Anda di halaman 1dari 21

ASPEK PERPAJAKAN PELAYARAN DAN PENERBANGAN

INTERNASIONAL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan

DOSEN PEMBIMBING:
Drs. Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA

OLEH KELOMPOK 7:
Yolanda Putri Aldilla (1810532003)
Fadiah Rama Wangsa (1810532004)
Desmalia Syakira (1810532008)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan dan kekuatan, sehingga makalah yang berjudul “Aspek Perpajakan

Pelayaran dan Penerbangan Internasional” ini dapat diselesaikan pada waktu yang telah

ditentukan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan kepada Bapak Drs.

Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA selaku dosen pembimbing pada mata kuliah

Perpajakan Lanjutan. Kami yakin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam

makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu kami

mengharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami

harap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Padang, 05 Maret 2020

Kelompok 7
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………....….……
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…..……………............………………………….….…..
B. Rumusan Masalah……………............………………………….….……
C. Tujuan……………………………………………………………....….
BAB II: PENGKAJIAN
BAB III: LANDASAN TEORI
BAB IV: PEMBAHASAN
A.
BAB V: PENUTUP

A. KESIMPULAN…..………………………………….….…..……….….……

DAFTAR PUSTAKA..…………… ……..............…………………………..


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak adalah sesuatu yang penting untuk dipahami dikarenakan pajak

merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara.. Pajak

mempengaruhi setiap bidang kehidupan manusia yang sesuai dengan ketentuan

hukumnya diatur di dalam Undang-Undang dan wajib dilaksanakan oleh setiap

warga negara. Perpajakan atas pelayaran dan penerbangan juga merupakan salah satu

yang tidak bisa diabaikan.

Adanya transportasi dapat membantu mencapai tujuan nasional berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mengenai tujuan negara dalam mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan

ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung

pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antarbangsa,

dan memperkukuh kedaulatan negara.

Sektor pelayaran dan penerbangan memainkan peran penting sebagai salah satu

sarana transportasi yang menghubungkan berbagai daerah atau tempat di seluruh

dunia. Tingginya pasar perjalanan pelayaran dan penerbangan Indonesia di wilayah

Indonesia itu sendiri maupun ke negara lain, akan berpengaruh terhadap

meningkatnya penghasilan yang diterima oleh perusahaan jasa pelayaran dan/atau

penerbangan. Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak sesuai dengan aturan

yang telah ditentukan.

Meningkatnya volume transaksi ekspor dan impor telah mendorong semakin

ramainyajalur dan frekuensi pengankutan barangdari dan ke luar negeri. Terkait


dengan pengangkutan barang tersebut, kerapkali telah memunculkan sengketa

perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran dan

penerbangan luar negeri yang di sediakan oleh perusahaan jasa pelayaran dan/atau

penerbangan yang berdomisili di luar negeri. Untuk itu perlu lebih mendalam

bagaimana aspek perpajakan terhadap pelayaran dan penerbangan luar negeri. Dasar

hukum yang mengatur tentang pajak tersebut tercantum dalam Pasal 15 UU Nomor

36 Tahun 2008 (UU PPh).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan pajak?

2. Apakah yang dimaksud dengan pelayaran dan penerbangan internasional?

3. Apa saja aspek perpajakan pelayaran dan penerbangan internasional?

4. Bagaimana cara perhitungan perpajakan terhadap pelayaran dan

penerbangan internasional?

C. Tujuan

1. Mengetahui tentang pajak

2. Mengetahui tentang pelayaran dan penerbangan internasional

3. Mengetahui dan memahami aspek-aspek perpajakan pelayaran dan

penerbangan internasional

4. Mengetahui perhitungan perpajakan terhadap pelayaran dan penerbangan

internasional.
BAB II

PENGKAJIAN
BAB III

LANDASAN TEORI
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perpajakan Secara Umum

Pajak adalah pungutan wajib yang dibayar rakyat untuk negara dan akan

digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang

membayar pajak tidak akan merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena

pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak

merupakan salah satu sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan,

baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat

dipaksakan karena dilaksanakan berdasarkan undang-undang.

Karakteristik Pajak yaitu :

 Pajak Merupakan Kontribusi Wajib Warga Negara

Artinya setiap orang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Namun hal

tersebut hanya berlaku untuk warga negara yang sudah memenuhi syarat subjektif

dan syarat objektif. Yaitu warga negara yang memiliki Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP) lebih dari Rp2.050.000 per bulan. Jika karyawan/pegawai, baik

karyawan swasta maupun pegawai pemerintah, dengan total penghasilan lebih dari

Rp2 juta, maka wajib membayar pajak. Jika wirausaha, maka setiap penghasilan

akan dikenakan pajak sebesar 1% dari total penghasilan kotor/bruto (berdasarkan

PP 46 tahun 2013).

 Pajak Bersifat Memaksa Untuk Setiap Warga Negara


Jika seseorang sudah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif, maka wajib

untuk membayar pajak. Dalam undang-undang pajak sudah dijelaskan, jika

seseorang dengan sengaja tidak membayar pajak yang seharusnya dibayarkan, maka

ada ancaman sanksi administratif maupun hukuman secara pidana.

 Warga Negara Tidak Mendapat Imbalan Langsung

Pajak berbeda dengan retribusi. Contoh retribusi: ketika mendapat manfaat parkir,

maka harus membayar sejumlah uang, yaitu retribusi parkir, namun pajak tidak

seperti itu. Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga

negara. Jadi ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, tidak langsung

menerima manfaat pajak yang dibayar, yang akan dapatkan berupa perbaikan jalan

raya , fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa pendidikan , dan lain-

lainnya.

 Berdasarkan Undang-undang

Artinya pajak diatur dalam undang-undang negara. Ada beberapa undang-undang

yang mengatur tentang mekanisme perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak.

B. Pengertian Pelayaran

Pelayaran merupakan sarana yang penting untuk menjaga keselamatan berlayar

bagi berbagai macam kapal. Di bidang ekonomi, pelayaran masih diperlakukan

sebagai industri penunjang. Tak ada perlakuan khusus, sebagaimana diterapkan oleh

negara-negara maju. Kemudian, bentuk-bentuk conference yang dicoba diterapkan

di lingkungan pelayaran masih ditafsirkan sekalangan ekonom Indonesia sebagai

bentuk kartel atau monopoli ekonomi.


Pelayaran di dalamnya terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan,

keselamatan dan keamanan pelayaran , dan perlindungan lingkungan maritim,

merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan

potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan

efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan

dinamis. Pelayaran memiliki Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mengatakan bahwa

pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,

kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan perwujudan Wawasan

Nusantara, perlu disusun sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien,

dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan,

meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa, membantu terciptanya pola

distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan

wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, turut mendukung pertahanan dan keamanan, serta

peningkatan hubungan internasional.

Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,

memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan

perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan serta mendukung pertahanan dan

keamanan negara, yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antarbangsa.


Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang

mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin

meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dalam

negeri serta ke dan dari luar negeri.

Menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, angkutan laut sebagai salah

satu moda transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional

yang terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang

sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat,

aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah

dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan

efisien.

Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan

menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan

ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun

internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk

menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Angkutan laut luar negri ( Pelayaran Internasional )

Sebagaimana diatur dalam UU 17 Tahun 2008 pasal 11 menjelaskan bahwa :


(1) Kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri dilakukan oleh perusahaan

angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing dengan

menggunakan kapal berbendera Indonesia dan/atau kapal asing.

(2) Kegiatan angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan agar

perusahaan angkutan laut nasional memperoleh pangsa muatan yang wajar

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang termasuk angkutan laut lintas batas dapat dilakukan dengan trayek

tetap dan teratur serta trayek tidak tetap dan tidak teratur.

(4) Perusahaan angkutan laut asing hanya dapat melakukan kegiatan angkutan laut

ke dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan

wajib menunjuk perusahaan nasional sebagai agen umum.

(5) Perusahaan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan laut ke atau

dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri secara

berkesinambungan dapat menunjuk perwakilannya di Indonesia.

C. Pengertian Penerbangan

Menurut UU Nomor 1 Tahun 2009 pasal 1, penerbangan adalah satu kesatuan

sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara,

angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan

hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Untuk mencapai tujuan

nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, dalam mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan

ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung


pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antarbangsa,

dan memperkukuh kedaulatan negara.

Salah satu sistem transportasi nasional ialah penerbangan, transportasi yanh

mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan

teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan

keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan

peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi

nasional yang mantap dan dinamis. Penerbaangan juga ikut mempengaruhi

perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut

penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, perlindungan konsumen,

ketentuan internasional yang disesuaikan dengan kepentingan nasional, akuntabilitas

penyelenggaraan negara, dan otonomi daerah.

Pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sudah tidak

sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan

penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang

yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Angkutan Udara Luar Negeri (Penerbangan Internasional)

Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2009;

Pasal 83

(1) Kegiatan angkutan udara terdiri atas:

a. angkutan udara niaga; dan

b. angkutan udara bukan niaga.


(2) Angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri

atas:

a. angkutan udara niaga dalam negeri; dan

b. angkutan udara niaga luar negeri.

(3) Kegiatan angkutan udara niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dapat dilakukan secara berjadwal dan/atau tidak berjadwal oleh badan usaha

angkutan udara niaga nasional dan/atau asing untuk mengangkut

penumpang dan kargo atau khusus mengangkut kargo.

Pasal 86

(1) Kegiatan angkutan udara niaga berjadwal luar negeri dapat dilakukan oleh

badan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional dan/atau perusahaan

angkutan udara niaga berjadwal asing untuk mengangkut penumpang dan

kargo berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral.

(2) Dalam hal angkutan udara niaga berjadwal luar negeri merupakan bagian

dari perjanjian multilateral yang bersifat multisektoral, pelaksanaan

angkutan udara niaga berjadwal luar negeri tetap harus diatur melalui

perjanjian bilateral.

(3) Perjanjian bilateral atau multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan

(fairness) dan timbal balik (reciprocity).

(4) Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal nasional sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus merupakan badan usaha angkutan udara niaga
yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia dan mendapat

persetujuan dari negara asing yang bersangkutan.

(5) Perusahaan angkutan udara niaga berjadwal asing sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) harus merupakan perusahaan angkutan udara niaga yang telah

ditunjuk oleh negara yang bersangkutan dan mendapat persetujuan

Pemerintah Republik Indonesia.

D. Aspek Perpajakan Pelayaran Internasional dan Penerbangan Internasional

Sebagaimana di atur dalam PPh pasal 15, sebagai berikut :

1. Objek Pajak

Objek PPh-nya adalah Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau

nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu

pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke

pelabuhan di luar negeri.

Dengan demikian yang tidak termasuk penggantian atau imbalan yang

diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri

tersebutadalah yang dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di

luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

2. Tarif
Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau

Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari peredaran

bruto.

Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti

berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan

Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau

barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau

dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau

Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat

persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.

3. Pemotong

Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak

yang membayar/mencharter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran

atau terutang. Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib

Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib menyetor

sendiri.

4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan

Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan (charter),

maka pihak yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:


1. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya

imbalan/nilai pengganti;

2. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan

pelayaran/penerbangan kepada pihak yang menerima atau memperoleh

penghasilan;

3. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-

lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau

terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);

4. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan

Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan

pembayaran atau terutangnya imbalan.

Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud di atas, maka wajib

pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri wajib:

1. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-

lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau

terutangnya imbalan, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) final;

2. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan

Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan

pembayaran atau terutangnya imbalan.

Contoh Perhitungannya Pph Pasal 15 Pelayaran Internasional

PT Kayu Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan mebel.

Dalam rangka pengangkutan ekspor mebel dari Indonesia ke Paris sejak tahun 2015
PT Kayu Sejahtera membuat kontrak kerja sama transportasi sebesar Rp500.000.000

per sekali angkut. Kontrak dilakukan dengan perusahaan pelayaran luar negeri yaitu

Dewys Lines Ltd. yang berdomisili di Swiss yang dibuktikan dengan Surat

Keterangan Domisili (SKD).

Pada bulan Juli 2016 dilakukan satu kali pengangkutan dan telah dibayar pada 25 Juli

2016. Dewys Lines Ltd. memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia yaitu BUT

Dewys Lines (BUT DL).

Bagaimana kewajiban PPh pasal 15 BUT Dewys Lines?

Jawaban:

Kapal Dewys Lines Ltd.-Swiss yang disewa oleh PT Kayu Sejahtera beroperasi dalam

lalu lintas internasional (international traffic) sebagaimana dimaksud dalam P3B

Indonesia-Swiss, sehingga atas penghasilan dari persewaan kapal tersebut dapat

dikenai pajak di Indonesia namun tidak melebihi 50% dari pajak yang dikenakan

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan PPh.

Mengingat Dewys Lines Ltd. melakukan usaha melalui BUT di Indonesia maka atas

penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang dalam lalu lintas internasional

tersebut dipotong PPh yang bersifat final sebesar 50% x 2,64% dari peredaran bruto,

yang dipotong oleh PT Kayu Sejahtera sebagai pihak yang mencarter.

PPh Pasal 15 = 50% x 2,64% x Rp500.000.000 = Rp6.600.000.

Kewajiban PT Kayu Sejahtera sebagai pemotong PPh Pasal 15 atas penghasilan dari

BUT Dewys Lines adalah:


 melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa penyewaan kapal

untuk pengangkutan alat-alat mebel tersebut sebesar Rp6.000.000 dan

memberikan bukti pemotongan tersebut kepada BUT Dewys Lines;

 menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara melalui Kantor

Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 12 Agustus

2016;

 menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Juli 2013 paling lama

tanggal 20 Agustus 2016.

Contoh Perhitungannya Pph Pasal 15 Penerbangan Internasional

Kasus dan Pertanyaan:

Pada bulan Juli 2016, perusahaan penerbangan luar negeri Fiskal airline (BUT)

menyewakan pesawat kecil kepada PT. Kakak Tua Indonesia dengan nilai sewa

Rp300.000.000,- .

Bagaimana kewajiban PPh pasal 15 BUT Fiskal airline?

PPh Pasal 15 yang wajib dipotong oleh PT. Kakak Tua Indonesia adalah

Jawab: 2,64% x Rp300.000.000,- = Rp7.920.000,- (Final)


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,

kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritime,

sedangkan penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan

wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan,

keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas

umum lainnya. Pelayaran memiliki Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan penerbangan memiliki Undang-Undang

tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.

Dalam era sekarang ini, pelayaran dan penerbangan luar negeri merupakan salah

satu sarana transportasi yang pesat digunakan oleh perusahaan. Pelayaran dan

penerbangan luar negeri mempunyai perhitungan pajak yang telah diatur sesuai PPh

pasal 15. Subjek pajak dari PPh pasal 15 ini adalah perusahaan pelayaran/penerbangan

yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha

Tetap (BUT), sementara yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari pengangkutan

orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib pajak perusahaan

pelayaran/penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai