Anda di halaman 1dari 14

TOKSIKOLOGI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Toksikologi

Dosen Pengampu : Ririn Lispita W., S.Farm., Apt

Disusun oleh :
1. Betta 1

2. Raka 12

3. Dwi Ariska Sari 125010767

4. Farkhatul Kamila 12

5. Siti Istatoah 125010804

6. Maharani Wisnu. C 125010819

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM – SEMARANG

TAHUN 2014

1
KATA PENGANTAR

Alkhamdulillah penyusun ucapkan kepada Allah SWT atas berkah dan kemudahan
yang telah diberikan dalam penyusunan makalah kami ini. Tak lupa penyusun ucapkan
banyak terimakasih pula kepada Ibu Ririn Lispita W., S.Farm., Apt. selaku dosen mata kuliah
Toksikologi dan sebagai pembimbing atas penyusunan makalah ini.

Toksikologi adalah pembelajaran yang membahas tentang ilmu mengenai nasib zat
beracun didalam tubuh, kondisi efek toksik, mekanisme aksi, wujud dan sifat efek toksik,
faktor intrinsik racun dan makhluk hidup yang mempengaruhi ketoksikan zat beracun dan
akibat yang ditimbulkannya, respon toksik terhadap senyawa asing, efek toksik secara
biokimiawi, bahan kimia, pestisida dan pencemar lingkungan.

Dalam makalah ini, akan diterangkan tentang Faktor – faktor yang mempengaruhi
toksisitas kemasan yaitu kemasan bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar
produk aman dikonsumsi dan digunakan. Kemasan juga mempunyai fungsi kesehatan,
pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua
kemasan aman bagi produk yang dikemasnya. Kemasan yang paling sering digunakan adalah
plastik, gelas, styroform dan kaleng.
Kritik dan saran penyusun harapkan agar dalam pembuatan makalah berikutnya bisa
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca
sekalian.

Semarang, April 2014

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................................1

Kata Pengantar...................................................................................................................2

Daftar Isi............................................................................................................................3

Bab I

Pendahuluan.......................................................................................................................4

Bab II

Pengertian, Penggolongan dan Obat Antihistamin............................................................5

Bab III

Kesimpulan........................................................................................................................9

Daftar Pustaka..................................................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

Pengemasan disebut juga pembungkusan, pewadahan atau pengepakan, dan


merupakan salah satu cara pengawetan produk, karena pengemas dapat
memperpanjang umur simpan bahan ataupun produk. Pengemas adalah wadah atau
pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-
kerusakan pada bahan / produk yang dikemas / dibungkusnya. Dari sisi kemasan
bukan sekedar bungkus tetapi juga sebagai pelindung agar bahan / produk aman
dikonsumsi dan digunakan. Kemasan juga mempunyai fungsi kesehatan, kemudahan,
penyeragaman, promosi dan informasi. Namun tidak semua kemasan aman bagi
bahan / produk yang dikemasnya.
Kemasan dalam industri dibagi menjadi dua yaitu kemasan primer dan
kemasan sekunder. Kemasan primer merupakan kemasan yang langsung kontak
dengan bahan / produk sehingga harus dijaga kualitas dan memenuhi syarat – syarat
pengemas. Contoh kemasan primer adalah strip, blister, botol, vial dan ampul.
Kemasan sekunder adalah kemasan yang mengemas produk jadi ( dari kemasan
primer ), misalnya karton, kardus yang mengemas strip.
Kemasan dalam industri lebih dikenal dengan nama wadah dimana wadah
adalah alat untuk menampung suatu bahan / produk atau mungkin berhubungan
langsung dengan bahan / produk tersebut. Tutup merupakan bagian langsung dari
wadah.
Kemasan yang paling sering digunakan adalah plastik, gelas, styroform dan
kaleng.
Bahan pengemas tersebut dapat menyebabkan mempengaruhi perubahan fisik
dan biokimia terhadap bahan / produk yang dikemasnya sehingga dapat meninbulkan
efek yang merugikan bahkan keracunan.

