E-ISSN: 2615-1553
ABSTRAK
Penataan ruang dan sistem transportasi adalah dua hal penting dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja
ekonomi suatu negara. TOD merupakan salah satu konsep untuk mendukung pembangunan infrastruktur
yang bernafaskan nawacita, dimana nawacita merupakan konsep besar untuk memajukan Indonesia yang
berdaulat, mandiri dan berkepribadian.
Dinamika perkotaan tercermin pada interaksi manusia terhadap ‘ruang’ kota yang dihubungkan dengan
sistem transportasi. Tantangan ke depan perkembangan perkotaan di Indonesia adalah pertumbuhan lalu
lintas yang tinggi dan kemacetan. Semakin tingginya pertumbuhan di kawasan pinggiran perkotaan, maka
semakin tinggi permintaan perjalanan dan semakin panjang jarak tempuh perjalanan.
Pembangunan berorientasi transit atau Transit Oriented Development (TOD) adalah suatu konsep
pengelolaan ruang dan transportasi secara terintegrasi. Melalui kajian simulasi penerapan TOD di kawasan
perkotaan pada sistem pengelolaan ruang dan transportasi dihasilkan bahwa TOD dapat mendukung
terciptanya pertumbuhan (pro-growth) melalui efisiensi konsumsi sumber daya (baik energi ataupun lahan)
yang diperlukan untuk transportasi, sekaligus dapat menghasilkan pertumbuhan ekonmi yang ramah
lingkungan (green growth) melalui kegiatan transportasi ramah lingkungan dan menurunkan emisi dari
kegiatan transportasi.
Konsep TOD ditujukan sebagai solusi pembangunan kawasan perkotaan melalui pengembangan yang
berorientasi pada system transit sehingga memiliki potensi mengurangi biaya transportasi rumah tangga dan
meningkatkan kualitas hidup. Di sisi lain pembangunan kawasan dengan pola mixed-use diharapkan dapat
meningkatkan aksesibilitas kawasan dan mengurangi kebutuhan perjalanan yang pada akhirnya mengurangi
dampak lingkungan dan memberikan alternatif solusi menghindari kemacetan lalu lintas. (Ditmarr dan
Ohland; 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengembangan konsep TOD diharapkan dapat membuat
penggunaan system transit menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini didukung dengan sistem pergantian antar
moda yang terpadu dan tersinergi dengan baik. Adanya system transit yang efisien dan efektif, serta
peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap beragam fungsi tata guna lahan pada akhirnya akan nilai guna
lahan disekitarnya.
Kata Kunci: Struktur dan pola ruang, konfigurasi guna lahan, deliniasi kawasan, pengembangan system
transportasi massal yang berkualitas dengan konsep TOD.
I. PENDAHULUAN
Terkait dengan pergerakan, maka sistem penataan ruang harus dapat mengkoordinasikan sektor transportasi.
Sistem penataan ruang kota yang berkelanjutan menurut Curwell (2005) dilakukan dengan cara: (1)
mengkonsentrasikan pembangunan pembangkit-perjalanan (trip-generating) utama di sekitar pusat
transportasi publik; (2) meningkatkan kepadatan pembangunan di sekitar kawasan dengan aksesibilitas tinggi
terhadap transportasi publik dan pada koridor transportasi publik; (3) meningkatkan aksesibilitas transportasi
publik.
Beberapa hal yang termaktub di dalam RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030 itu, antara lain Pemda Jakarta
memprioritaskan pengembangan kota ke arah timur, barat, dan utara serta membatasi perkembangan ke arah
selatan. Karena itu mengarahkan pembangunan kota di sejumlah kawasan, sebagai pusat primer, antara lain
di Sentra Primer Barat, Sentra Primer Timur, Kawasan Segitiga Emas Setiabudi, Kawasan Manggarai,
Kawasan Jatinegara, Kawasan Bandar Kemayoran, Kawasan Dukuh Atas, Kawasan Mangga Dua, Kawasan
Tanah Abang, Kawasan Pantura dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Marunda.Adapun sebagai pusat
sekunder diarahkan di Kawasan Glodok, Kawasan Harmoni, Kawasan Senen, Kawasan Jatinegara, Kawasan
Kelapa Gading, Kawasan Blok M, Kawasan Grogol.
Seperti tertuang dalam Peraturan Daerah no 1/2012 tentang RTRW, Jakarta diperkirakan pada tahun tersebut
harus mengakomodasi kebutuhan penduduknya yang berjumlah 12,5 juta jiwa. Untuk itu, karena lahannya
356
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
tak bertambah pengisian ruang Jakarta lebih diarahkan untuk pembangunan secara vertikal, dan dalam bentuk
superblok. Selain juga akan mengarahkan pada pengembangkan pusat kegiatan pada simpul angkutan umum
massal melalui konsep Transit Oriented Development (TOD).
Konsep Pembangunan Berorientasi Transit berasal dari Transit oriented Development (TOD) memiliki
pengertian penataan ruang dengan menempatkan pusat-pusat kegiatan pada atau di sekitar sistem
perkeretaapian. Konsep TOD bercirikan: padat (dense), terjangkau (accessible) dan jenis guna lahan
campuran (mixed-use) dimana penempatan ruang berlokasi pada jarak yang nyaman ditempuh dengan
berjalan-kaki dari stasiun transit untuk memaksimalkan penggunaan angkutan umum dan meminimalkan
ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi (TCRP, 2002).
II LANDASAN TEORI
A Acuan Teoritis
Konsep Transit Oriented Development (TOD) mulai berkembanga sejak awal abad ke 20 dengan iri utama
sebagai pembangunan kawasan yang mempunyai struktur berpusat pada fasilitas transit (angkutan umum
masal)dengan melakukan pembangunan beragam funsi guna lahan di dekat stasiun system transit baik berupa
kereta api maupun Bus Rapid Transit. Konsep ini pad pertengahan 1990an di rekonstruksi menjadi sebuah
teori perencanaan urban oleh Peter Calthrope melalui konsep Urban Smart Growth.
Konsep TOD ditujukan sebagai solusi pembangunan kawasanperkotaan melalui pengembanga yang
berorientasi pada system transit sehingga memiliki potensi mengurangi biaya transportasi rumah tangga dan
meningkatkan kualitas hidup. Di sisi lainpembangunan kawasan dengan pola mixed-use diharapkan dapat
meningkatkan aksesibilitas kawasan dan mengurangi kebutuhan perjalanan yang pad akhirnya mengurangi
dampak lingkungan dan memberikan alternatif solusi menghindari kemacetan lalu lintas. (Ditmarr dan
Ohland; 2004).
Berdasarkan literature perencanan perkotaan di Amerika, pengembangan konsep TOD meliputi kawasan
dengan radius sekitar 2.000 kaki atau sekitar 600 meter dari stasiun system transit sebagai pusat kawasan.
Penggunaan jarak 600 meter sebagai radius kawasan adalah untuk mempresentasikan “jarak berjalan kaki
yang nyaman” (± 10 menit) bagi sebagian orang. Di beberapa negara, jarak jalan kaki yang nyaman
dipengaruhi oleh topografi, iklim, infrastruktur jalan, serta struktur fisik lainnya. Oleh karena itu, ukurannya
akan lebih besar atau lebih kecil yang tergantung pada ciri-ciri tertentu. Selain itu aturan tentang keragaman
fungsi tata guna lahan yangbias ditampung dalam kawasan TOD seperti fungsi komersial, pelayanan jasa
pemerintahan, fasilitas umum, perkantoran, dan hunian juga sangat berpengaruh dalam menciptakan
komposisi fungsi lahan yang harmonis.
Pengembangan konsep TOD diharapkan dapat membuat transit menjadi lebih efektif dan efisien. Hal ini
didukung dengan sistem pergantian antar moda yang terpadu dan tersinergi dengan baik. Adanya system
transit yang efisien dan efektif, serta peningkatan aksesibilits masyarakat terhadap beragam fungsi tata guna
lahan pada akhirnya akan nilai guna lahan disekitarnya.
B Konsep TOD dengan Mixed Used
a. Untuk meningkatkan aksesibilitas dan menghidupkan beragam fungsi tata guna lahan dalam satu
kawasan yang terpadu, perlu dipahami terlebih Fungsi Komersial
Dalam rangka mendorong penggunaan transit dan mengurangi penggunaan pribadi, fungsi komerial
yang diletakkan di usat kawasan TOD merupakan daya tarik tambahan bagi lalu lintas penumpang yang
menggunakan transit di kawasan tersebut. Fungsi komersial seperti toko, retail, pelayanan/jasa,
perkantoran, mall, dan tempat pertemuan yang diletakkan di pusat kawasan TOD akan memudahkan
pengguna transit untuk memenuhi kebutuhandan layanan dasar saat mereka berada di kawasan tersebut.
Hal ini meudahkan bagi mereka yang tidak memiliki mobil dan orang-orang yang terbatas mobilitasnya.
