Anda di halaman 1dari 90

TESIS

HUBUNGAN SUBTIPE INTRINSIK DENGAN RESPON


KEMOTERAPI NEOADJUVAN REGIMEN BERBASIS
ANTRASIKLIN PADA KANKER PAYUDARA STADIUM
LANJUT LOKAL

RELATIONSHIP OF GRADE, INTRINSIC SUBTYPE


AND CLINICAL RESPONSE TO NEOADJUVANT
CHEMOTHERAPY IN BREAST CANCER

ADLIAH PURNAWATY

P1507212101

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU


PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HUBUNGAN SUBTIPE INTRINSIK DENGAN RESPON
KEMOTERAPI NEOADJUVAN REGIMEN BERBASIS
ANTRASIKLIN PADA KANKER PAYUDARA STADIUM
LANJUT LOKAL

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Biomedik

Pendidikan Dokter Spesialis terpadu

Disusun dan diajukan oleh

ADLIAH PURNAWATY

Kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Adliah Purnawaty


No.Stambuk : P1507212101
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu
FK.UNHAS

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti
atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Februari 2018

Yang menyatakan

Adliah Purnawaty
iii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala berkat dan limpahan karunia kepada penulis mulai dari awal
timbulnya ide pemikiran, pelaksanaan sampai penyelesaian karya akhir
ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah berperan dalam penyusunan tesis ini, sebagai
syarat dalam program pendidikan Magister di Program studi Biomedik Ilmu
Kedokteran Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin.

Terima kasih saya ucapkan kepada Rektor Universitas Hasanuddin,


Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Pasca Sarjana Unhas, Ketua
Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program studi Ilmu Bedah, Ketua
Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran dan Ketua
Konsentrasi program pendidikan dokter spesialis, Ketua Program Studi
Biomedik Ilmu Kedokteran Pasca sarjana Unhas atas kesempatan yang
telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan PPDS dan Combine Degree Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Terima kasih saya ucapkan kepada Rektor Universitas Hasanuddin,


Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Pasca Sarjana Unhas, Ketua
Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program studi Ilmu Bedah, Ketua
Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran dan Ketua
Konsentrasi program pendidikan dokter spesialis, Ketua Program Studi
Biomedik Ilmu Kedokteran Pasca sarjana Unhas atas kesempatan yang
telah diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan PPDS dan Combine Degree Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
iv

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing saya,


Dr. dr. William Hamdani, Sp.B (K) Onk, Dr. dr. Prihantono, Sp.B (K) Onk,
Dr.dr.Warsinggih,Sp.B-KBD, dr.Tommy Rubiyanto Habar, SpB, SpBA.,
dan Dr. dr. Idham Jaya Ganda, SpA(K) atas bimbingannya dan waktunya
dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada para Guru Besar dan seluruh
staf pengajar Departemen Ilmu Bedah atas segala bimbingan dan
arahannya selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis
bedah dan Combine Degree. Semoga ilmu yang saya dapatkan selama
pendidikan ini dapat saya amalkan dan manfaatkan sebaik-baiknya untuk
kepentingan masyarakat luas.

Terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan kepada ibunda


Asmara Arifin Tja, anak saya Muh.Fahd Azhar dan Abdillah Farouq
Mubarak, adik-adik saya, amirah fardiyah, riski Amelia dan ario faiz fauzan
yang saya kasihi, yang telah memberikan dukungan dan doa selama saya
menjalani pendidikan spesialis dan combine degree ini.

Tak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan


rekan residen bedah, khususnya teman-teman Bedah Angkatan Juli 2012
yang telah membantu dalam proses pendidikan saya.

Terimakasih juga kepada seluruh staf pegawai bagian Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, rekan rekan sejawat
departemen lain dan perawat serta staf kamar operasi di RS Jejaring
tempat saya pernah bertugas, yang telah memberikan pengalaman dan
bantuan selama proses pendidikan saya.

Akhir kata saya menyadari masih banyak kekurangan dalam


penyusunan karya akhir ini dan tidak menutup kemungkinan penulis
mempunyai khilaf dan salah, untuk itu saya mengucapkan permohonan
maaf yang sebesar-besarnya. Semoga Tuhan memberikan rahmat,
v

kesehatan dan berkat yang melimpah dan kita dapat dipertemukan


kembali dalam suasana bahagia dan semoga tesis ini dapat bermanfaat
dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Makassar, Februari 2018

Adliah Purnawaty
v

ABSTRAK

Adliah Purnawaty. Hubungan Subtipe Intrinsik Dengan Respon


Kemoterapi Neoadjuvan Regimen Berbasis Antrasiklin Pada Kanker
Payudara Stadium Lanjut Lokal.
(Dibimbing oleh William Hamdani, Prihantono, Idham Djaya Ganda)

Latar belakang : kemoterapi neoadjuvant telah ditetapkan sebagai strategi terapi


standar untuk kanker payudara lanjut lokal. Kemoterapi neoadjuvant yang saat ini
digunakan secara empirik, belum ada standar yang memenuhi untuk memprediksi
respon klinik dan manfaat dari regimen kemoterapi tertentu. Studi menunjukkan
bahwa derajat dan subtipe intrinsik merupakan prediktor untuk respon klinik
kemoterapi.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan Subtipe Intrinsik dengan respon


kemoterapi berbasis anthrasiklin pada penderita kanker payudara stadium lanjut
lokal

Metode : Studi cross sectional dengan memeriksa kanker payudara pasien yang
mendapatkan kemoterapi di wahidin sudirohusodo Makassar sejak dari januari
2015 sampai desember 2016

Hasil : Selama periode tersebut, kemoterapi neoadjuvant telah diberikan pada 119
pasien kanker payudara. Dalam analisis bivarian didapatkan derajat yang berarti
dihubungkan dengan respon kemoterapi, diperoleh nilai p = 0.002 (p<0.005).
Respon klinik kemoterapi neoadjuvant berdasarkan subtipe yaitu Luminal A
55.2%, Luminal B 61.2%, Her2 80%, tripel negative 87.5%. Hubungan antara
subtipe dan respon kemoterapi juga berarti dengan nilai p = 0.056

Kesimpulan : Derajat dan subtipe dipertimbangkan dalam memilih regimen


kemoterapi pada kanker payudara.

Kata Kunci : Kanker Payudara ; Kemoterapi ; Respon Klinik ; Subtipe


vi

ABSTRACT

Adliah Purnawaty. Relationship Of Grade, Intrinsic Subtype And Clinical


Response To Neoadjuvant Chemotherapy In Breast Cancer (supervised
by William Hamdani, Prihantono and Idham Jaya Ganda)

Background: Neoadjuvant chemotherapy has been established as a


standard treatment strategy for locally advanced breast cancer. Currently
neoadjuvant chemotherapy was applied empirically, there is no standard
that allows for predicting clinical response and benefit from a particular
chemotherapy regimen. Studies mention that grade and intrinsic subtypes
are predictors for clinical response to chemotherapy.
Purpose: to know relationship of grade, intrinsic subtype and clinical
response to neoadjuvant chemotherapy in breast cancer.
Methods: Cross sectional studies by examining breast cancer patient’s
who attending chemotherapy in Wahidin Sudirohusodo Makassar from
January 2015 to December 2016.
Results: During the periods, neoadjuvant chemotherapy have been
conducted to 119 breast cancer patients. In bivariate analysis found Grade
significantly associated with chemotherapy response, obtained p value
=0.002 (p<0.005). Clinical response to neoadjuvant chemotherapy based
on subtypes were Luminal A 55.2%, Luminal B 61.2%, Her2 80%, Triple
Negative 87.5%. Association of Subtype and chemotherapy response was
also significant with p value = p=0.056.

Conclusion: Grade and Subtype to be considered for choosing


chemotherapy regiment in breast cancer.
Keywords: Breast Cancer; Chemotherapy; Clinical Response; Grade ;
Subtype.
vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................ ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

ABSTRAK. ..................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................... vi

DAFTAR ISI.................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xiii

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................3

C. Tujuan Penelitian...............................................................................................3

D. Manfaat Penelitian............................................................................................4
viii

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................5

I. Kanker Payudara.................................................................................................5

1. Insiden................................................................................................................5

2. Faktor resiko....................................................................................................5

3. Diagnosis...........................................................................................................5

4. Gambaran Histopatologis Kanker Payudara...................................6

5. Subtipe Kanker Payudara dan Respons Kemoterapi …...…. 7

6. Stadium Klinis dan Status Penampilan ……………………… 8

7. Penanganan Kanker Payudara ………………………………10

8. Faktor Prognostik ………………………………………………11

II. Kemoterapi Pada Penderita Kanker Payudara.................................12

1. Kemoterapi....................................................................................................12

2. Indikasi Kemoterapi...................................................................................12

3. Fungsi Kemoterapi …………………………………………… 12

4. Evaluasi Kemoterapi …………………………………………. 13

5. Biomarker resposn kemoterapi ……………………………… 13

6. Kemoresistensi ………………………………………………… 14

III. Doxorubicin.......................................................................................................15

IV. Peran Status Hormonal..............................................................................15

V. PeranEstrogen Reseptor (ER)..................................................................16

VI. Peran Progesteron Receptor (PR) ……………………………. 18

VII. Human Epidermal Growth Receptor 2 (HER 2) …………….. 19


ix

VIII. Peran Ki-67 ………………………………………………… 20

IX. Pemeriksaan Imunohistokimia ……………………………. 21

BAB III. KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 23

I. Kerangka Teori …………………………………………… 23

II. Bagan Kerangka Teori.............................................................................24

III. Bagan Kerangka Konsep........................................................................25

IV. Hipoteis ……………………………………………………… 25

BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………………….. 26

I. Rancangan Penelitian ……………………………………………. 26

II. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 26

III. Populasi dan teknik sampel ………………………………………. 26

IV. Kriteria ……………………………………………………………… 27

V. Definisi Operasional ………………………………………………. 28

VI. Kriteria Objektif …………………………………………………….. 29

VII. Alur Penelitian ……………………………………………………… 33

VIII. Analisa data ………………………………………………………… 33

IX. Aspek Etis ………………………………………………………… 34

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................................35

I. Hasil Penelitian ….....................................................................................35

II. Pembahasan …………………………………………………. 41


x

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………… 46

I. Kesimpulan ……………………………………………………………. 46

II. Saran …………………………………………………………………… 47

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................48

LAMPIRAN
x

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Gambar Immunihistokimia pada Invasive Ductal 22


Carcinoma
(dikutip dari: Lab.medicine, 2010. 41, 364-372)

2. Microphotographs immunostaining dari ER, PR, HER2 40


dan Ki67 negatif dan positif pada sampel kanker
payudara
xi

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Karakteristik sampel penderita Kanker Payudara yang 36


menjalani kemoterapi neoadjuvan

2. Hubungan Usia dan Respons Kemoterapi pada Kanker 37


Payudara

3. Hubungan Grading dan Respons Kemoterapi pada 38


Kanker Payudara

4. Hubungan Subtipe dan Respons Kemoterapi pada 39


Kanker Payudara
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Rekomendasi Persetujuan Etik 53

2. 54
3.
4. Curriculum Vitae 55

65
xiii

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan/Lambang Arti dan Keterangan

DFS Disease Free Survival

OS Overall Survival

KPD Kanker Payudara

ER Estrogen Receptors

PR Progesteron Receptors

HER2 Human Epidermal Growth Factor Receptor-

pCR Pathologic Complete Response

RECIST Response Evaluation Criteria in Solid

Tumor

SERMS Selective Estrogen Receptor Modulators

COR crude odds ratio

CI Confidence Interval
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan utama


penyakit akibat kanker pada wanita didunia. Kanker payudara mencakup 23%
dari jenis kanker pada perempuan serta terdiagnosis pada 1,1 juta orang
setiap tahunnya (Jemal, 2011). Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 192.370
kasus baru kanker payudara invasif yang didiagnosis pada wanita, dan 62.280
kasus kanker payudara in situ. Usia rata rata penderita KPD adalah
61 tahun dengan angka insidensi 124 per 100.000 perempuan pertahun
(Howlader et al., 2011).
Di Indonesia, kanker payudara telah menjadi tumor ganas tertinggi diikuti
tumor ganas leher rahim. Pada tahun 2012 Angka kejadian kanker payudara di
Indonesia diperkirakan sebesar 48,998 (Youlden D. et al, 2014). Menurut Jakarta
cancer registry, kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi di
Indonesia dengan insiden 18.6 per 100.000 penduduk pertahun (Wahidin et al.,
2012). Di Indonesia pada tahun 2013, kematian akibat kanker payudara berkisar
19,750 (Youlden D. et al, 2014).
Penatalaksanaan kanker payudara meliputi pembedahan, radioterapi,
kemoterapi dan terapi hormonal. Kemoterapi adalah pengobatan dengan
menggunakan kombinasi obat-obatan yang bertujuan untuk menghancurkan atau
memperlambat pertumbuhan sel-sel kanker. Saat ini kemoterapi merupakan
komponen yang sangat penting dalam penanganan kanker payudara (Gong et al.,
2010). Kemoterapi Neoadjuvan telah menjadi standar dalam penanganan kanker
payudara stadium lokal lanjut dan merupakan terapi pilihan pada kanker payudara
stadium dini yang operabel. Kemoterapi Neoadjuvan mempunyai banyak
keuntungan dalam penatalaksanaan kanker payudara, diantaranya adalah
memberikan pilihan opperasi yang lebih baik dan dapat menilai respon
kemoterapi (Kaufmann et al., 2006).
1
Kemoterapi berbasis anthrasiklin merupakan rejimen yang sangat penting
dan paling banyak digunakan dalam terapi neoadjuvan dan adjuvan pada kanker
payudara (Lee et al., 2011). Hal ini didukung oleh hasil meta-analisis dari
beberapa randomised study yang menunjukkan peningkatan disease free survival
(DFS) dan overall-survival (OS) pada pemakaian kemoterapi anthrasiklin
dibandingkan dengan nonanthrasiklin (Press et al., 2011). Namun anthrasiklin
mempunyai toksisitas akumulasi jangka panjang berupa cardiac disfunction,
myelodisplasia dan leukemia (Press et al., 2011). Kemoterapi berbasis
anthrasiklin juga memiliki keterbatasan efektifitas pada kanker payudara akibat
resistensi obat (Liu et al., 2013).
Kemoterapi dapat menginduksi kematian sel tumor dan mengurangi
massa tumor, namun sebagian pasien dapat mengalami rekurensi dan kematian
akibat kegagalan dalam pengobatan (Abdullah and Chow, 2013). Kemo-resistensi
merupakan masalah yang menghambat efektivitas kemoterapi (Wilson et al.,
2006). Terdapat dua mekanisme kemoresistensi tumor, pertama tumor secara
intrinsik resisten sebelum pemberian kemoterapi, kedua tumor yang sebelumnya
sensitif terhadap kemoterapi mendapatkan resistensi selama pengobatan (Kerbel
et al, 1994). Dalam proses pengobatan kemudian didapatkan multidrug
kemoresisten, tumor menjadi resisten terhadap berbagai agen kemoterapi yang
mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan (Longley et al., 2006).