4
BAB II

PENGERTIAN, PENGGOLONGAN SERTA SUMBER, AKIBAT DAN


PENANGANAN TOKSISITAS

A. PENGERTIAN TOKSISITAS
Toksisitas bahan pengemas berasal dari kalimat toksisitas yaitu kemampuan suatu
xenobiotik / zat asing dalam menimbulkan kerusakan pada organisme baik saat digunakan
atau saat berada dalam lingkungan. Sedangkan bahan pengemas yaitu semua bahan yang
dipakai dalam proses pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi. Jadi,
toksisitas bahan pengemas adalah suatu bahan pengemas yang digunakan untuk mengemas
suatu bahan / produk yang menimbulkan kerusakan pada bahan / produk yang dikemas
bahkan berdampak keracunan bila bahan / produk tersebut dikonsumsi ataupun dipakai.

B. PENGGOLONGAN SERTA SUMBER TOKSISITAS

1. Plastik

Bahan pengemas plastik dibuat melalui proses polimerisasi. Selain bahan dasar
monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk memperbaiki
sifat plastik.

Jenis dan sifat fisiko kimia plastik

a. Plastik Termoset
Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu
tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan
struktur kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset
dalam industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan
kontak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang
sekaligus berfungsi sebagai pelindung.
b. Jenis termoplastik
Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan
bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika
dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang-
ulang tanpa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena
(CH2=CH2). Dinamakan plastik vinil karena mengandung gugus vinil
(CHz=CHz) atau poliolevin.

Termoplastik kelompok etilen :

5
 Polietilen
 Polipropilen
 Polivinil klorida (PVC)
 Vinilidin klorida (VC)
 Politetrafluoroetilen (PTFE)
 Polistiren (PS)

Termoplastik bukan kelompok etilen

a. Poliamid (nilon), merupakan polimer yang dihasilkan dengan prose


kondensasi. Nilon bersifat kuat, ulet, persentasi kritalinitasnya besar, titik
leleh dan titik lunaknya tinggi. Nilon mempunyai gaya gesek rendah, tidak
mudah abrasi dan sukar ditembus gas.
b. Polikarbonat, polimer ini mempunyai titik leleh bervariasi sampai 300
derajat celcius, kuat, ulet, keras dan tembus cahaya, serta mudah larut
dalam pelarut hidrokarbon klorida.

Kelompok kopolimer

a. Etilen Venil Asetat (EVA)


b. Kopolimer Vinil klorida
c. Kopolimer polistirena

Monomer yang perlu diwaspadai yaitu vinil klorida, akrilonitril, metacrylonitil,


vinilidin klorida serta styrene. Monomer vinil klorida dan akrilonitril cukup tinggi
potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinil klorida dapat berekasi
dengan guanin dan sitosin pada DNA sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin.
Vinil asetat telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus dan hati. Akrilonitril
menimbulkan cacat lahir bagi yang memakannya. Monomer lain seperti akrilat,
styrena dan metakriat serta senyawa turunannya, seperti vinilasetat,polivinil klorida,
kaprolaktam, formaldehid, kresol, melamin dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pencernaan terutama mulut, tenggorokan dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer,
stabilizer, dan antioksidan dapat menjadi sumber pencemaran organoleptik yang
membuat bahan / produk berubah rasa serta aroma dan dapat menimbulkan
keracunan.

2. Gelas
Gelas atau kaca merupakan kemasan yang digunakan untuk mengemas sediaan
semi padat maupun cair. Gelas memiliki mutu perlindungan yang unggul,ekonomis
wadah tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk.
Komposisi gelas tersusun dari :
a. Pasir, adalah silika yang hampir murni
b. Soda abu, adalah natrium karbonat
c. Batu kapur, adalah kalsium karbonat

6
d. Cullet, adalah pecahan gelas yang dicampur dalam pembuatan dan berfungsi
sebagai bahan penyatu untuk seluruh campuran.