Mereka yang masih memilih pergi ke toko akan pergi pada sekian mil yang lebih singkat serta dapat
menghindari menggunakan jalan arterial untuk perjalanan lokal.
b. Fungsi Hunian
Fungsi huniandi kawasan TOD mencakup perumahan yang berada pada jarak jalan kaki yang nyaman
dari daerah komersial inti dan perhentian transit. Mengingat kecilny area kawqsan TOD, pemukiman
padat dengan pola pembangunan vertical dipenuhi dengan cara pola pembangunan campuran antara tipe
hunian permanen dan hunian sementara (temporary resident), seperti kondominium, apartemen, dan
hotel.
c. Fungsi LayananPublik
Fungsi layananPublic diperluakan untuk melayani penduduk dan para pekerja di TOD dan daerah-
daerah sekitarnya. Tempat parkir, plasa, zona hijau, gedung-gedung publik, dan pelayanan publik dapat
digunakan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Parkir umum dalam jumlah yang sangat dibatasi dan plasa
357
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
kecil harus disediakan dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Layanan dasar seperti kantor pemerintah,
layanan kesehatan dan pendidikan juga bias dikembangkan dalam skala yang sesuai dengan besar ya
area cakupan pengembangan TOD.
d. Fungsi Sekunder
Fungsi sekunder adalah fungsi-fungsi yg berada pada jarak 1 mil atau sekitar tiga kilometer dari area
inti kawasan TOD. Jaringan jalan area sekunder harus menyediakan jalan langsung multiple serta
koneksi sepeda ke perhentian transit serta area komersial inti, dengan tingkat minimal penyeberangan
artesial. Area sekunder boleh jadi difungsikan sebagai fasilitas umum, sekolah umum, parkir
masyarakat yang luas, penggunaan penghasil-pekerjaan intensitas yang rendah, dan lot parkir dan
kendaraan.
Sumber: TOD Diagram / Architecture 2030, adaptasi dari The Next American Metropolis
Namun demikian, penerapan konsep TOD harus ditinjau secara kasus per kasus mengingat perbedaan
karakteristik fisik, social, maupun kultural setempat. Pedoman yang ada dapat digunakan sebagai acuan dasar
identifikasi komponen-komponen dasar perencanaan.
C. Prinsip-prinsip Utama dalam TOD
Beberapa prinsip dalam konsep TOD :
a. Menghargai bahwa perencanaan dan pengembangan tempat yang bagus membutuhkan waktu
Mampu menyadari dan memfasilitasi bahwa perencanaan pengembangan suatu kawasan agar
memperoleh hasil maksimal membutuhkan proses dan waktu tahapan yang berjenjang secara
berkala.
b. Melibatkan Publik dan pakar sebagai kolaborator dan bekerja dengan bersinergis
Pengembangan yang berbasis pada partisipasi dan kerjasama berbagai pihak terkait termasuk
masyarakat setempat sebagai faktor koreksi dan pelengkap perencanaan.
c. Pemanfaatan ruang yang tepat
Memprogram ruang untuk dapat digunakan kegiatan yang tepat pada saat yang tepat, dengan
optimalisasi waktu penggunaan.
d. Investasi dalam mempertahankan ruang
Invest pada perawatan ruang dapat menjaga citra penampilan kawasan sebagai fasilitas umum.
e. Desain pada skala manusia
Skala manusia sebagai penyesuaian dengan kebiasaan pengguna, merupakan pokok dalam membuat
great a place.
f. Menyediakan Ruang Umum yang mengakomodasi berbagai penggunaan dan pengguna
Fasilitas transportasi berhasil menarik orang-orang yang bergerak melalui mereka dengan perantara
ruang publik sebagai ruang pengumpul.
g. Menggunakan desain dan strategi program untuk meningkatkan keselamatan
Keselamatan pribadi adalah fundamental bagi keberhasilan ruang publik, termasuk tempat transit
dengan keragaman penggunanya.
358
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
Memiliki banyak variasi dan kompleksitas, dapat memberikan perasaan positif tempat, dan
memperkuat karakter “place”.
i. Membuat hubungan antara ruang
Hubungan antar ruang kota (well-connected) mampu meciptakan integrasi yang saling mendukung
dengan tempat transit.
j. Designsidewalks dan penyeberangan untuk penggunaan pedestrian yang tepat
Menghidupkan kembali pejalan kaki dengan fasilitas yang senyaman mungkin, tersinergi dengan
rencana perkotaan.
k. Mengintegrasikan fasilitas transit dan transit sesuai pola perkotaan
Perpindahan antara rute atau jenis transit yang mudah dan bersinergi dengan Sistem Transportasi
Nasional.
l. Jangan lupa (tapi jangan terlalu menekankan) Gerakan mobil dan parkir mobil
Batasan yang jelas jalur pengguna dan pejalan kaki, termasuk penyediaan akses parkir yang tidak
berlebihan.
III METODOLOGI
A. Sumber Data Penelitian
Kajian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan analisis kewilayahan berdasarkan data dan
informasi yang bersumber dari literature, teori dan kebijakan yang sesuai dengan kajian dengan bantuan
tools GIS dalam melakukan analisis overlay dalam memetakan kawasan kajian, untuk lebih lanjut di hasil
olahan data di deskripsikan.
