Anda di halaman 1dari 37

Laporan Laboratorium Intruksional

Teknik Kimia I

Percobaan V
Oleokimia

“Pembuatan Metil Ester Asam Lemak”

Kelompok V

Mirani Ramadian Saputri 1807111733

Muhammad Adli Hariz 1807113105

Ratna Mutia Lisanti 1807113208

Titania Tamba 1807113210

DOSEN PENGAMPU
Drs. Irdoni HS., MS
NIP.19570415198609 1 001

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS RIAU

2020
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum

Laboratorium Instruksional Teknik KimiaI

Oleokimia
Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakan bahwa:

KELOMPOK V

Mirani Ramadian Saputri 1807111733

Muhammad Adli Hariz 1807113105

Ratna Mutia Lisanti 1807113208

Titania Tamba 1807113210

1. Telah melakukan perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Dosen


Pengampu/Asisten Praktikum
2. Telah menyelesaikan laporan lengkap praktikum Kinetika Reaksi dari
praktikum Laboratorium Instruksional Teknik Kimia I yang di setujui oleh
Dosen Pengampu / AsistenPraktikum.

Catatan Tambahan :

Pekanbaru, November 2020


Dosen Pengampu

Drs. Irdoni HS., MS


NIP.19570415198609 1 001
ABSTRAK

Metil ester asam lemak atau biodiesel adalah senyawa alkil ester yang berasal dari
turunan minyak atau lemak tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
untuk mesin diesel. Biodiesel dihasilkan melalui reaksi tranesterifikasi dengan
mereaksikan minyak nabati dengan metanol dan penambahan senyawa natrium
hidroksida sebagai katalis yang berguna untuk mempercepat reaksi dengan
komposisi, suhu dan waktu reaksi yang ditentukan. Tujuan percobaan adalah
mempelajari pengaruh temperature reaksi terhadap konversi reaksi esterifikasi asam
lemak bebas (ALB) yang terkandung dalam minyak. Dalam percobaan ini, bahan
yang digunakan adalah minyak goreng yang direaksikan dengan metanol dengan
nisbah molar 1:5 dan 2% katalis natrium hidroksida. Kadar ALB sampel minyak
goreng sebelum direaksikan dengan metanol adalah 1.36%. Setelah direaksikan
dengan perubahan suhu reaksi 60oC, 65oC dan 70oC didapat kadar ALB adalah
0.962%, 0.882% dan 1.28%. Yield metil ester pada suhu 60oC yaitu 86.12% , pada
suhu 65oC yaitu 87.86% dan suhu 70oC yaitu 34.675%.
Kata Kunci : asam lemak bebas, metil ester asam lemak, minyak goreng
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng........................................................................................2
2.2 Metanol......................................................................................................
2.3 Reaksi Transesterifikasi.............................................................................
2.4 Kalium Hidroksida (KOH)........................................................................
2.5 Metil Ester Asam Lemak...........................................................................
2.6 Gliserol......................................................................................................
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-alat yang Digunakan..........................................................................
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ..................................................................
3.3 Prosedur Percobaan...................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dari Percobaan..................................................................................
4.2 Pembahasan...............................................................................................
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................
4.2 Saran..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tahapan reaksi transesterifikasi............................................................


Gambar 1.2 Reaksi esterifikasi asam lemak.............................................................
Gambar 1.3 Mekanisme reaksi esterifikasi...............................................................
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Syarat mutu minyak goreng.......................................................................


Tabel 1.2 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol...........................................................
Tabel 1.3 Sifat-sifat fisika dan kimia kalium hidroksida...........................................
Tabel 1.4 Syarat mutu biodiesel................................................................................
Tabel 1.5 Sifat-sifat fisika gliserol.............................................................................
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan.................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui kebutuhan bahan bakar di dunia semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Selama ini, kebutuhan bahan bakar yang digunakan diperoleh
dari alam atau fosil yang tidak terbarukan contohnya, gas alam, minyak bumi dan
batu bara yang semakin hari semakin menipis jumlahnya, dan hasil pembakarannya
tidak ramah lingkungan yang cenderung merusak lingkungan. Oleh karena itu, pada
saat ini butuh dikembangkan bahan bakar alternatif yang terbarukan, jumlahnya tidak
terbatas dan ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan kebutuhan bahan bakar
di dunia. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkil
ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar
dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati atau lemak
hewan.
Metil ester atau metil ester adalah bahan alternatif bahan bakar solar yang
terbuat dari sumber daya alam yang dapat diperbarui seperti minyak atau lemak yang
berasal dari hewan atau tumbuhan. Metil ester merupakan senyawa alkil ester yang
dapat diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol
dan tambahan katalis. Metil ester termasuk bahan oleokimia dasar, turunan dari
trigliserida (minyak atau lemak) yang dapat dihasilkan melalui esterifikasi dan
transesterifikasi. Bahan baku pembuatan metil ester antara lain minyak sawit, minyak
kelapa, minyak jarak, minyak kedelai dan lainnya.
Oleh karena itu pada praktikum kali ini kami akan mencoba untuk membuat
metil ester dari bahan baku CPO sehingga nantinya diharapkan mahasiswa dapat
memahami proses pembuatan metil ester.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Menjelaskan proses dan pengaruh variabel proses pada pembuatan metil
ester asam lemak.
2. Menghitung konversi asam lemak bebas menjadi metil ester asam lemak.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng


Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi
hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik
lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair.
Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat
dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga
berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat
dan linoleat biasanya berwujud minyak, sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak
jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak
tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung
dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang
berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom
karbon yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang
zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap
gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der Waals) sehingga
titik leburnya juga akan naik (Djatmiko dan Enie, 1985).
Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian yang
meliputi degumming, netralisasi, pemucatan, dan deodorisasi. Secara umum
komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya,
karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak. Minyak goreng
yang dihasilkan dari bahan yang berbeda mempunyai stabilitas yang berbeda pula,
karena stabilitas minyak goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat
ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya, penyebaran ikatan rangkap, dan
bahan-bahan pembantu yang dapat mempercepat atau menghambat proses kerusakan,
dimana bahan pembantu tersebut terdapat secara alami ataupun sengaja ditambahkan
(Djatmiko dan Enie, 1985).
Kandungan minyak goreng dibalik warnanya yang bening kekuningan, minyak
goreng merupakan campuran dari berbagai senyawa. Komposisi terbanyak dari
minyak goreng yang mencapai hampir 100% adalah lemak. Sebagian besar lemak
dalam makanan (termasuk minyak goreng) berbentuk trigliserida. Jika terurai,
trigliserida akan berubah menjadi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak
bebas. Semakin banyak trigliserida yang terurai maka semakin banyak pula asam
lemak bebas yang dihasilkan. Pada proses oksidasi lebih lanjut, asam lemak bebas ini
akan menyebabkan lemak atau minyak menjadi bau tengik. Biasanya untuk
menghilangkan atau memperlambat oksidasi yang menyebabkan bau tengik ini,
minyak goreng ditambah dengan vitamin A, C, D atau E (Ketaren, 1986).
Selama penggorengan, minyak goreng akan mengalami pemanasan pada suhu
tinggi 1700–1800 oC dalam waktu yang cukup lama. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya proses oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-
senyawa hasil degradasi minyak, seperti keton, aldehid, dan polimer yang merugikan
kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami
kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan
kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin
(IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu
yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren, 1986).
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa
gatal pada tenggorokan, hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau
akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik
asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah
digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis
molekul lemak. Oleh karena itu, untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan
lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dari
seharusnya (Winarno, 2004). Adapun syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada
Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Syarat mutu minyak goreng
No
Kriteria Uji Persyaratan
.
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Cita rasa Hambar
5 Kadar air Max 0,3%
6 Asam lemak bebas Max 0,3%
7 Titik asap Max 200
8 Bilangan iodin 45-51
Sumber: BSN (2013)

2.2 Metanol
Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metanol.
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol-alkohol
lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut
dalam lemak dan minyak. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood
alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia,
yaitu unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH 3OH. Metanol
diproduksi secara alami dari metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses
tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap
metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari
menjadi karbon dioksida dan air (Hikmah dan Zuliyana, 2010).
Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti
beku, pelarut, bahan bakar, dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Api dari
metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada
dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat.
Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi
pembuatan alkohol untuk penggunaan industri (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena merupakan produk
samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melalui proses multi tahap.
Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas
hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini
bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol.
Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik
(Mittelbach dan Remschmidt, 2004). Pada Tabel 1.2 berikut ini dapat dilihat sifat-
sifat fisika dan kimia dari metanol.
Tabel 1.2 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol
Massa molar 32,04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Specific gravity 0,7918
Titik leleh -97 oC. -142,9 oF (176 K)
Titik didih 64,7 oC. 148,4 oF (337,8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman (pKa) ~15,5
Sumber: Perry (1984)
Metanol juga digunakan sebagai pelarut, antifreeze, dan fluida pencuci kaca
depan mobil. Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan
kimia lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana
menjadi berbagai macam produk, seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil.
Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke
air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah
nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar direct-methanol unik karena suhunya yang
rendah dan beroperasi pada tekanan atmosfer, ditambah lagi dengan penyimpanan
dan penanganan yang mudah dan aman membuat metanol dapat digunakan dalam
perlengkapan elektronik (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
2.3 Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktivitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran
gugus alkohol dari suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam, basa,
biokatalis, dan katalis heterogen) akan mempercepat pembentukan ester.
Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam‐asam Brönsted, lebih sering digunakan
sulfonat dan asam sulfat.
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang
bersifat bolak‐balik. Oleh sebab itu, alkohol harus ditambahkan berlebih untuk
membuat reaksi berjalan ke arah kanan. Proses transesterifikasi dapat dilakukan tanpa
bantuan katalis, tetapi yield yang dihasilkan pada suhu 350 oC sangat rendah dan
karena itulah diperlukan suhu yang tinggi. Dari kebanyakan proses transesterifikasi,
hanya proses alkali (basa) yang digunakan dalam industri karena lebih efektif dan
sangat efisien. Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester
metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittelbach dan Remschmidt, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Tahapan reaksi transesterifikasi (Rustamaji, 2010)

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi.
b. Memisahkan gliserol.
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Menurut Freedman
dkk. (1984) menyatakan bahwa ada beberapa kondisi reaksi yang memengaruhi
konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi, yakni adalah sebagai
berikut.
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0,5% (<0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan
harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%
(Bradshaw dan Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang diperoleh juga akan semakin
bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH).
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis
0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b
minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium
hidroksida.
e. Metanolisis crude dan refined minyak nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun, apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30–65 °C (titik didih
metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

2.4 Reaksi Esterifikasi


Salah satu cara untuk memproduksi biodiesel adalah dengan esterifikasi asam
lemak yang terkandung dalam minyak nabati. Komponen terbesar pada minyak nabati
adalah trigliserida yang merupakan ikatan asam lemak jenuh dan tak jenuh. Tiap jenis
minyak nabati mengandung komposisi asam lemak yang berbeda-beda. Sebagai
contoh minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam jumlah
yang sama. Kandungan asam lemak terdiri dari asam oleat 42%, asam linoleat 9%,
asam palmitat 43%, asam stearat 4%, dan asam miristat 2% (Puspita, 2008).
Reaksi esterifikasi adalah reaksi endotermis. Proses ini berlangsung dengan
katalis asam antara lain H2SO4, H3PO4, dan asam sulfonat. Untuk mengarahkan reaksi
ke arah produk alkil ester, salah satu reaktan, biasanya alkohol diberikan dalam
jumlah yang berlebihan dan air diambil selama reaksi. Umumnya pengambilan air
dilakukan secara kimia, fisika, dan perforasi (Puspita, 2008).
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversibel dari asam
lemak dengan alkil alkohol membentuk ester dan air yang dapat dilihat pada Gambar
1.2 berikut ini.
Gambar 1.2 Reaksi esterifikasi asam lemak

Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada
Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Mekanisme reaksi esterifikasi (Puspita, 2008)


Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan yang lambat, sekalipun sudah
dipercepat dengan kehadiran katalis yang baik dan berjumlah cukup. Katalis-katalis
yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat, seperti asam sulfat, asam sulfonat
organik (dalam jumlah 1-3% dari asam lemak yang diolah), atau resin penukar kation
asam kuat yang merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktik industrial.
Posisi kesetimbangan reaksi esterifikasi juga tidak sangat berpihak kepada
pembentukan metil ester sehingga untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
sampai ke konversi sempurna pada temperatur relatif rendah (misalnya paling tinggi
120 oC), reaktan metanol harus ada dalam jumlah sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 x nisbah stoikiometrik) dan air produk ikatan reaksi harus dihilangkan
dari fase reaksi, yaitu fase minyak.
Penghilangan air ini dapat ditempuh dengan berbagai cara alternatif, yaitu:
1. Menguapkan fase akuatik atau alkohol, mengadsorpsi uap air, serta kemudian
mengembunkan uap metanol kering untuk dikembalikan ke dalam bejana
reaksi.
2. Mengabsorpsi air yang terbentuk dengan garam-garam anhidrat yang
membentuk padatan berhidrat (misalnya CaCl2 atau CaSO4), mengekstrak air
yang terbentuk dengan suatu cairan ‘penyeret’ (entraining agent), seperti
gliserol, etilen glikol, atau propilen glikol.
Biodiesel mentah (kasar) yang dihasilkan proses transesterifikasi minyak (atau
esterifikasi asam-asam lemak) biasanya masih mengandung sisa-sisa katalis, metanol,
dan gliserol atau air. Untuk memurnikannya, biodiesel mentah tersebut bisa dicuci
dengan air sehingga pengotor-pengotor tersebut larut ke dalam dan terbawa oleh fase
air pencuci yang selanjutnya dipisahkan. Porsi pertama dari air yang dipakai mencuci
disarankan mengandung sedikit asam/basa untuk menetralkan sisa-sisa katalis.
Biodiesel yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada kondisi vakum untuk
menghasilkan produk yang jernih (pertanda bebas air) dan bertitik nyala ≥ 100 oC
(pertanda bebas metanol).

2.5 Kalium Hidroksida (KOH)


Kalium hidroksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia KOH.
Kalium hidroksida adalah basa kuat yang terbuat dari logam alkali kalium yang
bernomor atom 19 pada tabel periodik. Bentuk kristal, butir, serpih, padat, batang
yang berwarna putih sampai kuning, tidak berbau, mudah larut dalam air dingin, air
panas, dan tidak larut dalam dietil eter. Kalium hidroksida ialah salah satu bahan
kimia perindustrian utama yang digunakan dalam berbagai proses kimia. Kalium
hidroksida (KOH) disebut juga sebagai potasy kaustik (Adnan, 2006).
Salah satu kegunaan KOH yang amat penting adalah untuk baterai alkali yang
menggunakan larutan KOH sebagai elektrolit. Oleh karena itu, kalium hidroksida
digunakan dalam pembuatan lampu senter dan barang-barang yang menggunakan
baterai. Kalium hidroksida digunakan sebagai fotografi dan litografi, membuat sabun
cair, mengabsorpsi karbon dioksida, menghilangkan cat pernis, pewarna kain, dan
tinta cetak. Dalam bidang pertanian, kalium hidroksida digunakan untuk menetralkan
pH tanah yang asam, juga dapat digunakan sebagai fungisida dan herbisida. Kalium
hidroksida dapat ditemukan dalam bentuk murni dengan mereaksikan natrium
hidroksida dengan kalium murni. Sifat-sifat kalium hidroksida ditunjukkan pada
Tabel 1.4.
Tabel 1.3 Sifat-sifat fisika dan kimia kalium hidroksida
Berat molekul 56,11 g/mol
Wujud Padat
Warna Putih
Ph 13,5 (0,1 M larutan)
Titik didih 1384 oC (2523,2 oF)
Titik lebur 380 oC (716 oF)
Specific gravity 2,044
Sumber: ScienceLab (2005)

2.6 Metil Ester Asam Lemak


Metil Ester Asam Lemak atau Biodiesel adalah senyawa alkil ester yang
diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol dan
bantuan katalis. Bahan dasar yang biasa digunakan untuk pembuatan biodiesel
diantaranya minyak dari kedelai, minyak kelapa sawit, minyak biji jarak, minyak biji
bunga matahari, dan lain sebagainya. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester
asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22 (Prastyo, 2011).
Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel/solar, biodiesel bersifat lebih
ramah lingkungan (sustainable), dapat diperbarui (renewable), dapat terurai
(biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap mesin piston karena termasuk
kelompok minyak tidak mengering (non drying oil), mampu mengeliminasi efek
rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodiesel bersifat
ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik
dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah,
dan angka setana (cetane number) berkisar antara 57-62 sehingga efisiensi
pembakaran lebih baik, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan
racun (nontoxic) (Hambali, 2006). Adapun syarat mutu biodiesel dapat dilihat pada
Tabel 1.5 berikut ini.
Tabel 1.4 Syarat mutu biodiesel
Parameter Uji Satuan Nilai Metode Uji
Densitas (40oC) kg/m3 850-890 ASTM D 1298
Viskositas kinematik (40oC) mm2/s (cSt) 2,3-6 ASTM D 445
Angka setana - min. 51 ASTM D 613
o
Titik nyala (mangkok tertutup) C min. 100 ASTM D 93
Angka asam mg-KOH/gr max. 0,5 AOCS Cd 3d-63
Kadar ester metil %-mass min. 96,5 -
Angka iodium %-mass max. 115 AOCS Cd 1-25
Sumber: BSN (2015)
Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dan atau
reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang
digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek
seperti metanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel
menggunakan metanol) menghasilkan metil ester asam lemak atau biodiesel dan
gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses
transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH)
atau kalium hidroksida (KOH). Namun, proses pembuatan biodiesel secara
konvensional ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya terbentuknya produk
samping berupa sabun dan rumitnya pemisahan produk biodiesel yang dihasilkan
dengan katalis. Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA)
dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam
lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam,
biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA
dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan
menjadi 2, yaitu:
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan
FFA rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam (umumnya menggunakan asam sulfat) untuk
minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi yang dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester,
pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan metanol, pencucian, dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan
pemisahan metanol), serta pemurnian metanol tak bereaksi secara
destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak
nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%)
langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan
katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi
selama proses pencucian. Jadi, esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA
dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk
mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester (Hikmah dan Zuliyana, 2010).

2.6 Gliserol
Gliserol adalah salah satu bahan kimia yang penting di dalam industri obat-
obatan, bahan makanan, kosmetik, bahan peledak, dan lain-lain. Penggunaan gliserol
yang beragam tersebut mengharuskan produksi gliserol dibuat dalam skala besar agar
mampu memenuhi kebutuhan pasokan dalam berbagai industri. Salah satu bahan
baku pembuatan gliserol adalah minyak, yang terdiri atas minyak nabati dan lemak
hewani. Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas, tetapi biasanya
terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak,
misalnya asam stearat, asam oleat, asam palmitat dan asam laurat. Wujud gliserol
adalah jernih, tidak berbau, dan memiliki rasa manis (Mitsui, 1997). Sifat-sifat fisika
dari gliserol dapat dilihat pada Tabel 1.6 sebagai berikut.
Tabel 1.5 Sifat-sifat fisika gliserol
Berat molekul 92,09382 g/mol
Viskositas pada suhu 20 oC 1499 cP
Panas spesifik pada suhu 26 oC 0,5795 kal/g
Densitas 1,261 g/cm3
Titik leleh 18 oC
Titik didih 290 oC
Sumber: Kem (1966)
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang digunakan


1. Buret
2. Corong Pisah
3. Erlenmeyer
4. Gelas Ukur
5. Kondensor
6. Penagasan Air
7. Pipet Tetes
8. Tangki Berpengaduk
9. Statif dan Klem
10. Timbangan
11. Termometer
3.2 Bahan yang digunakan
1. Asam Sulfat Pekat
2. Indikator PP
3. KOH
4. HCL
5. Metanol
6. Etanol 95%
7. Minyak Goreng (CPO)
8. Akuades
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
1. Minyak goreng dan katalis asam sulfat pekat ditimbang sebanyak 150 gr dan 5
ml.
2. Kemudian metanol ditimbang sesuai dengan nisbah molar metanol-minyak
dengan yang ditugaskan yaitu 1:3, 1;6, 1;9.
3. Masukan metanol dan asam sulfat kedalam reactor tangki berpengaduk dan
panaskan hingga suhu 60oC.
4. Kemudian masukan minyak goreng kedalam reactor.
5. Reaksi esterifikasi dilakukan selama 2 jam.
6. Sampel diambil sebanyak 10 ml menggubakan pipet gondok dan dilakukan
analisa ALB.
7. Setelah itu sampel dimasukan kedalam corong pisah. Hal ini dilakukan untuk
pemisahaan.
8. Setelah itu, dilakukan pencucian terhadap lapisan atas (endapan) hingga pH
larutan pencucian akhir netral.
produk
Yield= X 100 % ...............(2.1)
reaktan
3.3.2 Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (Reaktan dan Produk)
1. Sampel ± 3 gram ditimbang, lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer.
2. Etanol 95% 50 ml ditambahkan kedalam erlenmeyer.
3. Sampel dipanaskan pada suhu 70oC diatas penangas air selama 10 menit.
4. Indikator PP ditambahkan 2 tetes kedalam erlenmeyer.
5. Sampel dititrasi dengan larutan KOH yang sudah distandarisasi sampai warna
merah jambudan dapat bertahan ± 30 menit.
ml KOH x N KOH x Mr Asam lemak
kadar ALB= ..........................................(2.2)
berat sampel x 1000
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini ada di tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
Waktu (Menit)
Data
60 120 180
Berat sampel 150 gr 150 gr 150 gr
Volume KOH 0.5 ml 0.4 ml 0.3 ml
Berat katalis 0,5 gr 0.5 gr 0.5 gr
Variasi nisbah 1:3 1:6 1:9
Volume Metanol 21,50 ml 43,25 ml 19 ml
Kadar ALB 0,14% 0,11 % 12,5 g
Angka penyabunan
Volume HCl 0.3 ml 0.2 ml 0.1 ml
Konversi 17.16 % 34,91 % 50,30 %

4.2 Pembahasan
Reaksi yang terjadi pada percobaan oleokimia adalah reaksi transesterifikasi.
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan. Reaksi ini terjadi didalam tangki berpengaduk dengan nisbah
metanol trigliserida 1:3, 1:6, 1:9. Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh katalis,
rasio molar minyak dengan alkohol, serta waktu reaksi pemanasan. Katalis
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses transesterifikasi.
Katalis basa homogen seperti KOH memiliki kemampuan katalisator yang lebih
tinggi dibandingkan dengan katalis lainnya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi
proses transesterifikasi yaitu rasio molar minyak dengan alkohol.
Praktikum dimulai dengan pengujian ataupun analisa kadar Asam Lemak Bebas
yang terkandung dalam sampel, yaitu minyak curah. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui perlakuan selanjutnya, apakah akan melakukan reaksi esterifikasi
aataupun reaksi transesterifikasi. Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010) Reaksi
transesterifikasi dilakukan jika kadar ALB kurang dari 0,5 %. Jika kadar ALB lebih
dari 0,5 % maka diharuskan melakukan reaksi esterifikasi terlebih dahulu. Reaksi
esterifikasi ini digunakan untuk mengurangi kadar ALB dalam sampel. Reaksi
esterifikasi ini dapat mengurangi kadar ALB karena sebagian besar ALB dikonversi
menjadi metil ester. Minimalisasi ALB ditujukan untuk mengurangi pembentukan
sabun yang terjadi pada saat reaksi transesterifikasi dengan katalis basa.
Pada percobaan digunakan pelarut metanol karena harganya lebih murah
dibandingkan dengan alkohol jenis lainnya dan dapat bereaksi cepat dengan
trigliserida serta dapat melarutkan katalis asam dan basa. Selain itu, secara fisiko-
kimia metanol bersifat polar dan memiliki rantai paling pendek. Rendemen
transesterifikasi juga dapat diperbaiki dengan penggunaan katalis basa yang berlebih
untuk minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi, karena asam lemak bebas
yang tidak teresterifikasi dapat dikonversi menjadi garam alkalinya/sabun (Haas et
al.,2003).
Kadar ALB yang didapat menurun waktu yang semakin lama. Hal ini dapat
dilihat dari besar persentase hasil pengujian kadar ALB sesudah transesterifikasi yang
didapatkan untuk percobaan 1, 2, dan 3 yaitu 0.14 %, 0.11 %, dan 0.084 %. Menurut
Hikmah dan Zuliyana (2010), seharusnya semakin lama waktu reaksi semakin banyak
atau semakin besar konversi reaksi yang dihasilkan. Hal ini karenakan lama waktu
tersebut memberi kesempatan untuk molekul dari reaktan untuk bertumbukan satu
sama lain, akan tetapi dalam rentang waktu tertentu karena jika melebihi waktu
tersebut, akan ada reaksi balik menjadi trigliserida. Pernyataan itu tepat dengan hasil
percobaan yang didapat, dengan bertambahnya waktu reaksi, semakin banyak ALB
yang terkonversi menjadi metil ester asam lemak.
Hasil konversi dari asam lemak menjadi metil ester asam lemak untuk
percobaan 1, 2, dan 3 adalah 17,16 %, 34,91%, dan 50,30 %. Dapat dilihat dari
konversi yang semakin meningkat, menandakan bahwa semakin banyak metil ester
asam lemak yang terbentuk. Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010), Apabila waktu
reaksi dijalankan lama, maka semakin besar konversi yang diperoleh karena terjadi
tumbukan antaa molekul zat pereaksi yang besar. Selain itu, perbandingan nisbah
pada reaksi pembuatan metil ester asam lemak mempengaruhi hasil reaksi. Semakin
besar nisbah metanol, maka hasil konversi ALB semakin besar. Dengan perbandingan
mol methanol yang lebih besar dibandingkan trigliserida dapat mondorong reaksi
bergerak ke kanan agar memperoleh konversi metil ester yang maksimum. Selain itu
juga dapat mencegah reaksi berlangsung reversible. Peningkatan alkohol terhadap
trigliserida akan meningkatkan konversi, tetapi menyulitkan pada saat pemisahan
gliserol. Konversi yang didapatkan meningkat karena variasi perbandingan nisbah
antara CPO dan Metanol dan waktu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Variabel yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester asam lemak adalah
katalis, waktu, suhu dan perbandingan mol. Semakin lama waktu reaksi dan
perbandingan mol methanol-trigliserida, semakin banyak produk yang
terbentuk.
2. Kadar ALB yang didapat dari perbandingan CPO dan methanol menurun 0,14
%, 0.11 %, dan 0.045 %.
3. Konversi meningkat yaitu 17,16 %, 34,91 %, dan 50,30 %.
5.2 Saran
1. Percobaan pembuatan metil-ester asam lemak harus dilakukan pada suhu yang
dijaga konstan.
2. Pada saat proses pencucian metil ester dalam corong pisah, akan lebih baik
dibiarkan dalam waktu yang lebih lama supaya seluruh akuades dan zat
pengotor berupa gliserol telah berada dibawah
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A.A. 2006. Karakterisasi Fisika Kimia dan Mekanisme Kelobot Jagung
sebagai Bahan kemasan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Bogor.
Bradshaw, G.B. dan Meuly, W.C. 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office:
2,360,844.
BSN. 2013. SNI 3741:2013 tentang Minyak goreng. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
BSN. 2015. SNI 7182:2015 tentang Biodiesel. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Djatmiko, B. dan Enie, A.B. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya terhadap
Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Agro-industri Press.
Freedman, B., Prede, E.H., dan Mounts, T.L. 1984. Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils. JAOCS. 61(10): 1640-1642.
Hambali, E. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hikmah, M.N. dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi,
Universitas Diponegoro.
Kem, J. 1966. Glycerol. Encyclopedia of Chemical Technology Vol 10. Interscience
Publisher, New York.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elseveir Science B. V. Amsterdam,
Netherlands.
Mittelbach, M. dan Remschmidt, C. 2004. Biodiesel - The Comprehensive Handbook.
Graz: Karl Franzens University.
Perry, R.H. dan Green, D.W. 1984. Perry’s Chemical Engineering Handbook, 6th ed.
New York: Mc Graw Hill Book Company, Inc.
Prastyo, H.S., dkk. 2011. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit dengan
Menggunakan Katalis Padat dari Cangkang Keong Mas (Pomacea sp.).
Prosiding Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Puspita, A. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuatan Biodiesel dari CPO
dengan Proses Esterifikasi. Unpublished Tugas Akhir S1, Universitas
Diponegoro.
Rustamaji, H. 2010. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar dengan
Katalisator Zirkonia Tersulfatasi. Tesis Pascasarjana, UGM.
ScienceLab. 2005. Material Safety Data Sheet (Potassium Hydroxide MSDS).
Williams, D.F. dan Schmitt, W.H. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika
dan Produk-produk Perawatan Diri. Terjemahan. FATETA, IPB, Bogor.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1 Sampel Sebelum Transesterfikasi


Data yang diketahui :
 Massa CPO : 150 gr
 ρ CPO : 0,9061 gr/ml
 MR CPO : 842 gr/mol
 Analisa ALB (Volume KOH) : 0,6 ml
 Analisa angka penyabunan (Volume HCl) : 0,4 ml
Penyelesaian :
Massa 150
Mol CPO= = =0,18 mol
MR 842
Massa 150
Volume= = =165,55 ml
ρ 0,9061
V . KOH x N . KOH x MR CPO
Kadar ALB= x 100 %
Berat x 1000
0,6 ml x 0,5 N x 842 gr /mol
¿ x 100 %
150 gr x 1000
= 0,169%
V ( titrasi blanko−titrasi HCl ) x N HCl x MR KOH
Angka penyabunan= x 100 %
gr Sampel
( X−0,4 ) x 0,5 N x 56,1
¿ x 100 %
150 gr
A.2 Nisbah CPO dengan Metanol adalah 1:3

Data yang diketahui:


 Massa CPO : 150 gr
 ρ CPO : 0,9061 gr/ml
 MR CPO : 842 gr/mol
 MR metanol : 32,04 gr/mol
 ρ Metanol : 0,7918 gr/mol
 mol CPO : 0,18 mol
 Analisa ALB (Volume KOH) : 0,5 ml
 Analisa angka penyabunan ( Volume HCl ) : 0,3 ml
Penyelesaian :

Mol methanol = 0,18 mol x 3 = 0,54 mol


Massa metanol = mol x MR methanol
= 0,54 x 32,04
= 17,30 gr
massa 17,30
Volume= = =21,50 ml
ρ 0,7918
V . KOH x N . KOH x MR CPO
Kadar ALB= x 100 %
Berat x 1000
0,6 ml x 0,5 N x 842 gr /mol
¿ x 100 %
150 gr x 1000
= 0,169%
V ( titrasi blanko−titrasi HCl ) x N HCl x MR KOH
Angka penyabuna= x 100 %
gr Sampel
( X−0,4 ) x 0,5 N x 56,1
¿ x 100 %
150 gr
ALBreaktan− ALB Produk
Konversi ALB= x 100 %
ALB produk
0,169−0,14
¿ x 100 %
0,169
¿ 17,16 %
A.3 Nisbah CPO dengan Metanol adalah 1:6
Diketahui :
 Massa CPO : 150 gr
 ρ CPO : 0,9061 gr/ml
 MR CPO : 842 gr/mol
 MR metanol : 32,04 gr/mol
 ρ Metanol : 0,7918 gr/mol
 mol CPO : 0,18 mol
 Analisa ALB (Volume KOH) : 0,4 ml
 Analisa angka penyabunan ( Volume HCl ) : 0,2 ml
Penyelesaian:
Mol metanol = 0,18 mol x 6 = 1,08 mol
Massa metanol = mol x MR metanol
= 1,08 x 32,04
= 34,60 gr
V . KOH x N . KOH x MR CPO
Kadar ALB= x 100 %
Berat x 1000
0,4 ml x 0,5 N x 842 gr /mol
¿ x 100 %
150 gr x 1000
= 0,11%
V ( titrasi blanko−titrasi HCl ) x N HCl x MR KOH
Angka penyabuna= x 100 %
gr Sampel
( X−0,2 ) x 0,5 N x 56,1
¿ x 100 %
150 gr
ALBreaktan− ALB Produk
Konversi ALB= x 100 %
ALB produk
0,169−0,11
¿ x 100 %
0,169
¿ 34,91 %
A.4 Nisbah CPO dengan Metanol adalah 1:9
Data yang diketahui:
 Massa CPO : 150 gr
 ρ CPO : 0,9061 gr/ml
 MR CPO : 842 gr/mol
 MR metanol : 32,04 gr/mol
 ρ Metanol : 0,7918 gr/mol
 mol CPO : 0,18 mol
 Analisa ALB (Volume KOH) : 0,3 ml
 Analisa angka penyabunan ( Volume HCl ) : 0,1 ml
Penyelesaian :
Mol metanol = 0,18 mol x 9 = 1,62 mol
Massa metanol = mol x MR metanol
= 1,62 x 32,04
= 51,91 gr
V . KOH x N . KOH x MR CPO
Kadar ALB= x 100 %
Berat x 1000
0,3 ml x 0,5 N x 842 gr /mol
¿ x 100 %
150 gr x 1000
= 0,084%
V ( titrasi blanko−titrasi HCl ) x N HCl x MR KOH
Angka penyabunan= x 100 %
gr Sampel
( X−0,1 ) x 0,5 N x 56,1
¿ x 100 %
150 gr
ALBreaktan− ALB Produk
Konversi ALB= x 100 %
ALB produk
0,169−0,084
¿ x 100 %
0,169
¿ 50,30 %

Anda mungkin juga menyukai