2 Tugas Makalah Hukum Agraria Lanjutan Hengki Ali Sisi
2 Tugas Makalah Hukum Agraria Lanjutan Hengki Ali Sisi
Dosen Pengampuh :
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai negara agraris, Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ditambah
posisi Indonesia yang dinilai amat strategis. Tidak dipungkiri jika sebagian masyarakat
Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, meski profesi sebagai petani sering
dianggap sebelah mata. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sekitar 36,5% (41,20 juta
orang) dari 112,80 juta penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Ini
menunjukan bahwa pertanian pun ikut andil dalam mengurangi angka pengangguran di
Indonesia. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi : “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan di pergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat’’sehingga dalam hal ini pemerintah harus menjalankan prinsip–prinsip
pemerintahan dan memilik ketentuan – ketentuan khusus yang mengatur tentang apa saja
faktor dan pendukung yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa dan
negara. Akhirnya Indonesia telah memiliki ketentuan khusus yang mengatur tentang
pertanahan yaitu Undang – undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria dan Undang – undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Tanah
Pertanian Pangan Berkelanjutan . Sesuai dengan pasal 2 ayat 1, UUPA, maka sasaran hukum
Agraria meliputi : Bumi, Air dan Ruang Angkasa, termasuk Kekayaan Alam yang terkandung
di dalamnya. Sehingga terdapat aturan-aturan hukum yang mengatur tentang pemanfaatan
tanah.
Di dalam Undang – undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Tanah
Pertanian Pangan Berkelanjutan Menimbang bahwa lahan pertanian pangan merupakan
bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang di kuasai oleh negara dan di
gunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat sebagaimana di amanatkan dalam Undang
– undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga dalam hal ini Pemerintah
harus benar – benar menjamin penyediaan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan
sebagai sumber pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan
mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, dan kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan
ekonomi nasional dan menjamin hak atas pangan sebagai hak asasi setiap warga negara untuk
mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan. Karena makin meningkatnya
pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan industri mengakibatkan terjadinya
degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian pangan, sehingga telah mengancam
daya dukung wilayah secara nasional dalam menjaga kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan.
Pasal 44 ayat 1 Undang – Undang tersebut menyebutkan bahwa Lahan yang sudah di
tetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan di lindungi dan di larang di alih
fungsikan. Ayat 2 “Dalam hal untuk kepentingan umum,Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sebagaimana di maksud pada ayat ( 1) dapat dialihfungsikan, dan di
laksanakan sesuai dengan ketentuan – ketentuan perundang- undangan). Problematika
pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan bangsa kita. Berbagai daerah di
nusantara tentunya memiliki karakteristik permasalahan pertanahan yang berbeda diantara
satu wilayah dengan wilayah lainya. Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari
dasar pemahaman dan pandangan orang di Indonesia terhadap tanah. Kebanyakan orang
Indonesia memandang tanah sebagai sarana tempat tinggal dan memberikan penghidupan
sehingga tanah mempunyai fungsi yang sangat penting.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaturan hak milik atas tanah dalam hukum agraria?
2. Apa perbedaan hak milik individual dan hak milik kolektif?
3. Apa pengaruh kepemilikan tanah pertanian berkelanjutan dan tanah
perumahan perkotaan terhadap jumlah penduduk yang bertambah daan
kebutuhan pangan atau perumahan yang terus meningkat?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan fungsi tanah pertanian
dalam pemenuhan kebutuhan pangan, dengan jumlah penduduk yang terus
bertambah?
BAB II
KERANGKA TEORI
PEMBAHASAN
Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah pasal
4 ayat (1) dan (2), 16 ayat (1) dan pasal 53. Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang-orang beserta badan-badan hukum.
2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta
ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-
Undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 diatas ditentukan dalam pasal 16 ayat
(1) yang bunyinya sebagai berikut: Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam pasal 4 ayat
(1) ialah:
a. Hak milik.
b. Hak guna usaha.
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai disebutkan
dalam pasal 53.
Adapun pengertian dari hak-hak yang terdapat dalam UUPA sebagai berikut:
1) Hak milik adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah dan memberi kewenangan untuk menggunakannya 13 bagi segala
macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas, sepanjang tidak ada laranagan
khusus untuk itu (Pasal 20).
2) Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah Negara, selama jangka waktu
yang terbatas, guna perusahaan pertanian, perikanan, dan peternakan (Pasal 26).
3) Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai hubungan diatas
tanah Negara atau milik orang lain, selama jangka waktu yang terbatas (Pasal 35).
4) Hak sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah milik
orang lain dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewaanya.
5) Hak pakai adalah nama kumpulan dari hak-hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan gadai tanah, perjanjian sewa- menyewa atau perjanjian
pengelolaan ataupun penggunaan tanah yang lain (Pasal 41).
6) Hak gadai adalah hak dari yang disebut memegang gadai, untuk menggunakan tanah
kepunyaan orang lain yang mempunyai utang padanya. Selama utang tersebut belum
dibayar lunas, tanah yang bersangkutan tetap berada dalam penguasaan pemegang
gadai (Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 45 PRP Tahun 1960). 14
7) Hak pengelolaan menurut Keputusan BPN Nomor 9 Tahun 1999 tetap mengacu
kepada ketentuan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 adalah
sebagai berikut:
a) Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan.
b) Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan uasahanya.
c) Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan
yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi
peruntukan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak
atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat yang
berwenang menurut Keputusan BPN Nomor 3 Tahun 1999 dan tata caranya (Boedi
Harsono, 2007: 234).
Pemberian hak secara kolektif adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada
seorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum
secara bersama yang dilakukan dengan satu penetapan (Pasal 6 ayat (1) Permenag / KBPN
Nomor 9 Tahun 1999). Sedangkan pemberian hak atas tanah secara individu adalah
pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau sebuah badan
hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak yang dilakukan
dengan satu penetapan (Pasal 6 ayat (2) Permenag / KBPN Nomor 9 Tahun 1999).
Notonagoro menegaskan bahwa hak milik yang memiliki fungsi sosial itu sebenarnya
mendasarkan atas diri individu, mempunyai dasar yang individualistis lalu ditempelkan
kepadanya sifat yang sosial, sedangkan jika berdasarkan PancasilaNotonagoro menegaskan
bahwa hak milik yang memiliki fungsi sosial itu sebenarnya mendasarkan atas diri individu,
mempunyai dasar yang individualistis lalu ditempelkan kepadanya sifat yang sosial,
sedangkan jika berdasarkan Pancasilahukum kita tidak berdasarkan atau corak individualistis,
tetapi bercorak dwi tunggal. Kepentingan masyarakat dan perseorangan haruslah saling
imbang untuk mengimbangi dwi tunggal. Dengan kata lain, di dalam hak milik tercantum
sifat diri dan disamping itu memiliki sifat kolektif. Jadi, bukan sifat hak milik privat
perorangan yang memiliki sifat kolektif atau melepaskan sifat individunya.2
1
http://digilib.unila.ac.id/9255/3/BAB%202.pdf halaman 13
2
Jurnal, Triana Rejekiningsih, Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Pada Negara Hukum (Suatu
Tinjauan Dari Teori, Yuridis Dan Penerapannya Di Indonesia), Universitas Sebelas Maret halaman
305
Konsep kepentingan dapat dirujuk dari teori kepentingan menurut Roscou Pound, yang
mengklasifikasikan kepentingan dalam tiga jenis, antara lain :
Pendapat tersebut disertai penegasan lebih lanjut, bahwa kepentingan individu berasal
dari sudut urusan pribadi, domestik, dan hak milik. Sedangkan kepentingan umum dengan
tujuan khusus untuk kepentingan negara sebagai lembaga hukum dan sebagai penjaga
kepentingan sosial3
Hakmilikprivatmaupunkolektifkedua-
duanyaharusdiakuikarenaituadalahtermasuksifatmanusiasendiri.Hanyasajadapatdiadakanperb
edaanpadatitikberatnyayaitupadahakprivatataukolektif.Peletakantitikberatiniditentukanolehke
adaanmasyarakat,
dansifatnyadapattidakprinsipiiltapihanyagraduil.Meletakkantitikberatpadasalahsatuhak
(privatataukolektif) yang menyolok, padasaat-saattertentuakanmendapatkoreksidarikekuatan-
kekuatandalammasyarakat yang berdasarkankesadarandirimanusiaakansifatnya yang
monodualissebagaiindividudanmakhluksosialdalamsatukesatuandirimanusia.
