Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Poetika Vol. 1 No.

1, Juli 2013

DOMINASI PENGUASA KOLONIAL TERHADAP BUMIPUTRA


DALAM SURAT KERAJAAN PONTIANAK ABAD KE-19:
ANALISIS PASCAKOLONIAL

Bagus Kurniawan
Sastra Indonesia UNS
Jln. Ir Sutami No 36-A Kentingan Surakarta
Email: singawardhana@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini mencoba menguraikan adanya dominasi penguasa kolonial terhadap rakyat
terjajah yang terdapat dalam karya sastra Melayu klasik, terutama surat kerajaan. Surat kerajaan yang
dijadikan sebagai objek kajian dalam tulisan ini adalah surat Kerajaan Pontianak yang dikirim oleh
Pangeran Syarif Abu Bakar Al Qadri kepada J.F. Walrave van Nes, tanggal 16 Mei 1847. Di dalam surat
tersebut terindikasi adanya ketimpangan hubungan antara subjek dengan objek. Penguasa kolonial
memiliki kekuatan untuk mengatur dan mendominasi rakyat bumiputra. Relasi yang terjadi antara
pihak Kerajaan Pontianak dengan penguasa kolonial bukanlah relasi yang memiliki posisi tawar politik
yang sama, tetapi Kerajaan Pontianak bertindak sebagai pihak yang terdominasi secara politik maupun
ekonomi. Oleh sebab itu, surat Kerajaan Pontianak tersebut akan dianalisis melalui teori poskolonial
untuk melihat sebuah gambaran literer mengenai kondisi masa kolonialisme Kerajaan Pontianak pada
abad ke-19.
Kata Kunci: kolonialisme, dominasi, surat kerajaan, poskolonial

Abstract
Process of colonialism in a long archipelago led to a number of colonial domination colonizers against the
colonized. It can be seen in the classical Malay literature. Slightly, it is different from the concept of literature in the
modern sense, in the sense of classical Malay literature, including royal scripts as a literary work. Therefore, the local
royal scripts archipelago in the 18th century period 19th addressed to the colonial power are a classical Malay literature
to inform the colonial domination of the colonized people. As such, this paper outlines the dominance of colonial powers
against colonized peoples contained in the classical Malay literature, especially the royal letter. Royal scripts that serve as
the object of study in this paper is a letter sent Pontianak Royal Prince Syarif Abu Bakar Al Qadri to JF Walrave van
Nes, dated May 16, 1847. The script indicates the inequality relationship between the subjects with the object. Colonial
authorities have the power to regulate and dominate the native people. Relations between the Kingdom of Pontianak
with no colonial power relations that have the same bargaining power politics, and the Kingdom of Pontianak act as a
party dominated politically, and economically. Therefore, the Pontianak Kingdom of the letter will be analyzed through
postcolonial theory to see a picture of the condition of literary colonialism Kingdom of Pontianak in the 19th century.

Keywords: colonialism, domination, royal scripts, postcolonial

Pendahuluan Cina pada permulaan abad ke-15. Kawasan ini


Kawasan Asia Tenggara memainkan merupakan sumber rempah-rempah, terutama
peran penting antara abad ke-15 sampai dengan lada yang menarik minat bangsa Spanyol berlayar
abad ke-17 dalam bidang perdagangan rempah- ke Amerika dan ke Filipina, serta orang Portugal
rempah. Perluasan perniagaan global abad ke-16 berlayar ke India sampai Asia (Reid, 2004: 3).
yang panjang, sangat memengaruhinya sebagai Mengembangkan alur pemikiran di atas,
sumber rempah-rempah yang dibutuhkan oleh dapat disimpulkan salah satu daerah tujuan
dunia internasional dan kawasan maritim yang bangsa Barat adalah Asia Tenggara. Oleh karena
melintang di sepanjang rute perdagangan. Asia itu pada umumnya, bangsa-bangsa di Asia
Tenggara merupakan kawasan yang paling Tenggara pernah mengalami penjajahan, kecuali
dipengaruhi oleh lonjakan aktivitas maritim Thailand (Lapian, 1975: 2). Sebagai salah satu

30
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

negara yang terletak di Asia Tenggara, Indonesia, bekerja melemahkan kekuatan negeri terjajah
mengalami penjajahan mulai abad ke-18 dianalisis dengan menggunakan teori kritik
sampai pertengahan abad ke-20. Dalam kurun sastra pascakolonial. Oleh sebab itu, praktik-
waktu itu, bangsa Indonesia terpengaruh oleh praktik kolonial yang mencerminkan dominasi
bangsa kolonial pada berbagai dimensi. Kontak terhadap negeri terjajah dapat diuraikan. Selain
masyarakat bumiputra dengan kaum kolonialis itu, analisis sastra pascakolonial diharapkan
Belanda tercermin di dalam dunia kesusastraan. mampu menjembatani pemahaman teks dengan
Kasus-kasus semacam itu terdapat dalam dua dimensi kesejarahannya sehingga pembaca dapat
periode kesusastraan, yakni dalam sastra lama memaknai teks dari dimensi pascakolonial.
dan sastra modern. Pada kesusastraan modern, Dari sisi pernaskahan, objek kajian
kehidupan zaman kolonial dicerminkan oleh berupa naskah satu halaman berukuran 40,1 x
sastrawan-sastrawan yang berasal dari kaum 32 cm, 37 baris. Kertasnya merupakan kertas
terpelajar hasil Politik Etis Belanda. Sebagai Eropa yang agak tebal. Tinta yang digunakan
contoh, sastrawan-sastrawan seperti, M. berwarna hitam. Tulisan di dalam surat cukup
Yamin, Abdul Moeis, Marah Rusli, Soewarsih jelas, namun karena teksnya terlalu panjang,
Djojopuspito, dan Sutan Takdir Alisjahbana kelihatan padat dan sesak. Keadaan naskah
merupakan para sastrawan yang mengenyam masih baik, hanya pada beberapa bagian sudah
pendidikan Belanda. Pada sisi yang lain, pada terdapat bercak-bercak coklat, misalnya pada
khazanah sastra lama di Indonesia, gambaran bagian atas dan bawah surat. Tidak ada cap
kehidupan zaman kolonial ditulis oleh pujangga- kertas. Stempel terletak di bagian atas sisi kanan,
pujangga istana maupun penyalin naskah yang sejajar dengan awal teks. Bahannya dari lilin
mengalami kontak dengan kehidupan zaman merah, tidak kelihatan tulisan di atasnya. Kepala
kolonial. surat terletak di tengah sisi atas, dengan tulisan
Salah satu produk sastra lama yang biasa. Surat berisi penjelasan beserta keluhan
merefleksikan adanya situasi kolonial adalah yang penjang dan berbelit-belit tentang imbalan
surat-surat Melayu abad ke-18—19. Di dalam yang semestinya diterima negeri Pontianak dari
isi surat pada zaman itu menggambarkan pemerintah Belanda untuk hasil-hasil negeri.
kehidupan politik, budaya, ekonomi penguasa Imbalan itu tidak cukup untuk menutupi
lokal terikat pada penguasa kolonial. Dengan keperluan pemerintah Pontianak, tambahan
kata lain, ada keterpaksaan, keterikatan, dan lagi sebagian uang tidak mau diserahkan oleh
mungkin juga ketertundukan penguasa lokal Residen Belanda (Mu’jizah, 2009: 215).
terhadap penguasa kolonial yang direfleksikan Surat dari Kerajaan Pontianak itu
oleh surat-surat kerajaan pada masa itu. Asumsi tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden
itu didasari bahwa adanya kontak antara dengan kode naskah Cod. Or. 2242-II (33). Oleh
penguasa kolonial dengan penguasa lokal Mu’jizah (2009), naskah surat itu telah digunakan
seringkali melahirkan timbulnya pertentangan sebagai bahan disertasi yang berjudul Iluminasi
antara kekuatan dominan dengan pihak terjajah. dalam Surat-Surat Melayu Abad ke-18 dan ke-19.
Oleh karena itu, di dalam tulisan ini akan Oleh karena itu, suntingan teks dalam tulisan
dibahas bagaimana ketimpangan hubungan ini menggunakan suntingan Mu’jizah (2009).
antara penguasa kolonial dan penguasa lokal Dengan demikian, langkah-langkah penelitian
terefleksikan di dalam teks surat-surat kerajaan. filologis yang seharusnya dilakukan seperti
Objek kajian tulisan ini adalah surat studi katalog, inventarisasi naskah, transliterasi
yang dikirim Pangeran Syarif Abu Bakar Al naskah tidak dilakukan di dalam penelitian ini.
Qadri kepada J.F. Walrave van Nes, tanggal
16 Mei 1847. Dominasi kolonial di dalam teks Hubungan Dikotomis Barat-Timur
yang mencerminkan dimensi-dimensi apa Hubungan antara Barat dan Timur
saja dan sejauh mana dominasi kolonial itu merupakan hubungan yang bersifat dikotomis.