Pasien kanker payudara dengan stadium yang sama dan diberikan


regimen kemoterapi yang sama tidak selalu memberikan hasil yang sama. Hal ini
bisa terjadi karena tidak adanya tolok ukur keberhasilan kemoterapi. Agar
kemoterapi dapat diberikan pada pasien yang tepat, dibutuhkan prediktif dan
prognostik marker pada kanker payudara (Fountzilas et al., 2013). Suatu
biomarker yang ideal harus dapat membedakan respon suatu tumor terhadap agen
kemoterapi tertentu, apakah sensitif atau resisten, sebelum dilakukan suatu
prosedur kemoterapi. Sehingga dapat dihindari terapi yang tidak bermanfaat dan
efek toksis dari obat (Abrial et al, 2005).
Kanker payudara merupakan penyakit yang heterogen, saat ini
2
berdasarkan profil ekspresi gen atau dengan pemeriksaan immunohistokimia
kanker payudara dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yaitu luminal A, Luminal
B, Her2 dan triple negatif. Setiap subtipe mempunyai perbedaan agresivitas dan
respon terhadap pengobatan sistemik. Konsensus st. Galen 2011 menyetujui
bahwa subtipe berpengaruh terhadap respons kemoterapi kanker payudara
(Goldhirsch et al, 2011).
Oleh karena pentingnya prediktif marker dalam penanganan kanker
payudara, maka kami sangat tertarik untuk meneliti subtipe intrinsik dalam
jaringan sebelum dilakukan kemoterapi standar pada penderita kanker payudara di
Makassar. Dalam penelitian ini, kami memilih untuk meneliti subtipe intrinsik
pada penderita kanker payudara stadium lanjut lokal dengan teknik
immunohistokimia dengan pertimbangan : 1. Kasus kanker payudara di Makassar
cukup banyak dan paling banyak ditemukan pada stadium lanjut lokal, 2. Teknik
pemeriksaan immunohistokimia bisa dilakukan di Makassar dan 3. Publikasi data
mengenai respons kemoterapi pada berbagai subtipe intrinsik di Makassar
khususnya dan di Indonesia pada umumnya belum ada.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari berbagai konsep dan fakta yang dinyatakan dalam latar
belakang sebelumnya, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah
terdapat hubungan antara Subtipe Intrinsik dengan respons kemoterapi neoadjuvan
regimen berbasis anthrasiklin pada pasien Kanker Payudara stadium lanjut lokal?

3. TUJUAN PENELITIAN

3.1. TUJUAN UMUM :

Mengetahui hubungan Subtipe Intrinsik dengan respons kemoterapi berbasis


anthrasiklin pada penderita kanker payudara stadium lanjut lokal.

3
3.2. TUJUAN KHUSUS :

3.2.1. Menilai respons tumor terhadap kemoterapi berbasis anthrasiklin dengan


mengukur tumor (ukuran terpanjang) sebelum dan sesudah neoadjuvan
kemoterapi siklus II.
3.2.2. Membandingkan karakteristik pasien dengan respons kemoterapi neoadjuvan
berbasis anthrasiklin pada penderita kanker payudara stadium lanjut lokal.
3.2.3. Membandingkan subtipe intrinsik dengan respons kemoterapi neoadjuvan
berbasis anthrasiklin pada penderita kanker payudara stadium lanjut lokal.

4. MANFAAT PENELITIAN

4.1. Manfaat Akademik

Dari segi akademik, penelitian ini dapat menambah referensi mengenai profil
subtipe intrinsik pada kanker payudara.

4.2. Manfaat Klinis

Bila diketahui bahwa subtipe intrinsik berhubungan dengan respons kemoterapi


kanker payudara maka dapat membantu menentukan pasien mana yang perlu dan
yang tidak perlu diberikan kemoterapi regimen tertentu.

4.3. Manfaat Pengembangan Ilmu

Berdasarkan data hasil penelitian ini, dapat dikembangkan penelitian dengan


biomarker lainnya untuk lebih memperkuat daya prediksi keberhasilan kemoterapi
kanker payudara.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KANKER PAYUDARA

2.1.1 Insiden

Kanker payudara merupakan keganasan tersering dan menjadi penyebab utama


kematian pada wanita di seluruh dunia, dengan jumlah lebih dari 1.000.000 kasus setiap
tahun. Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan
kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap
tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang
lebih 175.000 di Amerika Serikat. Masih menurut WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2
juta wanita terdiagnosa kanker payudara dan lebih dari 700.000 meninggal karenanya.
The US Centre for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa pada akhir
2009, sejumlah 215.990 wanita di Amerika Serikat di diagnosis sebagai kasus baru
kanker payudara, dan 40.580 wanita di Amerika meninggal karena penyakit ini pada
akhir tahun. Kesempatan kanker berkembang dengan pesat sangat tergantung umur,
semakin tua usia semakin cepat kanker berkembang. (Carey et al, 2005).

2.1.2. Faktor Resiko

Penyebab terjadinya KPD belum diketahui secara pasti. Ada berbagai faktor yang
diduga dan beberapa diantaranya sudah dibuktikan ada kaitan dengan kejadiaan KPD
diantaranya adalah jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, kelainan genetik, ras, hormon,
radiasi, kegemukan dan faktor diet. (Cardoso F. et al, 2009).

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis kanker payudara ditegakkan dengan triple diagnosis yang meliputi


pemeriksaan klinis, radiologis dan patologis. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan
anamnesis yang menyeluruh dan palpasi payudara serta kelenjar getah bening
lokoregional. (S. Aebi, 2011).

Pemeriksaan radiologi yang disyaratkan adalah mamografi bilateral dan USG


payudara. Magnetic resonance imaging (MRI) payudara tidak diperlukan sebagai
prosedur rutin, dipertimbangkan dalam kasus tertentu misalnya, karena jaringan payudara

5
yang padat pada perempuan muda, dalam kasus kanker payudara familial yang terkait
dengan mutasi BRCA, dicurigai terdapat beberapa fokus tumor, khususnya pada kasus
kanker payudara tipe lobular. (S. Aebi, 2011)

Diagnosis pasti didasarkan pada pemeriksaan histopatologi yang didapatkan dari


spesimen biopsi core atau biopsi insisi. Diagnosis patologis akhir harus dibuat sesuai
dengan klasifikasi patologis saat ini, menganalisa semua jaringan yang diambil termasuk
status kelenjar limfe aksila (jumlah node), infiltrasi kapsuler dan level kelenjar yang
terkena dampak. (S. Aebi, 2011)

2.1.4. Gambaran Histopatologis Kanker Payudara

Histopatologis KPD dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang berasal dari
duktus dan lobulus dan berdasarkan sifatnya, yaitu bersifat insitu dan invasif. gambaran
histopatologis KPD yang paling sering ditemukan adalah invasif duktal karsinoma,
sedangkan Invasif lobular karsinoma menempati tempat kedua terbanyak ( 5 – 10 % dari
seluruh KPD ). Selain itu juga ada type histopatologis yang lain : karsinoma tubular,
karsinoma mucinosum, dll. (Hayes D.F. et al, 2006) Untuk KPD dipakai klasifikasi
histologik berdasarkan WHO Histological Classification of Breast Tumors :
1. Non Invasive carsinoma
a. Non invasive ductal carsinoma
b. Lobular carsinoma in situ
2. Invasive carsinoma
a. Invasive ductal carsinoma

- Papillobular carsinoma

- Solid-tubular carsinoma

- Scirrhous carsinoma
b. Special types

- Mucinous carsinoma

- Medullary carsinoma

- Invasive lobular carsinoma

- Adenoid cystic carsinoma

- Squamous cell carsinoma


- Spindle cell carsinoma

- Apocrine carsinoma

- Carsinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia

- Tubular carsinoma

- Secretory carsinoma

- Others
c. Paget’s disease.

2.1.5. Subtipe kanker payudara & Respons Kemoterapi

Penentuan status reseptor estrogen ( ER ), reseptor progesteron ( PR ) dan


reseptor HER2 adalah wajib, dan penentuan status KI-67 harus dipertimbangkan.
Pemeriksaan tersebut berguna dalam menentukan subtype kanker payudara, yang akan
dipertimbangkan dalam rencana penatalaksanaan selanjutnya. (S. Aebi, 2011)

Kanker payudara adalah penyakit klinis heterogen. Tumor dengan histologis yang
sama mungkin memiliki prognosis yang berbeda dan mungkin memiliki respons terapi
yang berbeda. Perbedaan perilaku klinis ini karena perbedaan molekul tumor dengan
histologis yang sama. Teknologi DNA microarray dapat mengungkapkan perbedaan
molekul tersebut. Klasifikasi molekul kanker payudara berdasarkan profil ekspresi gen
baru-baru ini diusulkan (Goldhirsch, 2011). Para peneliti mengidentifikasi satu set gen
'intrinsik gen set' yang menyumbang banyak perbedaan molekuler kanker payudara dan
melakukan analisis cluster hirarkis untuk mengidentifikasi subkelompok kanker dengan
profil ekspresi gen terpisah. Berdasarkan konsensus St. Gallen 2011, pembagian subtype
kanker payudara dapat dilihat pada tabel 1. (Goldhirsch, 2011)

Tabel 1. Pembagian subtype kanker payudara (Goldhirsch, 2011)

Subtipe Intrinsik Definisi


Luminal A ER dan/atau PgR(+), HER2(-), Ki-67 low (<14%)
Luminal B1 ER dan/atau PgR(+), HER2(-), Ki-67 high
Luminal B2 ER dan/atau PgR(+), HER2(+), Any Ki-67
HER2 over-expression ER dan PgR (-), HER2(+)
Basal-like Triple negative ductal

7
(bukan tipe meduler atau adenoid cystic)

Analisis subtipe intrinsik terhadap respons kemoterapi, tidak terdapat perbedaan


respons kemoterapi antara pasien dengan luminal 14 (23,7%), her2 15 (25,4%) dan tripel
negatif 12 (20,3%) pada penderita kanker payudara yang responsif terhadap neoadjuvan
kemoterapi berbasis anthrasiklin, dengan nilai p = 0,125 (p>0,05). Ini berarti pada
penelitian ini subtipe bukan merupakan faktor prediktif terhadap respons kemoterapi
neoadjuvan berbasis anthrasiklin. (Goldhirsch, 2011)

Penelitian Rouzier (2005), mendapatkan angka respons lengkap patologis (pCR)


pada subtipe Basal-like sebesar 45%, Her-2 sebesar 45%, sedangkan tumor luminal
memiliki tingkat pCR sebesar 6%, tidak ada pCR pada subtipe normal like. Penelitian
Luangdilok (2014), respons lengkap patologis (pCR) pada subtipe triple negatif sebesar
19.2%, Her-2 sebesar 24.2%, sedangkan tumor luminal A sebesar 4.4% dan luminal B
9.7%. Penelitian pada 102 pasien KPD, pCR didapatkan pada16 (15,7%) pasien. pCR
sesuai dengan subtipe yang berbeda adalah sebagai berikut: luminal A, 0 dari 20 (0%),
luminal B, 2 dari 23 (8,7%), HER2+ 4 dari 18 (22,2%), dan triple-negative, 10 dari 41
(24,4%) (p = 0,041). (Goldhirsch, 2011)

2.1.6. Stadium klinis dan status penampilan


Sistem staging tumor memberikan informasi tentang sejauh mana penyebaran
tumor, yang dapat digunakan untuk memandu penatalaksanaan penyakit dan memberikan
perkiraan prognosis pasien. Kriteria staging kanker payudara yang digunakan saat ini
adalah dengan menggunakan sistem stadium TNM. (S. Aebi, 2011)
Ada beberapa sistem untuk penentuan stadium kanker payudara, diantara yang
sering dipakai adalah sistem TNM. Penentuan stadium ini penting untuk rencana terapi
dan meramalkan prognosis (Harris et al., 2000).
Sistem yang biasa digunakan untuk menggambarkan stadium adalah sistem TNM
dari American Joint Committee On Cancer (AJCC). Klasifikasi stadium kanker
berdasarkan stadium T, N, dan M.

Tabel II. Klasifikasi kanker payudara berdasarkan TNM

Tumor primer

8
Tis Insitu
T1 Diameter ≤ 2 cm
T1 mic Diameter ≤ 0,1 cm
T1a Diameter ≤ 0,1 – 0,5 cm
T1b Diameter ≤ 0,5 – 1 cm
T1c Diameter ≤ 1 – 2 cm
T2 Diameter tumor terbesar anatara 2-5 cm
T3 Diameter tumor terbesar >5cm
T4 Tumor dengan perluasan langsung ke dinding dada atau kulit
T4a Dinding dada
T4b Udem/ulserasi kulit atau nodul satelit kulit
T4c Keduanya 4a dan 4b
T4d Karcinoma inflamatori

Status Limfonidi

N1 = kelenjar limfe aksila mobile


N2a = kelenjar limfe aksila terfiksir
N2b = kelenjar limfe Mamaria interna
N3a = kelenjar limfe aksila ≥ 10 atau LN infraclavicula
N3b = LN axila atau > 3LN axila dan LN mamaria interna
N3c = kelenjar limfe Supraklavikula
Metastase jauh

Mx = metastase tidak diketahui


M0 = Tidak ada bukti metastase jauh
M1 = Ada bukti metastase jauh

Untuk membuat rencana terapi yang tepat, diperlukan penetapan stadium klinis.
Berdasarkan klasifikasi TNM, stadium kanker payudara adalah seperti pada Tabel III.

Tabel III. Pengelompokan stadium kanker payudara (V Wendy et al, 2006)

Stage T N M

0 Tis N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T0 N1mi M0 T1 N1mi M0
IIA T0 N1 M0 T1 N1 M0 T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0 T3 N0 M0
IIIA T0 N2 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0
IIIC Any T N3 M0
IV Any T Any N M1

9
Stadium klinis kanker payudara ini dapat ditemukan setelah dilakukan
pemeriksaan fisik untuk melihat ukuran tumor dan status limfonodi regional dan
pemeriksaan radiologi untuk melihat kemungkinan matastase jauh. Kepentingan
penentuan stadium klinis ini adalah untuk merencanakan terapi dan meramalkan
prognosis (V Wendy et al, 2006)

Status penampilan sangat penting dalam menentukan toleransi terhadap


penatalaksanaan kanker payudara. Status penampilan yang lazim digunakan saat ini
adalah Karnofsky. (S. Aebi, 2011)

2.1.7. Penanganan Kanker Payudara

Penanganan kanker payudara dilakukan secara multidisipliner yang melibatkan


ahli bedah, ahli radiologi, ahli patologi, ahli onkologi dan radiasi. Penanganan dilakukan
dengan mengintegrasikan terapi lokoreginal dan sistemik sesuai dengan urutan
penanganan sesuai stadium penyakit. Kemungkinan kanker herediter harus digali, jika
diperlukan dilakukan tes genetik, konseling genetik dan prosedur profilaksis. (V Wendy
et al, 2006)

2.1.7.1 Pembedahan

Pembedahan merupakan modalitas utama pada penanganan kanker payudara


stadium dini dan merupakan terapi tambahan pada kanker payudara stadium lanjut.
Perubahan yang paling signifikan dalam pembedahan adalah dari maksimal tolerans
kearah operasi minimal efektif, dari mastektomi radikal kepada lumpectomy disertai
dengan diseksi kelenjar limfe selektif. Dua perkembangan ini memiliki dampak yang
besar pada peningkatan kualitas hidup, namun tetap tidak mengubah statistik kematian.
(V Wendy et al, 2006)

2.1.7.2. Sistemik
Selama ini kanker payudara diperlakukan seolah-olah semua kanker payudara
adalah penyakit yang sama. Dengan berkembangnya teknik immunohistokimia dan
biologi molekuler, kanker payudara dapat dibagi menjadi lima subtipe yang berbeda
berdasarkan biologi tumor. Hal ini mengubah tatacara dalam penanganan kanker
payudara. (Balasubramanian, P. et al, 2009)

10
Kemoterapi pada kanker payudara stadium dini menurunkan risiko kekambuhan
bagi semua wanita yang diobati, tapi manfaat dalam kelangsungan hidup hanya pada
wanita usia muda. Saat ini, terapi adjuvan diberikan kepada semua individu dengan
kanker payudara. Beberapa pengobatan ditargetkan untuk kanker payudara subtipe
tertentu. Inhibitor aromatase ditargetkan pada kanker payudara ERpositive, monoklonal
antibodi Trastuzumab ditargetkan pada kanker payudara HER2 positive.
(Balasubramanian, P. et al, 2009)

2.1.7.3. Radiasi
Saat ini terapi radiasi digabungkan dengan operasi konservasi payudara sudah
menjadi standar penanganan kanker payudara stadium dini. Terapi tersebut terbukti dapat
menurunkan angka kematian akibat kanker payudara. (Balasubramanian, P. et al, 2009)