3. Styrofoam
Styrofoam atau plastik busa masih tergolong keluarga plastik. Styrofoam lazim
digunaka sebagai bahan pelindung dan penahan getaran barang yang fragile seperti
elektronik. Namun, saat ini bahan tersebut menjadi salah satu pilihan bahan pengemas
makanan dan minuman.
Bahan dasar styrofoam adalah polisterin, suatu jenis plastik yang sangat ringan
kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Karena kelemahannya tersebut,
polisterin dicampur dengan seng dan senyawa butadien. Hal ini menyebabkan
polisterin kehilangan sifat jernihnya dan berubah warna menjadi putih susu.
Kemudian untuk kelenturannya, ditambahkan zat plasticizer seperti dioktil ptalat
( DOP ), butil hidroksi toluena atau n butyl stearat. Plastik busa yang mudah terurai
menjadi struktur sel kecil merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas
klorofluorokarbon ( CFC ). Hasilnya adalah bentuk seperti yang sering digunakan saat
ini styrofoam sangat berbahaya, residu styrofoam dapat menyebabkan endokrin
disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem
endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam
makanan. Hasil penelitian diketahui bahwa stiren, bahan dasar styrofoam, bersifat
mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen.
Lama waktu pengemasan dengan styrofoam dan semakin tinggi suhu maka
semakin besar pula migrasi atau perpinahan bahan-bahan yang bersifat toksik ke
dalam makanan atau minuman tersebut.
4. Kaleng atau logam
Logam terdiri dari timah, alumunium dan timbal. Timah merupakan bahan yang
dapat dicampur dengan tembaga supaya kaku dan paling inner secara kimiawi.
Alumunium merupakan bahan pengemas yang memberikan daya tarik seperti timah.
Alumunium harung didinginkan perlahan-lahan agar memberikan kelenturan yang
diperlukan. Alumunium juga bisa mengeras pada pemakaian, kadang-kadang menjadi
bocor.
Timbal tidak boleh digunakan sendirian untuk segala sesuatu yang ditelan karena
bahaya keracunan timbal.

7
Plastik telah merupakan bagian kehidupan sehari-hari manusia. Dalam dua
dasawarsa terakhir, kemasan plastik telah merebut pangsa pasar kemasan dunia.
Kemasan plastik sudah mendominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan
luwes (fleksibel) menempati porsi 80%. Jumlah plastik untuk mengemas, menyimpan
dan membungkus makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan
kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk minuman.
Gelas atau kaca merupakan kemasan yang digunakan untuk mengemas
sediaan padat maupun cair. Selain itu styroform atau yang dikenal dengan plastik busa
juga sedang marak digunakan untuk pembungkus makanan terutama untuk makanan
cepat saji. Sedangkan kaleng biasa digunakan untuk wadah makanan kaleng, obat dan
lain-lain.

BAB II

8
PENGERTIAN, PENGGOLONGAN, DAN CONTOH OBAT
ANTIHISTAMIN

A. PENGERTIAN ANTIHISTAMIN

Istilah antihistamin berasal dari unsur kata “anti” yaitu kerja berlawanan, efektif
terhadap sedangkan “histamin” yaitu perantara penting dari reaksi alergi cepat dan reaksi
peradangan, berperan dalam sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmiter
dan neuromodulator. Jadi Antihistamin adalah obat yang berlawanan kerja terhadap efek
histamine atau obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh
melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H1, H2 dan H3.

Rumus kimia histamin adalah 2- (4-imidazoil)etilamin.

Histamin dibentuk dari dekarboksilasi asam amino L-histidin. Piridoksal fosfat


diperlukan sebagai kofaktor. Histamin disimpan atau langsung dinonaktifkan. Tahapan
inaktivasi pertama adalah konversi ke metilhistamin dengan katalisator imidazol-N-
metiltransferase, dan kemudian dioksidasi menjadi asam metilidazolasetat dengan katalisator
diamin oksidase. Cara kedua dalam metabolismenya ialah konversi histamin langsung
keasam imidazolasetat oleh diamin oksidasi. Sedikit sekali histamin yang diekskresikan tanpa
perubahan. Tumor – tumor tertentu (mastositosis sistemik, urtikaria pigmentosa, karsinoid
gaster, dan kadang – kadang leukemi mielogenus) menimbulkan peningkatan jumlah mast
cells atau basofil disertai peningkatan ekskresi histamin dan metabolitnya.
Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan
atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat
mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara
bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas.

B. PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN

9
Berdasarkan mekanisme kerja antihistamin digolongkan menjadi beberapa kelompok
antara lain: Antagonis reseptor H1, Antagonis reseptor H2 dan Antagonis reseptor H3.

1. Antagonis reseptor H1
Menghambat efek histamin yang dilepaskan dari sel mast dan digunakan dalam
pengobatan penyakit alergi. Antagonis H1 berguna untuk mengobati alergi tipe
eksudatif akut misalnya pada polinosis dan urtikaria.Sifatnya bersifat paliatif
membatasi dan menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen-
antibodi terjadi. Antagonis H1 tidak berpengaruh terhadap itensitas reaksi antigen-
antibodi yang merupakan penyebab berbagai gangguan alergik. Keadaan ini dapat
diatasi hanya dengan menghindari alergen, desentitasi atau menekan reaksi tersebut
dengan kortikosteroid. Antagonis H1 tidak dapat melawan reaksi alergi akibat
peranan autakoid lain. Asma bronkial terutama disebabkan oleh leukotrien sehingga
Antagonis H1 saja tidak efektif. Antagonis H1 dapat mengatasi asma bronkial ringan
bila diberikan sebagai profilaksis. Antagonis H1 dapat menghilangkan bersin, rinore
dan gagal pada mata, hidung dan tenggorokan. Antagonis H1 efektif terhadap alergi
yang disebabkan debu, tapi kurang efektif bila jumlah debu banyak dan kontaknya
lama. Antagonis H1 tidak efektif pada rinitis vasomotor. Kadang-kadang Antagonis
H1 dapat mengatasi dermatitis kontak, dan gigitan serangga. Aktivasi reseptor
H1 menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
dan sekresi mukus.
2. Antagonis reseptor H2
Menghambat sekresi asam lambung yang dirangsang oleh histamin, pentagastrin,
makanan, dan insulin, serta digunakan dalam pengobatan ulkus peptikum. Antagonis
H2 sama efektif dengan pengobatan intensif dengan antasid untuk penyembuhan awal
tukak lambung dan duodenum. Untuk refluks esofagitis seperti halnya dengan antasid
antagonis reseptor H2 menghilangkan gejalanya tetapi tidak menyembuhkan lesi.     
Terhadap tukak peptikem Antagonis H2 dapat mempercepat penyembuhan tetapi
tidak dapat mencegah terbentuknya tukak lambung akibat stress.
3. Antagonis reseptor H3
Belum untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut dan kemungkinan
berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan kelainan mental.
Bila aktif, maka akan menyebabkan penurunan penglepasan neurotransmitter, seperti
histamin, asetilkolin, nor-epinefrin, dan serotonin.

10
C. CONTOH – CONTOH OBAT ANTIHISTAMIN

1. Penggolongan obat penghambat reseptor H1


a. etanolamin
contoh obat : difenhidramin ( Benadryl ), Dimenhidrinat ( dramamin )
b. Etilenediamin
contoh obat : antazolin
c. Alkilamin
contoh obat : deksklorfeniramin ( polaramin ), klorfeniramin ( trimeton )
d. Derivat fenotiazin
contoh obat : prometazin ( phenergan )
e. Lain – lain
Loratadin ( claritin )
 Mekanisme kerja : meghambat kerja histamin secara antagonis kompetitif
yang reversibel pada reseptor H1.
 Efek obat : sedasi, anti mual dan anti muntah
 Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral Antagonis H1 ialah
vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur.
 Efek samping yang mungkin timbul oleh Antagonis H1 ialah mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan.
Insidens efek samping karena efek antikolinergenik tersebut kurang pada
pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
 Antagonis H1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih
sering terjadi akibat penggunaan lokal berupa dermatitis alergik,
menyebabkan sembab, gatal, dermatitis, urtikaria, menghambat kontraksi
uterus.
TABEL HAL 270-271
2. Penggolongan obat penghambat reseptor H2
a. Simetidin, ranitidin, femotidin.
 Mekanisme kerja : meghambat kerja histamin secara antagonis selektif
yang reversibel pada reseptor H2.
b. Nizatidin

