Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN KEPERAWATAN

TEORI KEPEMIMPINAN

Di Susun Oleh :

Ahmad Zaiful 201901125

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu

Programm Profesi Ners

Tahun 2020/2021

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan Allah SWT kemuka bumi ini sebagai khalifah
(pemimpin), oleh karena itu maka manusia tidak terlepas dari
perannya sebagai pemimpin.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.
Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesame serta
dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok
besar maupun dalam kelompok kecil.
Seiring berkembangnya zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah
yang lebih dikenal dengan ilmu memimpin. Hal ini terlihat dari
banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan
berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak
hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat diihat dari penyiapan
sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak dahulu kala kerja sama
dan saling melindungi telah muncul bersama-sama dengan peradaban
manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial
masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk
mempertahankan kehidupan, menentang kebuasan biantang dan
menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama
tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur
kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok
tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan pemberani, sehingga
ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang
pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani,

2
ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai
sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak
ringan, karena pemimpin sebagai ujung tompak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu
sosial-sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. Dengan berjiwa
pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan
dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif
pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam
mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.
Kita sekarang dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan,
antara kepemimpinan Islam dan kepemimpinan modern yang
berkiblatkan peradaban barat (western). Islam sendiri telah
memberikan gambaran nyata akan keberhasilnnya dalam memimpin
sebuah organisasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi kita
Muhammad SAW. Namun, bukan hanya kepemimpinan Nabi
Muhammad saja yang patut kita teladani, begitupula dengan Nabi-
nabi lain sebelum beliau. Akan tetapi disisi lain, para pemuka-pemuka
barat dengan berbagai teorinya yang ilmiah mencoba untuk
mengalihkan perhatian masyarakat dari kepemimpinan Islam, dan
berpaling ke kepemimpinan barat yang banyak bertentangan dengan
Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kepemimpinan ?
2. Bagaimana wewenang kepemimpinan ?
3. Bagaiman kriteria pemimpin ?
4. Bagaimana pendekatan kepemimpinan ?
5. Bagaimana gaya kepemimpinan ?
6. Bagaimana figur kepemimpinan ?

3
7. Bagaimana kepemimpinan dalam keperawatan ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian kepemimpinan.
2. Untuk mengetahui wewenang kepemimpinan.
3. Untuk mengetahui criteria pemimpin.
4. Untuk mengetahui pendekatan kepemimpinan.
5. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan.
6. Untuk mengetahui figur kepemimpinan.
7. Untuk mengetahui kepemimpinan dalam keperawatan.

D. MANFAAT PENULISAN
1. Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara
lain: untuk memberikan informasi seputar Kepemimpinan
diharapkan juga dapat bermanfaat menambah ilmu pengetahuan
bagi para pembaca dan penulis sendiri.
2. Bagi penulis sendiri, dapat meningkatkan kemampuan kreatifitas
dan pengetahuan dalam membuat tugas makalah yang baik dan
dapat berguna bagi kelangsungan hidup masyarakat dan tentunya
lebih meningkatkan motivasi pengetahuan penulis dalam
pembuatan tugas makalah lainnya.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai makalah ini, penulis
menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari, :
1. BAB I PENDAHULUAN : Meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
2. BAB II TINJUAN TEORI : Berisi tentang teori-teori tentang
kepemimpinan secara umum

