Muhammad Adli Hariz (1807113105) Oleokimia
Muhammad Adli Hariz (1807113105) Oleokimia
Teknik Kimia I
Percobaan V
Oleokimia
Kelompok V
DOSEN PENGAMPU
Drs. Irdoni HS., MS
NIP.19570415198609 1 001
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020
Lembar Pengesahan Laporan Praktikum
Oleokimia
Dosen Pengampu Praktikum dengan ini menyatakan bahwa:
KELOMPOK V
Catatan Tambahan :
Metil ester asam lemak atau biodiesel adalah senyawa alkil ester yang berasal dari
turunan minyak atau lemak tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
untuk mesin diesel. Biodiesel dihasilkan melalui reaksi tranesterifikasi dengan
mereaksikan minyak nabati dengan metanol dan penambahan senyawa natrium
hidroksida sebagai katalis yang berguna untuk mempercepat reaksi dengan
komposisi, suhu dan waktu reaksi yang ditentukan. Tujuan percobaan adalah
mempelajari pengaruh temperature reaksi terhadap konversi reaksi esterifikasi asam
lemak bebas (ALB) yang terkandung dalam minyak. Dalam percobaan ini, bahan
yang digunakan adalah minyak goreng yang direaksikan dengan metanol dengan
nisbah molar 1:5 dan 2% katalis natrium hidroksida. Kadar ALB sampel minyak
goreng sebelum direaksikan dengan metanol adalah 1.36%. Setelah direaksikan
dengan perubahan suhu reaksi 60oC, 65oC dan 70oC didapat kadar ALB adalah
0.962%, 0.882% dan 1.28%. Yield metil ester pada suhu 60oC yaitu 86.12% , pada
suhu 65oC yaitu 87.86% dan suhu 70oC yaitu 34.675%.
Kata Kunci : asam lemak bebas, metil ester asam lemak, minyak goreng
DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng........................................................................................2
2.2 Metanol......................................................................................................
2.3 Reaksi Transesterifikasi.............................................................................
2.4 Kalium Hidroksida (KOH)........................................................................
2.5 Metil Ester Asam Lemak...........................................................................
2.6 Gliserol......................................................................................................
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-alat yang Digunakan..........................................................................
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ..................................................................
3.3 Prosedur Percobaan...................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dari Percobaan..................................................................................
4.2 Pembahasan...............................................................................................
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................
4.2 Saran..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Metanol
Senyawa alkohol yang paling sederhana dan umum digunakan adalah metanol.
Metanol merupakan cairan polar yang dapat bercampur dengan air, alkohol-alkohol
lain, ester, keton, eter, dan sebagian besar pelarut organik. Metanol sedikit larut
dalam lemak dan minyak. Metanol yang juga dikenal sebagai metil alkohol, wood
alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia yang dapat disusun dari tiga unsur kimia,
yaitu unsur oksigen, karbon, dan hidrogen dengan rumus kimia CH 3OH. Metanol
diproduksi secara alami dari metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses
tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap
metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari
menjadi karbon dioksida dan air (Hikmah dan Zuliyana, 2010).
Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti
beku, pelarut, bahan bakar, dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Api dari
metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada
dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat.
Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi
pembuatan alkohol untuk penggunaan industri (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena merupakan produk
samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melalui proses multi tahap.
Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas
hidrogen dan karbon monoksida. Kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini
bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol.
Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik
(Mittelbach dan Remschmidt, 2004). Pada Tabel 1.2 berikut ini dapat dilihat sifat-
sifat fisika dan kimia dari metanol.
Tabel 1.2 Sifat-sifat fisika dan kimia metanol
Massa molar 32,04 g/mol
Wujud Cairan tidak berwarna
Specific gravity 0,7918
Titik leleh -97 oC. -142,9 oF (176 K)
Titik didih 64,7 oC. 148,4 oF (337,8 K)
Kelarutan dalam air Sangat larut
Keasaman (pKa) ~15,5
Sumber: Perry (1984)
Metanol juga digunakan sebagai pelarut, antifreeze, dan fluida pencuci kaca
depan mobil. Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan
kimia lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana
menjadi berbagai macam produk, seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil.
Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke
air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah
nitrat menjadi nitrogen. Bahan bakar direct-methanol unik karena suhunya yang
rendah dan beroperasi pada tekanan atmosfer, ditambah lagi dengan penyimpanan
dan penanganan yang mudah dan aman membuat metanol dapat digunakan dalam
perlengkapan elektronik (Mittelbach dan Remschmidt, 2004).
2.3 Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan, karena harganya murah dan reaktivitasnya paling tinggi (sehingga
reaksi disebut metanolisis). Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran
gugus alkohol dari suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam, basa,
biokatalis, dan katalis heterogen) akan mempercepat pembentukan ester.
Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam‐asam Brönsted, lebih sering digunakan
sulfonat dan asam sulfat.