2.1.8. Faktor prognostik

Faktor prognostik adalah karakteristik pasien atau tumor yang dapat digunakan
untuk menilai prognosis awal, membantu dalam menilai manfaat suatu pengobatan.
Faktor prediktif adalah karakteristik pasien atau tumor yang dapat digunakan untuk
memprediksi respons tumor terhadap pengobatan yang diberikan. Kedua aspek tersebut
harus dijadikan pertimbangan ketika mengevaluasi pasien yang baru didiagnosis kanker
payudara untuk merumuskan pengobatan yang terbaik. (V Wendy et al, 2006)
Beberapa karakteristik tumor memiliki makna prognostik yang penting dan perlu
dipertimbangkan ketika merancang sebuah strategi pengobatan yang optimal untuk
masing-masing pasien. Faktor usia, ukuran tumor, status kelenjar getah bening aksila
merupakan prediktor penting dari kekambuhan penyakit dan kelangsungan hidup.
Sebanyak 70%-80% pasien dengan status node-negatif bertahan 10 tahun, prognosis
memburuk dengan meningkatnya jumlah kelenjar getah bening yang positif. (V Wendy et
al, 2006)
Tipe histologis, reseptor estrogen (ER) dan status reseptor progesteron (PR) juga
merupakan faktor prediktif keberhasilan pengobatan. Pasien dengan reseptor hormonal
positif lebih rendah angka kekambuhanya dan kelangsungan hidupnya lebih lama
dibandingkan dengan tumor reseptor hormonal negatif. HER2 - neu (C-erb B2), gen
supresor tumor p53 dan bcl-2 saat ini sedang diteliti manfaatnya sebagai faktor prediktif
dan prognostik pengobatan kanker payudara. (V Wendy et al, 2006)

11
2. KEMOTERAPI PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

2.1 KEMOTERAPI

Pemahaman mendalam tentang biologi tumor dan subtipe tumor telah memberikan
kemajuan dalam pengobatan kanker, selain pengobatan konvensional seperti operasi,
radiasi dan kemoterapi, berkembang pula targeting terapi. Walaupun telah ada kemajuan
dalam terapi kanker, kemoterapi masih tetap merupakan komponen penting dari
pengobatan kanker. (Buzdar A.U. et al, 2007)

Kemoterapi dapat menyebabkan massa tumor mengalami penyusutan dengan


cepat, namun kanker payudara bisa kambuh lagi dan metastasis jauh dikemudian hari, hal
ini disebabkan oleh adanya kemoresistensi. Kemoterapi dalam pengaturan neoadjuvan
dan adjuvan sudah secara luas diberikan untuk pengobatan kanker payudara. Namun,
disamping keberhasilannya, banyak kejadian resistensi terhadap agen kemoterapi saat ini.
(Buzdar A.U. et al, 2007)

2.2 INDIKASI KEMOTERAPI

Beberapa karakteristik pasien dan tumor merupakan indikasi membutuhkan


kemoterapi diantaranya adalah ukuran tumor, jenis histopatologi, grading tumor, dan
subtipe intrinsik. Status kelenjar getah bening aksila dan ekspresi reseptor hormon juga
penting untuk dipertimbangkan. Usia pasien, komorbiditas dan status penampilan mereka
memainkan peran penting dalam menentukan perlu tidaknya diberikan kemoterapi.
(Buzdar A.U. et al, 2007)

2.3 FUNGSI KEMOTERAPI

Kemoterapi neoadjuvan telah ditetapkan sebagai strategi pengobatan standar untuk


pasien tidak hanya pada kanker payudara lokal lanjut tetapi juga pada stadium dini.
Strategi ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan keuntungan penurunan radikalitas
operasi dan menyediakan informasi mengenai respons tumor terhadap obat kemoterapi.
Pasien yang mencapai respons patologis lengkap (pCR) pada NAC juga memiliki
prognosis jangka panjang yang menguntungkan dalam subtipe kanker payudara tertentu.
Biomarker mampu memprediksi pCR pada pengobatan neoadjuvant pada pasien kanker
payudara. Variabel konvensional seperti ukuran tumor, status nodal dan derajat
12
keganasan tidak berkorelasi dengan kepekaan terhadap jenis obat kemoterapi tertentu.
(Faneyte I.F. et al, 2008, Knoop A.S. et al, 2011)

Tujuan dari kemoterapi adalah untuk meningkatkan hasil pengobatan, yang


diwakili oleh kelangsungan hidup secara keseluruhan (overall survival / OS) dan periode
bebas penyakit (disease free survival / DFS). Dengan demikian, satu-satunya cara
mengevaluasi pengobatan adalah dengan mengumpulkan data jangka panjang pasca
operasi, tetapi hal ini akan memakan waktu yang sangat lama, mungkin mengambil
setidaknya 10 tahun. (Knoop A.S. et al, 2011)

Untuk mengatasi masalah ini, efek dari pengobatan sebenarnya dapat dievaluasi
berdasarkan temuan respons patologis pada kemoterapi neoadjuvan. Respons kemoterapi,
yaitu apakah atau tidak pasien telah memperoleh pCR , telah disahkan sebagai pengganti
penanda kelangsungan hidup jangka panjang, meskipun signifikansi pCR mungkin
berbeda-beda di antara subtipe kanker payudara luminal dan lainnya. (Knoop A.S. et al,
2011)

2.4 EVALUASI KEMOTERAPI

Penilaian perubahan massa tumor sangat penting dalam evaluasi klinis dari terapi
kanker. Penyusutan ukuran tumor (respons obyektif) dan waktu untuk pengembangan
perkembangan penyakit adalah target penting dalam uji klinis kanker. (Sparano JA et al,
2009, Smerage JB et al, 2006)

Penilaian respons terhadap kemoterapi neoadjuvant dapat diklasifikasikan menurut


kriteria RECIST (Responsse Evaluation Criteria in Solid Tumor). (Sparano JA et al,
2009, Smerage JB et al, 2006)

2.5 BIOMARKER RESPONS KEMOTERAPI

Kemoterapi neoadjuvan dan adjuvan masih diterapkan secara empiris, karena


hingga saat ini, tidak ada uji klinis yang memungkinkan untuk memprediksi respons dan
manfaat dari kemoterapi tertentu. Evaluasi respons klinis tumor terhadap kemoterapi
neoadjuvan biasanya dilakukan dengan caliper , USG , atau mamograf. Teknik ini dapat
diterapkan dengan mudah, namun pengukuran tersebut lemah secara metodologis dan
tidak cukup sensitif untuk mendeteksi efek biologis awal seperti perubahan pada
13
proliferasi, apoptosis dan respons seluler yang mendasari penyusutan massa tumor.
(Litviakov NV et al 2013, Ross JS et al, 2009)

Respons kemoterapi tertentu pada pasien tertentu dapat dinilai secara in vivo
dengan mengukur parameter biologis atau dengan mengikuti perjalanan klinis pasien, kita
masih jauh dari mampu untuk memprediksi respons individu terhadap rejimen yang
diberikan, atau memprediksi satu obat antineoplastik tertentu yang akan menjadi paling
efektif dari sejumlah zat lainnya. Dilema ini telah dicoba dipecahkan dengan pemanfaatan
ekspresi gen microarray, di mana tanda ekspresi gen spesifik dapat diusulkan untuk
memprediksi respons kemoterapi. (Litviakov NV et al 2013, Ross JS et al, 2009)

2.6 KEMORESISTENSI

Resistensi obat merupakan faktor utama yang membatasi efektivitas kemoterapi.


Tumor dapat secara intrinsik resisten sebelum pemberian kemoterapi, atau resistensi
dapat diperoleh selama pengobatan oleh tumor yang awalnya sensitif terhadap
kemoterapi. (Longley et al, 2006)

Selanjutnya, dalam proses mendapatkan resistensi, tumor dapat menjadi resisten


terhadap berbagai agen kemoterapi, yang akhirnya menyebabkan kegagalan pengobatan
pada lebih dari 90 % pasien kanker metastasis. (Longley et al, 2006)

Memahami mekanisme terjadinya kemoresistensi sangat penting untuk


mengembangkan pendekatan terapi baru untuk mengobati kanker. Masalah resistensi obat
sangat kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi sensitivitas obat, termasuk :
penghabisan obat dipercepat ; aktivasi dan inaktivasi obat; perubahan dalam target obat ;
Metilasi DNA ; pengolahan kerusakan akibat obat ; dan penghindaran apoptosis. (Biesaga
B et al, 2011)

Respons individu terhadap kemoterapi dapat dinilai secara in vivo dengan


mengukur parameter biologis atau dengan mengikuti parameter klinis, sejauh ini belum
ada biomarker yang disepakati dapat memprediksi respons individu terhadap rejimen
antineoplastik yang diberikan, atau untuk satu obat tunggal tertentu yang akan menjadi
paling efektif dari sejumlah zat lainnya. Kemampuan untuk memprediksi respons tumor
bisa membantu untuk memilih kemoterapi yang paling tepat dan pemilihan rejimen yang
ditargetkan untuk karakteristik molekuler tertentu. (Biesaga B et al, 2011)

14
3. DOXORUBICIN

Doxorubicin merupakan antibiotik golongan antrasiklin yang diisolasi dari


Streptomyces peucetius var caesius pada tahun 1960-an (Minotti et al., 2004). Pada tahun
1960 dan awal 1970-an doxorubicin muncul sebagai agen terapi baru terhadap kanker
payudara metastatik. Pada 1980-an rejimen berbasis doxorubicin menetapkan diri sebagai
kelas utama kemoterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker payudara stadium
awal dan lanjut. (Mano MS and Awada, 2004)

Mekanisme kerja doxorubicin sebagai agen sitotoksik adalah sebagai berikut;


Menghambat kerja enzym topoisomerase II ; Menghambat sintesis DNA dan RNA
dengan cara interkalasi DNA ; Membentuk radikal bebas semiquinon dan radikal bebas
oksigen melalui proses yang berikatan dengan besi dan proses reduktif yang diperantarai
enzim. Mekanisme radikal bebas inilah yang diketahui bertanggungjawab pada
kardiotoksisitas. (Press et al., 2011)

Anthracyclines telah menjadi tulang punggung kemoterapi selama 30 tahun


terakhir dan telah digunakan secara luas selama ini. Namun doxorubicin mempunyai
toksisitas akumulasi jangka panjang berupa cardiac disfunction, myelodisplasia dan
leukemia. (Press et al., 2011) Dan terapi berbasis doxorubicin juga memiliki keterbatasan
efektifitas pada kanker payudara akibat resistensi obat. Tantangan yang dihadapi dalam
pemakaian kemoterapi doxorubicin adalah memilih pasien yang tepat dengan efek
samping yang minimal. Kemampuan untuk memprediksi respons tumor bisa membantu
untuk memilih kemoterapi yang paling tepat dan pemilihan rejimen yang ditargetkan
untuk karakteristik molekuler tertentu. (Liu et al., 2013).

4. PERAN STATUS HORMONAL

Status hormonal melalui ekspresi estrogen receptors (ER) dan progesterone


receptors (PR) telah lama digunakan untuk menentukan kesesuaian penderita untuk terapi
endokrin. Belakangan ini pemeriksaan human epidermal growth factor receptor-2 (HER-
2/neu) telah dimasukkan ke dalam pemeriksaan rutin karena fungsinya sebagai petanda
prognosis dan khususnya untuk memprediksi respons terhadap tratuzumab (Herceptin TM.

15
Namun sekarang tidak sedikit dijumpai penderita karsinoma duktal invasif payudara
dengan ekspresi ER, PR, dan HER-2/neu yang negatif (triple negative tumors). Untuk
penderita dengan triple negative tumors ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk
menemukan petanda prognosis dan target terapi baru. HER-2/neu dan estrogen receptors
(ER) telah banyak diketahui mempunyai kapasitas proliferasi sel. (Von Minckwitz et al,
2009)

5. PERAN ESTROGEN RESEPTOR (ER)

Estrogen receptors (ER) pertama kali diidentifikasi oleh Elwood V. Jensen di


University of Chicago pada tahun 1950. Kemudian pada tahun 1996 Kuiper berhasil
mengidentifikasi gen untuk ERβ pada prostat dan ovarium tikus. (Siedge Jr GW, 2006)

ER mungkin merupakan faktor prediktif yang paling utama yang diperiksa pada
karsinoma payudara. Sekitar duapertiga wanita penderita karsinoma payudara berumur
<50 tahun mempunyai ekspresi ER positif, sementara sekitar 80% tumor pada wanita
berusia >50 tahun adalah ER positif. Hal ini mempunyai implikasi terapeutik yang
signifikan. Secara umum konsentrasi ER lebih rendah pada wanita premenopause
daripada post menopause. Fisher et al. menyatakan bahwa adanya ER berhubungan secara
signifikan dengan derajat inti yang tinggi dan derajat histopatologi yang rendah, tidak
adanya nekrosis, dan usia pasien yang lebih tua. (Carey et al, 2005)

ER mengalami over-ekspresi pada sekitar 70% kanker payudara yang kemudian


disebut ER positif. Mekanisme proses karsinogenesis pada kanker payudara dapat terjadi
melalui ikatan estrogen pada ER, menstimulasi proliferasi sel-sel payudara yang
menimbulkan peningkatan pembelahan sel dan replikasi DNA yang menimbulkan mutasi,
dan metabolisme estrogen memproduksi limbah yang toksik terhadap gen dan metabolit
yang menyebabkan mutasi. Kedua proses akan menyebabkan inisiasi, promosi, dan
proses karsinogenesis. (Siedge Jr GW, 2006) Hal ini menyebabkan ER mempunyai peran
penting dalam proses karsinogenesis, dan penghambatannya melalui targeting endokrin,
baik secara langsung dengan menggunakan agonis lemah estrogen (selective estrogen
receptor modulators) maupun secara tidak langsung dengan mengeblok perubahan
androgen menjadi estrogen (misalnya : aromatase, inhibitor), merupakan terapi terhadap

16
kanker payudara. Tumor payudara yang ER+ dan / atau PR+ mempunyai resiko
mortalitas lebih rendah daripada ER- dan / atau PR- (Fehm T et al 2006)

Paparan terhadap estrogen adalah faktor resiko untuk kanker payudara. Hormon
ini menimbulkan efeknya melalui reseptor estrogen, yang merupakan protein inti, terdiri
dari 2 subtipe, ERα dan ERβ. Keduanya merupaan faktor transkripsi yang memperantarai
kerja estrogen. Keduanya mengikat estradiol pada lokasi yang sama, namun berbeda
afinitas dan respons yang dihasilkannya. ERα ditemukan lebih dulu, dan kemudian
diubah namanya dari ER menjadi ERα saat ditemukan subtipe yang kedua. ERα positif
pada hampir 70% kanker payudara, namun nilai prediktifnya tidak ideal karena sekitar
sepertiga kanker payudara yang metastase dengan ER+ tidak merespons terapi hormonal.
Erβ lebih sedikit dikenal, dan sebagian besar data klinis yang tersedia mengacu pada Erα.
Kedua bentuk reseptor estrogen ini dikode oleh gen yang berbeda, yaitu ESR1 dan ESR2
pada kromosom 6 dan 14 (6q25 dan 14q). Kedua reseptor ini diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan, yang berbeda, dengan pola ekspresi yang berbeda pula. ERα
ditemukan pada endometrium, sel-sel kanker payudara, sel stroma ovarium, dan di
hipothalamus. Erβ ditemukan pada ginjal, otak, tulang, jantung, mukosa usus, prostat, dan
sel-sel endotel. ER dalam fase unligand merupakan reseptor sitoplasma, namun penelitian
menunjukkan adanya fraksi ER yang bergeser ke dalam inti. ERα berhubungan dengan
tumor yang mempunyai derajat diferensiasi lebih baik, sementara keterlibatan Erβ masih
diperdebatkan. (Fehm T, et al 2006)

ER berikatan dengan hormon estradiol dan pada obat anti kanker Tamoxifen
(3ERT). Keduanya berikatan pada ujung yang berbeda, yang menimbulkan aktivitas yang
berbeda pula (agonis dan antagonis). Konsep dari modulator selektif terhadap ER dibuat
berdasarkan kemampuan untuk memicu interaksi ER dengan protein-protein yang
berbeda apakah protein tersebut berfungsi sebagai ko-aktivator atau ko-represor. Rasio
dari ko-aktivator dan ko-represor ini bervariasi pada masing-masing jaringan. Dan
akibatnya ligand yang bersifat agonis (pada organ-organ dimana ko-aktivator dominan)
pada beberapa jaringan mungkin bersifat antagonis pada jaringan yang lain (pada organ-
organ dimana ko-represor dominan). Contohnya Tamoxifen, yang bersifat antagonis di
payudara dan digunakan untuk terapi kanker payudara, pada tulang bahan ini bersifat
agonis (sehingga bisa mencegah osteoporosis), dan agonis parsial pada endometrium
(meningkatkan resiko kanker kandungan). (Fehm T, et al 2006)

