Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum
Dosen Pengampu :
Lukman Fauzi, S.Sos.I., M.Ag.
Disusun oleh :
Kelompok 11
1. Karina Ade Novita (12403193153)
2.Mita Wulandari (12403193158)
3. Agung Adi Saputra (12403193171)
SEMESTER 2
JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH 2D
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MEI 2020
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah memberikan
kelancaran dan kemurahan-Nya terhadap kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah "Filsafat Umum" dalam bentuk makalah. Sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad, SAW.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul "Hermeneutika" ini, masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami berharap dari makalah yang kami susun ini
dapat bermamfaat dan menambah wawasan bagi kami maupun pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................4
A.Latar Belakang................................................................................4
B.Rumusan Masalah...........................................................................4
C.Tujuan Penulisan....................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................6
A. Defenisi Hermeneutika Dan Sejarah Hermeneutika..........................6
B. Fungsi Hermenetika...............................................................................11
C. Ruang Lingkup Hermeneutika..............................................................13
D. Madzhab-Madzhab Hermeneutika......................................................15
E. Analisis bahasaTeori Filsafat Bahasa sebagai basis Hemeneutika..17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara definisi kehadiran hermeneutik dalam deretan ilmu-ilmu sosial, sebenarnya
masih relatif baru. Dilihat dari keberadaannya, hermeneutika baru dalam pertengahan
abad ke-XIX dipakai sebagai dasar metodologi ilmu-ilmu sosial, dan mula-mula
dalam ilmu sejarah. Tokoh yang perlu disebut dalam konteks ini adalah Wilhelm
Dilthey (1833-1911). Akar hermeneutika sebenannya berada di luar lingkungan ilmu
pengetahuan modern dan dapat ditelusuri jauh ke belakang dalam waktu sampai masa
permulaan peradaban Yunani yang mulai berkembang kurang lebih pada abad ke-IX
sebelum Masehi. Ini berarti, hermeneutika pada hakikatnya bukan aliran filsafat ilmu
pengetahuan yang timbul dan berkembang dalam jalur dunia ilmu pengetahuan,
seperti halnya dengan aliran filsafat ilmu pengetahuan yang telah dibahas dalam bab-
bab sebelumnya tetapi merupakan satu unsur yang mempunyai sifat lebih umum dan
berkembang dalam proses yang berlangsung sudah lama sekali dan terus-menerus
berubah. Proses perkembangan hermeneutika dapat dibagi ke dalam empat tahap.
Dalam masing masing tahap itu konsep „hermeneutika‟ dipakai dengan pengertian
tersendiri. (1) hermeneutika berperan sebagai unsur dalam konteks kepercayaan dan
ritus agama. (2) hermeneutika dipakai sebagai metode atau teknik analisis dokumen.
(3) hermeneutika diangkat menjadi ilmu pengetahuan kemanusiaan. (4) hermeneutika
berubah menjadi spesifik dalam ilmu filsafat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang definisi Hermeneutika?
2. Bagaimana sejarah Munculnya Hermeunetika?
3. Apa saja fungsi Hermeneutika?
4. Bagaimana ruang lingkup dan madzab-madzab Hermeneutika?
5. Bagaimana analisis bahasa/ Teori Filsafat Bahasa sebagai basis Hemeneutika?
C. Tujuan Masalah
1. Dapat mengetahui / mengerti apa itu definisi Hermeneutika.
2. Mengetahui bagaimana sejarah munculnya Hermeunetika.
4
3. Dapat mengetahui fungsi Hermeneutika.
4. Memahami ruang lingkup dan madzab-madzab Hermeneutika.
5. Memahami analisis bahasa/ Teori Filsafat Bahasa sebagai basis Hemeneutika.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
tulisan atau berita hanya dapat diketahui sebagian saja. Makna yang hakiki dianggap
selalu lebih mendalam atau lebih menyeluruh daripada yang berhasil melalui analisis
hermeneutika. Penting diperhatikan bahwa konsep „hermeneutika‟ di sini dipakai
dalam arti agak terbatas, yaitu analisis terhadap makna yang terkandung dalam tulisan
atau berita itu sendiri. Unsur ketiga, hermeneutika, baik secara tegas tak terkatakan
berangkat dan asumsi bahwa suatu tulisan atau berita hanya dapat diartikan dengan
satu cara saja. Asumsi ini khususnya dianggap berlaku apabila terdapat langsung atau
tidak langsung bahwa dokumen bersangkutan dibuat untuk tujuan spesifik. Pikiran
tentang metode hermeneutika ini dikemukakan dalam bentuk aturan dan kaidah.