31
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

Melalui dikotomi tersebut, Barat selalu yang terbangun kemudian adalah peradaban
diidentifikasikan sebagai ras yang unggul, kuat, Eropa merupakan suatu kreativitas brilian yang
cerdas, dan superior. Di lain pihak, Timur orisinal dan tidak terbangun di atas peradaban
distereotipkan sebagai bangsa yang lemah, lama (Islam), serta tidak mengenal batas ruang
bodoh, dan inferior. Tipe-tipe hubungan tersebut dan waktu. Oleh karena itu, peradaban Eropa
juga didukung oleh tesis Said (2001: 7) yang adalah peradaban ideal yang menjadi teladan
menyatakan hubungan antara Barat dan Timur bagi peradaban lain dan mewakili peradaban
adalah hubungan kekuatan dominasi, hubungan dunia (Hanafi, 2000: 131).
berbagai derajat hegemoni yang kompleks. Paradigma kolektif bangsa Barat terhadap
Selanjutnya, terdapat sebuah konsep “Timur” Timur senantiasa berkembang dari waktu ke
ditimurkan tidak hanya karena ia didapati dalam waktu. Termasuk pula dalam hal ini ketika
keadaan “bersifat Timur”, tetapi ia juga dapat bangsa Barat (Eropa) tengah mengalami masa
dijadikan Timur. Berdasarkan pendapat tersebut, transisi ke arah era industri modern. Berbagai
dapat diambil sebuah simpulan bahwa terdapat politik kepentingan dikampanyekan untuk
ukuran-ukuran yang konseptual-ideologis mendukung upaya imperialisme Barat terhadap
dalam mendefinisikan konsep geopolitik Barat dunia Timur. Sebagaimana yang dikemukakan
dan Timur. Namun, perlu juga dikemukakan oleh Michael Doyle (dalam Said, 1995: 14)
konsep yang mendikotomi konsep Barat dan imperium adalah suatu hubungan, formal
timur itu melalui konfigurasi yang diciptakan ataupun informal, dengan kondisi suatu negara
oleh Barat. Artinya, seperangkat sistem yang menguasai kedaulatan politik efektif dari suatu
digunakan untuk memetakan Barat dan Timur masyarakat politik lainnya. Hal itu bisa dicapai
dikonstelasikan melalui prasangka, kepribadian, dengan paksa melalui kolaborasi politik, melalui
ukuran, paradigma, dan ego Barat. Oleh karena ketergantungan ekonomi, sosial, atau budaya.
itu, dikotomi Barat dan Timur merupakan Tentu saja, pola-pola hubungan tersebut
konsep geopolitik yang diciptakan oleh Barat dikonstruksi oleh logika kolektif masyarakat
untuk memisahkan ego Barat dengan Timur Eropa terhadap dunia Timur.
yang disebut dengan the other (sang lain). Adanya kesadaran baru Eropa yang
Mobilisasi dikotomi yang dikembangkan mengidentifikasi ego Eropa sebagai ras yang
bangsa Barat berkaitan erat dengan kesadaran unggul dibandingkan Timur memosisikan Barat
baru Eropa. Gagasan identitas ego Eropa dapat berdiri dengan gagah sebagai pemimpin
sebagai identitas yang lebih unggul dibandingkan dunia. Kepemimpinan yang dikembangkan Barat
dengan semua bangsa dan budaya non-Eropa dapat meliputi berbagai dimensi seperti politik,
merupakan paradigma kolektif (Said, 2001: sosial, ekonomi, bahkan dalam peradaban. Oleh
9). Adanya kesadaran ego Eropa mengenai karena itu, terdapat hegemoni gagasan-gagasan
keunggulannya dalam segala hal terhadap Eropa mengenai dunia Timur yang mengulangi
dunia Timur juga menimbulkan pengingkaran- pernyataan mengenai keunggulan Eropa atas
pengingkaran terhadap sejumlah sumber- keterbelakangan Timur sehingga menutup
sumber peradaban Eropa yang berasal dari peluang adanya pandangan-pandangan yang
tradisi Islam. berbeda mengenai masalah ini dari pemikir-
Citra tentang keunggulan peradaban pemikir yang lebih independen (Said, 2001: 9).
Eropa dan pelabelan bangsa Timur sebagai kaum Jatuhnya pusat perdagangan Eropa di
inferior pada akhirnya telah menjadi bagian Konstantinopel pada tahun 1453 ke penguasa
kolektif yang menyatu dalam struktur berpikir Islam turut serta mendorong pelaut-pelaut
bangsa Barat. Akibatnya, timbul pandangan egois Eropa untuk mencari jalan baru ke dunia Timur
dari bangsa Barat yang memosisikan peradaban India dan kepulauan rempah-rempah Nusantara
Barat sebagai peradaban teladan bagi seluruh (Djafaar, 2007: 17 dan Ratna, 2008: 3). Hal itu
dunia dan Eropa adalah pusat dunia. Imaji disebabkan sejak jatuhnya Konstantinopel