17
Apabila tidak ada hormon estrogen, ER sebagian besar terletak pada sitosol.
Ikatan pada reseptor memicu perpindahan reseptor dari sitosol ke inti, kemudian
berikatan dengan DNA. Kompleks yang terbentuk kemudian meregulasi sintesa protein
yang akan menimbulkan perubahan fungsi sel. Sebagian ER terletak pada permukaan
membran sel dengan perlekatan pada caveolin-1 dan membentuk kompleks dengan
protein G, striatin, reseptor tyrosin kinase (misal : EGFR dan IGF-1) dan non reseptor
tyrosin kinase (misal : Src). Melalui striatin ER meningkatkan kadar Ca2+ dan NO.
Melalui reseptor tyrosin kinase, beberapa signal dikirimkan ke inti melalui jalur mitogen
activated protein kinase (MAPK/ERK) dan jalur phosphoinositide 3-kinase (PI2K/AKT).
(Rania V et al, 2011)

Glycogen synthase kinase-3 (GSK-3β) menghambat transkripsi melalui ER yang


terletak di inti dengan menghambat fosforilasi serine 118 dari nuclear ERα. Fosforilasi ini
menghilangkan efek inhibitor ER. 17β-estradiol mengaktivasi GPR 30 (sebuah G protein-
coupled receptor). Namun letak dan fungsi reseptor ini masih merupakan suatu
kontroversi. (Rania V et al, 2011)

Terapi endokrin untuk kanker payudara melibatkan selective estrogen receptor


modulators (SERMS) yang bertindak sebagai ER antagonis pada jaringan payudara atau
inhibitor aromatase. SERM yang lain, raloxifene telah digunakan sebagai kemoterapi
preventif untuk wanita yang beresiko tinggi mengidap kanker payudara. Obat kemoterapi
lain, Faslodex yang bertindak sebagai antagonis juga meningkatkan degradasi ER.
(Rottenberg S et al, 2012)

Selain pada kanker payudara, estrogen dan ER juga tampak berperan dalam
kanker ovarium, kanker usus besar, kanker prostat, dan kanker endometrium. Kanker usus
besar tahap lanjut dihubungkan dengan hilangnya ekspresi Erβ, ER yang dominan di
jaringan usus besar, dan kanker usus besar di terapi dengan agonis spesifik Erβ.
(Rottenberg S et al, 2012)

6. PERAN PROGESTERONE RECEPTORS (PR)

Progesterone Receptors (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen, karena itu
ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang aktif. Penilaian ekspresi PR
dapat membantu memprediksi respons terhadap terapi hormonal secara lebih akurat.
Sejalan dengan hal ini ada beberapa fakta yang menyatakan bahwa tumor-tumor dengan

18
ekspresi PR yang positif mempunyai respons lebih bagus terhadap tamoxifen, baik pada
penderita dengan metastase dan sebagai terapi adjuvant. Sekitar 55-65% kanker payudara
adalah PR+. Tumor-tumor PR+ menunjukkan prognosis lebih bagus daripada PR-. Dari
penelitian-penelitian yang sudah ada telah dinyatakan bahwa PR+ sangat sedikit
didapatkan pada tumor dengan ER-, sehingga PR yang positif kuat pada kasus dengan ER
yang tampaknya negatif bisa merupakan indikator adanya ER negatif palsu. PR mungkin
dapat terdeteksi pada kasus-kasus dengan ER negatif. Hal ini antara lain dapat disebabkan
karena pulasan ER yang negatif palsu, level ER yang sangat rendah, atau varian ER yang
terdapat dalam jaringan tersebut tidak dikenali oleh antibodi yang digunakan. Nilai
prediktif dari PR positif pada penderita dengan ER negatif masih merupakan kontroversi,
beberapa laporan mengatakan PR positif pada kasus ER negatif didapatkan pada
kelompok penderita yang lebih responsif terhadap terapi hormonal, namun temuan ini
tidak universal. (Hayes D.F. et al, 2006)

Selama ini ER digunakan sebagai determinan utama respons terhadap hormonal


terapi pada kanker payudara. Sekitar 40% tumor ER+ mempunyai ekspresi PR-. Dan
hanya 1-2% tumor ER- yang mempunyai ekspresi PR+. Berdasarkan ekspresi
hormonalnya kanker payudara dapat dikelompokkan menjadi 4 : kelompok positif ganda
(ER+/PR+), positif tunggal (ER+/PR- dan ER-/PR+), serta negatif ganda (ER-/PR-).
Tumor positif ganda (55-65% kanker payudara) mempunyai prognosis yang lebih bagus
dan respons yang bagus terhadap hormonal terapi. Kelompok ini juga dikaitkan dengan
umur yang lebih tua, derajat yang lebih rendah, ukuran tumor lebih kecil, dan mortalitas
yang rendah. Dunwald et al. menyatakan bahwa hubungan antara angka kematian dengan
ekspresi reseptor hormonal tidak terkait terhadap stage, umur atau grade dari kankernya.
Tumor yang negatif ganda yang merupakan kelompok terbesar kedua (18-25%) sekitar
85%-nya merupakan tumor derajat 3, dan dihubungkan dengan tingkat rekurensi yang
tinggi, ketahanan yang rendah, dan tidak responsif terhadap terapi hormonal. Sementara
untuk kelompok yang positif tunggal, ER+/PR- (12-17%) dan ER-/PR+ (1-2%) masih
belum banyak dimengerti konsekuensinya. Kelompok ini dapat dihubungkan dengan
derajat histopatologi yang tinggi, prognosis yang buruk, dan ukuran tumor yang besar.
(Hayes D.F. et al, 2006)

7. Human Epidermal Growth Receptor 2 (HER2)


Protein HER2 merupakan gen normal yang berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan. Jika mengalami amplifikasi, dapat berubah menjadi onkogen sehingga
19
menyebabkan kanker. HER2 positif sering diasosiasikan dengan diferensiasi yang buruk,
metastase ke kelenjar getah bening, rekurensi, dan tingkat kematian yang tinggi sehingga
prognosisnya buruk. Amplifikasi gen HER2 pada kanker payudara diperkirakan 20 –
30%. Peningkatan ekspresi gen HER2 menyebabkan peningkatan proliferasi, metastasis,
dan menginduksi angiogenesis dan anti-apoptosis. (Ellis et al., 2006).
Tiga mekanisme sel penyebab prognosis buruk pada overekpresi HER2 (Ellis et al.,
2006).;

 Overekspresi HER meningkatkan properti sel-sel kanker metastasis, seperti


angioinvasi, angiogenesis,
 Menyebabkan resistensi terhadap terapetik menyebabkan respons buruk terhadap
terapi, hal ini menurunkan respons hormon steroid pada HER2 +.
 Proliferasi yang tinggi dengan karakteristik persentase tinggi pada fase –S yang
diduga berhubungan dengan ukuran tumor.

8. PERAN Ki-67

Ki-67 adalah protein inti non – histon yang pertama kali diidentifikasi oleh
Gerdes pada awal tahun 1980-an di Universitas Kiel, Jerman. Protein Ki-67 pada manusia
dikode oleh gen MKi67. Lokasi kromosom dari gen MKi67 pada manusia adalah pada
kromosom 10q26.2. (Von Minckwitz et al 2009, Sledge Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et
al 2010)

Ki-67 adalah merupakan protein inti yang terekspresi pada sel yang sedang
mengalami proliferasi dengan tingkat ekspresi yang berubah sepanjang siklus sel Ki-67
terekspresi pada semua fase siklus sel kecuali G0 dan pada puncak fase M, sehingga
sangat tepat digunakan sebagai biomarker proliferasi tumor. Waktu paruh dari antigen Ki-
67 adalah 1-1,5 jam. Fungsi yang pasti dari Ki-67 masih sulit dipahami, diduga terlibat
dalam Sintesis RNA ribosom. Monoclonal Antibodi dengan penerapan pada jaringan
akhirnya dikembangkan dengan nama MIB - 1 untuk Ki-67 dan gen MKi-67. (Von
Minckwitz et al 2009, Sledge Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et al 2010)

Ki-67 adalah penanda proliferasi yang ditemukan dalam semua fase siklus sel.
Ki-67 diekspresikan dibawah 3% pada jaringan payudara sehat. Indeks proliferasi Ki-67
memiliki manfaat prognostik dan prediktif pada kanker payudara (Von Minckwitz et al
2009, Sledge Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et al 2010)
20
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tingkat ekspresi Ki-67 yang tinggi
dikaitkan dengan prognosis yang kurang baik, namun nilai prognostik dan prediktif dari
tingkat ekspresi Ki-67 belum jelas pada kanker payudara. Konsensus St Gallen 2013 telah
merekomendasikan menggunakan penanda proliferasi Ki-67, dalam menentukan strategi
pengobatan yang optimal untuk kanker payudara stadium dini. (Von Minckwitz et al
2009, Sledge Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et al 2010)

Dalam biologi tumor, proliferasi telah diakui sebagai ciri yang berbeda dari
kanker dan bertindak sebagai penentu penting prognosis kanker. Peningkatan proliferasi
sel tumor disertai dengan renovasi matriks dan neo-angiogenesis, bersama-sama
membentuk dasar fenotip untuk tumor agresif. Karena tumor yang menunjukkan
peningkatan proliferasi cenderung lebih agresif secara klinis, tingkat proliferasi sering
dimasukkan ke dalam sistem penilaian histologis. Metode yang paling sederhana dan
paling banyak yang digunakan adalah jumlah mitosis . (Von Minckwitz et al 2009, Sledge
Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et al 2010).

Dalam beberapa tahun terakhir imunohistokimia untuk Ki - 67 juga telah


digunakan untuk menentukan proliferasi tumor. Pada kanker payudara, korelasi yang kuat
telah ditemukan antara persentase sel Ki – 67 positif dan tingkat mitosis inti. (Piegra JV
et all 2004, Nakagawa T et al 2007, Raina V. et al 2011)

Beberapa studi telah meneliti prognostik signifikansi Ki-67 pada kanker


payudara. Penelitian telah menunjukkan bahwa overekspresi Ki-67 berkorelasi dengan
disease free survival dan overall survival. Sebaliknya pasien dengan tumor yang memiliki
tingkat proliferasi yang tinggi memiliki respons yang lebih baik terhadap kemoterapi.
Selanjutnya penanda ini bisa membantu pemilihan pasien yang tidak mendapatkan
keuntungan dari kemoterapi, yaitu mereka yang receptor HER2neu - positive dan reseptor
hormon negative tumor dengan proliferasi rendah. (Piegra JV et all 2004, Nakagawa T et
al 2007, Raina V. et al 2011)

9. Pemeriksaan Imunohistokimia
Interpretasi status ekspresi ER, PR, HER-2 dan Ki-67 ditafsirkan menurut
American Society of Clinical Oncology. Pedoman Patolog untuk ER/PR pada kanker
payudara adalah bila >1% dari inti sel yang terwarnai diklasifikasikan sebagai ER atau
PR positif. Pemeriksaan Her-2 positif apabila pewarnaan ditentukan oleh pewarnaan pada
21
membran sel yang intens pada >10% dari sel-sel tumor. Sedangkan untuk pemeriksaan
Ki-67 positif apabila pewarnaan pada sitoplasma intens pada >14% dari sel-sel tumor.
(Hammond et al., 2010, Wolff et al., 2013)

Gambar Immunihistokimia pada Invasive Ductal Carcinoma

(dikutip dari: Lab.medicine, 2010. 41, 364-372)

22
BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA TEORI

1. Kanker Payudara merupakan kanker yang paling sering didiagnosis dan menjadi
penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada wanita di seluruh dunia. (Jemal et
al., 2011)
2. Kanker payudara adalah penyakit klinis yang heterogen. Tumor dengan histologis
yang sama mungkin memiliki prognosis yang berbeda dan mungkin memiliki
respons terapi yang berbeda. (Jemal et al., 2011)
3. ER mengalami over-ekspresi pada sekitar 70% kanker payudara yang kemudian
disebut ER positif. Tumor payudara yang ER+ dan / atau PR+ mempunyai resiko
mortalitas lebih rendah daripada ER- dan / atau PR- (Carey et al 2005, Fehm T et al
2006 dan Rania V et al 2011)

4. Progesterone Receptors (PR) adalah gen yang diregulasi oleh estrogen, karena itu
ekspresinya mengindikasikan adanya jalur ER yang sedang aktif. Penilaian ekspresi
PR dapat membantu memprediksi respons terhadap terapi hormonal secara lebih
akurat. Sekitar 55-65% kanker payudara adalah PR+. Tumor-tumor PR+
menunjukkan prognosis lebih bagus daripada PR-. Dari penelitian-penelitian yang
sudah ada telah dinyatakan bahwa PR+ sangat sedikit didapatkan pada tumor dengan
ER-, sehingga PR yang positif kuat pada kasus dengan ER yang tampaknya negatif
bisa merupakan indikator adanya ER negatif palsu. (Hayes D.F. et al, 2006)

5. Ki-67 adalah penanda proliferasi yang ditemukan dalam semua fase siklus sel.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tingkat ekspresi Ki-67 yang tinggi dikaitkan
dengan prognosis yang kurang baik, namun nilai prognostik dan prediktif dari
tingkat ekspresi Ki-67 belum jelas pada kanker payudara. (Piegra JV et all 2004,
Nakagawa T et al 2007, Raina V. et al 2011) Konsensus St Gallen 2013
merekomendasikan menggunakan penanda proliferasi, seperti Ki-67, dalam
menentukan strategi pengobatan yang optimal untuk kanker payudara stadium dini.
(Von Minckwitz et al 2009, Sledge Jr GW, 2006 dan Glidkov AV et al 2010)

23
3.2 BAGAN KERANGKA TEORI

24
3.3 BAGAN KERANGKA KONSEP

3.4 HIPOTESIS
Ada hubungan antara Subtipe Intrinsik dengan respons kemoterapi neoadjuvan berbasis
antrasiklin pada pasien kanker payudara stadium lanjut lokal.

25
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dan dilakukan dengan

menggunakan metode longitudinal study untuk menilai hubungan antara ekspresi

ER, PR, HER2, dan Ki-67 pada wanita dengan kanker payudara stadium lanjut

lokal.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar,

Sulawesi Selatan.

2. Pemeriksaan Ekspresi ER, PR, Her-2 dan Ki-67 jaringan kanker payudara

dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Makassar.

3. Waktu penelitian ini direncanakan dilakukan mulai Desember tahun 2015 sampai

Desember 2016.

4.3 Populasi dan Teknik Sampel

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah semua wanita yang menderita kanker

payudara stadium lanjut lokal (III-B) yang dirawat di Rumah Sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo.

26
2. Jumlah Sampel

Menurut rumus uji hubungan, jumlah sampel minimal adalah 47.

Uji Hubungan Untuk Besar Sampel

{ (Zα+Zβ)2}
N= -------------------------------- x 3
0,5 ln [( 1 + r ) / ( 1 – r )]2

Kesalahan type I ditetapkan sebesar 5% untuk hipotesis satu arah, Zα = 1,64


Kesalahan type II ditetapkan sebesar 10% maka Zβ = 1,28
r = 0,4
{ ( 1,64 + 1,28)2}
N = ---------------------------------------- x 3
0,5 ln [( 1 + 0,4 ) / ( 1 – 0,4 )]2

{ ( 2,92 )2}
N = -------------------------------- x 3
0,5 ln [( 1,04 ) / ( 0,6 )]2

8,5264
N = -------------------------------- x 3
0,5 ln [ 1.73333]2

8,5264
N = -------------------------------- x 3
0,5 ln 3.0044

8,5264
N = -------------------------------- x 3
0,5 x 1,1001

8,5264
N = -------------------------------- x 3
0,5501

N = 15.499 x 3 = 46.499
N= 47

4.4 KRITERIA

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Wanita penderita kanker payudara stadium lanjut lokal.

2. Tipe histologis : Invasif Ductal Carsinoma Mammae.

27
3. Bersedia menjalani Kemoterapi neoadjuvant dengan regimen berbasis

antrasiklin.

4.4.2 Kriteria eksklusi

1. Sampel jaringan tumor rusak

2. Tipe histologis : Lobular

3. Pasien tidak menjalani kemoterapi

4. Pasien sudah pernah menjalani kemoterapi

4.4.3 Kriteria Drop-out

 Pasien tidak kontrol pasca kemoterapi siklus II

 Pasien ganti regimen kemoterapi

4.5 DEFINISI OPERASIONAL

1. Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan epitelial kelenjar

payudara wanita dengan tipe histologis invasive ductal carcinoma mammae.

2. Sampel jaringan adalah jaringan yang diambil dari operasi/biopsi pada penderita

kanker payudara untuk pemeriksaan immunohistokimia.

3. Subtipe intrinsik adalah pembagian subtipe kanker payudara berdasarkan kriteria

pengganti dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia (ER, PR, Her2

dan Ki-67) pada jaringan kanker payudara sesuai Goldhirsch 2011.

4. Kemoterapi adalah obat sitostatik berbasis antrasiklin yang diberikan pada pasien

kanker payudara sebagai terapi neoadjuvan dengan interval 3 minggu selama 2

siklus.

5. Kanker payudara stadium lanjut lokal adalah : kanker payudara yang berada

dalam stadium IIIB.

6. Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan sebelum operasi.

28
7. Respons klinis adalah pengecilan massa tumor yang diasumsikan sebagai

representasi dari sensitivitas seluruh sel tumor terhadap kemoterapi secara klinis,

dalam penelitian ini menggunakan kriteria RECIST. 7,8,9

8. RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid Tumors) adalah sebuah peraturan

baru yang dipublikasikan untuk mendefinisikan perbaikan (respons), stabil dan

progresifitas kanker selam pengobatan. Kriteria ini dipublikasikan pada tahun

2000 oleh kolaborasi internasional.

 Clinical complete response : (cCR) : Tidak ada bukti klinis tumor pada

payudara dan kelenjar getah bening aksila .

 Clinical partial response (PR) : Pengurangan dalam diameter massa tumor

terbesar melebihi 30% dari ukuran tumor sebelum di kemoterapi.

 Clinical stable disease (SD): Ukuran tumor tetap atau tidak bertambah dan

tidak ditemukan tumor yang baru.

 Clinical Progressive Disease (cPD):Tumor dengan kenaikan lebih dari 20%

pada diameter terbesar atau munculnya nodul baru dianggap sebagai

Progressive Disease.

4.6 KRITERIA OBJEKTIF

4.6.1 Subtipe Intrinsik

Subtipe Intrinsik digolongkan menjadi 4 bagian:


1) Luminal A : ER (+), PR (+), Her2 (-), Ki-67 (-)
2) Luminal B : ER (+), PR (+), Her2 (-), Ki-67 (+)
3) Her-2 : ER (-), PR (-), Her2 (+)
4) Triple Negatif : ER (-), PR (-), Her2 (-)

29
4.6.2 Respons Kemoterapi
Respons kemoterapi digolongkan menjadi 2 bagian, menurut
RECIST (Respons Evaluation Criteria Insolid Tumor). 8,9,10
1. Responsif, bisa dikatakan responsif jika hanya Complete Respons atau
Partial Respons.
a. Complete Respons (CR)
Tidak ada bukti klinis tumor pada payudara dan kelenjar getah
bening aksila.
b. Partial Respons (PR)
Pengurangan massa tumor terbesar >30% dari ukuran tumor sebelum
di kemoterapi neoadjuvant.
2. Non-Responsif, apabila hanya Stable disease atau Progresif Disease yang
ditemukan
a. Stable Disease (SD)
Ukuran tumor tetap atau tidak bertambah dan tidak ditemukan
tumor yang baru.
b. Progressive Disease (PD)
Pengurangan massa tumor < 20% dari ukuran tumor sebelum
di kemoterapi neoadjuvant atau munculnya nodul baru
dianggap sebagai penyakit progressif.

4.6.3 Cara Kerja

1. Dilakukan anamnesis untuk melengkapi pencatatan identitas serta hasil


pemeriksaan sesuai dengan formulir penelitian yang telah disiapkan.

2. Pengambilan bahan operasi/biopsi jaringan payudara dari penderita dalam


keadaan steril, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi larutan buffer
formalin selanjutnya dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Hasanuddin.

3. Pembuatan preparat jaringan.

a. Jaringan yang diambil pada saat biopsi difiksasi dengan buffer formalin 10%.

b. Sampel jaringan kemudian diletakkan kedalam kaset dan diinkubasi berturut-


turut dalam: formalin netral buffer 2 jam etanol 70% 30 menit, etanol 80%
30
30 menit, etanol 90% 30 menit, etanol 96% 30 menit, etanol 100% 30 menit,
etanol 100% dan xylene (1:1), Xylene 15 menit, paraffin 30 menit
(histoplast).

c. Jaringan kemudian ditanam (embedded) ke dalam paraffin cair lalu


didinginkan sampai paraffin memadat.

d. Paraffin yang berisi jaringan kemudian dipotong memakai microtome setebal


4 pm.

e. Irisan jaringan kemudian diletakkan di atas kaca preparat yang dilapisi


dengan L-polysine. Kaca preparat kemudian dicelupkan dalam air hangat 400
C. Preparat kemudian dikeringkan diatas hot plate bersuhu 600 C selama 1
jam. Penyimpanan dilakukan dalam suhu kamar.

4.6.4 Pembuatan Imunohistokimia ER/PR, HER2, Ki-67

a. Imunohistokimia dilakukan dengan menggunakan metode streptavidin-


biotin-peroksidase yang dilabel dengan streptavidin biotin (Dako,
Carpinteria, USA).

b. Sebelum proses pewarnaan, setiap sediaan preparat dideparafinisasi dengan


Xylene selama 15 menit dan direhidrasi dengan alkohol 100% dan alkohol
yang konsentrasinya diencerkan menjadi 90%, 80%, 70% dan 60% selama
masing-masing 10 menit.

c. Sediaan kemudian dicuci dengan H20 sebanyak 2 kali selama 5 menit dan
diinkubasi dengan larutan PBS selama 5 menit.

d. Selanjutnya, sediaan preparat diletakkan kedalam glass box yang berisi


citrate buffer kemudian dimasukkan ke dalam autoclave selama 15 menit
untuk dioptimalkan antigencity-nya.

e. Sediaan didinginkan pada suhu ruangan selama 1 jam, dan setelah


dikeringkan sebentar, jaringan diberi batas dengan menggunakan pap pen.
Sediaan dicuci dengan dH2O selama 5 menit dan PBS selama 5 menit
sebelum diinkubasi dengan hydrogen peroksidase 0,3% selama 15 menit.

31
f. Setelah endogenous peroksidasenya diblok, sediaan diinkubasi dengan
blocking solution selama 30 menit untuk memblok avidin yang terdapat pada
jaringan.

g. Kemudian, sediaan diinkubasi overnight pada suhu – 40 C dengan primer


Ki67 antibody yang diencerkan 1;100.

h. Sediaan dicuci lagi sebanyak 3 kali dengan dH2O sebelum diinkubasi dengan
secondary antibody dan streptavidin selama masing-masing 30 menit.

i. Untuk pewarnaan digunakan 3,3 diamino benzidine tetrahydrochloride


kurang lebih 10 menit sampai didapatkan reaksi pewarnaan yang dapat
dideteksi dengan pemeriksaan mikroskopis.

j. Setelah itu diwarnai lagi dengan hematoksilin untuk memperjelas inti sel
selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Sediaan
didehidrasi dengan menggunakan alkohol yang konsentrasinya dinaikkan
secara bertahap dari 70%, 80%, 90% sampai 100% selama masing-masing 2
menit. Setelah itu sediaan dicelupkan ke dalam xylane selama 5 menit.

k. Terakhir, sediaan diberi malinol sebelum ditutup dengan kaca penutup.

4.6.5 Interpretasi hasil imunohistokimia ER/PR, HER2, Ki-67

Interpretasi hasil pewarnaan Ki-67 dilakukan dengan melihat tingkat ekspresi

atau persentase kelompok sel yang terwarna dan intensitas pewarnaan. Persentase

didapatkan dari hasil penjumlahan sel yang positif pada seluruh lapangan pandang

sediaan tumor yang diperiksa dengan memakai mikroskop cahaya. Saat ini belum

terdapat sistem scoring yang baku, namun berdasarkan berbagai referensi, sistem scoring

yang lazim digunakan adalah sebagai berikut: Negatif (skor 0) bila sel positif <5% ;

Positif 1 (skor 1) bila sel positif berjumlah 5-25% ; positif 2 (skor 2) bila sel positif 26 –

75% ; dan positif 3 (skor3) bila sel positif > 75%.

32
4.7 A ALUR PENELITIAN

4.8 ANALISA DATA

Data dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelompok berpasangan yaitu kelompok

Luminal A, Luminal B, Her2 dan Triple Negatif dalam jaringan sebelum pemberian

kemoterapi standar berbasis Antrasiklin. Data kemudian dianalisa dengan menggunakan

uji statistik Chi Square, Univariat dan multivariate analysis.

33
4.9 ASPEK ETIS

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti meminta keterangan kelayakan etik dari


komisi etik penelitian biomedis pada manusia, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin. Kepada semua penderita dijelaskan maksud dan tujuan penelitian secara
lisan, kemudian diminta kesediaan serta persetujuan tertulis secara sukarela dan apabila
karena suatu alasan tertentu, penderita berhak mengundurkan diri dari penelitian.

34
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN

5.1.1. Jumlah Sampel

Selama jangka waktu penelitian mulai bulan Desember 2015 sampai bulan
Desember 2016 diperoleh data penderita kanker payudara yang dilakukan
kemoterapi neoadjuvan di divisi Bedah Onkologi Rumah Sakit dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar dan yang memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak
119 orang, terdiri dari yang responsif terhadap kemoterapi neoadjuvan sebanyak
80 (67,2 %) dan yang nonresponsif sejumlah 39 (32,8 %).

5.1.2. Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini didapatkan 119 sampel penderita kanker payudara, usia
termuda 29 tahun dan tertua 75 tahun, usia < 50 tahun 74 (62.2%). Untuk grading
histopatologis didapatkan tipe Low Grade 10 kasus (8,4%), Moderate Grade 76
kasus (63,9%) dan High Grade 33 (27,7%). Dari pemeriksaan panel
immunohistokimia didapatkan ER+ 74 (62,2%), PR+ 60 (50,4%), Her2+ 59
(49,6%), Ki-67+ 57(47.9%). Dari hasil pemeriksaan panel immunohistokimia
tersebut didapatkan subtipe luminal A 29 (24,4%), subtipe Luminal B 49 (41,2%),
Her2 25 (21%) dan Triple Negatif 16 (13,4%). Respons kemoterapi, yang
responsif terhadap kemoterapi neoadjuvan sejumlah 80 (67,2%). Karakteristik
sampel penderita kanker payudara dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

35
Tabel 1. Karakteristik sampel penderita Kanker Payudara yang menjalani
kemoterapi neoadjuvan
Karakteristik Jumlah (%)

USIA
≤ 50 74 (62,2%)
> 50 45 (37,8%)
GRADE
Low Grade 10 (8,4%)
Moderate Grade 76 (63,9%)
High Grade 33 (27,7%)
STADIUM
I 0 (0%)
II 0 (0%)
III A 11 (9,3%)
III B 108 (90,7%)
IV 0 (0%)
HISTOPATOLOGI
IDC 109 (91,5%)
ILC 7 (5,8%)
Adenoca musinosum 1 (0,8%)
Adenoca papiler 1 (0,8%)
Adenoca meduler 1 (0,8%)
IMMUNOHISTOKIMIA
ER 74 (62,2%)
PR 60 (50,4%)
HER2 59 (49,6%)
Ki-67 57 (47,9%)
SUBTYPE
Luminal A 29 (24,4%)
Luminal B 49 (41,2%)
Her2 25 (21%)
Triple Negatif 16 (13,4%)
REGIMEN ( NEO & ADJUVAN)
CAF/CEF 89 (74,7%)
TAC 22 (18,4%)
TA/TE 9 (7,5%)
RESPONS KEMOTERAPI
Responsif 80 (67,2%)
Nonresponsif 39 (32,8%)

36
5.1.3. Hubungan Usia dan respons kemoterapi neoadjuvan pada kanker
payudara.

Pada penelitian ini dianalisis pengaruh beberapa faktor klinikopatologis


terhadap respons kemoterapi neoadjuvan kanker payudara, karena beberapa faktor
klinikopatologis tersebut merupakan confounding factors yang mempengaruhi
variabel bebas dan variabel tergantung.

Tabel 2. Hubungan Usia dan Respons Kemoterapi pada Kanker Payudara

Respons Kemoterapi
USIA Total
Responsif Nonresponsif

≤ 50 48 (64,9%) 26 (35,1%) 74 (100%)

> 50 32 (71,1%) 13 (28,9%) 45 (100%)

Total 80 (67,2%) 39 (32,8%) 119 (100%)

2
chi-square X = 0.496 df = 1 p = 0,481 (p >0,05)

Analisis faktor usia pada penderita kanker payudara yang responsif

terhadap neoadjuvan kemoterapi berbasis anthrasiklin didapatkan usia ≤ 50 tahun

74 (62,2 %) dan usia > 50 tahun 45 (37,8%). Tetapi ternyata secara statistik tidak

ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok dengan nilai p = 0,481 (p>0,05).

Nilai crude odds ratio (COR) = 0,750 dengan interval kepercayaan atau 95%

confidence interval (95% CI) = (0,336-1,673). Ini berarti faktor usia bukan

merupakan faktor prediktif terhadap respons kemoterapi neoadjuvan berbasis

anthrasiklin.

37
5.1.4. Hubungan Grading dan respons kemoterapi neoadjuvan pada kanker

payudara.

Untuk mengetahui apakah grading berhubungan dengan respons


kemoterapi neoadjuvan berbasis anthrasiklin pada kanker payudara digunakan
analisis bivariat, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Grading dan Respons Kemoterapi pada Kanker
Payudara

Respons Kemoterapi
Grading Total
Responsif Nonresponsif

Low Grade 2 (20%) 8 (80%) 10 (100%)

Moderate Grade 51 (67,1%) 25(32,9%) 76 (100%)

High Grade 27 (81,8%) 6 (18,2%) 33 (100%)

Total 80 (67,2%) 39 (32,8%) 119 (100%)

2
chi-square X = 10,619 df = 1 p = 0,001 (p >0,05)

Analisis faktor grading, terdapat perbedaan respon kemoterapi antara

pasien dengan low grade 10 (8,4%), Moderate grade 76 (63,9%) dan high grade 33

(27,7%) pada penderita kanker payudara yang responsif terhadap neoadjuvan

kemoterapi berbasis anthrasiklin, dengan nilai p = 0,001 (p>0,05). Ini berarti

grading merupakan faktor prediktif terhadap respons kemoterapi neoadjuvan

berbasis anthrasiklin.

38
5.1.5. Profil Subtipe Intrinsik dan respons kemoterapi neoadjuvan pada
kanker payudara

Untuk mengetahui apakah Subtipe Intrinsik berhubungan dengan


respons kemoterapi neoadjuvan berbasis anthrasiklin pada kanker payudara
digunakan analisis bivariat, dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hubungan Subtipe dan Respons Kemoterapi pada Kanker
Payudara

Respons Kemoterapi
Subtipe Total
Responsif Nonresponsif

Luminal A 16 (55,2%) 13 (44,8%) 29 (100%)

Luminal B 30 (61,2%) 19 (38,8%) 49 (100%)

Her2 20 (80%) 5 (20%) 25 (100%)

Triple Negatif 14 (87,5%) 2 (12,5%) 16 (100%)

Total 80 (67,2%) 39 (32,8%) 119 (100%)

2
chi-square X = 7,014 df = 1 p = 0,008 (p >0,05)

Subtipe sangat berpengaruh terhadap respons kemoterapi pada kanker


payudara. Dari data diperoleh subtype Luminal A yang responsif 16 ( 55,2% ),
Luminal B yang responsif 30 (61,2%), subtipe HER2 yang responsif 20 (80%),
sedangkan subtipe triple negatif responsif 14 (87,5%). Secara statistik didapatkan
perbedaan bermakna antara berbagai kelompok subtipe terhadap respons
kemoterapi kanker payudara dengan nilai p = 0,008 (p>0,05).

