Anda di halaman 1dari 7

1.

Bagaimana tingkat ketergantungan pangan negara agraris Indonesia (Jawaban


didukung fakta impor pangan meliputi beras, jagung, kedelai, gandum, gula,
daging, susu, buah-buahan, dan sebagainya. Sumber data harus otentik, seperti
data statistik yang dikeluarkan kementerian perdagangan, atau data BPS 2 tahun
terakhir (2018-2019).
Jawab :
Indonesia masih menggantungkan kebutuhan pangannya terhadap negara
lain. Seperti yang dilansir pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor
Indonesia sepanjang tahun 2018 mencapai USD 188,6 miliar atau naik 20,15
persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara nilai,
peningkatan impor terjadi baik dari sektor migas sebesar USD 5,49 miliar dan non
migas USD 26,14 miliar.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sejumlah impor pangan Indonesia
mengalami kenaikan, antara lain komoditas beras yang naik signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya dari 198.560 ton menjadi 2,01 juta ton. Tidak
hanya beras, beberapa komoditas pangan seperti daging sapi, gula, garam,
mentega, bahkan tepung terigu juga mengalami kenaikan. Impor daging lembu
mencapai 140.268 ton, naik 17,81% sepanjang Januari-September 2018
dibandingkan dari tahun sebelumnya yang mencapai 119.061 ton. Sementara
kenaikan impor gula tebu juga terjadi sebesar 9,7% atau dari 3,08 juta ton menjadi
3,38 juta ton. Impor garam juga naik 22,34% atau dari 1,79 juta ton menjadi 2,19
juta ton. Sedangkan, impor mentega naik dari 15.501 ton menjadi 17.244 ton dan
impor tepung terigu naik sekitar 30% dari 36.157 ton menjadi 47.350 ton.
Meningkatnya impor pangan ini juga berarti menunjukkan ketergantungan
Indonesia pada hasil pangan negara lain. Indonesia terkait dengan ketahanan
pangan masih sangat ditentukan oleh produsen-produsen luar negeri. Misalnya
terkait pasokan gula, menurut data BPS impor gula tebu Indonesia terbesar berasal
dari Thailand yang mencapai 2,34 juta ton dengan nilai US$ 1,1 miliar. Sementara
importir gula tebu terbesar kedua adalah Brasil, dan terbesar ketiga adalah
Australia dengan dengan nilai US$ 293,1 juta. Sedangkan pasokan daging, Australia
merupakan pemasok terbesar bagi Indonesia. Data BPS menunjukkan impor
daging sapi dari Negeri Kanguru tersebut mencapai 85 ribu ton atau sekitar 53%
dari total impor seberat 160.197 ton. Dan nilai impor daging sapi dari Australia
mencapai US$ 296,3 juta setara Rp 4 triliun. Garam pun juga menempatkan 
Australia sebagai importir utama dengan total pasokan sebanyak 2,3 juta ton atau
89,97%. Selain itu, negara tetangga ini juga menjadi pemasok terbesar gandum ke
Indonesia. Untuk urusan beras,  Thailand dan Vietnam menjadi pemasok utama
kebutuhan nasional. Selain kedua negara tersebut, negara Asia Selatan yaitu India
dan Pakistan juga kerap mengekspor beras ke Indonesia.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa Indonesia masih sangat
bergantung pada pangan impor karena Indonesia mengalami kendala dalam
pemenuhan kebutuhan nasional.

2. Apakah benar Indonesia belum berdaulat di bidang pangan? (jawaban didasarkan


atas produksi tanaman pangan nasional, meliputi padi, jagung, kedelai, gandum,
peternakan (unggas dan hewan), garam, buah-buahan dan sebagainya. Sumber
data harus otentik, seperti data statistik yang dikeluarkan kementerian pertanian,
atau data BPS 2 tahun terakhir (2018-2019).
Jawaban :
Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri dapat
menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan bagi
rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk menentukan sistem
pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Kedaulatan pangan dalam perspektif warga negara, dapat dipahami sebagai
hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk menentukan sistem
produksinya sendiri dalam lapangan pertanian, perikanan, pangan dan tanah, serta
kebijakan-kebijakan lainnya yang secara ekologis, sosiologis, ekonomis dan
kulturis, sesuai dengan keadaan khusus (keunikan) masing-masing, sedangkan
dalam perspektif negara, kedaulatan pangan telah dirumuskan dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yaitu "hak negara dan bangsa
secara mandiri dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas
pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk
menentukan sistem pertanian sesuai dengan potensi sumber daya lokal". Mari kita
telusuri apakah benar Indonesia belum berdaulat di bidang pangan? Berikut
datanya :
a. Padi
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), bahwa Luas panen dan produksi
padi pada tahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2018
masing-masing sebesar 6,15 dan 7,76 persen. Produksi padi pada 2019
diperkirakan sebesar 54,60 juta ton GKG atau mengalami penurunan
sebanyak 4,60 juta ton atau 7,76 persen dibandingkan tahun 2018. Jika
produksi padi pada tahun 2019 dikonversikan menjadi beras untuk
konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2019 sebesar 31,31 juta
ton atau mengalami penurunan sebanyak 2,63 juta ton atau 7,75 persen
dibandingkan tahun 2018.