32
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

ke penguasa Islam, pasokan rempah-rempah oleh Loomba (2003: 4) yang menyatakan


menjadi tersendat sehingga mengakibatkan kolonialisme modern tidak hanya mengambil
harga rempah-rempah di pasaran Eropa upeti, harta benda, dan kekayaan dari negeri-
melonjak. Untuk mengatasi hal itu, bangsa Barat negeri jajahan. Akan tetapi, kolonialisme juga
berusaha mencari daerah penghasil rempah- mengubah struktur perekonomian mereka,
rempah. menarik negeri-negeri jajahan ke dalam
Usaha bangsa Eropa (Barat) mencari hubungan yang kompleks dengan negara-
daerah penghasil rempah-rempah dimulai negera induk sehingga terjadi arus manusia dan
pada abad ke-16 ketika dimulainya petualangan sumber daya alam antara negara-negara koloni
pelaut-pelaut Eropa ke dunia Timur. Kredo dengan negara kolonialnya. Arus ini bekerja
yang dipakai saat itu adalah misi kekayaan, dua arah. Bahan-bahan produksi, yaitu berupa
kejayaan, dan pemberadaban bangsa Timur. bahan mentah, tenaga kerja diangkut untuk
Penaklukan Timur oleh Barat dalam pandangan mendukung proses produksi negara induk. Oleh
ego Eropa bukanlah suatu upaya barbar, tetapi karena itu, dapat disimpulkan ke arah mana pun
sebuah upaya untuk membawa negara terjajah manusia dan material itu mengalir, keuntungan-
dari masa prasejarah ke masa sejarah, dari keuntungannya selalu mengalir ke negara induk.
kegelapan menuju cahaya, dan dari tiada menuju Kolonialisme dalam pandangan Loomba
ada (Hanafi, 2000: 162). Sepihak dengan (2003: 2) menolak adanya sebuah proses identik
pendapat Hanafi di atas, Gramsci (Pozzolini, dalam berbagai bagian dunia yang berbeda. Akan
2006: 154) memercayai bahwa setiap negara tetapi di lain pihak, di mana pun kolonialisme
penjajah menyatakan kebijakan kolonialnya tumbuh selalu terjadi hubungan-hubungan yang
selalu membawa peradaban bagi negara terjajah. paling kompleks dan traumatis dalam sejarah
Hal itu bertolak belakang dengan kondisi manusia antara para penduduk bumiputra
yang sesungguhnya, proses yang tampak dari dengan para pendatang baru. Proses membentuk
usaha-usaha bangsa Barat lebih mencerminkan sebuah komunitas dalam negeri baru tentu
penaklukan dan terjadi demi perhitungan berarti membubarkan atau membentuk kembali
ekonomi, bukan demi misi pemberadaban. komunitas-komunitas yang sudah ada di negeri-
Konsep tersebut merupakan pandangan negeri jajahan. Selain itu terjadi praktik-praktik
yang penuh bias kultural, suatu usaha untuk termasuk perdagangan, penjarahan, negosiasi,
bersembunyi dari dalih penjajahan perang, pembunuhan, perbudakan, dan juga
Kolonialisme diartikan sebagai pemberontakan. Melanjutkan pendapat di
penaklukan dan penguasaan atas tanah dan atas, dapat ditarik sebuah pengertian bahwa
harta penduduk asli oleh penduduk pendatang. kolonialisme mengakibatkan timbulnya efek-
Dalam membentuk permukimam baru, terjadi efek tertentu terhadap penduduk bumiputra.
hubungan yang kompleks dan traumatik dalam Kolonialisme tidak akan terlepas dari sebuah
sejarah antara penduduk lama dengan pendatang upaya perampasan harta benda maupun suatu
baru. Kadang-kadang, pembentukan koloni bentuk dominasi-dominasi kebudayaan. Efek-
baru ini ditandai dengan usaha membubarkan efek yang ditimbulkan akibat praktik-praktik
dan membentuk kembali komunitas–komunitas kolonialisme itu dapat terlacak melalui dunia
yang sudah ada dengan melibatkan politik- tekstual, termasuk dalam pengertian ini dunia
politik perdagangan, penjarahan, pembunuhan karya sastra.
massal, perbudakan, dan pemberontakan Studi-studi sastra akan memainkan peran
(Loomba, 2003: 2). Sistem penguasaan ini kunci dalam proses penyampaian nilai-nilai
umumnya ditandai dengan kewajiban daerah- Barat kepada pihak bumiputra, mengonstruksi
daerah koloni membayar pajak atau upeti kepada budaya Eropa sebagai kebudayaan unggul,
kerajaan pusat. dan sebagai ukuran untuk nilai-nilai manusia
Gagasan di atas kembali dipertajam sehingga berguna untuk mempertahankan

33
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

pemerintahan kolonial (Loomba, 2003: 113). mulai menggunakan senapan yang diisi peluru
Selain itu, kesusastraan dan budaya sama sekali di bagian belakang, mauser, kapal perang
tidak antitesis terhadap lingkungan politis, tetapi bertenaga uap, dan hasil-hasil militer lain
sentral terhadapnya. Kesusastraan bandingan dari suatu perekonomian industri. Pada saat
mengakui adanya interaksi yang mendalam dari itu, sebagian besar negara-negara praindustri
berbagai literatur dan budaya itu terorganisasi Indonesia hanya dapat melawan dengan tekat
secara hierarkis, dan asumsi sentralnya adalah dan senjata-senjata api yang kuno. Beberapa
Eropa berada di pusat dunia. Berkaitan dengan penguasa kerajaan-kerajaan yang masih merdeka
uraian di atas, kesusastraan pada masa kolonial berusaha memperbaiki perimbangan itu dengan
merupakan elemen penting sehingga pantas jalan membeli persenjataan modern, tetapi
untuk ditelaah dalam memahami wacana- mereka jarang sekali dapat menyamai kekuatan
wacana kolonial. militer angkatan perang penjajah untuk waktu
yang lama.
Kolonialisasi Belanda ke Kerajaan Pontianak Kenyataan historis menunjukkan pada
Dalam masa separo pertama abad ke-19, masa itu armada militer pemerintah kolonial
Belanda mulai meluaskan kekuasaannya ke pulau- Hindia-Belanda merupakan armada yang kuat
pulau luar selain Jawa, dan kekuatan-kekuatan sehingga mempunyai pengaruh yang cukup
Eropa yang lain mulai membuat tuntutan masing- besar di Semenanjung Sumatra. Dengan
masing terhadap Asia Tenggara (Cowan, 1970: kekuatan militer yang lebih kuat dibanding
30). Kebanyakan usaha Belanda tidak bertujuan kerajaan-kerajaan di Nusantara tersebut,
untuk kolonisasi, tetapi lebih dititikberatkan pemerintah kolonial Hindia-Belanda selalu
pada perjanjian-perjanjian yang menyebabkan menerapkan dominasi politiknya menjadi pola
penguasa lokal menyerahkan wilayah-wilayah subjek-objek.
kekuasaannya kepada pemerintah kolonial, serta Di dalam teks adanya ketertundukkan
menyerahkan perhubungan luar kepada Belanda. penguasa lokal terhadap penguasa kolonial
Dengan demikian, terciptalah kemungkinan terlihat melalui sikap Pangeran Syarif Abu
untuk menarik kawasan-kawasan ini ke dalam Bakar Al Qadri dari Kerajaan Pontianak.
kekuasaan Belanda sehingga Belanda dapat Penguasa Kerajaan Pontianak itu secara sadar
melarang adanya arus perdagangan dari kapal menempatkan dirinya beserta kerajaannya
asing selain milik pemerintah kolonial Hindia- sebagai daerah taklukan yang mengakui
Belanda. Di antara tahun 1843 sampai 1863 kekuasaan pemerintah koolonial Belanda di
sebanyak lima puluh dua perjanjian telah dibuat Batavia dan pemerintah pusat Kerajaan Belanda.
dengan kerajaan-kerajaan Kalimantan, Sulawesi, Atas ketertundukan itu, secara sadar pula
dan pulau-pulau sebelah Timor. Pangeran Syarif Abu Dakar al Qadri beserta
Menurut Ricklefs (1991: 201), pada kerajaannya merasa membutuhkan perlindungan
seperempat terakhir abad XIX perimbangan Kerajaan Belanda. Segala hal yang berkaitan
kekuatan militer berubah secara menentukan dengan kehidupan pemerintah Kerajaan
terhadap kerajaan-kerajaan Nusantara yang Pontianak diatur berdasarkan kebijaksanaan
masih merdeka, dan inilah yang memungkinkan dan kearifan Belanda dan pemerintah kolonial.
berlangsungnya tahap terakhir perluasan Situasi itu terlihat di dalam kutipan berikut.
kekuasaan Belanda. Pada zaman kapal layar
yang terbuat dari kayu dan senapan yang diisi “Bahwa ini waraqat al ikhlas wa tuhfat al
peluru dari moncong larasnya, kesenjangan di jinas yang terbit daripada hati yang putih
lagi suci serta jernih, maka disertakan
bidang teknologi militer antara bangsa Eropa dengan beberapa tabik dengan segala
dan kerajaan-kerajaan di Nusantara tidak begitu hormat selamat begitu banyak yaitu
besar. Akan tetapi, keadaan mulai berubah daripada Paduka Pangeran Syarif Abu
ketika kekuatan penjajah yang berkembang Bakar Al Qadri Pontianak Ibn Almarhum

34
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

Sri Paduka Sultan Syarif Qasim Al Qadri diterapkan oleh penguasa kolonial terhadap
Pontianak senantiasa berlindungkan kerajaan lokal merupakan sistem-sistem dagang
dirinya di bawah keadilan dan peliharaan yang menguntungkan pemerintah kolonial.
Sri Paduka Maharaja Nederland dan
Gupernemen Olanda serta Sri Paduka Salah satu perjanjian dagang yang diungkapkan
Yang Dipertuan Besar Gubernur Jenderal secara eksplisit di dalam teks adalah perjanjian
punya keadilan dan peliharaan pada kita yang dilakukan pada tangga 13 Juli 1823 (baris
sampai punya zuriat-zuriat yang muta’akhir 4). Perjanjian tersebut mengakibatkan hasil-
di dalam negeri Pontianak, maka barang
disampaikan Tuhan seru sekalian alam hasil negeri Kerajaan Pontianak dijual kepada
jua kiranya datang ke hadapan manjelis pemerintah kolonial. Akan tetapi, sesuai dengan
Sri Paduka yang maha bangsawan lagi politik ekonominya, Belanda membeli barang-
setiawan yaitu sahabat kita Tuan Mister barang itu dengan harga terlampau murah
Johan Frederik Walrave van Nes Raad van
India terhiasi dengan bintang mahaduri sehingga uang hasil penjualan hasil-hasil negeri
singa Nederland serta bersemayam di Kerajaan Pontianak tidak dapat digunakan
negeri Betawi” ( Surat kode Cod. Or. untuk mencukupi kebutuhan. Inilah suatu
2242-II (33), baris 1). bukti sistem-sistem ekonomi yang diterapkan
hanya menguntungkan pihak pemerintah
Ketertundukan politik yang terlihat dalam kolonial sedangkan negeri terjajah (Kerajaan
kutipan di atas ternyata juga mengimplikasikan Pontianak) mengalami kerugian. Dengan
situasi keterjajahan kepada Kerajaan Pontianak demikian, kebijakan ekonomi yang diterapkan
menjadi semakin kompleks. Jika sebelumnya mengindikasikan adanya ketimpangan dominasi
ketertindasan politik hanya berada pada subjek-objek.
taraf kehilangan kemerdekaan politik, maka
situasi semakin parah karena penguasa Dominasi Ekonomi
Kerajaan Pontianak juga merasa sebagai Telah disinggung sebelumnya bahwa
wilayah yang dipelihara dan dilindungi oleh sistem-sistem ekonomi yang diterapkan
pemerintah kolonial. Artinya, keterpeliharaan penguasa kolonial terhadap kerajaan jajahan
yang dieksplisitkan oleh penguasa Kerajaan tidak menggunakan prinsip kesejajaran. Strategi
Pontianak itu mencakup pula pada keterikatan ekonomi yang diterapkan kepada Kerajaan
dan ketergantungan politik-ekonomi kepada Pontianak misalnya, selalu menciptakan
penguasa kolonial. Dengan kata lain, tidak ada kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan
posisi tawar yang kuat pada penguasa Kerajaan bagi Kerajaan pontianak. Tercatat di dalam teks
Pontianak dalam menghadapi kebijakan- bahwa sejak tahun 1819 Kerajaan Pontianak
kebijakan politik dan ekonomi penguasa kolonial telah melakukan perjanjian pedagangan dengan
meskipun sadar akan adanya suatu kerugian. penguasa kolonial. Tepatnya tanggal 12 Januari
Jadi, keberlangsungan kehidupan Kerajaan 1819 telah ditandatangai sebuah perjanjian
Pontianak sangat ditentukan oleh kebijakan- antara Komisaris Mayor Nahuijs dengan
kebijakan pemerintah kolonial pada zaman itu. Pangeran Ratu Syarif Abu Bakar (baris 33).
Sesuai dengan yang telah dikemukakan Sistem perdagangan yang diterapkan seperti
sebelumnya bahwa ketertundukan penguasa itu merupakan sistem yang diwariskan oleh
lokal makin terasa kuat karena penguasa Kerajaan VOC. Pada abad ke-18, VOC memiliki hak-
Pontianak terikat pada sistem-sistem ekonomi hak khusus seperti membentuk tentara sendiri,
yang diterapkan oleh penguasa kolonial. Hal mencetak uang, mengadakan perjanjian dagang,
ini berarti terlihat adanya pengubahan sistem memaklumatkan perang dan damai sehingga
perekonomian pada Kerajaan Pontianak yang VOC mirip dengan layaknya sebuah negara yang
disesuaikan untuk memberikan keuntungan berdaulat di tanah jajahan (Boxer, 1983: 11).
pada penguasa kolonial. Yang patut diingat Setelah keruntuhan VOC pada abad ke-18, tanah
dalam hal ini ialah sistem ekonomi yang jajahan diperintah langsung oleh pemerintah

35
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

Kerajaan Belanda. Sejak saat itu, pemerintah apa jika kebijakan yang dilakukan oleh Residen
kolonial Hindia-Belanda meneruskan usaha Baron van Lijnden itu merupakan perintah
penguasaan rempah-rempah oleh VOC di langsung dari pemerintah kolonial di Batavia.
Nusantara.
Dominasi ekonomi yang kuat “Paduka Tuan Residen Baron van Lijnden
memosisikan Kerajaan Pontianak tidak dia kata mau lihat lagi buku-buku. Kita
bilang, janganlah Tuan tahankan uang kita
mendapatkan keuntungan dari perdagangan dua belas setengah rupiah, jikalau dengan
dengan pemerintah kolonial Belanda. Terlihat perintah Gubernemen Nederland apa
di dalam teks bahwa hasil-hasil negeri boleh buat. Paduka Tuan Residen Baron
Pontianak tidak dihargai dengan semestinya. van Lijnden dia kata, Bukan perintah
Gupernemen. Kita bilang siapa punya
Ada hal yang lebih tidak adil dilakukan oleh perintah. Paduka Tuan Residen Baron van
pemerintah kolonial terhadap Kerajaan Lijndden dia kata, mau lihat buku-buku
Pontianak. Adakalanya pengiriman hasil-hasil juga” (Cod. Or. 2242-II (33)).
negeri Pontianak tidak sesuai dengan jumlah
yang harus dibayarkan karena harus dikenakan
pemotongan-pemotongan (baris 10). Tentu Inferioritas Kerajaan Pontianak
saja hal ini merupakan produk kebijakan yang Di dalam teks surat, terdapat dominasi
diambil secara sepihak. Hal itu sekaligus juga yang mengakibatkan suatu permasalahan yang
merupakan sebuah bukti bahwa penguasa kompleks, yaitu munculnya inferioritas Kerajaan
kolonial memerankan subjek sedangkan rakyat Pontianak terhadap penguasa kolonial. Secara
terjajah sebagai objek. politik, Kerajaan Pontianak mengakui kekuasaan
penguasa kolonial atas negeri Pontianak. Secara
“Syahdan 5 dari bulan Januari tahun nyata, situasi itu dieksplisitkan oeh Pangeran
1833 kita dapat perintah dengan misti Syarif Abu Bakar Al Qadri Pontianak yang
daripada paduka Tuan s-y t-y-r residen menyebutkan kerajaannya senantiasa berlindung
besar setelah barat Pulau Borneo kasih
perintah dengan misti potong dua di bawah keadilan dan peliharaan Sri Maharaja
ratus 200 rupiah kehidupan kita kurnia Nederland dan Gupernemen Olanda (baris 1).
Gupernemen Nederland kepada kita Melalui pernyataan tersebut dapat dikatakan
setengah perak setengah tembaga di bahwa secara sadar penguasa Kerajaan Pontianak
dalam satu-satu bulan kasihkan kepada
sanak orang enam ini perkara terlalu sakit mengakui bahwa mereka merupakan negeri
kita punya kehidupan. Maka kita tulis jajahan. Konsekuensi dari situasi tersebut adalah
kepada Gupernemen Nederland serta Sri mereka terikat pada atuiran-aturan kolonial yang
Paduka Yang Dipertuan Besar Gubernur sangat ketat. Di dalam bidang ekonomi, mereka
Jenderal Jan Chretien Baud yang telah lalu
di Betawi” ( Cod. Or. 2242-II (33)). diharuskan menjual hasil-hasil negeri Pontianak
hanya kepada Belanda, sedangkan dalam bidang
Penderitaan ekonomi rakyat terjajah semakin politik mereka dikebiri. Apa pun yang menjadi
parah karena ada kecurangan-kecurangan kebijakan pemerintah kolonial, bagi Kerajaan
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat kolonial. Pontianak harus dipatuhi, bahkan pengurangan
Akan tetapi, dapat dikatakan juga bahwa sikap- bayaran sebesar Rp12,5 tanpa alasan yang jelas
sikap pejabat kolonial yang curang itu sebagai pun tidak menjadi masalah asalkan kebijakan
keangkuhan karena pejabat kolonial itu tidak itu diambil berdasarkan kebijakan pemerintah
menyerahkan sebagian uang kepada Kerajaan kolonial di Batavia.
Pontianak. Seperti halnya yang dilakukan oleh
Residen Baron van Lijnden yang tidak mau “Paduka Tuan Residen Baron van Lijnden
dia kata mau lihat lagi buku-buku. Kiota
menyerahkan uang sebesar Rp12,5 karena suatu bilang, janganlah Tuan tahankan uang kita
alasan yang tidak jelas. Namun, pihak Kerajaan dua belas setengah rupiah, jikalau dengan
Pontianak juga tidak akan dapat berbuat apa- perintah Gubernemen Nederland apa