39
Microphotographs menunjukkan pewarnaan pada nucleus pada tumor

dengan ER/PR positive dan Ki-67 positive, sedangkan pada Her2 positive

tampak pewarnaan pada membran sel.

ER- ER+

PR- PR+

HER2- HER2+

Ki67- Ki67+

Gambar 1. Microphotographs immunostaining dari ER, PR, HER2 dan Ki67 negatif dan

positif pada sampel kanker payudara

40
5.2. PEMBAHASAN

5.2.1. Usia
Dari penelitian ini didapatkan usia yang bervariasi, termuda usia 29 tahun
dan tertua 75 tahun dengan median usia 46 tahun dan sebaran usia < 50 tahun
sebanyak 74 (62.2%).
Secara global, pasien kanker payudara usia < 50 tahun sebanyak 33%,
sedangkan di Asia-Pacific 42%, Asia Tenggara 47%, dan Australia 21 %. Data
SEER di Amerika, pasien kanker payudara paling banyak usia 55 – 64 tahun
median usia 61 tahun.
Dari berbagai literatur secara umum usia penderita kanker payudara di
Asia lebih muda dibandingkan dengan Eropa maupun Amerika. Perbedaan ini
mungkin akibat dari faktor lifestyle, pola makanan atau ada gen tertentu yang
berhubungan dengan ras sehingga terjadi perbedaan usia penderita kanker
payudara tersebut.

5.2.2. Grading

Pada penelitian ini didapatkan; low grade 8,4%, moderate grade 63,9 %,
dan high grade 27,7%. Dari analisis chi square didapatkan nilai p = 0,001
(p>0,05), Ini berarti grading merupakan faktor prediktif terhadap respons
kemoterapi neoadjuvan berbasis anthrasiklin.

Grading histopatologi adalah faktor prognostik yang telah mapan.


Berbagai penelitian terbaru mengkonfirmasi pentingnya grading histopatologis
sebagai faktor prediktif dan faktor prognostik pada kanker payudara. Penelitian
Engstrøm (2013) selama 5 tahun pertama, grade 2 dan grade 3 memiliki prognosis
yang lebih buruk dibandingkan dengan grade 1.
Grading merupakan faktor independen untuk memprediksi pCR untuk
tumor luminal, stadium tumor klinis untuk HER2 seperti tumor dan usia untuk
yang triple negatif. Grading memberikan informasi independen untuk respon
klinis dalam kelompok triple negatif. Grading dan usia dapat mengidentifikasi

41
subkelompok dalam luminal dan pasien triple negatif yang memiliki manfaat dari
NACT (Houber et al, 2010).

5.2.3. Subtipe

Dari 119 pasien yang dilakukan pemeriksaan immunohistokimia,


didapatkan subtipe luminal A 24,4 %, luminal B 41,2 %, Her-2 21 % dan triple
negatif 13,4 %.
Minhao et al (2010), mendapatkan pasien luminal A 19,6%, luminal B
22,5%, HER2 17,6%, triple-negative 40,2%.
Cong Xue et al (2012), meneliti 5806 pasien kanker payudara di China,
mendapatkan distribusi luminal A 31,1 %, luminal B1 30,4 %, Luminal B2
(HER2+) 13,1 %, HER2 9 %, triple-negative 16,5%.
Carol parise (2014), penelitian pada 143.333 pasien kanker payudara
didapatkan luminal A 71.778 (50%) kasus, luminal B / HER2- 19.011 (13,3%)
kasus, luminal B / HER2 + 19.017 (13,3%) kasus, HER2+ 9.792 (6,8%) kasus.
dan triple negatif 18.724 (13%) kasus.
Reina Haque (2011) subtipe kanker payudara yang paling umum adalah
luminal A (66%), diikuti oleh basal-like (22%), HER2 (7%), dan luminal B (5%).

5.2.4. Subtipe dan respons kemoterapi

Subtipe sangat berpengaruh terhadap respons kemoterapi. Dari data


diperoleh Subtipe Luminal A yang responsif 55,2%. Subtipe luminal B 61,2%,
Subtipe HER2 responsif 80%, Subtipe triple negatif responsif 87,5%. Pada
analisis statistik didapatkan perbedaan bermakna antara berbagai kelompok
subtipe terhadap respons kemoterapi neoadjuvan pada kanker payudara dengan
nilai p = 0,008 (p>0,05).
Kemoterapi neoadjuvant pada kanker payudara memungkinkan untuk
menilai respons tumor pada berbagai subtipe intrinsik. Status ER, PR dan HER2

42
pada kanker payudara adalah penanda penting untuk pemilihan obat kemoterapi
(Ronde et al, 2010).

Penelitian Rouzier, mendapatkan angka respons lengkap patologis (pCR)


pada subtipe Basal-like sebesar 45%, Her-2 sebesar 45%, sedangkan luminal
memiliki tingkat pCR sebesar 6%, tidak ada pCR pada subtipe normal like.
Kanker payudara Subtipe basal-like dan HER2 lebih sensitif terhadap kemoterapi
neoadjuvant yang mengandung paclitaxel dan doxorubicin daripada subtipe
luminal dan normal like ( Rouzier et al, 2005).

Penelitian GeparTrio pada 2.072 pasien kanker payudara stadium lanjut


lokal yang meneliti respon klinis Setelah dua siklus kemoterapi dengan docetaxel,
doxorubicin dan siklofosfamid (TAC). Tingkat pCR keseluruhan sebesar 20,5%,
angka pCR tertinggi 57% diamati pada pasien di bawah 40 tahun dengan triple
negative atau tumor grade 3. Faktor prediktif untuk respon klinis dan pCR adalah:
usia muda, tumor non-T4, high grade, dan faktor prediktif tunggal yang terkuat
adalah status reseptor hormon. Grading merupakan faktor independen untuk
memprediksi pCR untuk tumor luminal, stadium tumor klinis untuk HER2 seperti
tumor dan usia untuk yang triple negatif. Grading memberikan informasi
independen untuk respon klinis dalam kelompok triple negatif. Grading dan usia
dapat mengidentifikasi subkelompok dalam luminal dan pasien triple negatif yang
memiliki manfaat dari NACT (Houber et al, 2010)

Meta-analisis pada 11.695 pasien kanker payudara dari 30 studi yang


memenuhi syarat, secara keseluruhan angka pCR adalah 18,9% (16,6-21,5%).
Subtipe tumor berhubungan dengan angka pCR (P <0,0001). Subtipe spesifik pCR
8,3% (6,7-10,2%) di HR + / HER2- [OR 1 / rujukan], 18,7% (15,0-23,1%) di
HER2 + / HR + [OR 2,6], 38,9% (33,2-44,9%) di HER2 + / HR- [OR 7.1] dan
31,1% (26,5-36,1%) di triple negative [OR 5.0]. pCR secara signifikan lebih
tinggi untuk HER2 + / HR- dibandingkan dengan subtipe triple negatif. Meta-
analisis ini memberikan bukti hubungan independen antara subtipe kanker
payudara dan pCR. Kemungkinan pCR yang tertinggi untuk triple negatif dan
HER2 subtipe + / HR- (Houssami et al, 2012).
43
Penelitian Luangdilok, respons lengkap patologis (pCR) pada subtipe
triple negatif sebesar 19.2%, Her-2 sebesar 24.2%, sedangkan tumor luminal A
sebesar 4.4% dan luminal B 9.7%.(14) Penelitian pada 102 pasien KPD, pCR
didapatkan pada16 (15,7%) pasien. (21) pCR sesuai dengan subtipe yang berbeda
adalah sebagai berikut: luminal A, 0 dari 20 (0%), luminal B, 2 dari 23 (8,7%),
HER2+ 4 dari 18 (22,2%), dan triple-negative, 10 dari 41 (24,4%) (p = 0,041).
(21)

Penelitian Yoshiya Horimoto et al (2014) yang melakukan penelitian pada


pasien kanker payudara, mendapatkan bahwa pasien luminal B Her2 negative
yang dilakukan kemoterapi mempunyai angka PCR 35% dan berhubungan dengan
disease free survival (Horimoto et al, 2014).

Penelitian Lips et al (2013), menemukan Grading histologis, ER, PR, dan


HER2 adalah faktor prediktif yang terbaik untuk respon kemoterapi pada kanker
payudara dan mengusulkan untuk melanjutkan penggunaan marker konvensional
tersebut ( Lips et al, 2013).

Penelitian Bhargava (2010), menyimpulkan bahwa kategorisasi berbasis


IHC tumor payudara dapat membantu memprediksi sejauh mana respon tumor
untuk NACT. Kekuatan prediksi kriteria IHC tampaknya mirip dengan analisis
ekspresi gen. IHC Semikuantitatif membantu dalam kategorisasi yang lebih baik
dari tumor payudara dari hasil positif atau negatif belaka. (bhargava et al, 2010).

5.3. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dari penelitian ini adalah : 1). Penelitian hanya dilakukan di

Bagian Bedah Onkologi FK-UNHAS/RS UNHAS/RSWS Makassar terhadap

penderita yang rawat inap sehingga populasi sampel tidak terlalu mencerminkan

populasi kota Makassar secara umum, 2) pada penelitian ini tidak ditemukan pCR

(pathological complete respons), hal ini yang bisa menjadi alasan sehingga hasil

yang didapatkan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian

44
sebelumnya. Sedangkan kekuatan penelitian ini adalah : 1) Menggunakan data

pasien yang tercatat dengan rapi sehingga penelitian dapat dilanjutkan untuk

mendapatkan data yang lebih besar. 2) Penelitian dapat dilanjutkan sampai

didapatkan data disease free survival dan overall survival.

45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Usia tidak berhubungan secara signifikan respons kemoterapi neoadjuvan

regimen berbasis Anthrasiklin pada kanker payudara.

2. Grading histopatologis berhubungan secara signifikan dengan respons

kemoterapi neoadjuvan regimen berbasis Anthrasiklin pada kanker

payudara.

3. Subtipe Intrinsik berhubungan secara signifikan dengan respons

kemoterapi neoadjuvan regimen berbasis Anthrasiklin pada kanker

payudara.

4. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa : Grading histopatologis dan

subtipe intrinsik merupakan faktor prediktif response kemoterapi pada

kanker payudara.

6. 2. SARAN-SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan :

1. Grading dan subtipe intrinsik perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

regimen kemoterapi pada kanker payudara, untuk mendapatkan hasil

pengobatan yang lebih baik dan mengurangi efek samping pengobatan

yang tidak perlu.

46
2. Perlu melanjutkan penelitian ini dengan tujuan akhir Disease Free Survival

(DFS) dan Overall Survival (OS) dari berbagai subtipe intrinsik pada

kanker payudara.

47
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, L. N. & Chow, E. K.-H. 2013. Mechanisms of chemoresistance in


cancer stem cells. Clinical and translational medicine, 2, 1-9.
Biesaga, B., Niemiec, J., Ziobro, M., Wysocka, J. & Kruczak, A. 2011.
Prognostic potential of topoisomerase IIα and HER2 in a
retrospective analysis of early advanced breast cancer patients
treated with adjuvant anthracycline chemotherapy. The Breast, 20,
338-350.
Cardoso, F., Bedard, P. L., Winer, E. P., Pagani, O., Senkus-Konefka, E.,
Fallowfield, L. J., Kyriakides, S., Costa, A., Cufer, T. & Albain, K. S.
2009. International guidelines for management of metastatic breast
cancer: combination vs sequential single-agent chemotherapy.
Journal of the National Cancer Institute, 101, 1174-1181.
Desantis, C., Siegel, R., Bandi, P. & Jemal, A. 2011. Breast cancer
statistics, 2011. CA: a cancer journal for clinicians, 61, 408-418.
Fountzilas, G., Dafni, U., Bobos, M., Kotoula, V., Batistatou, A., Xanthakis,
I., Papadimitriou, C., Kostopoulos, I., Koletsa, T. & Tsolaki, E. 2013.
Evaluation of the prognostic role of centromere 17 gain and
HER2/topoisomerase II alpha gene status and protein expression in
patients with breast cancer treated with anthracycline-containing
adjuvant chemotherapy: pooled analysis of two Hellenic
Cooperative Oncology Group (HeCOG) phase III trials. BMC
cancer, 13, 163.
Gong, C., Yao, H., Liu, Q., Chen, J., Shi, J., Su, F. & Song, E. 2010.
Markers of tumor-initiating cells predict chemoresistance in breast
cancer. PloS one, 5, e15630.
Gudkov, A. V., Zelnick, C. R., Kazarov, A. R., Thimmapaya, R., Suttle, D.
P., Beck, W. T. & Roninson, I. B. 1993. Isolation of genetic
suppressor elements, inducing resistance to topoisomerase II-
interactive cytotoxic drugs, from human topoisomerase II cDNA.
Proceedings of the National Academy of Sciences, 90, 3231-3235.
Howlader N, Noone A, Krapcho M, Neyman N, Aminou R, Waldron W,
et al. SEER Cancer Statistics Review, 1975–2008. Bethesda,
MD: National Cancer Institute; 2011. Also available online Last
ac. 2011:140-3.

48
V Wendy Setiawan, H.S.F., Brian E. Henderson 2006. Epidemiologi and
Risks factors; an update. In: GIANNI BONADONNA, G.N.H.,
PINUCCIA VALAGUSSA (ed.) textbook of Breast Cancer, a clinical
guide to therapy. Third ed. London and new york: Taylor & Francis.
Jemal, A., Bray, F., Center, M. M., Ferlay, J., Ward, E. & Forman, D.
2011. Global cancer statistics. CA: a cancer journal for clinicians,
61, 69-90.
Kaufmann, M., Hortobagyi, G. N., Goldhirsch, A., Scholl, S., Makris, A.,
Valagussa, P., Blohmer, J.-U., Eiermann, W., Jackesz, R. & Jonat,
W. 2006. Recommendations from an international expert panel on
the use of neoadjuvant (primary) systemic treatment of operable
breast cancer: an update. Journal of Clinical Oncology, 24, 1940-
1949.
Knoop, A. S., Knudsen, H., Balslev, E., Rasmussen, B. B., Overgaard, J.,
Nielsen, K. V., Schonau, A., Gunnarsdóttir, K., Olsen, K. E. &
Mouridsen, H. 2005. Retrospective analysis of topoisomerase IIa
amplifications and deletions as predictive markers in primary breast
cancer patients randomly assigned to cyclophosphamide,
methotrexate, and fluorouracil or cyclophosphamide, epirubicin,
and fluorouracil: Danish Breast Cancer Cooperative Group. Journal
of Clinical Oncology, 23, 7483-7490.
Lee, A., Lim, W., Moon, B.-I., Paik, N.-S., Koh, S.-H. & Song, J.-Y. 2011.
Chemotherapy response assay test and prognosis for breast
cancer patients who have undergone anthracycline-and taxane-
based chemotherapy. Journal of breast cancer, 14, 283-288.
Litviakov, N. V., Cherdyntseva, N. V., Tsyganov, M. M., Denisov, E. V.,
Garbukov, E. Y., Merzliakova, M. K., Volkomorov, V. V., Vtorushin,
S. V., Zavyalova, M. V. & Slonimskaya, E. M. 2013. Changing the
expression vector of multidrug resistance genes is related to
neoadjuvant chemotherapy response. Cancer chemotherapy and
pharmacology, 71, 153-163.
Press, M. F., Sauter, G., Buyse, M., Bernstein, L., Guzman, R., Santiago,
A., Villalobos, I. E., Eiermann, W., Pienkowski, T. & Martin, M.
2011. Alteration of topoisomerase II–alpha gene in human breast
cancer: association with responsiveness to anthracycline-based
chemotherapy. Journal of Clinical Oncology, 29, 859-867.