11
 Mekanisme kerja : menghambat asetil -kolinesterase.

 Efek obat golongan Antagonis H2 : mempengaruhi fungsi otot polos lambung


dalam mengurangi sekresi asam , memacu aktivitas kontraksi lambung
sehingga memperpendek waktu pengosongan lambung.
 Efek samping : nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, diare, konstipasi, ruam
kulit, pruritus, dan impoten.
TABEL HAL 274
3. Penggolongan obat penghambat reseptor H3
Ciproxifam dan clobenpropit
 Mekanisme kerja :
 Efek :

Terdapat Antagonis reseptor lain yang memiliki khasiat antihistamin yaitu :

Antagonis reseptor H4 belum digunakan secara klinik namun dikembangkan


memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinfamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida.

Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.

Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan


histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

12
BAB III
KESIMPULAN

 Histamin disintesis pada tahun 1907 dan kemudian diisolasi dari berbagai jaringan
mamalia. Hipotesis awal didasarkan pada kesamaan antara kerja histamin dan gejala
syok anafilaktik serta perusakan jaringan.
 Istilah antihistamin berasal dari unsur kata “anti” yaitu kerja berlawanan, efektif
terhadap sedangkan “histamin” yaitu perantara penting dari reaksi alergi cepat dan
reaksi peradangan, berperan dalam sekresi asam lambung, dan berfungsi sebagai
neurotransmiter dan neuromodulator. Jadi Antihistamin adalah obat yang berlawanan
kerja terhadap efek histamine
 Berdasarkan mekanisme kerja antihistamin digolongkan menjadi beberapa kelompok
antara lain: Antagonis reseptor H1, Antagonis reseptor H2 dan Antagonis reseptor H3.
 Antagonis reseptor H1 menghambat efek histamin yang dilepaskan dari sel mast dan
digunakan dalam pengobatan penyakit alergi. Contoh obat : difenhidramin (Benadryl),
dimenhidrinat (Dramamin), antazolin, deksklorfeniramin (Polaramin), klorfeniramin
(Trimeton), prometazin (Phenergan), dan loratadin (Claritin).
 Antagonis reseptor H2 menghambat sekresi asam lambung yang dirangsang oleh
histamin, pentagastrin, makanan, dan insulin, serta digunakan dalam pengobatan ulkus
peptikum. Contoh obat : Simetidin, ranitidin, femotidin, dan nizatidin.
 Antagonis reseptor H3 belum untuk pengobatan, masih dalam penelitian lebih lanjut
dan kemungkinan berguna dalam pengaturan kardiovaskuler, pengobatan alergi dan
kelainan mental. Contoh obat : Ciproxifam dan clobenpropit
 Terdapat Antagonis reseptor lain yaitu : Antagonis reseptor H4 belum digunakan
secara klinik namun dikembangkan memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti
khasiatnya sebagai antiinfamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Obat
lainnya memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik
dan antipsikotik.
 Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini
digunakan sebagai antihistamin.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Kee, Joyce L. Dan Evelyn R. Hayes, 1996. Farmakologi Pendekatan Proses


Keperawatan. EGC : Jakarta Halaman 428
 Katzung, Bertram G. 1994. Farmakologi Dasar Dan Klinik. EGC : Jakarta Halaman
265,266,269,271 dan 274
 Nugroho, Agung E. 2011. Farmakologi Obat – Obat Penting Dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta Halaman 14 dan
186
 Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 25. 1995. Kedokteran EGC : Jakarta Halaman 68

14

Anda mungkin juga menyukai