4
3. BAB III PEMBAHASAN: Berisi tentang perbandingan kedua jenis
teori kepemimpinan yaitu kepemimpinan secara umum
4. BAB IV CONTOH KASUS : Berisi tentang sebuah kasus dalam
kepemimpinan.
5. DAFTAR PUSTAKA : Berisi judul dari literatur-literatur yang
digunakan dalam membantu penyusunan makalah ini.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN DASAR KEPEMIMPINAN
Manajer adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk
memerintah orang lain. Seseorang manajer dalam menjalankan
pekerjaan dan tanggungjawabnya menggunakan bantuan orang lain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
seorang manajer perlu memimpin pegawai, karyawan, pekerja atau
apapun sebutannya. Tidak setiap orang yang ditunjuk untuk menjadi
pemimpin bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik. Selain itu,
tidak setiap pemimpin dapat menjadi pemimpin yang baik.
Kepemimpinan pada dasarnya bersifat subjektif, dalam arti sempit
“tidak dapat diukur secara objektif”, dalam arti yang sangat luas “tidak
didapat dari atau diajarkan disekolah”. Kepemimpinan adalah
kemampuan memberi inspirasi kepada orang lain untuk bekerja sama
sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai tujuan umum.
Kemampuan memimpin diperoleh melalui pengalaman hidup sehari-
hari. Pengertian lain tentang kepemimpinan ialah segala hal yang
bersangkutan dengan pemimpin dan menggerakkan, membimbing dan
mengarahkan orang lain agar melaksanakan tugas dan mewujudkan
sasaran yang ditetapkan (LAN RI, 1996).
Banyak pendapat, yang kadang berbeda-beda, tentang apa yang
dimaksud dengan pemimpin yang baik. Demikian juga tentang apa
yang menjadi kewajiban setiap pemimpin. Namun demikian, dapat
diambil inti persamaannya, yaitu bahwa setiap pemimpin mempunyai
kewajiban untuk mencapai tujuan organisasi/institusi dan memberi
perhatian terhadap kebutuhan para karyawan bawahannya. R.L.Khan
mengemukakan bahwa seorang pemimpin menjalankan pekerjaannya
dengan baik bila :

6
1. Memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para
bawahannya;
2. Menyusun jalur pencapaian tujuan;
3. Menghilangkan hambatan-hambatan pencapaian tujuan;
4. Mengubah tujuan karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna
secara organisatoris.
Robert C. Millus menyebutkan tanggung jawab para pemimpin
secara rinci, yaitu:
1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realistis, dalam artian
kuantitas, kualitas, keamanan, dan lain sebagainya;
2. Melengkapi para karyawan/pegawai dengan sumber-sumber dana
yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya;
3. Mengomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang
diharapkan dari mereka;
4. Memberikan reward/insentif yang sepadan untuk mendorong
prestasi;
5. Mendeklarasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang
partisipasi apabila memungkinkan;
6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerja yang efektif;
7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengomunikasikan hasilnya;
8. Menunjukkan perhatian kepada para karyawan/karyawati.
Pendapat lain menyebutkan tugas seorang pemimpin adalah:
1. Mewujudkan sasaran atau menyelesaikan tugas yang dibebabnkan
kepadanya secara tuntas;
2. Menegakkan disiplin;
3. Membina anggotanya;
4. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

7
Pada intinya, kepemimpinan perlu kita latih pada diri masing-
masing. Yang lebih penting lagi tentu saja kepemimpinan pada
seorang atasan yang membawahkan para staf atau pegawai.
Selanjutnya, untuk lebih mempertajam dan meningkatkan jiwa
kepemimpinan yang perlu dimiliki seorang pemimpin, adalah sebagai
berikut:
1. Memiliki kepemimpinan karismatik yang tidak dapat diukur secara
kuantitas;
2. Memiliki kecerdasan, kepandaian dan pengetahuan mengenai
pekerjaan yang ditangani;
3. Sejak kecil sudah tampak berbakat sebagai pemimpin;
4. Memiliki sifat-sifat adil, cerdas, baik, realistis, dll;
5. Memiliki keyakinan untuk berhasil;
6. Selalu tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan;
7. Mengetahui tugasnya;
8. Pandai mengawasi dan menganalisis;
9. Sanggup mendelegasikan wewenang;
10. Menetapkan standar yang cukup tinggi;
11. Mempunyai prestasi tinggi;
12. Dapat menetapkan dan meraih tujuan ambisi dan sasaran;
13. Mengakui kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain;
14. Dapat menemukan dan menggunakan sumber daya secara tepat;
15. Dapat mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan;
16. Belajar dari pengalaman langsung;
17. Memahami penggunaan kekuasaan.
B. WEWENANG KEPEMIMPINAN
Agar seorang pemimpin bisa mencapai tujuan secara efektif, ia
harus mempunyai wewenang untuk memimpin para staf/bawahan
dalam usaha mencapai tujuan tersebut. Wewenang ini disebut