49
Rhodes, A. & Yip, C. 2011. Comparison of breast cancer in Indonesia
and Malaysia–a clinico-pathological study between Dharmais
Cancer Centre Jakarta and University Malaya Medical Centre,
Kuala Lumpur. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 12,
2943-2946.
Sparano, J. A., Goldstein, L. J., Childs, B. H., Shak, S., Brassard, D.,
Badve, S., Baehner, F. L., Bugarini, R., Rowley, S. & Perez, E.
2009. Relationship between topoisomerase 2A RNA
expression and recurrence after adjuvant chemotherapy for
breast cancer. Clinical Cancer Research, 15, 7693-7700.
Wahidin, M., Noviani, R., Hermawan, S., Andriani, V., Ardian, A. &
Djarir, H. 2012. Population-based cancer registration in
Indonesia. Asian Pac J Cancer Prev, 13, 1709-10.
Wilson, T., Longley, D. & Johnston, P. 2006. Chemoresistance in solid
tumours. Annals of oncology, 17, x315-x324.
Rottenberg S, Jonkers J. MEK inhibition as a strategy for targeting
residual breast cancer cells with low DUSP4 expression. Breast
cancer research 2012, 14:324.
Pagani, O., Senkus, E., Wood, W., Colleoni, M., Cufer, T., Kyriakides, S.,
et al. 2010. International Guidelines for Management of Metastatic
Breast Cancer: Can Metastatic Breast Cancer Be Cured? J Natl
Cancer Inst 102:456–463.
Ross, J.S. and Slodkowska, E.A. 2009. Circulating and Disseminated
Tumor Cells in the Management of Breast Cancer. Am J Clin Pathol
132:237-245.
Sledge, Jr G.W. 2006. Circulating Tumor Cells in Breast Cancer: BloodWill
Tell. Clin Cancer Res 12:6321-6322.
Smerage, J.B. and Hayes, D.F. 2006 The measurement and therapeutic
implications of circulating tumour cells in breast cancer. British
Journal of Cancer 94: 8–12.
Hayes, .D.F., Cristofanilli, M., Budd, G.T., Ellis, M.J., Stopeck, A., Miller,
M.C., et al. 2006. Circulating Tumor Cells at Each Follow-up Time
Point during Therapy ofMetastatic Breast Cancer Patients Predict
Progression-Free and Overall Survival. Clin Cancer Res12:4218-
4224

50
Nakagawa, T., Martinez, S.R., Goto, Y., Koyanagi, K., Kitago, M., Shingai,
T., Elashoff, D.A., Ye, X., Singer, F.R., Giuliano, A.E., and Hoon,
D.S.B. 2007. Detectionof CirculatingTumor Cells in Early-Stage
Breast Cancer Metastasis toAxillary Lymph Nodes. Clin Cancer Res
13:4105-4110.
Mano, M.S., and Awada, A. 2004. Primary chemotherapy for breast
cancer: the evidence and the future. Annals of Oncology 15: 1161–
1171.
Buzdar, A.U. 2007. Preoperative Chemotherapy Treatment of
Breast Cancer—A Review. Cancer ;110:2394–407.
ABRIAL, C., VAN PRAAGH, I., DELVA, R., LEDUC, B., FLEURY, J.,
GAMELIN, E., et al. 2005. Pathological and Clinical Response of a
Primary Chemotherapy Regimen Combining Vinorelbine,
Epirubicin, and Paclitaxel as Neoadjuvant Treatment in Patients
with Operable Breast Cancer. The Oncologist ;10:242–249.
Faneyte, I.F., Schrama, J.G., Peterse, J.L., Remijnse, P.L., Rodenhuis,
S. and van de Vijver, M.J. 2003. Breast cancer response to
neoadjuvant chemotherapy: predictive markers and relation
with outcome. British Journal of Cancer ; 88, 406 – 412
Carey, L.A., Metzger, R., Dees, E.C., Collichio, F., Sartor, C.I., Ollila,
D.W., et al. 2005. American Joint Committee on Cancer Tumor –
Node – Metastasis Stage After Neoadjuvant Chemotherapy and
Breast Cancer Outcome. J Natl Cancer Inst ; 97:1137–42.
Raina, V., Kunjahari, M., Shukla, N.K., Deo, S.V.S., Sharma,
A., Mohanti, B.K., Sharma, D.N. 2011. Outcome of combined
modality treatment including neoadjuvant chemotherapy of 128
cases of locally advanced breast cancer: Data from a tertiary
cancer center in northern India. Indian Journal of Cancer ; 48 : 80-
85.
Von Minckwitz, G., Sinn, H-P., Raab, G., Loibl, S., Blohmer, J-U.,
Eidtmann, H. 2009. Clinical response after two cycles compared to
HER2, Ki-67, p53, and bcl-2 in independently predicting a
pathological complete response after preoperative chemotherapy
in patients with operable carcinoma of the breast. Breast Cancer
Research ; 10:R30.
Fehm, T., Becker, S., Becker-Pergola, G., Karl Sotlar, K., Gebauer,
G., Dürr-Störzer, S., et al. 2006. Presence of apoptotic and
51
nonapoptotic disseminated tumor cells reflects the response
to neoadjuvant systemic therapy in breast cancer. Breast
Cancer Research ; 8:R60 (doi:10.1186/bcr1611)
Balasubramanian, P., Yang, L., Lang, J.C., Jatana, K.R., Schuller, D.,
Agrawal, A., Zborowski, M., and Chalmers, J.J. 2009. Confocal
images of circulating tumor cells obtained using a methodology and
technology that removes normal cells. Mol Pharm 6(5): 1402–1408.
Pierga, J-Y., Bonneton, C., Vincent-Salomon, A., de Cremoux, P., Nos,
C., Blin, N., Pouillart, P., Thiery, J-P., and Magdelenat, H. 2004.
Clinical Significance of Immunocytochemical Detection of Tumor
Cells Using Digital Microscopy in Peripheral Blood and Bone
Marrow of Breast Cancer Patients. Clin Cancer Res 10:1392-1400.
Riethdor, S., Fritsche, H., Muller, V., Rau, T., Schindlbeck, C., Rack, B., et
al. 2007. Detection of Circulating Tumor Cells in Peripheral Blood of
Patients with Metastatic Breast Cancer: A Validation Study of the
Cell Search System. Clin Cancer Res 13:920-928.

*****

52
hIiIX SIU NVIUIIJNII (I IONiId NVC I3 OIONXiII,Ifl NV}I I99N II
I

NI(IONNVSVH SVIISUIIAINN
NVUAIXOOiIX SVI'INXVC
NI((NNVSVH SVIISUIIAINN NIdSU
UVSSV}IVW O(IOSNHOUIONS NI(IHVAA'J(I dOSU
NVIVHIISIIX NVIU'IIINIId XIIfl iIIIhIOX
: ]BrJelar>laS npedral unrJoleJoqel 8unpa3 t I.relue
Sd''I I IU JN S :I) hI CU S A Nd IAVX NVV) S VAU NV'IVhIVT I' NX O SV)IVhI U VS
I 6 ZO . 9h

:uosred petuoJ xEC '€0I08/S IIr0'BSB0S8I7ZI80 IAJ.'d )l9ds'Cqd'pehtrr{"uerplnB rp.urrlessn8y IgtlBS-IIf6 :

roruoN zgo : noz /xrJgt^tox-gtdd / .tt's'v'e'vlg /


:lE88uPI LI\Z raqtila^oN gI
E^ qeq uE>lEleduahl rur uE8ua( Io>lotord uBBuaC uE8unqnqJag Sued uaun>lo0 uep Io>loloJd
r{Elal rur }nlrraq {rlg uEn nlasJad
Iololord oN 9LLOIOLIHN oN rosuodg
Io>lolord
Erueln qrlauad urppnJrreg dler,reurnd qerlpv'rp rosuodg IPEqIJd
Inpnl luennfpeoap rde;alouay uodsa; ue8uap >lrsurr]ul adgqn5 ueSunqng
rlrleuad
1nlue1 tunrpels erepnded Ja{ue>l rapuad.elr e}ruEm eped urHrseJlue srseqJaq
IE>IOI

Iololord rsra^ oN I 1e33ue1 rsra1 zT raqoDlo


LTOZ

rsra^ oN dsd I 1e33ue1 rsraA zl raqoulo


LTOZ
uerlrlauad 1edua1 JessB{ehl oposnqorlpnsulplqEfl\'rpdnsu

urB'l uaun{oo

mamag sruaf palduraxg n>lElraB eselN rsuan>laJc


zI0z Jaqua^oN sI ueln[uel ArarAaJ
palrpadxg redues
BI0Z raqrua^oN sI
preoqllnC leHEuel
>111fl Isttuox Enlax PtueN ueBu 1e33ue1
uErlrlauad 'rp'J(JoJd tuedrn5 'pE,sv
xc'ds''cs'hl (x)
uox.rsrI srJEleDIas EtueN 1e33ue1
uenrlouad >lrlg 'rp rurlBssnSv '1req4ng
xc'ds"o'qd"pan'trrl (x)
etueln nrlauad ueqr(earray
. ueluepuEruy ue4qeradua6 Io>loloJd {nlun tunleqas uen[n1as:ad Ip ue{rsEluatuatdurl
. a{ gVS ue;ode1 ue>1qaadua6 rsrruo;1 u]elep >lqg VZ uep ure[ tuelep rde43ualp Veq L ;ode1 uep UVS1S
Erxeln qrlauad qelalas elZL.luu ruplep uerodel erurJeuaur
. 9 derlas [uodar ssa-r8ord) uen[euray uerodel ue4qe;adua6 uep €3up o{rsal ueqrlauad {nlun uelnq
r{epual o>lrsal ueqrlauad {nlun unqelas deqas
uwodel ue4qeradua6l . rrq>1e qelatas rnDIEraq ueqrlauad
1o>1ord
. uep ue8uedruiluad ue4rodela6 Sued rn[nlasrp rdJ.locolo (uoqelour / uoqemap
ualnluelrp Sued uerntrered enruas rqntreuaW .
LAMPIRAN 1
MASTER DATA

DATA SAMPEL PENELITIAN INVASIF DUCTAL BREAST CANCER


2015-
ADLIAH PURNAWATY
2017

UM
IHC KI67 RESPONS KEMOTERAPI
UR SUB
N NAM NO PREPA GRA
EKS TYP T. T. KETER
O A CM RAT DING HER
THN ER PR PRE E AW AK % ANGA
2
SI AL HIR N
overe
4520 moder posi positi negat RESPON
1 AG 1766 50 xpres B 12 6 50
91 ate tif f ive S
i

overe
6189 moder nega negat Positi RESPON
2 RN 3134 68 xpres HER2 7 3 57
17 ate tive ive f S
i

overe TIDAK
6701 moder posi positi negat
3 HW 4682 55 xpres B 23 18 21 RESPON
80 ate tif f ive
i S

6270 moder nega negat Positi borde RESPON


4 NM 3662 42 HER2 9 5 44
86 ate tive ive f rline S

TIDAK
6951 moder posi positi negat
5 BD 3803 50 low A 15 12 20 RESPON
09 ate tif f ive
S

6389 moder nega negat Positi RESPON


6 DW 6947 37 low HER2 10 6 42
tive ive f S
77 ate

6079 moder posi positi negat RESPON


7 JM R.22 43 low A 10 5 50
tif f if S
08 ate
posi positi negat RESPON
6234
high B 8 4 50
8 NH 4910 60 high tif f if S
90

TIDAK
6124 moder nega negat Positi
9 NT 5126 37 low HER2 9 12 33 RESPON
72 ate tive ive f
S

6013 moder nega negat Positi 7+ TIDAK


10 SR 7206 38 low HER2 11 0
13 ate tive ive f nod RESPON
ul S

6577 moder nega positi negat RESPON


11 TM 7595 39 low A 6 2 67
10 ate tive f if S

6294 moder posi positi negat RESPON


12 OD 7584 59 high B 10 6 40
14 ate tif f if S

TIDAK
6753 moder posi positi negat
13 HL 193 40 high B 18 15 16 RESPON
8 ate tif f if
S

6454 moder posi positi negat RESPON


14 HA 180 58 low A 7 4 43
43 ate tif f if S

TIDAK
6057 moder posi positi negat
15 RS 226 40 low A 15 12 20 RESPON
84 ate tif f if
S

TIDAK
3943 moder posi positi negat
16 EH 415 33 low A 20 16 20 RESPON
63 ate tif f if
S

TIDAK
6136 moder nega negat Positi
17 SH 5032 39 high HER2 14 11 22 RESPON
78 ate tive ive f
S

6489 nega negat negat RESPON


18 HN 6412 35 high high 3N 10 5 50
54 tive ive if S

6669 moder posi negat RESPON


19 SA 230 53 neg high B 9 4 56
82 ate tif if S

6524 posi positi negat RESPON


20 NS 1051 55 high low A 10 3 70
41 tif f if S

TIDAK
6508 moder posi positi negat
21 SS 1052 45 high B 15 12 20 RESPON
20 ate tif f if
S

6481 moder posi positi Positi RESPON


22 PW 569 51 high B 11 6 46
63 ate tif f f S

TIDAK
6740 moder posi negat negat mode
23 MI 1023 55 A 12 10 17 RESPON
tif if if rate
87 ate
S

TIDAK
posi positi negat
6855 moder
24 BA 1263 61 high B 18 15 16 RESPON
tif f if
87 ate
S

posi positi negat low A 15 12 20 TIDAK


25 ST 6498 784 47 high
66 tif f if RESPON

TIDAK
6511 nega negat Positi
26 RI 1353 34 high low HER2 13 10 23 RESPON
27 tif if f
S

6551 posi positi negat borde RESPON


27 NW 1191 48 low A 25 19 60
16 tif f if rline S

6803 moder posi positi negat borde RESPON


28 PT 1610 60 A 11 7 36
87 ate tif f if rline S

6453 posi positi negat RESPON


29 NN 1366 63 high high A 9 4 56
45 tif f if S

TIDAK
6563 posi negat Positi
30 RT 1635 46 high high B 16 12 19 RESPON
74 tif if f
S

6581 moder nega negat Positi RESPON


31 SB 1790 38 high HER2 10 4 60
49 ate tif if f S

6550 posi positi negat RESPON


32 WE 1747 52 high low A 12 6 50
42 tif f if S

6543 posi positi negat RESPON


33 HD 1325 65 low high B 15 8 46
90 tif f if S

TIDAK
6001 posi negat Positi
34 KR 1866 53 high high B 12 10 17 RESPON
16 tif if f
S

TIDAK
6558 nega negat Positi
35 ES 1881 59 high high HER2 18 14 22 RESPON
69 tif if f
S

6585 posi positi negat RESPON


36 DL 1706 53 high high B 15 8 47
75 tif f if S

6581 posi negat Positi RESPON


37 MH 1703 53 high high B 10 6 40
05 tif if f S

TIDAK
6433 moder posi positi negat borde
38 HL 704 37 A 9 7 23 RESPON
70 ate tif f if rline
S

TIDAK
6366 moder nega negat Positi borde
39 KT 1748 36 HER2 17 15 12 RESPON
65 ate tif if f rline
S

40 HB 6565 1749 58 moder nega negat Positi high HER2 12 8 33 RESPON


08 ate tif if f S

TIDAK
5985 moder posi positi
41 SR 1475 41 2 high B 10 8 20 RESPON
22 ate tif f
S

TIDAK
6888 nega negat negat
42 MF 1970 58 low low HER2 13 10 23 RESPON
49 tif if if
S

5783 moder nega negat negat RESPON


43 RM 2010 38 high HER2 8 3 62
24 ate tif if if S

6371 posi positi Positi high B 10 4 60 RESPON


44 RN 2398 48 low
68 tif f f S

6649 moder posi negat negat RESPON


45 SA 2602 29 low A 8 4 50
46 ate tif if if S

TIDAK
6575 posi positi negat
46 CT 2465 42 low high B 18 15 16 RESPON
59 tif f if
S

