangankan Allah, sedangkan tetangga sebelah — kalau sehari-hari kepadanya kita tidak
menunjukkan sikap yang baik dan bertanggung jawab sebagai makhluk sosial — tentu ia
malas untuk punya ide mengirimi makanan kepada kita.

Bahkan seandainya kita bersikap tidak tahu diri dan nekad bertamu ke rumahnya
mengemukakan kebutuhan: Anda tentu setuju bahwa menyuguhi segelas teh sajapun diam-
diam hatinya tidak ikhlas.

Pernahkah kita memperlakukan Allah lebih baik, santun dan bertanggung jawab, dibanding
perlakuan kita kepada para tetangga?

CERMIN . 52

Pembunuh dan Penyembelih

Seusai mengaji Al-Qur’an bersama, disebuah surau, terdengar suara Pak Guru berbicara
tentang keburukan kepada murid-muridnya.

“Kenapa dalam kenduri tadi malam tak kita sebut Fulan membunuh ayam, melainkan Fulan
menyembelih ayam? Kenapa Fulan tidak disebut pembunuh, melainkan penyembelih?”

“Karena kebaikan dan keburukan itu bentuk pekerjaanya bisa sama, tetapi berbeda
perhubungan nilai dan haknya. Kalian menggenggam sebilah pedang, kemarin kalian
menebaskannya ke dahan pohon, hari ini ke leher seseorang. Yang kalian lakukan semata
mata menebaskan pedang, tetapi pada tebasan yang kedua, kalian menghadirkan sesuatu tidak
pada tempatnya dan tidak pada haknya.”

“Selembar kertas yang bersih kalian hamparkan di atas lantai rumah yang bersih: kertas itu
menjadi kotoran pada lantai. Demikian pula jika kalian tidur di tengah jalan raya,
sembahyang subuh di siang bolong, atau menyanyikan lagu keras-keras di rumah sakit.
Keburukan adalah kebaikan yang tidak diletakkan pada ruang dan waktunya yang tepat.”

“Makan gulai itu baik dan bergizi, tapi ia menjadi kejahatan jika kalian lakukan tanpa berbagi
dengan seseorang yang kelaparan yang pada saat itu berada dalam jangkauanmu.”

“Mengucapkan kata-kata, mengungkapkan pengetahuan atau menuturkan ilmu; betapa mulia.


Tetapi pada keadaan tertentu yang kalian ucapkan adalah dusta. Jadi mengucapkan (pada
menuturkan ilmu) dan mengucapkan (pada berkata dusta) itu berbeda (walaupun sama-sama
berkata-kata/mengucapkan sesuatu) seperti perbedaan antara surga dan neraka.”

“Mengambil air di sumur, mengambil bebuahan di ladang atau mengambil uang disaku; baik
itu adanya. Tetapi sumur siapa, ladang siapa dan saku siapa: itulah yang menentukan apakah
kalian mengambil ataukah mencuri.”

CERMIN . 53

Asyik, Permainan Tapi Sungguh-Sungguh

Sepakbola, sebagaimana kesenian atau banyak pekerjaan kita di dunia — adalah permainan
yang sungguh-sungguh, antara lain karena ia memang sungguh-sungguh permainan. Bahkan
Allah membukakan salah satu rahasia iradahNya : bahwa sebenarnya kehidupan di dunia ini
adalah permainan dan senda gurau.

Namun permainan itu tidak boleh dilakukan dengan main-main. Para pelawakpun yang penuh
permainan penampilannya, tidak pernah tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas
kepelawakannya.

CERMIN . 54

Para Pelawak dan Dasi


Para pelawak ada baiknya terus mengeksplorasi dan merambah lebih luas wilayah-wilayah
tematik untuk bahan lawakan mereka. Misalnya kapan-kapan iseng bercerita tentang
kebudayaan manusia modern dengan seutas dasi.

Kebudayaan manusia modern selalu menjelaskan dasi dalam konteks sopan santun,
kepribadian kelas menengah, simbol gengsi, dan lain sebagainya. Itu semua benar-benar
abstrak. Bagaimana mungkin kepribadian dikaitkan atau apalagi ditentukan oleh seutas kain
yang diikatkan mengelilingi leher. Benar-benar sangat lucu.

Saridin khawatir Tuhan sendiri bisa geleng-geleng kepala karena kelucuan dasi ini tingkatnya
benar-benar rendah. Kepribadian itu masalah software, soal batin, mutu nilai yang ruhaniah
sifatnya. Kok dilawakkan melalui seutas dasi.

Alangkah tidak bermutunya lawakan manusia modern.

CERMIN . 55

Apa Besuk Pagi Kita Belum Mati?

Secara harfiah, husnul khatimah berarti akhir atau kesudahan yang baik. Dalam istilah agama
Islam berarti akhir hayat (kehidupan) yang baik. Kebalikannya adalah su’ul khatimah, artinya
akhir hayat yang buruk. Akhir kehidupan yang dialami oleh manusia itu sering disebut
sakaratul maut.

Apakah kita akan mati? Apakah kita akan segera sampai ke garis sakaratul maut?