8
wewenang kepemimpinan, yaitu hak untuk bertindak atau
memengaruhi tingkah laku orang yang dipimpinnya. Wewenang
kepemimpinan didapat dari luar diri pemimpin itu.
Secara umum, ada dua konsep pemberian wewenang
kepemimpinan dilihat dari arahnya, yaitu dari atas dan dari bawah.
Wewenang dari atas umumnya berasal dari atasan, misalnya seorang
direktur rumah sakit menunjuk seorang perawat yang dinilai mampu
untuk menjadi kepala bagian perawatan dan kemudian diberi
wewenang untuk memerintah. Cara demikian ini disebut “top-down
authority”, atau kewenangan dari atas ke bawah.
Manajemen puncak

Manajer yang lebih bawah

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

Top-down authority (kewenangan dari atas ke bawah)

Manajer

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

Bottom-up authority (kewenangan dari bawah ke atas).

9
Konsep yang kedua adalah “bottom-up authority”, atau
kewenangan dari bawah keatas, yang berdasarkan pada teori
penerimaan (receptance theory). Pada konsep ini, pemimpin dipilih
oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Apabila seseorang
diterima sebagai pemimpin dan diberi wewenang untuk memimpin,
maka para bawahan akan menghargai wewenang tersebut. Pemimpin
tersebut bisa juga merupakan seorang wakil yang mewakili nilai-nilai
yang mereka anggap penting.
Sesuai dengan teori pembinaan, para staf atau bawahan mengakui
bahwa bimbingan dan dorongan dapat diperoleh dari kepemimpinan
atau kewenangan berkonsep bottom-up authority.
Meskipun kedua konsep ini tampaknya saling bertentangan, tetapi
masing-masing mempunyai manfaat sendiri-sendiri. Top-down
authority diperlukan bila tingkat koordinasi dan pengawasan layak dan
perlu dicapai. Paling tidak suatu tingkat kewenangan yang terpusat
diperlukan untuk mencapai perencanaan dan pengambilan keputusan
yang diperlukan.
Dalam pandangan bottom-up authority, pemimpin formal dapat
menjalankan pekerjaannya dengan efektif apabila ia mendapat
dukungan dan diterima oleh staf/bawahannya. Apabila staf/pegawai
menghargai atau menaruh hormat pada pemimpinnya, mereka akan
mengikuti pimpinan dengan kooperatif dan gembira. Dengan
demikian, hubungan atasan-bawahan akan menjadi lebih erat dan
harmonis.
C. KRITERIA PEMIMPIN
Dari daftar kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang
pemimpin, paling sedikit ia harus mampu untuk memimpin para
pegawai/bawahan untuk mencapai tujuan institusi dan harus mampu

10
untuk menangani hubungan antarkaryawan (interpersonal rel;ations).
Pemimpin yang berkualitas harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai keinginan untuk menerima tanggung jawab;
2. Mempunyai kemampuan untuk perceptive insight atau persepsi
introspektif;
3. Mempunyai kemampuan untuk menentukan prioritas;
4. Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi.
D. PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Secara umum, dikenal tiga pendekatan kepemimpinan untuk
memimpin suatu unit organisasi, yaitu pendekatan berdasarkan sifat
(traits theory), pendekatan berdasarkan perilaku kepemimpinan
(behaviour theory), dan pendekatan berdasarkan situasi (contingency
theory).
1. Berdasarkan sifat
Pendekatan kepemimpinan berdasarkan sifat seseorang dapat
dilakukan dengan cara:
a. Membandingkan sifat-sifat dari mereka yang menjadi pemimpin
dan mereka yang bukan pemimpin,
b. Membandingkan sifat-sifat dari pemimpin yang efektif dan
pemimpin yang tidak efektif.
Sifat-sifat pemimpin yang diharapkan dari pendekatan ini
antara lain:
a. Selalu antusias;
b. Mengenal dirinya sendiri;
c. Waspada;
d. Mempunyai rasa percaya diri yang kuat;
e. Merasa bertanggung jawab;
f. Mempunyai rasa humor.
2. Berdasarkan perilaku