(Gambar : Luas panen dan produksi padi di Indonesia Tahun 2019, BPS)

b. Jagung
Berdasarkan hitungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kemtan
produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 12,49% per
tahun. Berdasarkan hitungan Direktoran Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen
TP) Kementan, produksi jagung dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata
12,49 persen per tahun. Itu artinya, tahun 2018 produksi jagung
diperkirakan mencapai 30 juta ton pipilan kering (PK). Hal ini juga
didukung oleh data luas panen per tahun yang rata-rata meningkat 11,06
persen, dan produktivitas rata-rata meningkat 1,42 persen (ARAM I, BPS
2018).
c. Kedelai
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan
Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2018
mencapai 982.598 Ton. Produksi kedelai pada tahun 2018 ini naik sebesar
82,39% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 538.728 Ton. Produksi
kedelai ini dihitung berdasarkan kualitas produksi biji kering. Penyumbang
produksi kedelai terbesar terhadap produksi kedelai di Indonesia adalah
provinsi Jawa Timur. Produksi kedelai di provinsi ini adalah sebesar
244.442 Ton. Akan tetapi angka tersebut belum dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih sangat bergantung kacang
kedelai yang berasal dari Amerika Serikat (AS). Produksi dalam negeri yang
belum mampu memenuhi kebutuhan menjadi salah satu alasan adanya
kegiatan impor. Sepanjang 2018, dari total impor kacang kedelai yang
sebesar 2,58 juta ton dengan nilai US$ 1,10 miliar, kacang kedelai dari AS
jumlahnya 2,52 juta ton dengan nilai US$ 1,07 miliar.
d. Daging Sapi
Produksi daging sapi di Indonesia mengalami fluktuasi sejak 2015 hingga
2019. Dalam rentang waktu tersebut, tahun 2016 mencapai titik tertinggi
dengan 518.484 ton. Angka tersebut naik 2,3% dari tahun
sebelumnya. Setelah tahun 2016, produksi daging sapi Indonesia menurun
perlahan. Tahun 2017 dan 2018 secara berturut-turut Indonesia
memproduksi 486.319,7 ton dan 497.971,7 ton. Tahun 2019, berada di titik
terendah dengan produksi 490.420,8 ton. Angka tersebut turun 1,5% dari
tahun 2018. Menurut kajian Badan Pusat Statistik (BPS), total kebutuhan
daging pada 2019 mencapai 686.270 ton. Sedangkan kebutuhan daging sapi
sebanyak 2,56 kilogram per kapita per tahun.
Berdasarkan data diatas, bahwa benar Indonesia belum berdaulat di bidang
pangan. Indonesia juga masih bergantung pada tanaman pangan impor.
Sebenarnya Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi
negara yang berdaulat di bidang pangan, akan tetapi adanya beberapa faktor yang
membuat Indonesia belum mampu atas hal tersebut, yaitu :
a. Ekonomi Pangan : Potensi Besar Tetapi Belum Dioptimalkan
Pertama, dari sisi sumber daya alam (SDA), Indonesia memperoleh
keberuntungan sebagai Negara agraris. Tata letak wilayah Indonesia yang
persis berada di garis katulistiwa memiliki iklim tropis dengan dua musim,
yaitu di wilayah bagian selatan banyak kemarau dan di wilayah bagian
utara banyak hujan. Kondisi iklim dan musim yang demikian
memungkinkan sebagian besar jenis tanaman dan hewan ternak bisa
tumbuh dan berkembang dengan baik.
Kedua, lebih dari 50 persen penduduk Indonesia memilih usaha tani sebagai
mata pencaharian pokoknya.
Ketiga, dari sisi potensi SDM, Indonesia memiliki banyak sarjana pertanian
yang dapat diandalkan untuk meningkatkan produksi hasil-hasil pertanian
sehingga masalah suplai pangan bisa diatasi dengan baik.
b. Problematika Pangan Indonesia
Ada beberapa faktor yang terindikasi sebagai penyebab performa sektor
pertanian di Indonesia masih belum berkembang sesuai yang diharapkan,
yaitu antara lain:
a. Kendala produksi
b. Terbatasnya Tenaga Penyuluh Pertanian
c. Mahalnya harga benih
d. Subsidi pangan masih belum efektif
e. Ketergantungan Pangan Impor kian Meningkat
f. Petani sulit mengakses sumber-sumber pembiayaan murah
g. Peran Bulog (Badan Urusan Logistik) masih lemah.
Berdasarkan data-data dan faktor-faktor diatas, telah jelas bahwa negara
Indonesia belum berdaulat dibidang pangan untuk memenuhi kebutuhan
negaranya sendiri. Dengan itu pula, Indonesia masih bergantung terhadap impor
dari negara lain.