6777 moder posi positi Positi RESPON


47 SI 912 49 high B 13 6 54
55 ate tif f f S

6104 posi positi negat RESPON


48 SM 2778 46 high high B 20 12 40
15 tif f if S

TIDAK
6124 moder posi positi negat
49 NR 2868 43 low A 11 9 18 RESPON
72 ate tif f if
S

6691 posi negat negat RESPON


50 DJ 2366 58 high high B 10 6 40
45 tif if if S

TIDAK
6930 posi negat Positi
51 HD 3380 75 high high B 19 16 15 RESPON
83 tif if f
S

6726 moder posi negat Positi RESPON


52 UP 3761 56 low B 10 4 60
12 ate tif if f S

6452 nega negat negat RESPON


53 SU 2026 49 high low 3N 15 8 46
90 tif if if S

TIDAK
6635 moder nega negat Positi
54 BE 568 47 high B 15 12 20 RESPON
19 ate tif if f
S

6153 moder posi positi Positi RESPON


55 AS 3578 38 low B 11 6 45
03 ate tif f f S
6110 moder posi positi Positi RESPON
56 ML 3433 42 high B 13 9 30
11 ate tif f f S

6162 nega negat Positi RESPON


57 FB 2325 45 low high HER2 12 8 33
63 tif if f S

6890 moder posi positi negat RESPON


58 RH 2595 57 high B 10 5 50
98 ate tif f if S

6750 moder posi negat negat high B 8 2 75 RESPON


59 IC 1332 54
67 ate tif if if S

6537 posi positi negat RESPON


60 MW 578 46 high high HER2 18 10 44
74 tif f ive S

7671 Posit Positi Positi RESPON


61 RC 772 41 low high A Tx Tx 45
05 if f f S

overe
6660 nega negat Positi RESPON
62 AH 490 37 low xpres HER2 Tx Tx 48
85 tive ive f S
i

overe
6721 nega negat negat RESPON
63 AK 1358 51 low xpres 3N 17 8 49
54 tive ive ive S
i

TIDAK
6424 nega negat Positi
64 AN 985 42 high low HER2 15 12 20 RESPON
33 tif if f
S

4520 moder posi negat negat RESPON


65 ANG 6553 50 high B 12 6 50
91 ate tif if if S

6317 moder nega negat Positi borde RESPON


66 AM 3112 36 HER2 5 3 40
48 ate tif if f rline S

TIDAK
6685 nega negat negat 11.
67 AS 674 56 low high 3N 9 8 RESPON
07 tif if if 1
S

TIDAK
6635 moder posi positi negat
68 BA 1530 46 high A 15 12 20 RESPON
19 ate tif f if
S

6855 moder posi negat negat RESPON


69 BU 6742 58 high B 8 4 50
87 ate tif if if S

6189 nega negat Positi borde RESPON


70 DG 113 68 high HER2 7 3 57
17 tif if f rline S

4610 moder posi positi negat TIDAK


71 HA 3341 43 low B 17 15 11
22 ate tif f if RESPON
S

6565 moder posi positi negat 64, RESPON


72 HA 4210 57 low B 14 5
08 ate tif f if 2 S

TIDAK
6185 nega negat negat
73 HAR 1167 37 high low 3N 15 12 20 RESPON
23 tif if if
S

6257 moder posi positi negat low B 7 0 100 RESPON


74 HAR 2129 40
49 ate tif f if S

6345 moder nega negat negat 52. RESPON


75 HAS 453 49 low 3N 17 8
41 ate tif if if 9 S

6454 moder posi positi negat 42. RESPON


76 HED 3890 58 low B 7 4
43 ate tif f if 85 S

TIDAK
6762 posi positi negat
77 IND 1755 49 high low B 13 10 23 RESPON
87 tif f if
S

6750 posi positi negat RESPON


78 ISO 665 54 high low A 8 2 75
67 tif f if S

6235 moder posi negat negat 36. RESPON


79 JUH 6167 47 high B 11 7
96 ate tif if if 3 S

TIDAK
6563 moder posi positi negat 18.
80 KAR 380 37 low B 16 13 RESPON
66 ate tif f if 75
S

3+N #V TIDAK
6001 moder posi positi negat
81 KOR 456 48 low B 18 ODU AL RESPON
16 ate tif f if
L UE! S

6537 posi positi negat 44. RESPON


82 MAN 554 46 high low B 18 10
74 tif f if 4 S

6581 posi positi negat 47. RESPON


83 MAR 332 54 high low B 13 7
05 tif f if 15 S

6888 moder posi positi negat 38. RESPON


84 MF 448 58 low B 13 8
49 ate tif f if 46 S

nega negat negat 26. RESPON


6755
85 MEL 1190 52 high low 3N 15 11
25 tif if if 66 S

TIDAK
posi positi negat 22.
5940 moder
86 MIN 4590 34 low B 9 7 RESPON
tif f if 22
95 ate
S

nega negat negat low 3N 12 7 41. RESPON


87 MUJ 6491 1145 39 moder
69 ate tif if if 67 S

9+N #V TIDAK
6110 moder posi positi negat
88 MUR 1428 41 low A 13 ODU AL RESPON
11 ate tif f if
L UE! S

2353 posi positi Positi 66. RESPON


89 MR 224 40 high high B 15 5
33 tif f f 67 S

6740 moder nega positi negat high B 25 10 60 RESPON


90 MUT 119 52
87 ate tif f if S

- TIDAK
6124 moder nega negat Positi borde
91 NAR 220 41 HER2 9 12 33. RESPON
72 ate tif if f rline
33 S

6389 moder nega negat Positi borde 55. RESPON


92 NOR 4551 47 HER2 9 4
93 ate tif if f rline 55 S

6406 nega negat Positi borde 53. RESPON


93 NUR 556 48 high HER2 15 7
48 tif if f rline 33 S

6524 moder posi positi negat RESPON


94 NI 117 51 low B 10 3 70
41 ate tif f if S

TIDAK
6254 moder posi positi negat
95 NRL 2896 34 low B 10 8.5 15 RESPON
81 ate tif f if
S

6270 moder posi positi negat 44. RESPON


96 NUR 675 42 low B 9 5
86 ate tif f if 44 S

6294 moder nega negat negat RESPON


97 OND 2390 59 low 3N 10 6 40
14 ate tif if if S

6803 moder posi positi negat 37. RESPON


98 PTM 451 58 low A 8 5
87 ate tif f if 5 S

TIDAK
6481 moder posi positi Positi 16.
99 PAT 3301 51 high B 12 10 RESPON
63 ate tif f f 66
S

10 6563 nega negat Positi borde 45. RESPON


RAH 3290 46 high HER2 11 6
0 74 tif if f rline 45 S

nega negat negat RESPON


10 6457 moder
low 3N 20 10 50
RAI 762 48
tif if if S
1 13 ate
nega negat negat 46. RESPON
10 6441 moder
low 3N 15 8
RAS 1289 67
tif if if 66 S
2 78 ate
posi positi negat low A 10 4 60 RESPON
10 RAT 6371 209 48 moder
3 68 ate tif f if S

10 5919 nega negat Positi borde RESPON


RAW 3893 44 high HER2 16 12 25
4 45 tif if f rline S

10 6511 posi positi negat RESPON


RE 2098 33 high low A 12 6 50
5 27 tif f if S
10 6149 nega negat negat 45. RESPON
RL 546 45
high low 3N 11 6
6 70 tif if if 45 S

TIDAK
10 6890
RUH 341 58 moder posi positi Positi
high B 10 8 20 RESPON
7 98
ate tif f f
S
10 6770
SAB 255 37 moder posi positi negat 35. RESPON
8 09 low A 14 9
ate tif f if 71 S
10 6581
SAE 6755 38 moder posi positi negat RESPON
9 49 low A 10 4 60
ate tif f if S

NOD
11 6013 TIDAK
SAR 478 41 moder nega negat Positi borde UL
0 13 HER2 11 RESPON
ate tif if f rline BAR
S
U
11 6215
SH 636 62 moder nega negat negat RESPON
1 87 low 3N 12 5 50
ate tif if if S
11 6452
SR 556 49
moder nega negat negat 46. RESPON
2 90 low 3N 15 8
ate tif if if 66 S
11 6669
SAH 987 52
moder posi positi negat 55. RESPON
3 82
low A 9 4
ate tif f if 55 S
11 6153
SIT 4598 39
4 03 moder posi positi negat RESPON
low A 4 2 50
11 6498 ate tif f if S
SUH 562 47
5 66 posi positi negat 45. RESPON
high low A 11 6
11 6508 tif f if 45 S
SUS 7865 51
6 20 moder nega negat negat 42. RESPON
low 3N 7 4
11 6577 ate tif if if 85 S
TEM 878 35
7 10 posi positi Positi 66. RESPON
high high B 6 2
11 6456 tif f f 66 S
MR 675 32
8 65 moder posi positi negat 30. RESPON
low A 13 9
11 6491 ate tif f if 7 S
MJU 7890 39
9 69
moder nega negat negat 41. RESPON
high 3N 12 7
ate tif if if 6 S
LAMPIRAN 1

Statistics
UMUR GRADING ER PR HER2 Ki-67 SUBTYPE RESPONS
N Valid 119 119 119 119 119 119 119 119

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Frequency
Table
UMUR
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent

Valid <= 50 74 62.2 62.2 62.2

> 50 45 37.8 37.8 100.0

Total 119 100.0 100.0

GRADING
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t
Vali LOW GRADE 10 8.4 8.4 8.4
d
MODERATE 76 63.9 63.9 72.3
GRADE

HIGH GRADE 33 27.7 27.7 100.0

Total 119 100.0 100.0

ER
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Valid POSITIF 74 62.2 62.2 62.2

NEGATIF 45 37.8 37.8 100.0

Total 119 100.0 100.0

PR
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t

Valid POSITIF 60 50.4 50.4 50.4

NEGATIF 59 49.6 49.6 100.0

Total 119 100.0 100.0

HER2
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t

Valid POSITIF 59 49.6 49.6 49.6

NEGATIF 60 50.4 50.4 100.0

Total 119 100.0 100.0

Ki-67
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t
Valid POSITIF 57 47.9 47.9 47.9

NEGATIF 62 52.1 52.1 100.0

Total 119 100.0 100.0

SUBTYPE
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t
Valid LUMINAL A 29 24.4 24.4 24.4

LUMINAL B 49 41.2 41.2 65.5


HER2 25 21.0 21.0 86.6

TRIPLE 16 13.4 13.4 100.0


NEGATIF

Total 119 100.0 100.0

RESPONS
Frequency Percent Valid Cumulative
Percen Percent
t
Valid RESPONSIF 80 67.2 67.2 67.2

NONRESPON 39 32.8 32.8 100.0


SIF

Total 119 100.0 100.0

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percen N Percen


t t
UMUR * RESPONS 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0
%
GRADING * RESPONS 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0
%
SUBTYPE * RESPONS 119 100.0% 0 0.0% 119 100.0
%

Crosstab
RESPONS Total

RESPONS NONR
IF ESPO
NSIF
UMUR <= 50 Count 48 26 74

% within UMUR 64.9% 35.1% 100.0%

% of Total 40.3% 21.8% 62.2%

> 50 Count 32 13 45

% within UMUR 71.1% 28.9% 100.0%

% of Total 26.9% 10.9% 37.8%

Total Count 80 39 119

% within UMUR 67.2% 32.8% 100.0%

% of Total 67.2% 32.8% 100.0%

Symmetric Measures
Value Asymp. Approx Approx. Sig.
Std. Errora . Tb

Interval by Interval Pearson's R -0.065 0.090 -0.699 .486c

Ordinal by Ordinal Spearman -0.065 0.090 -0.699 .486c


Correlation
N of Valid Cases 119
a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for UMUR (<= 0.750 0.336 1.673


50/>50)
For cohort RESPONS = 0.912 0.710 1.172
RESPONSIF
For cohort RESPONS = 1.216 0.699 2.115
NONRESPONSIF
N of Valid Cases 119

GRADING * RESPONS

Crosstab

RESPONS Total

RESPONS NONR
IF ESPO
NSIF
GRADING LOW GRADE Count 2 8 10

% within GRADING 20.0% 80.0% 100.0%

% of Total 1.7% 6.7% 8.4%


MODERATE Count 51 25 76
GRADE
% within GRADING 67.1% 32.9% 100.0%

% of Total 42.9% 21.0% 63.9%

HIGH GRADE Count 27 6 33

% within GRADING 81.8% 18.2% 100.0%

% of Total 22.7% 5.0% 27.7%

Total Count 80 39 119

% within GRADING 67.2% 32.8% 100.0%

% of Total 67.2% 32.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp.
Sig. (2-
sided)
a
Pearson Chi-Square 13.313 2 0.001
Likelihood Ratio 12.967 2 0.002

Linear-by-Linear Association 10.619 1 0.001

N of Valid Cases 119

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.28.

Symmetric Measures

Value Asymp. Approx Approx. Sig.


a b
Std. Error .T

Interval by Interval Pearson's R -0.300 0.084 -3.402 .001c


Ordinal by Ordinal c
Spearman -0.286 0.085 -3.233 .002
Correlation
N of Valid Cases 119

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value
a
Odds Ratio for GRADING
(LOW GRADE /
MODERATE GRADE)

a. Risk Estimate statistics cannot be computed.


They are only computed for a 2*2 table without
empty cells.

SUBTYPE * RESPONS

Crosstab

RESPONS Total

RESPONS NONR
IF ESPO
NSIF
SUBTYPE LUMINAL A Count 16 13 29

% within SUBTYPE 55.2% 44.8% 100.0%


% of Total 13.4% 10.9% 24.4%

LUMINAL B Count 30 19 49

% within SUBTYPE 61.2% 38.8% 100.0%

% of Total 25.2% 16.0% 41.2%

HER2 Count 20 5 25

% within SUBTYPE 80.0% 20.0% 100.0%

% of Total 16.8% 4.2% 21.0%

TRIPLE Count 14 2 16
NEGATIF % within SUBTYPE 87.5% 12.5% 100.0%

% of Total 11.8% 1.7% 13.4%

Total Count 80 39 119

% within SUBTYPE 67.2% 32.8% 100.0%

% of Total 67.2% 32.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp.
Sig. (2-
sided)
a
Pearson Chi-Square 7.550 3 0.056
Likelihood Ratio 8.143 3 0.043

Linear-by-Linear Association 7.014 1 0.008

N of Valid Cases 119

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.24.
Symmetric Measures

Value Asymp. Approx Approx. Sig.


Std. Errora . Tb

Interval by Interval Pearson's R -0.244 0.081 -2.719 .008c

Ordinal by Ordinal Spearman -0.242 0.083 -2.695 .008c


Correlation
N of Valid Cases 119

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value
a
Odds Ratio for SUBTYPE

(LUMINAL A / LUMINAL B)

a. Risk Estimate statistics cannot be computed.


They are only computed for a 2*2 table without
empty cells.
Lampiran 4

CURRICULUM VITAE

A. Data Pribadi

1. Nama : Adliah Purnawaty

2. Tempat/Tgl lahir : Ujungpandang, 28 Oktober 1980

3. Alamat : Komplek Kodam Gunung Sari, cokonuri,

no.38. makassar

4. Status Sipil : Pernah Menikah

B. Riwayat Pendidikan

a. Pendidikan Formal:

 Tamat SD tahun 1993 di SD Mangkura I, Makassar.

 Tamat SLTP tahun 1996 di SMP Islam Athirah, Makassar

 Tamat SLTA tahun 1999 di SMA Negeri 2, Makassar.

 S-1 Kedokteran Umum tahun 2004 di Universitas Muslim

Indonesia, Makassar.

 Profesi Dokter Umum tahun 2006 di Universitas Muslim

Indonesia, Makassar.

b. Pendidikan Non Formal : -


C. Riwayat Pekerjaan

 Pekerjaan : Dokter PNS Kabupaten Bantaeng, Sulawesi-

Selatan.

 NIP : 19801028 20100101

 Jabatan : Dokter Umum RS Kabupaten Bantaeng

Anda mungkin juga menyukai