11
Intisari dari pendekatan kepemimpinan berdasarkan perilaku
seperti dibawah ini:
a. Teori ini menjelaskan perilaku pemimpin yang membuat
seseorang menjadi pemimpin yang efektif.
b. Pemimpin yang efektif ialah pemimpin yang menggunakan
cara-cara yang dapat mewujudkan sasarannya. Misalnya,
dengan mendelegasikan tugas, mengadakan komunikasi yang
efektif, memotivasi bawahannya, dan melaksanankan kontrol.
3. Berdasarkan situasi
Pendekatan ini membahas hubungan antara pemimpin dan
situasi. Terdapat tiga variabel situasional yang dapat membantu
gaya kepemimpinan yang efektif, yaitu:
a. Hubungan atasan dengan bawahan,
b. Struktur tugas yang harus dikerjakan,
c. Posisi kewenangan seseorang.
Pendekatan berdasarkan situasi dapat dimanifestasikan sebagai
berikut:
a. Dapat memberi perintah yang akan dilaksanakan,
b. Menggunakan saluran yang sudah ditetapkan,
c. Menaati peraturan,
d. Disiplin,
e. Mendengarkan informasi dari bawahan,
f. Tanggap terhadap situasi,
g. Membantu bawahan.
E. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk
mencapai suatu tujuan. Dasar yang sering digunakan untuk
mengelompokkan gaya kepemimpinan adalah (1) tugas yang harus

12
dilakukan oleh pemimpin, (2) kewajiban pemimpin, (3) falsafah yang
dianut oleh pemimpin.
Harris membagi gaya kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu (1)
kepemimpinan otokratik (autocratic leadership), (2) kepemimpinan
partisipatif (participative leadership), dan (3) kepemimpinan free reign
(free reign leadership).
1. Kepemimpinan otokratik
Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan
otokratik (autocratic) menganggap bahwa semua kewajiban untuk
mengambil keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan,
memberikan motivasi, dan mengawasi bawahannya berpusat
ditangannya. Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya ia yang
berkompeten untuk memutuskan dan menganggap bahwa
bawahannya tidak mampu untuk mengarahkan diri mereka sendiri.
Di lain pihak, ia mungkin mempunyai alasan-alasan untuk
mengambil posisi yang kuat untuk mengarahkan dan berinisiatif.
Seorang otokrat juga mengawasi pelaksanaan pekerjaan dengan
maksud untuk meminimalkan penyimpangan dari arahan yang ia
berikan.
2. Kepemimpinan partisipatif
Seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya
secara konsultatif adalah pemimpin yang menggunakan gaya
partisipatif. Artinya, ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk
membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan
tertentu kepada staf/bawahannya. Akan tetapi, ai memcari
berbagai pendapat dan pemikiran dari para bawahan mengenai
keputusan yang akan diambil. Pemimpin dengan gaya partisipatif
akan secara serius mendengarkan dan menilai pemikiran para
bawahannya dan menerima sumbabngan pemikiran mereka,

13
sejauh pemikiran tersebut bisa dipraktikkan. Pemimpin seperti itu
akan mendorong kemampuan mengambil keputusan dari para
staf/bawahannya. Selain itu, ia juga mendorong staf agar
meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dan menerima
tanggung jawab yang lebih luas. Pemimpin akan menjadi lebih
suportif dalam kontak dengan para staf/bawahan dan bukan
bersikap diktator. Meskipun, tentu saja wewenang terakhir dalam
pengambilan keputusan ada pada pemimpin.
3. Kepemimpinan free reign
Dalam gaya kepemimpinan free reign, pemimpin
mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada
para bawahan dengan agak lengkap. Pada prinsipnya pemimpin
akan mengatakan, “inilah pekerjaan yang harus anda lakukan.
Saya tidak perduli bagaimana anda mengerjakannya, asalkan
pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan baik”. Disini
pemimpin menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan
pekerjaan tersebuit kepada para staf/bawahan dapat
mengendalikan diri mereka masing-masing dalam menyelesaikan
tugas tersebut.
Pada akhirnya, tentu saja, di antara ketiga gaya
kepemimpinan di atas terdapat campurandari gaya-gaya
kepemimpinan tersebut.
Di lain pihak, Gilles mengemukakan ada empat gaya
kepemimpinan yaitu otokratis, demokratis, partisipasi, dan laissez
faire. Gaya kepemimpinan otokratis dan partisipatif telah dijelaskan
sebelumnya. Sedangkan gaya kepemimpinan demokratis adalah
gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan
kemampuan seseorang. Pemimpin demokratis menggunakan
kekuatan pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan

14
dari para pegawai dan memotivasi anggota kelompok kerja untuk
menentukan tujuan mereka sendiri, mengembangkan rencana
mereka, dan mengontrol praktik mereka sendiri. Lalu, gaya
kepemimpinan laissez faire atau gaya “membiarkan” adalah gaya
mengatur atau mengkoordinasi, dan memaksa bawahan untuk
merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka sendiri.
Selain beberapa gaya kepemimpinan di atas, ada pula
beberapa gaya kepemimpinan yang lain, yaitu:
1. Gaya/tipe militeristik, yaitu gaya kepemimpinan di mana seorang
pemimpin menuntut disiplin yang tinggi dan baku dari bawahan,
senang pada formalitas, dan menerapkan sistem perintah untuk
mengerahkan bawahan.
2. Gaya/tipe paternalistik, yaitu gaya kepemimpinan dimana seorang
pemimpin sering bersikap mahatahu, menganggap bawahan belum
dewasa, dan jarang memberi kesempatan pada bawahan untuk
mengambil keputusan dan inisiatif, maupun mengembangkan
kreativitas.
3. Gaya/tipe karismatik, yaitu gaya kepemimpinan dimana seorang
pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib, umumnya
keturunan raja/bangsawan, beribawa, berkemampuan menjadi
teladan, serta bersikap objektif.
Selain itu, dalam buku Creative Edge, William C. Miller
menguraikan lima gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Memerintah (tell). Contoh: “berdasarkan keputusan saya, ini
adalah apa yang saya ingin anda lakukan”.
2. Membujuk (sell). Contoh: “berdasarkan keputusan, saya ingin anda
lakukan, karena...”
3. Berkonsultasi (consult). Contoh: “sebelum saya membuat
keputusan, saya menginginkan masukan dari anda”.

15
4. Meminta partisipasi (participative). Contoh: “kita perlu membuat
suatu keputusan bersama.”
5. Mendelegasikan (delegate). Contoh: “anda saja yang membuat
keputusan.”
Dalam penggunaannya sehari-hari, gaya kepemimpinan William C.
Miller tersebut dimodifikasikan menjadi tiga gaya saja, yaitu tell,
participative, dan delegate. Gaya tersebut dapat digunakan oleh
pemimpin dalam menilai staf/bawahannya satu persatu, apakah si A
termasuk jenis “tell”, pegawai yang setiap saat harus diarahkan
secara detail dalam melakukan tugas. Bila demikian, pemimpin akan
menggunakan “tell” kepada si A tersebut. Akan tetapi bila si B adalah
pegawai yang dapat memberikan masukan-masukan pada pemimpin,
maka si B termasuk dalam golongan “participative” sehingga
pemimpin dapat menggunakan gaya partisipatif dalam memberikan
tugas kepada si B, dan seterusnya.
F. FIGUR KEPEMIMPINAN
Figur kepemimpinan dalam hal ini diistilahkan harus mempunyai
karakter “rajapandita”. Bila diartikan, raja artinya memiliki ilmu dan
wawasan keagamaan/moralitas. Untuk menjadi “raja pandita” seorang
pemimpin harus mempunyai karakter sebagai berikut:
1. Berpendidikan dan berpengalaman dalam substansi tugas dan
tanggung jawabnya. Hal ini juga dikuatkan dalam sebuah hadis
bahwa, “jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tunggulah kehancurannya”.
2. Berbudi luhur:
a. Tidak sombong
b. Mampu membaca keadaan dan mendengarkan aspirasi serta
keluh kesah anggotanya.
c. Menjunjung tinggi hukum dan konstitusi negara