Lebih rasional kalau pertanyaannya kita balik: apakah kita akan tidak mati? Siapakah yang
bisa memastikan bahwa nanti sore atau besok pagi, atau bahkan lima menit yang akan datang,
ia pasti akan masih hidup? Puncak ilmu orang hidup adalah mengenai maut. Yang paling
masuk akal bagi segala perjalanan ilmu manusia adalah kesadaran bahwa sewaktu-waktu
akan mati. Pengetahuan yang paling substansial dan primer adalah bahwa sekarang juga
setiap manusia harus siap untuk berakhir hidupnya. Bahwa jisim (badan) manusia tidak hidup
abadi.

Seorang pengusaha bisa menuliskan rancangan-rancangan bisnisnya pada skala jangka


pendek, jangka menengah dan jangka panjang, bahkan diproyeksikan sampai 50 tahun ke
depan. Akan tetapi kalimat awal dari teks rancangannya sesungguhnya berisi kalimat: dengan
catatan bahwa selama jangka waktu tersebut ia belum meninggal dunia.

Seorang politisi sepenuhnya berhak mentargetkan keinginannya untuk duduk di kursi


kepresidenan. Seorang sarjana mutlak diperbolehkan meniti karirnya sampai sejauh-jauhnya
dan setinggi-tingginya. Tetapi semua itu dengan catatan bahwa berlakunya hanya kalau
mereka pasti masih hidup. Itu namanya ilmu orang tua.

CERMIN . 56

Bermuatan Rindu Pada-Nya

Tauhid berati engkau atau aku melebur diri kepadaNya. Metodenya adalah peniadaan diri,
dan itu ditempuh dengan terus-menerus mengikis kepentingan diri sendiri.

Sebab bagaimana cintaku kepada-Nya akan bisa bermutu, jika masih tergoda oleh kejayaanku
sendiri, padahal diriku ini aslinya tak ada.

Bagaimana Ia akan percaya kepada cintaku jika perhatian dan energi kepentingan padaku tak
sepenuhnya bermuatan rindu kepadaNya.

CERMIN . 57

Bertanding Sepanjang Hidup

Sedangkan petinju yang empat bulan sekali bertanding sekedar sepuluh ronde saja perlu tiga
bulan berlatih. Apalagi kita yang harus bertanding melawan hawa nafsu seumur hidup.

Maka alhamdulillah Tuhan memberi peluang kepada kita semua untuk berlatih agar kita
sempat memperbarui kesadaran sikap dan kekuatan kita.

CERMIN . 58

Bulan-Bulan Suci

Kita menghormati Ramadhan dengan selalu menyebutnya sebagai bulan suci Ramadhan.
Mungkin karena Ramadhan memang khas. Ramadhan mengandung malam seribu bulan.
Bulan penuh kekhusuan. Padanya al-Qur’an diturunkan, dan Allah sendiri begitu posesif
terhadap ibadah puasa dengan mengemukakan bahwa ibadah yang satu ini khusus untukNya.

Ramadlan adalah bulan suci. Syawal juga bulan suci, bulan di mana para pelaku puasa sukses
mencapai kesucian atau kefitriannya kembali. Rabi’ul Awal, bulan Rasulullah dilahirkan ke
dunia juga bulan suci.

CERMIN . 59

Ilmu Orang Tua: Memilih yang Sejati dan Abadi

Ilmu orang tua adalah pengetahuan akal dan kesadaran batin bahwa ia akan mati, dan itu bisa
berlaku tidak 30 tahun yang akan datang, melainkan bisa juga besok pagi-pagi menjelang
seseorang masuk kantor. Orang tua yang berpikir efisien tidak menghabiskan tenaga dan
waktunya untuk kesementaran, melainkan untuk keabadian. Tidak menumpahkan
profesionalisme untuk menggapai sesuatu yang toh tidak akan menyertainya selama-lamanya.

Ilmu orang tua adalah kesanggupan memilih satu dua yang abadi di antara seribu dua ribu
yang temporer. Memilih satu dua yang sejati di tengah seribu dua ribu hal-hal, barang-barang,
pekerjaan-pekerjaan, target-target yang palsu. Manusia yang paling profesional adalah yang
memiliki akar pengetahuan dan daya terapan untuk bersegera menggunakan ilmu orang tua
tanpa menunggu usianya menjadi tua.

Manusia yang paling cerdas dan peka adalah yang mengerti bahwa segala sesuatu dalam
kehidupannya harus diperbaiki sekarang juga, tidak besok atau lusa, karena bisa keburu mati.
Bahwa apapun saja harus segera di-husnul-khatimah-i dan menghindarkan diri dari
kemubaziran-kemubaziran mengurusi hal-hal yang semu, palsu dan temporer.

Bahwa hutang harus segera dibayar. Bahwa kesalahan harus segera dihapuskan dengan
meminta maaf kepada sesama manusia yang disalahi dan memohon ampun kepada Tuhan.

Bahwa omset ekonomi berapapun tidak menolong seseorang di garis kematiannya. Bahwa
jabatan setinggi apapun tidak menambahi keberuntungan apapun di hadapan mautnya. Bahwa
kejayaan, kemegahan dan kegagahan macam apapun tidak akan sanggup mengurusi nasibnya
di depan sakaratul maut, yang akan muncul mendadak dan tiba-tiba.

Anda mungkin juga menyukai