Dalam tahap perkembangan selanjutnya di Eropa,Zaman Romawi, hermeneutika lebih
khusus dipakai untuk menganalisis makna yang terkandung dalam dokumen hukum,
seperti undang-undang, dan dokumen agama, seperti Kitab Injil agama Kristen.
Dokumen semacam ini pada dasarnya bersifat normatif atau mengenai moral. Tujuan
khusus analisis hermeneutika adalah mengungkapkan dan menetapkan makna yang
terkandung dalam teks itu sendiri. Tahap awal zaman baru ini dinamakan
“Kebangkitan Kembali” (Renaissance) dan berlangsung sampai kurang lebih
pertengahan abad ke-XVI. Periode itu ditandal dengan usaha mempelajari kembali
peradahan Yunani dan Romawi pada Zaman Klasik, yang memang sangat berlainan
dan situasi dan kondisi di Eropa pada Abad Pertengahan. Untuk mempelajari
peradaban tersebut dipakai hermeneutika sebagai metode. Analisis tulisan Zaman
Klasik menyebabkan munculnya dua macam pemakaian hermeneutika, masing-
masing untuk kepentingan yang berbeda. Pertama terdapat kelompok yang cenderung
menggunakan hermeneutika khusus untuk mengungkapkan dan mempelajari makna
“murni” yang terkandung dalam tulisan yang berasal dari Zaman Klasik. Tujuan
spesifiknya adalah mengembangkan pengetahuan yang memberikan pemahaman dan
penjelasan menyeluruh dan mendalam darinya. Aliran hermeneutika ini di kemudian
hail dinamakan „hermeneutika ilmiah” (zetetische Hermeneutik). Kedua terdapat
aliran yang ingin menggunakan makna yang terungkapkan dan tulisan zaman tersebut
untuk usaha-usaha menangani masalah praktis dalam kehidupan sosial pada masa itu.
Untuk ini perhatian dipusatkan pada upaya menetapkan isi “normatif‟ atau beserta
“autoritas” tulisan orang Zaman Klasik. Aliran hermeneutika yang kedua ini dikenal
dengan nama “hermeneutika dogmatis” dan memainkan peranan penting dalam ilmu
hukum dan ilmu teologi hingga sekarang. Munculnya dua aliran hermeneutika yang
berbeda, masing-masing mempunyai tujuan relatif lebih spesifik dan tegas daripada
7
hermeneutika yang dipraktikkan pada masa sebelumnya, antara lain dimungkinkan
oleh perkembangan yang telah terjadi di bidang ilmu filsafat dan ilmu teologi.
Bersamaan dengan munculnya dua aliran spesifik tersebut, dalam hermeneutika
terjadi pergeseran “objek studinya.” Kalau pada masa sebelumnya perhatian
sepenuhnya dipusatkan pada isi tulisan maka mulai dari akhir abad ke-XV perhatian
lambat laun bergerser”dari tulisan ke penulisnya.” Mulai disadari bahwa makna yang
terkandung dalam tulisan yang lain itu tidak bisa ditangkap terpisah dan pemaknaan
pihak yang membuatnya. Dengan kata lain, mulai disadari bahwa makna tidak dapat
dipahami dan dijelaskan terpisah dari pikiran, perasaan, citacita dan dorongan orang
bersangkutan. Pergeseran pandangan ini menyebabkan juga perluasan pemakaian
analisis hermeneutika. Di samping analisis tulisan dan dokumen tua, hermeneutika
juga mulai dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengungkapkan makna yang
terkandung dalam karya-karya di bidang seni lain seperti misalnya sastra, patung,
lukisan, musik, bangunan dan tarian. Semua bentuk kesenian ini dianggap merupakan
ekspresi pikiran, perasaan, nilai-nilai maupun cita-cita penciptanya. Meskipun
pemakaian hermeneutika menjadi jauh lebih luas dibandingkan dengan masa
sebelumnya, dalam hal analisis perhatian ilmuwan masih sepenuhnya terpusat pada si
pencipta karya seni. Selain itu juga dipertahankan asumsi yang menyatakan bahwa
makna yang terkandung dalam suatu karya seni bersifat tunggal dan, sejauh mengenai
objek studi bersangkutan, dianggap mengandung nilai abadi, tidak berubah ubah.
Hermeneutika dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengungkapkan makna
yang dimaksud dan yang memungkinkan diberikan pemahaman dan penjelasan
mendalam dan menyeluruh terhadapnya. Akibatnya hermeneutika memusatkan
perhatian pada karya-karya seni yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh seni budaya dan
pencipta karya budaya yang termashur, seperti penyair, pelukis, pematung, arsitek,
komponis, ahli filsafat dan sebagainya. Pada akhir abad ke-XVII muncul untuk
pertama kali sejumlah upaya mengembangkan hermeneutika yang bersifat umum atau
universal, baik di bidang hermeneutika ilmiah maupun hermeneutika dogmatis.
Namun demikian, upaya pertama ini tidak membawa banyak hasil. Sebab, iklim
cendekia yang berkembang dalam abad keXVIII tidak menguntungkan. Masa itu
dikenal sebagai “Zaman Pencerahan” (Enlightenment) dan ditandai di satu pihak oleh
penolakan total segala yang diteruskan secara turun-temurun dari masa-masa
sebelumnya dan, di pihak lain, oleh penerimaan secara tak bersyarat segala sesuatu
yang dianggap “modern.” Yang modern dianggap lebih baik dan lebih unggul
8
daripada apa yang dihasilkan pada zaman sebelumnya. Kemajuan ini langsung
dikaitkan dengan pendayagunaan pikiran manusia (rasio) untuk mengembangkan
pengetahuan dan teknologi. Dalam abad ke-XVII dan ke-X VIII ditemukan apa yang
lazim dinamakan “semangat zaman” (spirit of the era, Geist der Zeit) dan kesatuan-
kesatuan luas jenis lain seperti “kebudayaan” (culture), “bangsa” (people), “negara”
(nation), dan “hukum-hukum universal” (universal rights). Akibatnya, tulisan kuno,
benda peninggalan dan karya seni tidak lagi sematamata dipandang sebagai ekspresi
pikiran, nilai dan cita-cita penciptanya, tetapi sebagai simbol untuk suatu kesatuan
yang lebih menyeluruh dan abstrak dan jenis-jenis tersebut. Kesatuan yang lebih
menyeluruh ini dianggap “hasil” atau suatu “semangat” (spirit) yang mewujudkan
atau menyatakan diri dalam proses perkembangan sejarah. Penemuan kemungkinan
terdapat hubungan antara segala macam hasil cipta karya manusia di satu pihak dan
kesatuan-kesatuan yang bersifat abstrak dan menyeluruh di pihak lain, memerlukan
diadakan refleksi kembali atas arti hermeneutika sendiri dan mendorong berbagai
usaha mengembangkan suatu pandangan menyeluruh dan mendalam terhadapnya.
9
menerangkan makna yang terkandung di dalamnya beserta zaman atau masa di mana
dia hidup. Dengan perkataan lain, “semangat umum” atau “semangat dunia” itu
dianggap merupakan kenyataan tersendiri yang melebihi segala sesuatu yang lebih
kongkret dan terbatas dan sekaligus memenuhinya dengan satu makna umum dan
yang sama.. Wilhelm Dilthey adalah salah satu tokoh yang menyebabkan penyesuaian
ini pada awal abad ke-XX. Ia mengubah arah perkembangan hermeneutika menuju
idealisme, dan menjadi empirisme maupun positivisme.. Tujuan spesifik ilmuwan
sejarah dan ahli ilmu filsafat ini adalah menunjukkan dasar baru untuk hermeneutika
sebagai metodologi yang khusus berlaku untuk ilmu kemanusiaan. Dengan upaya ini
Dilthey bermaksud, di satu pihak, menerobos perkembangan yang sedang terjadi
dalam pertengahan abad ke-XIX dalam ilmu sejarah menuju apa yang lazim
dinamakan “psikologisme,” yaitu kecenderungan menjelaskan semua gejala sejarah
dan sosial-budaya sebagai wujud “semangat umum” atau “semangat dunia” yang
mengendalikan perkembangan sejarah maupun proses pengembangan peradaban.
Ilmuwan yang mengadakan analisis hermeneutika bertindak seakan seorang “pemain
sandiwara:” Ini berarti, walaupun Dilthey mengadakan perubahan terhadap
hermeneutika tingkat tinggi tentang apa yang menurutnya merupakan sifat dasar objek
studi ilmu kemanusiaan, tetapi ia mempertahankan prinsip-prinsip pelaksanaan
analisis hermeneutika yang sudah dianggap baku. Selain menerobos perkembangan
menuju “psikologisme” upaya Dilthey menunjukkan dasar baru bagi hermeneutika
juga dimaksudkan untuk membela sifat khas ilmu kemanusiaan terhadap ilmu alam.
Pertama, dalam jangkauan objek studi. Kalau dalam tahap-tahap perkembangan
hermeneutik sebelumnya perhatian ilmuwan secara eksklusif terpusatkan pada tokoh-
tokoh utama berbagai bidang cipta karya seni, seperti pelukis, pencipta musik, filsuf
dan penyair terkenal, dan diusahakan mengungkapkan makna yang terkandung di
dalamnya dengan mengaitkannya pada suatu keseluruhan yang abstrak atau
menyeluruh. Sekarang jangkauan analisis diperluas mencakup semua anggota
masyarakat (umat manusia) tanpa kecuali. Kedua, terjadi pergeseran dalam isi
permasalahan. Oleh karena Dilthey tidak berhasil menunjukkan secara meyakinkan
kriteria metodologis untuk menentukan keabsahan analisis hermeneutika, maka hanya
penyesuaiannya terhadap objek studi ilmu kemanusiaan saja diterima di kalangan luas
ilmuwan sosial di kemudian hari.
10
“Hermeneutika Sebagai Aliran Ilmu Filsafat” Sejak permulaan abad ke-XX
hermeneutika berubah lagi menjadi aliran tersendiri dalam ilmu filsafat. Dua nama
yang tidak dapat dipisahkan dan perkembangan baru ini adalah Martin Heidegger
(1889-1976) dan Hans-Georg Gadamer (1900-). Heidegger adalah filsuf pertama yang
memperluas pengertian konsep “verstehen” lebih jauh daripada yang diberikan oleh
Dilthey. Kalau Dilthey menggunakan konsep verstehen dalam arti “upaya memahami
seeara psikologis kejiwaan dan kelakuan orang lain serta hasil cipta karyanya,” yakni
upaya interpretatif untuk memberikan makna kepada sesuatu yang dianggap pada
hakikatnya bersifat “fakta objektif” maka dalam pandangan filsafat Heidegger
verstehen menjadi “sesuatu yang sudah menjadi pembawaan manusia.” ini berarti,
menurut Heidegger, keperluan manusia memberikan makna kepada segala sesuatu
sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum keberadaannya.. Antara pandangan
Heidegger (dan Gadamer) di satu pihak dan Dilthey di pihak lain terdapat perbedaan
mendasar dalam beberapa hal. Dalam keberadaan manusia Delthey menegaskan
persatuan yang mula-mula (primordial unity) antara “subjek” dan “objek.” Manusia
adalah “makhluk yang berada dalam dunia” sebelum menjadi “subjek” yang menuntut
mempunyai pengetahuan tentang “objek-objek” dalam dunia. Ini berarti, dalam
pandangan Heidegger, pengembangan pengetahuan benlangsung dalam konteks
interpretasi dan pemahaman jauh lebih luas dan menyeluruh daripada yang
digambarkan oleh Dilthey. Hermeneutika bukan pandangan filsafat ilmu
pengetahuan yang seragam. Ada banyak perbedaan dalam hal asas, tujuan maupun
pendekatan atau metode. Juga terdapat perbedaan pandangan yang cukup tajam antara
para “peletak dasar” (founding fathers), seperti misalnya W. Dilthey, dan
“penerusnya” pada zaman sekarang, seperti, antara lain, Gadamer (1900), P. Ricoeur
(1913-), K.-O. Apel (1922-) dan J. Habermas (1929-). Dalam pasal ini diterangkan
asasasas yang mendasari aliran hermeneutika yang berlaku pada masa kini, khususnya
“pendekatan interpretatif‟ dalam ilmu sosial di Amenika Serikat, dengan cara
mempertentangkannya dengan pandangan Dilthey.1
B. Fungsi Hermenetika
Dalam pembahasan Hermeneutik terdapat hubungan yang erat dan jelas antara
kata Hermeneutik dengan Hermes, salah satu Tuhan yang dimiliki oleh bangsa Yunani
1
Pattiasina Petrus Jacob, “jurnal hermeneutik”, https://www.researchgate.net/publication/325216565.
Diakses 27 April 2020.
11
yang bertugas sebagai Penyampai Berita. Kata hermeneutic sendiri diambil dari kata kerja
Yunani, hermeneuin, yang berarti “menginterpretasikan atau menafsirkan (to interpret)”
dan kata bendanya adalah hermeneia yang berarti “tafsir“.
Dilema beragam yang kemudian muncul dari kata itu mengandung pemahaman
terhadap sesuatu atau kondisi yang tak jelas. Bangsa Yunani menisbatkan penemuan
bahasa dan tulisan kepada Hermes, yakni bahasa dan tulisan ini merupakan dua elemen
yang dimanfaatkan oleh manusia untuk memahami makna dan menafsirkan berbagai
realitas. Tugas Hermes adalah “memahami” dan “menafsirkan sesuatu”, dimana dalam
persoalan ini, unsur bahasa memegang peran yang sangat asasi dan penting.
1. Pesan dan teks yang dibutuhkan untuk lahirnya suatu pemahaman dan interpretasi;
2. Penafsir (Hermes) yang menginterpretasikan dan menafsirkan pesan dan teks;
3. Penyampaian pesan dan teks kepada lawan bicara.
Ketiga unsur yang pokok di atas merupakan inti-inti pembahasan dan pengkajian
hermeneutik, masalah-masalah seperti esensi teks, pengertian pemahaman teks, dan
pengaruh dari asumsi-asumsi dan kepercayaan-kepercayaan terhadap lahirnya suatu
pemahaman.
2
Adlany Mohammad,”apa itu hermeneutik”, dalam https://teosophy.wordpress.com/2009/09/12/apa-itu-
hermeneutik/, Di akses 27 April 2020.
12
Tugas pokok hermeneutika adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks klasik
atau realita sosial di masa lampau yang asing sama sekali agar menjadi milik orang
yang hidup di masa, tempat dan suasana kultural yang berbeda. Maka dari itu,
kegiatan hermenutika selalu bersifat triadik menyangkut tiga subjek yang saling
berhubungan. Tiga subjek yang di maksud adalah the world of the text (dunia teks),
the world of the aunthor (dunia pengarang), dan the world of the reader (dunia
pembaca) yang masing-masing memiliki titik pusaran tersendiri dan saling
mendukung dalam memahami sebuah teks.
Pertama, The World of the text (dunia text). Teks menjadi hal yang sangat
urgen karena merupakan objek utama dalam suatu penafsiran. Teks ini mencakup
bahasa dan tata bahasa yang digunakan si pengarang atau penulis teks untuk
mengungkapkan keiginannya. Menurut George Gadamer, teks memiliki
kepribadiannya yang terpisah dari penulis atau penciptanya. Karena itu, diperlukan
pengandaian dari penafsir terhadap teks itu. Pendapat George Gadamer ini sependapat
dengan umur Kristen yang mengatakan, teks yang dalam hal ini adalah wahyu, ia
diturunkan karena adanya “sebab” (‘illah) yang digerakkan oleh Allah secara bebas.
Artinya, si penerima wahyu bebas menggunkan wahyu itu untuk tujuan-tujuannya.
Dari sini dapat dipahami dalam hermeunutika tidak ada konsep bahwa teks itu
memiliki otoritas yang kuat. Meskipun kitab suci, yang namanya teks hanya teks.
Semuanya sama-sama teks tidak ada bedanya.
13
masalah jika menafsirkan teks tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki pengarang
teks tersebut.
Ketiga, The World of the reader (dunia pembaca). Seperti yang dipahami
George Gadamer, bahwa pembaca memiliki kekuasaan penuh dalam menafsirkan
teks. Haknya dalam menafsirkan melebihi hak si penulis itu sendiri. Pemikiran yang
disampaikan penulis dalam sebuah teks, akan mati jika penulisnya mati. Lalu
bagaimana dengan Bibel? Teks-teks Hebrew Bibel ditulis setelah jauh berselang dari
era pewahyuannya; sekitar 2000 tahun. Bibel terbagi menjadi dua, perjanjian lama
ditulis dengan Bahasa Hebrew sedangkan perjanjian baru ditulis dengan Bahasa
Greek. Sementara itu, Yesus sendiri berbicara dengan Bahasa Aramaic. Kemudian
Bibel diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, lalu ke dalam Bahasa Eropa yang lain,
seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan lainnya, termasuk Bahasa Indonesia yang banyak
mengambil dari Bibel berbahasa Inggris. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam Bibel
yang ada saat ini terdapat kerancuan-kerancuan secara makna hardiyah atau makna
kalimat disebabkan terjemahannya dari suatu bahasa ke berbagai bahasa lainnya tanpa
didampingi bahasa Bibel yang asli
Sedangkan dalam hal ini Richard E. Palmer juga memberikan peta hermeneutic
sebagai berikut :
3
Lukman Hakim Habibie, “Hermeneutik dalam Kajian Islam” dalam https://journal.iaimnumetrolampung.ac.id,
diakses 26 April 2020.