16
d. Demokratis
e. Tegas dalam bertindak dan menegakkan kebenaran
f. Arif dan bijaksana
G. KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN
Keperawatan biasanya di dalam daftar kepemimpinan kurang
menyolok. Pemakaian jasa tingkat nasional tidak menerima bahwa
kepemimpinan perawat mempunyai kekuasaan. Pandangan Cutler
pada tenaga-tenaga pendidik keperawatan dan pelayanan kesehatan
adalah bahwa mereka merupakan produk dari kepemimpinan yang
bersifat mengarahkan dan otoriter. Millo percaya bahwa perawat
mempunyai kapasitas kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan
masyarakat dan menganjurkan untuk mempersiapkan langkah-
langkah berikut :
1. Mengatur
2. Melakukan pekerjaan : Belajar mengerti proses politik, kelompok-
kelompok masyarakat dan kerjadian tertentu.
3. Merangsang perdebatan masyarakat.
4. Membuat kedudukan perawat di media massa.
5. Bertindak padaa saat yang tepat.
6. Mendukung dan memperkuat kedudukan pembuat keputusan yang
tidak mantap

17
BAB III
CONTOH KASUS
A. MASALAH :
Di rumah sakit X terdapat 11 ruang. Ruang A untuk poli, dan ruang B,
C, D, E untuk rawat inap. 5 ruang lainnya untuk penunjang. Di
bangsal B ada 1 perawat PA yang suka membolos. Perawat PA 2 yang
lainnya suka membangkang. Ka tim 1 sering terlambat datang. Karu
sibuk dengan agenda rapat. Tentukan konsep leadership untuk
menyelesaikan masalah bangsal
B. IDENTIFIKASI MASALAH :
1. Perawat PA 1 yang suka membolos
2. Perawat PA 2 yang suka membangkang

18
3. Ka tim 1 sering terlambat datang
4. Karu sibuk dengan agenda rapat
C. PEMECAHAN MASALAH :
Penyelesaian masalah berdasarkan teori pada bab sebelumnya :
Kepala ruang harus mengidentifikasi dirinya sendiri terlebih dahulu, dia
harus menyadari apa tugas seorang kepala ruang. Apabila dia terus
sibuk dengan agenda rapat, tentunya anggota yang dipimpinnya
merasa tidak diperhatikan, sehingga meraka bertingkah seenaknya.
Yang harus dilakukan oleh kepala ruang tersebut adalah :
1. Harus pandai membagi waktu antara rapat dengan tanggung
jawabnya di dalam ruangan.
2. Harus bisa menempatkan diri pada situasi dan kondisi.
3. Harus bisa memberikan contoh yang baik kepada anggotanya
4. Membuat peraturan yang tegas dan memberikan sanksi yang tegas
terhadap anggotanya yang melanggar peraturan tersebut
5. Untuk menghadapi Ka tim 1, kepala ruang harus menggunakan
pendekatan kepemimpinan berdasarkan perilaku, agar Ka tim dapat
menjadi pemimpin yang efektif.
6. Untuk menghadapi perawat Pa 1, kepala ruang harus
menggunakan pendekatan kepemimpinan berdasarkan situasi, yaitu
menggunakan peluang hubungan antara atasan dengan bawahan,
yang dapat memberikan perintah yang akan dilaksanakan, menaati
peraturan, dan disiplin.

19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki
keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi
pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi
banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki
beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau
pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya,
keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang
dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori
maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar
seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya,
tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu
bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki
orang lain.
Saat ini, konsep kepemimpinan yang berlaku adalah
kepemimpinan peradaban barat. Walaupun tidak terlalu jauh
berbeda dengan konsep kepemimpinan Islam, namun pada
dasarnya konsep kepemimpinan sekarang cenderung lebih
mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Kurniadi, S. M. (2013). Manajemen Keperawatan dan


Prospektifnya. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
M. Hadi Mulyono, A. H. (2013). Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kinerja Perawat Di Rumah Sakit Tingkat III 16.06.01 Ambon. 18-26.
Makhfudli, F. E. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. (2012). MANAJEMEN KEPERAWATAN. Jakarta: Salemba Medika.

21

Anda mungkin juga menyukai