Data primer dan data sekunder kajian bersumber dari data instansional dan data hasil survey
lapangan.
B. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
2. Undang Nomor 26 Tahun 2007 Mengamanatkan muatan rencana tata ruang memuat rencana
tentang Penataan Ruang jaringan sistem prasarana termasuk sistem jaringan
transportasi.
3. Perda No 1 Tahun 2012 tentang Konsep TOD dijabarkan dalam pengaturan tentang Sistem
RTRW DKI Jakarta 2030 Pusat Kegiatan.
359
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
Gambar 2. Diagramatis Interaksi Antara Kegiatan, Masyarakat & Kebutuhan Ruang (Lokasi)
Pembangunan yang dilaksanakan, tidak bisa lagi dilaksanakan dengan pendekatan sektoral, karena akan sulit
untuk menentukan skala prioritas. Pendekatan yang digunakan haruslah bersifat regional kawasan, maka akan
lebih holistic, komprehensif dan sistemik prioritasnya adalah kebutuhan stakeholders. Dalam RTRW Jakarta
2030 disebutkan dalam Rencana Struktur Ruang bahwa Kawasan Senen ditetapkan sebagai Kawasan Pusat
Kegiatan Sekunder yang dikembangkan dengan konsep TOD, lebih jelasnya lihat peta struktur ruang DKI
Jakarta 2030 berikut.
360
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
Secara fisik, infrastruktur dan prasarana transportasi yang ada sudah tidak memadai, untuk
menampung sekitar 132.000 orang/hari yang beraktifitas di Kawasan Senen, dimana 50% diantaranya
menggunakan kendaraan pribadi.
Kondisi ini menambah kemacetan lalu lintas sehingga menurunkan aksesibilitas yang pada akhirnya
mengurangi daya tarik kawasan. Simpul – simpul transportasi tidak terintegrasi tanpa fasilitas transfer
penumpang. Untuk itu perlu suatu solusi permanen dari sisi perencanaan kota dan transportasi untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dan aksesibilitas kawasan.
Di tinjau dari sisi penggunaan dan pemanfaatan lahan, pengelolaan Kawasan Senen tidak
terintegrasi, penggunaan dan pemanfaatan lahannya terdiri dan terbagi menjadi beberapa blok-blok yang
berbeda kegiatan dan kepemilikan,
Lingkungan Lebih Baik: Urban hijau, pencahayaan perkotaan (green building/taman interaktif), sistem
transportasi terpadu
Historical Image: Citra senen sebagai pusat komersial & budaya, konservasi kegiatan (pasar
tradisional), konservasi bangunan (stasiun senen sebagai bangunan cagar sektor) (diversity activity).
Strategi untuk mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan indikasi program utama yang akan dilaksanakan :
361
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI 2018 P-ISSN: 2615-1561
E-ISSN: 2615-1553
b) Untuk membentuk perencanaan tata ruang yang baik, diperlukan pengelompokan zonasi fungsi-
fungsi kegiatan utama pada masing-masing kawasan perencanaan agar tercipta perencanaan
ruang yang terpadu serta berwawasan lingkungan.
c) Memaksimalkan fungsi kawasan dengan memadatkan fungsi bangunan yang berbeda dalam
satu zona kawasan tersebut (densitas kawasan) yang disesuaikan dengan aturan KDB, KLB dan
GSB sehingga proses redevelopment TOD senen ini dapat melakukan expansi pembangunan
secara horizontal dan vertikal.
b) Memanfaatkan areal GSB yang berjarak 10-15 m dari garis perbatasan kawasan superblock TOD sebagai
areal resapan air tanah dan zona hijau jalur pedestrian selain berfungsi sebagai zona buffer kebisingan
dan polusi udara dari koridor jalan ke dalam kawasan TOD ini.
c) Rencana plaza yang terletak di depan stasiun senen dapat difungsikan sebagai sarana rekreasi terbuka,
tempat pertemuan (meeting point) dan RTH sehingga dapat meningkatkan kualitas lingkungan setempat.
d) Stasiun senen sebagai bangunan bersejarah dapat difungsikan sebagai icon daerah senen maupun sebagai
landmark perencanaan kawasan TOD senen.
e) Memenuhi fasilitas ruang yang berkualitas arsitektural tinggi untuk pejalan kaki sehingga mendorong
masyarakat untuk berjalan kaki.
DAFTAR PUSTAKA
Perda No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2030.
Undang Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Robertt Corvero, Transit Oriented Development’s Ridership Bonus: A Product of Self-Selection and Public
Policies.
Rencana Induk Transportasi Jadebotabek.
Urban Design Guide Lines (UDGL) Kawasan Senen
Peraturan Menteri Agraria No 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi
Transit.
362