Anda di halaman 1dari 3

Memaknai Kemerdekaan Hakiki

Oleh : Rindyanti Septiana S.Hi

(Pegiat Literasi Islam Medan)

Indonesia merayakan hari kemerdekaan sudah 74 tahun namun masih menyisakan banyak
pekerjaan rumah. Baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan pertahanan
keamanan. Kondisi politik kian miris. Saling berebut simpati rakyat untuk raih puncak
kekuasaan. Tadinya lawan, tapi karena kepentingan menjadi kawan.

Hingga pertemuan demi pertemuan dilakukan pimpinan partai politik guna lakukan rekonsiliasi.
Dimaksudkan untuk mendapatkan jatah kursi menteri. Politik ‘nasi goreng’ pun ikut meramaikan
rekonsiliasi antara dua pimpinan partai politik.

Saat ini nominal utang Indonesia menjulang hingga menyentuh angka Rp 4.418 triliun pada
2018. Pemerintah berdalih semua itu dilakukan untuk memastikan pembangunan dan pelayanan
terhadap masyarakat dapat dijamin oleh negara.

“Pertambahan utang adalah hasil dari keseluruhan desain kebijakan fiskal kami. Ini agar
masyarakat miskin bisa dilindungi ketika ekonomu terkena guncangan.” Ujar Sri Mulyani. Hal
itu dibenarkan karena pemerintah turut menggunakan utang untuk berbagai proyek infrastruktur.
Dikutp dari cnnindonesia.com, (15/2/19).

Isu radikalisme dan intoleransi masih terus disulut. Sementara tafsir radikalisme dan intoleransi
seringnya menyasar ke arah pihak yang dianggap lawan. Seperti contoh, kasus beberapa siswa di
salah satu sekolah yang mengibarkan bendera tauhid. Langsung diinvestigasi dan memungkinkan
menjadi benih radikalis.

Pertahanan dan kemanan juga menjadi perkara yang serius di negeri ini. Ini jelas terjadi, di saat
kelompok kriminal bersenjata yang menewaskan beberapa orang aparat kepolisian di Papua. Hal
tersebut menjadi insiden buruk bagi bangsa. Namun sayang, penyelesaian yang dilakukan belum
menunjukkan hasil yang signifikan untuk kemananan wilayah tersebut. Inikah arti sebuah
kemerdekaan?

Menurut wikipedia, kemerdekaan adalah disaat suatu negara meraih hak kendali penuh atas
seluruh wilayah bagian negaranya. Namun apakah saat ini hal itu terwujud pada negeri ini jika
dilihat dari defenisi menurut wikipedia.

Misal dalam penjajahan ekonomi melalui pemberian utang. Ketika ekonomi sudah dipegang
maka politik juga akan dipegang. Jadi kita tidak dapat sepenuhnya mengatur negara ini sesuai
kehendak kita karena ada ketergantungan terhadap pemberi pinjaman.
Suatu negara dapat dikatakan merdeka secara hakiki apabila kemerdekaan tersebut terjadi secara
menyeluruh dalam semua pilar-pilarnya. Kemerdekaan tersebut bukan hanya dalam konteks
Negara semata tetapi juga individu dan masyarakat yang menjadi pengisi sebuah Negara.

Sedangkan dalam konteks masyarakat, kemerdekaan adalah ketika mereka tidak lagi menjadi
pengekor pola pikir, budaya dan bahkan agama para penjajah. Kita dapat menjadikan masyarakat
Madinah sebagai contoh masyarakat yang merdeka secara hakiki.

Setelah Rasulullah Saw hijhrah ke Madinah, beliau mulai menata masyarakat di sana dengan
kehidupan yang Islami, jauh berbeda dengan sebelumnya. Semula persatuan masyarakat
dibangun di atas landasan kesukuan yang sangat rapuh dan sering memunculkan pertikaian di
sana-sini. Kemudian diubah menjadi berlandaskan agama yang kokoh dan memunculkan
ketentraman dan kedamaian. Budaya yang semula mengikuti budaya jahiliyah warisan nenek
moyang yang dipenuhi takhayyul dan khurafat diganti menjadi budaya yang Islami, rasional dan
bernilai luhur.

Maka menuju kemerdekaan hakiki kita membutuhkan perubahan. Perubahan itu selalu
membutuhkan dua hal, yaitu gagasan dan aktor. Gagasan itu meliputi ide dan metode
operasional. Di dalam ide itu ada akidah. Hal ini sudah dirumuskan, dan tentu dikembalilkan
pada visi dan misi, yaitu ingin mewujudkan tatanan masyarakat yang Islami.

Tetapi ide saja belum cukup, karena belum bisa diterapkan dan dipertahankan. Jika tidak ada
metode operasionalnya. Maka metode operasional dibutuhkan secara mutlak. Perubahan itu
membutuhkan master plan, atau rancangan induk tentang sistem politik, ekonomi, sosial,
pendidikan, peradilan, politik dalam dan luar negei.

Namun itu juga belum cukup, dibutuhkan juga roadmap (peta jalan) yang menggariskan langkah-
langkah ke sana. Master plan dan road map juga tidak mampu berjalan sendiri. Dibutuhkan aktor
yang menjadi faktor penentu perubahan.

Merindukan kemerdekaan hakiki sejatinya diarahkan pada perubahan yang hakiki pula. Dan hal
itu dapat terwujud jika penghambaan pada manusia diarahkan menuju pada penghambaan Allah
semata.

Bagi umat Islam tentunya saja meneladani Rasulullah Saw, tidak hanya sebagai Nabi dan Rasul
namun juga sebagai seorang kepala negara yang menerapkan aturan Allah dalam berbagai
kebijakannya. Karena umat Islam meyakini hanya dengan menjalankan aturan Allah sajalah
mereka akan menjadi umat yang maju, terbaik dan tidak akan bisa dijajah oleh Negara manapun.
Sebagaimana yang dijanjikan Allah di dalam Al-qur’an :

“…dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh
Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu. Maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.”(QS An-Nur :55)

Ibnu Katsir mengatakan ; ayat ini adalah janji dari Allah kepada Rasulullah Saw, bahwa Dia
akan menjadikan umatnya sebagai penguasa di muka bumi. Yakni umat Islam akan menjadi
pemimpin atas bangsa-bagsa lain. Saat itulah seluruh negri akan mendapatkan kesejahteraan dan
semua manusia tunduk kepada mereka.

Anda mungkin juga menyukai