36
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

boleh buat. Paduka Tuan Residen Baron serta kita punya orang-orang tiada
van Lijnden dia kata, Bukan perintah berdagang sehidupnya kita dengan kurnia
Gupernemen. Kita bilang siapa punya Gupernemen Nederland lima ratus rupiah
perintah. Paduka Tuan Residen Baron van setengah perak setengah tembaga saban-
Lijnden dia kata, mau lihat buku-buku saban bulan sebab kita rasa...” (Cod. Or.
juga.” (Cod. Or. 2242-II (33)) 2242-II (33).

Situasi di atas menandakan bahwa pada Pada akhirnya, sikap-sikap penguasa lokal
aspek-aspek tertentu, Kerajaan Pontianak sudah terhadap pemerintah kolonial menjadi rendah
mengalami sebuah fase inferioritas. Kerajaan diri. Apabila sebelumnya dijelaskan bahwa
Pontianak merasa pihak mereka sebagai pihak Kerajaan Pontianak merupakan daerah yang
yang lebih rendah disandingkan dengan pihak dilindungi dan dipelihara oleh penguasa kolonial,
kolonial walaupun di dalam teks, pihak Kerajaan maka selanjutnya ide itu diaktualisasikan dengan
Pontianak menganggap pemerintah kolonial pengubahan sistem ekonomi yang menggaji
sebagai sahabat mereka. Akan tetapi, realisasi pejabat-pejabat tradisional menjadi pegawai
hubungan persahabatan yang dieksplisitkan kolonial. Oleh karena itu, hal ini mengindisikan
di dalam teks tidak mencerminkan hubungan rakyat terjajah makin lemah. Pada tingkat
persahabatan yang terjalin berdasarkan asas selanjutnya, di dalam teks inferioritas itu
kesejajaran. Persahabatan pemerintah kolonial dieksplisitkan dengan posisi tawar politik yang
dengan Kerajaan Pontianak tidak lebih dari rendah dan menyebut diri sebagai orang miskin
hubungan dominatif. Dominasi penguasa di hadapan Belanda. Situasi ini berarti ada
kolonial di dalam teks diaktualisasikan dengan ketergantungan yang nyata antara pihak terjajah
menyebut pejabat kolonial yang bernama dengan penguasa kolonial.
Johan Frederik Walrave van Nes Raad sebagai
mahabangsawan. Dengan kata lain, pejabat “Sebab itulah kita pohonkan kepada
kolonial yang disebut itu merupakan bangsawan Gupernemen Nederland serta Sri
Paduka Yang Dipertuan Besar Gubernur
tertinggi di negeri-negeri jajahan, melebihi Jenderal serta Sri Paduka sahabat kita
bangsawan lokal. punya peliharaan dan keadilan kepada
Aparatur penguasa lokal seringkali kita sampai kepada kita punya zuriat-
digunakan Belanda sebagai agen kolonial untuk zuriat yang muta’akhhir di dalam negeri
Pontianak tetapi kita harap kepada Sri
menggerakkan rakyat bekerja demi keuntungan Paduka sahabat kita jangan buat kecil hati
kolonial (Darban, 1990: 5). Perubahan sistem sebab permintaan kita yang miskin ini
ekonomi kerajaan yang menempatkan penguasa adanya. Lain tiada melainkan tabik dengan
lokal tersebut menjadi pegawai kolonial turut segala hormat yang diperbanyak-banyak
kepada Sri Paduka sahabat kita jua adanya,
mengondisikan inferioritas penguasa lokal. tammat al kalam.” (Cod. Or. 2242-II (33))
Sebagai contoh, di dalam teks dikatakan bahwa
Kerajaan Pontianak setiap bulan mendapatkan Kesimpulan
uang dari pemerintah kolonial sebesar lima ratus Setelah melakukan analisis terhadap naskah
rupiah. Hal ini mengindikasikan kehidupan surat kode Cod. Or. 2242-II (33) diperoleh
kerajaan sangat tergantung oleh kebijakan kesimpulan bahwa dominasi penguasa kolonial
pemerintah kolonial karena pihak kerajaan tidak tidak hanya terdapat pada satu dimensi, tetapi
diperkenankan untuk berdagang. terlihat pada beberapa dimensi yang lain. Melalui
perjanjian dagang misalnya, penguasa kolonial
“....satu menantu laki-laki, serta kita mampu menekan penguasa tradisional melalui
punya cucu-cucu enam belas, sepuluh
laki-laki, enam perempuan, serta kita dua dimensi, yaitu dimensi ekonomi dan politik.
punya kemenakan-kemenakan, serta Adanya keterkaitan perjanjian perdagangan
dua anak pelihara laki-laki sudah beristri mengakibatkan Kerajaan Pontianak mengalami
cucu Sultan Muhammad Zainal Abidin,