14
1. Hermeneutika khusus (regional hermeneutics) yaitu hermeneutika sebagai
cabang dari disiplin ilmu. Setiap medan ilmu mempunyai hermeneutikanya
masing-masing dan digunakan untuk medannya yang khusus sesuai bidang
ilmunya.
D. Madzhab-Madzhab Hermeneutika
15
bisa mengubah walaupun sedikit. Memang makna Al-Qur’an haruslah serasi
dengan zaman kita hidup, karena Al-Qur’an memang sebagai kitab bagi seluruh
manusia hingga akhir zaman. Kalau begitu makna Al-Qur’an dari Allah yang
sesuai dengan zaman kapanpun, hanya kita saja yang harus bisa menangkapnya.
Pendekatan penafsiran ala Gadamer tersebut ditemukan dalam hermeneutika Al-
Qur’an Fazlur Rahman, yang berpretensi untuk menemukan makna subtantif dari
historis dan diaktualisasikan di masa kekinian.
4
Sofyan Effendi, “Pengertian dan Asal-Usul Hermeneutika : Sebuah Pertimbangan”, dalam
https://sofyaneffendi.wordpress.com/2011/07/26/pengertian-dan-asal-usul-hermeneutika-sebuah-
pertimbangan/, diakses 26 April 2020
16
Bahasa adalah hal yang paling hakiki dalam kehidupan ini yang membantu
manusia menemukan dirinya dalam dunia yang terus berubah ini. Bahasa tidak boleh
dipikirkan sebagai hal yang mengalami perubahan. Bahasa harus dipikirkan dan
dipahami sebagai sesuatu yang memiliki ketertujuan (teleologi) di dalam
dirinya.Manusia menggunakan bahasa untuk sebuah tujuan dan arah yang hendak
dicapai. Manusia yang memakai bahasa menyadari penggunaan bahasanya baik
bahasa ibu maupun bahasa umum. Bahasa mengartikan sesuatu lewat kata-kata yang
bisa dipahami dan dimengerti dengan baik. Manusia menangkap arti dan makna kata-
kata dengan tepat sekalipun baru pertama kali dilakukannya. Manusia pun memiliki
kemampuan untuk mencampurkan gaya-gaya bahasa yang berbeda satu sama lain.
17
bila karya dibaca dan dipahami dalam waktu yang singkat. Untuk dapat memahami
teks, seseorang hermeneutik atau penafsir selalu memahami realitas dengan titik tolak
sekarang yang sesuai dengan data historis teks-teks suci tersebut. Selain itu, para
penafsir kitab suci mencoba masuk dalam teks asli agar memahami dengan sungguh-
sungguh yang sesuai dengan tujuan dan maksud penulisannya. Jadi hermeneutika
merupakan suatu yang universal, bukan hanya sekedar metode dalam memahami
sesuatu dalam pemahaman manusia.5
5
Oriol Dampuk, “ Bahasa dan Hermeneutika”, dalam https://yorisdampuk93.wordpress.com , diakses 10 Mei
2020
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan Hermeneutik terdapat hubungan yang erat dan jelas antara kata
Hermeneutik dengan Hermes, salah satu Tuhan yang dimiliki oleh bangsa Yunani yang
bertugas sebagai Penyampai Berita. Kata hermeneutic sendiri diambil dari kata kerja
Yunani, hermeneuin, yang berarti “menginterpretasikan atau menafsirkan (to interpret)”
dan kata bendanya adalah hermeneia yang berarti “tafsir“.
Tugas pokok hermeneutika adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks klasik atau
realita sosial di masa lampau yang asing sama sekali agar menjadi milik orang yang hidup
di masa, tempat dan suasana kultural yang berbeda. Maka dari itu, kegiatan hermenutika
selalu bersifat triadik menyangkut tiga subjek yang saling berhubungan. Tiga subjek yang
di maksud adalah the world of the text (dunia teks), the world of the aunthor (dunia
pengarang), dan the world of the reader (dunia pembaca) yang masing-masing memiliki
titik pusaran tersendiri dan saling mendukung dalam memahami sebuah teks.
B. Saran
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu kami mohon maaf. Dan kami sangat berharap atas
kritikan dan saran yang bersifat membangun dan dapat memperbaiki makalah
19
selanjutnya. mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan khususnya
bagi kami sebagai penulis.
DAFTAR PUSTAKA
20