3
http://www.wcl.american.edu/journal/lawrev/10/nobleman.pdf
kepada (1) Menteri Dalam Negeri; (2) Menteri Pertanian; (3) Menteri Pertambangan; Menteri
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi; (5) Menteri Pekerjaan Umum. Dalam
perkembangannya, mengingat bahwa tugas-tugas bidang pertanahan bersifat sektoral, upaya
preventif untuk mengendalikan perubahan peruntukkan penggunaan tanah dilaksanakan
dengan mekanisme perizinan, dalam bentuk izin lokasi, dan izin pembebasan tanah yang
diperoleh pemerintah pusat pelaksanannya dilimpahkan kepada Gubernur. Pelimpahan
wewenang dimaksud dalam rangka pengembangan pemukiman dan perindustrian, guna
mengendalikan perubahan penggunaan tanah pertanian untuk
penggunaan non pertanian, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5
Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk
Keperluan Perusahaan. Dalam peraturan tersebut ditetapkan ketentuan bahwa dalam
menetapkan lokasi kegiatan non pertanian yang akan dikembangkan, perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Sejauh mungkin harus dihindarkan pengurangan arel tanah pertanian yang subur.
2. Sedapat mungkin dimanfaatkan tanah yang semula tidak atau kurang produktif.
3. Dihindarkan pemindahan penduduk dari tempat kediamannya.
4. Diperhatikan persyaratan untuk mencegah terjadinya pengotoran/pencemaran bagi
daerah lingkungan yang bersangkutan (Soni Harsono:14).
Di beberapa daerah memang masih terjadi perbenturan kepentingan antar sektor dalam
penggunaan tanah, hal itu antara lain juga disebabkan masih lemahnya koordinasi dan
sinkronisasi dalam pembuatan kebijaksanaan yang berkaitan dengan tanah antara instansi
terkait. Dengan demikian yang diperlukan bukanlah pengaturan penanggulangan alih fungsi
lahan, akan tetapi pengendaliannya agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
bagi pengembangan perekonomian pada umunya. Dalam kaitan tersebut, pengendalian dan
pengawasan pelaksanaan kebijaksanaan mengenai alih fungsi lahan atau tanah memerlukan
keterpaduan antara berbagai sektor pembangunan, agar terjaga keseimbangan pelaksanaan
pembangunan. Perlu selalu dilaksanakan pemantauan atas peraturan perundang-undangan
yang ada, disertai dengan upaya penegakan hukum termasuk pengenaan sanksi bagi para
pelanggarnya. Masalah alih guna tanah mempunyai hubungan dengan permasalahan tanah
terlantar, yaitu tanah yang tidak digunakan secara semestinya.4
Alih fungsi lahan pertanian bukan merupakan hal yang baru. Dengan semakin
meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja,
yang ditandai oleh semakin banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam
4
http://digilib.unila.ac.id/9255/3/BAB%202.pdf halaman 30
melakukan pembangunan, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan. Dipihak lain
jumlah lahan yang terbatas sehingga menimbulkan penggunaan lahan yang seharusnya
beralih ke penggunaan non-pertanian.
Menurut Winoto (2005) faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan
pertanian menjadi non-pertanian antara lain:
Menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan luas lahan sawah pada tahun 2009
menyebabkan penurunan luas lahan pemukiman yang sangat drastis dengan laju 74,00
persen. Kemudian penurunan luas lahan yang terjadi pada tahun 2011 di wilayah ini
disebabkan karena adanya peningkatan luas lahan pemukiman sebesar 41,85 persen.
Adanya pembangunan jalan karawang bypass dengan tujuan untuk memudahkan jalur
transportasi juga menjadi salah satu pemicu banyak investor yang tertarik berinvestasi di
bidang property atau perumahan di Kecamatan Karawang Timur. Sampai tahun 2011, jumlah
perusahaan yang membangun perumahan di Kecamatan Karawang Timur terus bertambah.
Namun, jumlah perusahaan pembangun perumahan yang membangun diatas lahan sawah
mencapai 29 perusahaan yang tersebar di 4 desa dan 4 kelurahan. Berdasarkan data dari
Badan Pertanahan Nasional (2012), total luas perumahan yang dibangun diatas lahan sawah
luasnya mencapai 235,54 hektar . Jumlah perusahaan pembangun perumahan di setiap desa
dan kelurahan di Kecamatan Karawang Timur.Jumlah Perusahaan Pembangun Perumahan di
Lahan Sawah di Kecamatan Karawang Timur Tahun 2000-2011:
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun spiritual.
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu:
Berkaitan dengan penggunaan lahan, salah satu ancaman terhadap ketahanan pangan
adalah alih fungsi lahan pertanian.Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang serius
terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian dan
perdesaan yang kehidupannya bergantung pada lahannya.Alih fungsi lahan-lahan pertanian
subur selama ini kurang diimbangi oleh upaya-upaya terpadu mengembangkan lahan
pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang potensial.
Dampak dari konversi lahan tidak hanya dirasakan oleh para pemilik lahan, tetapi dapat
dirasakan secara meluas oleh seluruh lapisan masyarakat. Disamping menurunnya
produktivitas, alih fungsi lahan berdampak lebih lanjut pada kekeringan dan serangan hama.
Konversi lahan bersifat irreversible (tidak dapat kembali), sementara upaya menanggulangi
penurunan produktivitas terkendala oleh anggaran pembangunan, keterbatasan sumberdaya
lahan dan inovasi teknologi.Perlindungan lahan pertanian pangan merupakan upaya yang
tidak terpisahkan dari reforma agraria.Reforma agraria tersebut mencakup upaya penataan
yang terkait dengan aspek penguasaan/pemilikan serta aspek penggunaan/ pemanfaatan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IX/MPR-RI/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam. Menurut Irawan12, alih fungsi lahan pada dasarnya terjadi akibat adanya
persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian.
Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga
fenomena ekonomi dan sosial, yaitu
Pertanian pangan berkelanjutan memiliki peran dan fungsi penting bagi sebagian
masyarakat Indonesia yang memiliki sumber penghasilan di sektor agraris sehingga lahan
pertanian pangan memiliki nilai ekonomis, nilai sosial, budaya, dan religius.Namun
meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan serta kebutuhan lahan untuk
pembangunan, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 1
Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan maka
perlu diupayakan meningkatkan kedaulatan pangan.
Hal tersebut telah diatur di dalam peraturan daerah Kabupaten Sragen Nomor 11 tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun 2011-2031. Tetapi di dalam
pelaksanaannya berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa pemerintah membiarkan saja
apabila terjadi alih fungsi lahan pertanian, (Wawancara satpol PP, tanggal 23 Oktober 2017)
tanpa ada peninjaun terhadap penggunaan lahan tersebut. Menurut Walter A. Friedlander
(1961) kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial
dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial
yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan
meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.
Apabila teori ini diterapkan pada masalah peralih fungsikan lahan di kabupaten Sragen, maka
tindakan pemerintah guna tidak mengenakan 10 sanksi terhadap masyarakat yang mengalih
fungsikan lahan mereka menurut penulis juga dapat dibenarkan.
Kebayakan masayarakat yang mengalih fungsikan lahan beralasan memang mereka hanya
mempunyai satu tanah tersebut. Maka pemerintah membolehkan alih fungsi tersebut. Hal
tersebut menurut penulis sudah sesuai dengan nilai kesejahteraan sosial berdasar teori diatas,
dimana pemerintah memberikan kelonggaran seprtiitu guna membantu mereka dalam
mempertahankan kehidupannya. Alih fungsi tersebut juga digunakan untuk membuat rumah,
yang kita tahu bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk hidup.
Dengan pertimbangan seperti itu maka pemerintah juga telah memperhatikan kesejahteraan
dari masyarakatnya. Tindakan yang sedemikian itu walaupun mencakup aspek kesejahteraan
tetapi tidak boleh juga pemerintah lepas tangan begitu saja. Pemerintah perlu meninjau
kembali dan benar-benar memberi batasan yang jelas, berapa maksimal luas yang boleh
untuk dialihkan menjadi perumahan warga. Serta juga harus ada peninjauan yang rutin agar
tidak terjadi penyelewengan terhadap kelonggaran yang diberikan. 2. Hambatan pemerintah
dalam mempertahankan fungsi lahan tanah pertanian di kabupaten Sragen dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan Dalam upaya pemerintah mempertahankan fungsi lahan pertanian
terdapat hambatan-hambatan yang terjadi, sehingga hal tersebut tidak bisa dicegah
keberadaannya, antara lain :
BAB IV
KESIMPULAN
Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah
pasal 4 ayat (1) dan (2), 16 ayat (1) dan pasal 53. Pasal 4 ayat (1) dan (2) yang berbunyi
sebagai berikut:
1. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,
yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang-orang beserta badan-badan hukum.
2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang
untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air
serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
Undang-Undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 diatas ditentukan dalam pasal 16 ayat
(1) yang bunyinya sebagai berikut: Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam pasal 4 ayat
(1) ialah:
i. Hak milik.
j. Hak guna usaha.
k. Hak guna bangunan
l. Hak pakai
m. Hak sewa
n. Hak membuka tanah
o. Hak memungut hasil hutan
5
p. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai disebutkan
dalam pasal 53.
Pemberian hak secara kolektif adalah pemberian hak atas sebidang tanah kepada
seorang atau sebuah badan hukum tertentu atau kepada beberapa orang atau badan hukum
secara bersama yang dilakukan dengan satu penetapan (Pasal 6 ayat (1) Permenag / KBPN
Nomor 9 Tahun 1999). Sedangkan pemberian hak atas tanah secara individu adalah
pemberian hak atas beberapa bidang tanah masing-masing kepada seorang atau sebuah badan
hukum atau kepada beberapa orang atau badan hukum sebagai penerima hak yang dilakukan
dengan satu penetapan (Pasal 6 ayat (2) Permenag / KBPN Nomor 9 Tahun 1999).
Notonagoro menegaskan bahwa hak milik yang memiliki fungsi sosial itu sebenarnya
mendasarkan atas diri individu, mempunyai dasar yang individualistis lalu ditempelkan
kepadanya sifat yang sosial, sedangkan jika berdasarkan Pancasila Notonagoro menegaskan
bahwa hak milik yang memiliki fungsi sosial itu sebenarnya mendasarkan atas diri individu,
mempunyai dasar yang individualistis lalu ditempelkan kepadanya sifat yang sosial,
sedangkan jika berdasarkan Pancasila hukum kita tidak berdasarkan atau corak
individualistis, tetapi bercorak dwi tunggal. Kepentingan masyarakat dan perseorangan
haruslah saling imbang untuk mengimbangi dwi tunggal. Dengan kata lain, di dalam hak
milik tercantum sifat diri dan disamping itu memiliki sifat kolektif. Jadi, bukan sifat hak
milik privat perorangan yang memiliki sifat kolektif atau melepaskan sifat individunya
penggunaan non pertanian, diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5
Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk
Keperluan Perusahaan.
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia
terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik material maupun spiritual.
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu:
Alih fungsi lahan pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan
lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Sedangkan persaingan dalam
pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu
DAFTAR PUSTAKA
6
Jurnal, Dwi Retnowati, Upaya Pemerintah Mempertahankan Fungsi Lahan Tanah Pertanian
Dikabupaten Sragen Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta Halaman 7
Jurnal, Triana Rejekiningsih, Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Pada Negara Hukum (Suatu
Tinjauan Dari Teori, Yuridis Dan Penerapannya Di Indonesia), Universitas Sebelas Maret
file:///C:/Users/WINDOWS%2010pro/Downloads/8744-15930-2-PB%20(2).pdf
http://digilib.unila.ac.id/9255/3/BAB%202.pdf
http://www.wcl.american.edu/journal/lawrev/10/nobleman.pdf