37
Jurnal Poetika Vol. 1 No. 1, Juli 2013

dua hal yang sangat mengikat. Pertama, hasil- Hanafi, Hassan. 2000. Oksidentalisme: Sikap Kita
hasil negeri Pontianak dimonopoli oleh penguasa Terhadap Tradisi Barat. Diterjemahkan oleh
kolonial. Hal ini berarti negeri Pontianak terikat M. Najib Buchori. Jakarta: Paramadina.
perjanjian perdagangan dengan penguasa Lapian, A.B. 1975. Manusia dan Kebudayaan di Asia
kolonial secara ketat. Kerajaan Pontianak tidak Tenggara: Kolonialisme di Asia Tenggara, seri
diperkenankan untuk melakukan hubungan studi wilayah nomor 2. Jakarta: Lembaga
dagang dengan pihak-pihak luar selain Belanda. Research Kebudayaan Nasional-LIPI.
Kedua, akibat dari konsekuensi tersebut harga Mu’jizah. 2009. Iluminasi dalam Sura-Surat
jual hasil-hasil negeri Pontianak dihargai dengan Melayu Abad ke-18 dan ke-19. Jakarta:
sangat murah sehingga negeri Pontianak tidak KPG, Ecole Francais d Extreme- Orient,
dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri Pusat Bahasa—Departemen Pendidikan
malalui kerja sama perdagangan dengan Nasional, KITLV.
penguasa kolonial. Dua hal tersebut pada Loomba, Ania. 2003. Kolonialisme/
akhirnya melemahkan kekuatan lokal karena Pascakolonialisme. Yogyakarta: Bentang.
pada praktiknya aparat-aparat tradisional juga Pozzolini, A. 2006. Pijar-Pijar Pemikiran Gramsci.
berperan sebagai agen-agen kolonial. Yogyakarta: Resist Book.
Akibat yang paling kompleks dari dua Reid, Anthony. 2004. Sejarah Modern Awal Asia
hal di atas adalah terciptanya inferioritas Tenggara: Sebuah Pemetaan. Ja k a r t a :
penguasa lokal. Inferioritas ini dikondisikan LP3ES.
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan di Ricklefs, M.C. 1991. Sejarah Indonesia Modern.
atas ditambah dengan hilangnya kekuatan- Yogyakarta: Gadjah Mada University
kekuatan lokal yang berakibat ketergantungan Press.
kepada penguasa kolonial. Penguasa lokal telah Said, Edward. 1995. Kebudayaan dan Kekuasaan:
kehilangan pengaruh politisnya karena sudah Memembongkar Mitos Hegemoni Barat.
tercipta ketergantungan yang mutlak kepada Bandung: Mizan.
penguasa kolonial, bahkan keberlangsungan -------.2001. Orientalisme. Cet. Ke-4.
Kerajaan Pontianak pun ditentukan oleh gaji Diterjemahkan oleh Asep Hikmat.
yang diterima oleh pemerintah kolonial. Situasi Bandung: Pustaka
demikian menimbulkan rasa rendah diri dengan
menyatakan sebagai “ kita yang miskin” kepada
penguasa kolonial.

Daftar Pustaka
Boxer, C.R. 1983. Jan Kompeni dalam Perang
dan Damai (1602-1799). Jakarta: Sinar
Harapan.
Cowan, C.D. 1970. Tanah Melayu Kurun Kesembilan
Belas: Asal-usul Politik British. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pelajaran Malaysia.
Darban, Ahmad Adaby. 1990. Peran Serta Islam
dalam Perjuangan Indonesia: Sebuah Kajian
Sejarah Perjuangan Indonesia. Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia.
Djafaar, Irza Arnyta. 2007. Jejak Portugis di
Maluku Utara. Yogyakarta: Ombak.

38

Anda mungkin juga menyukai