3. Bagaimanakah pandangan kelompok saudara tentang ketahanan pangan nasional


dalam kaitannya dengan ketidakberanian pemerintah melakukan karantina
wilayah (lockdown) sebagai salah satu strategi pencegahan penularan Covid 19.
Jawab :
Tindakan Lockdown artinya membatasi suatu wilayah dan itu memiliki
implikasi ekonomi, sosial, dan keamanan. Karena itu, pada saat
inikebijakan lockdown belum bisa diambil dan saat ini yang paling tepat juga
efektif adalah kebijakan social distancing, yaitu membatasi jarak penduduk
sehingga penularannya terkendali.
Menurut Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI),
untuk lockdown sebuah kota harus memperhatikan beberapa prasyarat, yaitu :
a. Pemerintah harus mampu menjamin ketersediaan pangan, logisitik, dan
air bersih untuk seluruh masyarakat dalam satu kota. Fasilitas publik
seperti listrik, air, dan akses komunikasi informasi tetap berjalan baik.
b. Membuat aturan belanja. Orang tidak boleh melakukan panic buying dan
secara seenaknya memborong semua bahan pokok. Yang akhirnya
menyebabkan harga barang melambung juga langka di pasaran.
Pembatasan untuk membeli masker, hand sanitizer, dan pangan dan
menjaga stabilitas harga serta pasokan sembako. Juga harus ada sanksi
bagi pedagang pasar yang menaikkan harga dan menimbun barang.
c. Menyiapkan sarana informasi di media mainstream maupun medsos yang
terpola, sehingga masyarakat mendapat informasi yang jelas. Keempat,
liburkan semua aktifitas sekolah, kantor, dan lain-lain kecuali rumah
sakit. Aktivitas mulai dilaksanakan kembali setelah dua minggu atau 14
hari sesuai rekomendasi WHO.
d. Melakukan penyemprotan disinfektan ke seluruh area termasuk fasilitas
umum, asrama, dan lain-lain. Seluruh warga kota diberitahu untuk
melaporkan anggota keluarga yang menunjukkan gejala seperti Covid-19.

Berdasarkan data yang telah dihimpun pada jawaban soal nomor 1 dan
nomor 2, bahwa Indonesia masih belum dapat berdaulat di bidang pangan dan
masih sangat bergantung pada pangan impor dari negara lain. Hal ini tentu saja
berkaitan ketahanan pangan nasional apabila dilakukannya lockdown sebagai
salah satu tindakan penanganan Covid-19.
Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan pangan
nasionalnya tentu saja akan menjadikan masalah yang lebih besar ketika
dilakukannya lockdown. Pemerintah Indonesia juga tak menyimpan cadangan
pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Tindakan lockdown
akan mematikan seluruh sektor, termasuk salah satunya sektor ekonomi yang
mendunia, karena didalam suatu negara benar-benar tidak ada kegiatan dan
warga pun tidak boleh keluar rumah, serta warga mendapatkan logistic dari
pemerintah.
Terkait dengan kesiapan suplai bahan pangan dan kebutuhan lainnya
menjadi salah satu permasalahan krusial. Dapat dibayangkan jika lockdown yang
dilakukan tidak mempersiapkan ini: harga-harga akan mengalami kenaikan,
sementara terjadi kelangkaan di berbagai pasar yang pada akhirnya akan memicu
keresahan sosial.
Tindakan lockdown juga akan membawa akibat ekonomi yang cukup besar.
Karena biasanya tindakan ini juga disertai dengan dihentikannya aktivitas
kebanyakan pekerja (PHK). Sehingga, menjadikan aktivitas ekonomi yang mandek.

Anda mungkin juga menyukai