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang
bersifat bolak‐balik. Oleh sebab itu, alkohol harus ditambahkan berlebih untuk
membuat reaksi berjalan ke arah kanan. Proses transesterifikasi dapat dilakukan tanpa
bantuan katalis, tetapi yield yang dihasilkan pada suhu 350 oC sangat rendah dan
karena itulah diperlukan suhu yang tinggi. Dari kebanyakan proses transesterifikasi,
hanya proses alkali (basa) yang digunakan dalam industri karena lebih efektif dan
sangat efisien. Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester
metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya
katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittelbach dan Remschmidt, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi
transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.
Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Tahapan reaksi transesterifikasi (Rustamaji, 2010)
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah metil ester asam-
asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi.
b. Memisahkan gliserol.
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm).
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Menurut Freedman
dkk. (1984) menyatakan bahwa ada beberapa kondisi reaksi yang memengaruhi
konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi, yakni adalah sebagai
berikut.
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecil dari 0,5% (<0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan
harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%
(Bradshaw dan Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang diperoleh juga akan semakin
bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH).
Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi
transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis
0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b
minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium
hidroksida.
e. Metanolisis crude dan refined minyak nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namun, apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30–65 °C (titik didih
metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
Adapun mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada
Gambar 1.3.
2.6 Gliserol
Gliserol adalah salah satu bahan kimia yang penting di dalam industri obat-
obatan, bahan makanan, kosmetik, bahan peledak, dan lain-lain. Penggunaan gliserol
yang beragam tersebut mengharuskan produksi gliserol dibuat dalam skala besar agar
mampu memenuhi kebutuhan pasokan dalam berbagai industri. Salah satu bahan
baku pembuatan gliserol adalah minyak, yang terdiri atas minyak nabati dan lemak
hewani. Gliserol jarang ditemukan dalam bentuk lemak bebas, tetapi biasanya
terdapat sebagai trigliserida yang tercampur dengan bermacam-macam asam lemak,
misalnya asam stearat, asam oleat, asam palmitat dan asam laurat. Wujud gliserol
adalah jernih, tidak berbau, dan memiliki rasa manis (Mitsui, 1997). Sifat-sifat fisika
dari gliserol dapat dilihat pada Tabel 1.6 sebagai berikut.
Tabel 1.5 Sifat-sifat fisika gliserol
Berat molekul 92,09382 g/mol
Viskositas pada suhu 20 oC 1499 cP
Panas spesifik pada suhu 26 oC 0,5795 kal/g
Densitas 1,261 g/cm3
Titik leleh 18 oC
Titik didih 290 oC
Sumber: Kem (1966)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini ada di tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
Waktu (Menit)
Data
60 120 180
Berat sampel 150 gr 150 gr 150 gr
Volume KOH 0.5 ml 0.4 ml 0.3 ml
Berat katalis 0,5 gr 0.5 gr 0.5 gr
Variasi nisbah 1:3 1:6 1:9
Volume Metanol 21,50 ml 43,25 ml 19 ml
Kadar ALB 0,14% 0,11 % 12,5 g
Angka penyabunan
Volume HCl 0.3 ml 0.2 ml 0.1 ml
Konversi 17.16 % 34,91 % 50,30 %
4.2 Pembahasan
Reaksi yang terjadi pada percobaan oleokimia adalah reaksi transesterifikasi.
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik
yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling
umum digunakan. Reaksi ini terjadi didalam tangki berpengaduk dengan nisbah
metanol trigliserida 1:3, 1:6, 1:9. Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh katalis,
rasio molar minyak dengan alkohol, serta waktu reaksi pemanasan. Katalis
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses transesterifikasi.
Katalis basa homogen seperti KOH memiliki kemampuan katalisator yang lebih
tinggi dibandingkan dengan katalis lainnya. Faktor kedua yang dapat mempengaruhi
proses transesterifikasi yaitu rasio molar minyak dengan alkohol.
Praktikum dimulai dengan pengujian ataupun analisa kadar Asam Lemak Bebas
yang terkandung dalam sampel, yaitu minyak curah. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui perlakuan selanjutnya, apakah akan melakukan reaksi esterifikasi
aataupun reaksi transesterifikasi. Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010) Reaksi
transesterifikasi dilakukan jika kadar ALB kurang dari 0,5 %. Jika kadar ALB lebih
dari 0,5 % maka diharuskan melakukan reaksi esterifikasi terlebih dahulu. Reaksi
esterifikasi ini digunakan untuk mengurangi kadar ALB dalam sampel. Reaksi
esterifikasi ini dapat mengurangi kadar ALB karena sebagian besar ALB dikonversi
menjadi metil ester. Minimalisasi ALB ditujukan untuk mengurangi pembentukan
sabun yang terjadi pada saat reaksi transesterifikasi dengan katalis basa.
Pada percobaan digunakan pelarut metanol karena harganya lebih murah
dibandingkan dengan alkohol jenis lainnya dan dapat bereaksi cepat dengan
trigliserida serta dapat melarutkan katalis asam dan basa. Selain itu, secara fisiko-
kimia metanol bersifat polar dan memiliki rantai paling pendek. Rendemen
transesterifikasi juga dapat diperbaiki dengan penggunaan katalis basa yang berlebih
untuk minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi, karena asam lemak bebas
yang tidak teresterifikasi dapat dikonversi menjadi garam alkalinya/sabun (Haas et
al.,2003).
Kadar ALB yang didapat menurun waktu yang semakin lama. Hal ini dapat
dilihat dari besar persentase hasil pengujian kadar ALB sesudah transesterifikasi yang
didapatkan untuk percobaan 1, 2, dan 3 yaitu 0.14 %, 0.11 %, dan 0.084 %. Menurut
Hikmah dan Zuliyana (2010), seharusnya semakin lama waktu reaksi semakin banyak
atau semakin besar konversi reaksi yang dihasilkan. Hal ini karenakan lama waktu
tersebut memberi kesempatan untuk molekul dari reaktan untuk bertumbukan satu
sama lain, akan tetapi dalam rentang waktu tertentu karena jika melebihi waktu
tersebut, akan ada reaksi balik menjadi trigliserida. Pernyataan itu tepat dengan hasil
percobaan yang didapat, dengan bertambahnya waktu reaksi, semakin banyak ALB
yang terkonversi menjadi metil ester asam lemak.
Hasil konversi dari asam lemak menjadi metil ester asam lemak untuk
percobaan 1, 2, dan 3 adalah 17,16 %, 34,91%, dan 50,30 %. Dapat dilihat dari
konversi yang semakin meningkat, menandakan bahwa semakin banyak metil ester
asam lemak yang terbentuk. Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010), Apabila waktu
reaksi dijalankan lama, maka semakin besar konversi yang diperoleh karena terjadi
tumbukan antaa molekul zat pereaksi yang besar. Selain itu, perbandingan nisbah
pada reaksi pembuatan metil ester asam lemak mempengaruhi hasil reaksi. Semakin
besar nisbah metanol, maka hasil konversi ALB semakin besar. Dengan perbandingan
mol methanol yang lebih besar dibandingkan trigliserida dapat mondorong reaksi
bergerak ke kanan agar memperoleh konversi metil ester yang maksimum. Selain itu
juga dapat mencegah reaksi berlangsung reversible. Peningkatan alkohol terhadap
trigliserida akan meningkatkan konversi, tetapi menyulitkan pada saat pemisahan
gliserol. Konversi yang didapatkan meningkat karena variasi perbandingan nisbah
antara CPO dan Metanol dan waktu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Variabel yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester asam lemak adalah
katalis, waktu, suhu dan perbandingan mol. Semakin lama waktu reaksi dan
perbandingan mol methanol-trigliserida, semakin banyak produk yang
terbentuk.
2. Kadar ALB yang didapat dari perbandingan CPO dan methanol menurun 0,14
%, 0.11 %, dan 0.045 %.
3. Konversi meningkat yaitu 17,16 %, 34,91 %, dan 50,30 %.
5.2 Saran
1. Percobaan pembuatan metil-ester asam lemak harus dilakukan pada suhu yang
dijaga konstan.
2. Pada saat proses pencucian metil ester dalam corong pisah, akan lebih baik
dibiarkan dalam waktu yang lebih lama supaya seluruh akuades dan zat
pengotor berupa gliserol telah berada dibawah
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A.A. 2006. Karakterisasi Fisika Kimia dan Mekanisme Kelobot Jagung
sebagai Bahan kemasan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Bogor.
Bradshaw, G.B. dan Meuly, W.C. 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office:
2,360,844.
BSN. 2013. SNI 3741:2013 tentang Minyak goreng. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
BSN. 2015. SNI 7182:2015 tentang Biodiesel. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Djatmiko, B. dan Enie, A.B. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya terhadap
Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Agro-industri Press.
Freedman, B., Prede, E.H., dan Mounts, T.L. 1984. Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils. JAOCS. 61(10): 1640-1642.
Hambali, E. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hikmah, M.N. dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak
Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi,
Universitas Diponegoro.
Kem, J. 1966. Glycerol. Encyclopedia of Chemical Technology Vol 10. Interscience
Publisher, New York.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elseveir Science B. V. Amsterdam,
Netherlands.
Mittelbach, M. dan Remschmidt, C. 2004. Biodiesel - The Comprehensive Handbook.
Graz: Karl Franzens University.
Perry, R.H. dan Green, D.W. 1984. Perry’s Chemical Engineering Handbook, 6th ed.
New York: Mc Graw Hill Book Company, Inc.
Prastyo, H.S., dkk. 2011. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit dengan
Menggunakan Katalis Padat dari Cangkang Keong Mas (Pomacea sp.).
Prosiding Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Puspita, A. 2008. Kinetika Reaksi dalam Proses Pembuatan Biodiesel dari CPO
dengan Proses Esterifikasi. Unpublished Tugas Akhir S1, Universitas
Diponegoro.
Rustamaji, H. 2010. Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar dengan
Katalisator Zirkonia Tersulfatasi. Tesis Pascasarjana, UGM.
ScienceLab. 2005. Material Safety Data Sheet (Potassium Hydroxide MSDS).
Williams, D.F. dan Schmitt, W.H. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika
dan Produk-produk Perawatan Diri. Terjemahan. FATETA, IPB, Bogor.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN