Anda di halaman 1dari 20

LEMBAGA ZAKAT DAN PERANANYA DALAM SOSIAL EKONOMI

DAN DISTRIBUSI KEADILAN

Oleh: Atmo Prawiro

Makalah ini dibuat untuk mennggambarkan peran secara global lembaga


zakat dan dampaknya di Indonesia dalam membangun perekonomian,
membangun data-data-data muzaki serta bagaimana pola distribusi yang adil
dalam penyebaran dana zakat bagi mustahiq. Sebuah institusi yang memerani
bidang moneter Islam di dunia Muslim seharusnya lembaga ini mampu
mengentaskan berbagai macam persoalan di dunia Muslim, faktanya keberadaan
institusi ini semenjak runtuhnya kekhalifahan Turki Ustmani sampai saat ini
masih banyak mengalami kendala dan juga belum dimaksimalkan oleh
pemerintah dan swasta. Terlepas tahun-tahun tersebut banyaknya negara-negara
Muslim yang dijajah oleh Barat sehingga berpengaruh pula terhadap institusi
zakat. Kebijakan masing-masing Negara tentunya mempengaruhi institusi
lembaganya masing-masingi. Misalnya seberapa besarkah perannya dalam
pengentasan kemiskinan, mempererat status sosial antara si kaya dan si miskin,
mengurangi pengangguran, dan lain sebagainya.
Untuk kasus di Indonesia ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi
rendahnya realisasi penghimpunan dana zakat nasional. Faktor-faktor tersebut
pertama, masyarakat belum sepenuhnya percaya terhadap lembaga amil zakat,
dimana zakatnya disalurkan. Kedua, masih banyak di antara kaum muslimin
yang belum mengerti cara menghitung zakat, dan kepada siapa zakatnya
dipercayakan untuk disalurkan. Ketiga, kerangka aturan dan institusional zakat
seperti tidak adanya sanksi apa pun bagi orang-orang yang tidak mengeluarkan
zakat. Keempat, masih rendahnya efisiensi, efektivitas pendayagunaan dana
zakat dan kurangnya berinovasi dalam pendayagunaannya. 1 Adanya kinerja
buruk dari institusi zakat di Indonesia terkait dengan saluran terbatas yang
digunakan untuk menjangkau pembayar zakat, serta pemahaman yang buruk
tentang perilaku muzakki. Dengan kata lain, pendekatan dan strategi
penggalangan dana yang dilaksanakan oleh organisasi pengumpul zakat belum
efektif dalam mengoptimalkan potensi zakat di negara Muslim terbesar di
dunia,2 hal ini juga bagian dari masalah pengelolaan zakat di Indonesia.
Walaupun menurut Wibisono bahwa pengumpulan zakat yang lebih efektif
secara konsisten telah dilakukan oleh organisasi zakat non-pemerintah. Namun
lembaga zakat non pemerintah tersebut terkesan bekerja sendiri-sendiri dan
untuk kelompoknya sendiri. Dengan demikian, adanya indikasi bahwa jenis
1
Abdulloh Mubarok dan Baihaqi Fanani. "Penghimpunan dana zakat nasional
(Potensi, realisasi dan peran penting organisasi pengelola zakat)." Permana 5.2 (2014). 14
2
Widarwati, E., N.C. Afif., & M. Zazim. (2016). Strategic Approach for
Optimizing of Zakah Institution Performance: Customer Relationship Management. Al-
Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics). 9(1): 81-94.

1
organisasi zakat juga mempengaruhi efektivitas pengumpulan zakat di
Indonesia. Dari sini sangatlah jelas permasalahan filantropi Islam di Indonesia,
peran stakeholder tentunya juga sangat berkepentingan dalam memikirkan dan
menyelesaikan permasalahan demi permasalahan Institusi zakat di Indonesia.
Jumlah zakat yang dikumpulkan di berbagai masyarakat Muslim relatif
rendah. Kahf3 memperkirakan bahwa rasio pendapatan zakat terhadap
pendapatan nasional (produk domestik bruto, atau PDB) di tiga negara yang
mengadopsi sistem zakat wajib - Arab Saudi, Yaman, dan Pakistan - hanya
antara 0,3 dan 0,4 persen dari PDB. Dalam kasus Indonesia, ia memperkirakan
bahwa potensi zakat sekitar 1 hingga 2 persen dari PDB negara. Dalam konteks
Indonesia, studi terbaru, yang juga memasukkan potensi zakat dari industri dan
sektor keuangan, memperkirakan bahwa jumlah potensi dapat mencapai Rp 217
triliun, atau sekitar 3,4 persen dari PDB Indonesia. Namun, dalam prakteknya,
pengumpulan zakat hanya Rp 740 miliar pada 2007, meningkat menjadi Rp 3,65
triliun pada 2015. Angka-angka ini dikumpulkan dari semua jenis organisasi
zakat di Indonesia, yaitu, pemerintah, perusahaan dan organisasi zakat swasta,
dan jauh di bawah estimasi yang disebutkan di atas 4.
Zakat adalah salah satu sektor penting dalam filantropi Islam. Kita sebagai
umat Islam yang meyakini bahwa sejak awal tentang hal ini adalah bagian dari
rukun Islam ketiga, maka zakat wajib dibayarkan untuk menyucikan hartanya
dengan cara menyalurkan zakatnya kepada mustahik (penerima zakat). Zakat
ini tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik, tetapi juga
dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional. Dalam
jangka panjang, tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik
menjadi muzakki atau merubah tatanan masyarakat dari kemiskinan terstruktur
menjadi masyarakat yang kuat dalam bidang etika dan perekonomian. Dari latar
belakang diatas maka rumusan besar makalah ini bagaimanakah lembaga zakat
dan perananya dalam sosial ekonomi dan distribusi keadilan?

A. Zakat
Pembahasan zakat tidaklah asing di dunia akademisi baik klasik maupun
modern. Ditinjau dari segi bahasa kata zakat merupakan kata dasar dari zakaa
yang berarti suci, berkah, umbuh dan terpuji. Secara terminologi zakat adalah
sejumlah harta yang diwajibkan oleh Allah diambil dari harta orang-orang
tertentu (aghniyā’) untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. 5 Zakat adalah salah satu rukun
Islam yang berdimensi keadilan sosial kemasyarakatan. Esensi dari zakat adalah
3
M. Kahf, Zakah Management in Some Muslim Societies. (Jeddah: Islamic
Research and Training Institute, Islamic Development Bank. 2000)
4
Kasri, Rahmatina Awaliyah, dan Niken Iwani S. Putri. "Fundraising Strategies to
Optimize Zakat Potential in Indonesia: An Exploratory Qualitative Study." Al-Iqtishad
Journal of Islamic Economics 10.1 (2018): 1-24.
5
Yusuf al Qardhawi, Fiqh az-Zakah, Kairo: Maktabah Wahbah, cet.

2
pengelolaan dana yang diambil dari aghniyā’ (QS. al-Taubah [9]: 103), untuk
diserahkan kepada yang berhak menerimanya (QS. al-Taubah [9]: 60) dan
bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam
(QS. al-Dzariyat [51]: 19). Hal tersebut setidaknya tercermin dari firman-firman
Allah yang berkaitan dengan perintah zakat. Selain itu, diperkuat pula dengan
perintah Nabi Muhammad SAW kepada Mu’adz bin Jabal yang diperintahkan
untuk mengambil dan mengumpulkan harta (zakat) dari orang-orang kaya yang
kemudian dikembalikan kepada fakir miskin dari kelompok mereka.

‫ َو‬،ُ‫ فَ اِ َذا ِجْئَت ُه ْم فَ ْادعُ ُه ْم اِىَل اَ ْن يَ ْش َه ُد ْوا اَ ْن الَ اِلهَ اِالَّ اهلل‬،‫اب‬
ِ َ‫لكت‬ ِ ْ‫َّك س تَأْتِى َقوم ا ِمن اَه ِل ا‬
ْ ْ ًْ َ َ ‫إن‬
ِ َ ‫ك فَ اَ ْخرِب ْ ُهم اَ َّن اهللَ قَ ْد َف ر‬ ِ ِ ِ ‫اَ َّن حُم َّم ًدا رس و ُل‬
‫س‬َ ْ‫ض َعلَْيه ْم مَخ‬ َ ْ َ ‫ك بِ ذل‬ َ َ‫ فَ ا ْن ُه ْم طَ اعُ ْوا ل‬،‫اهلل‬ َُْ َ
ِ ِ ٍ ٍ ‫ص لَو‬
َ ‫ك فَ اَ ْخرِب ْ ُه ْم اَ َّن اهللَ قَ ْد َف َر‬
‫ض َعلَْي ُك ْم‬ َ ‫ك بِ ذل‬ َ َ‫ فَ ا ْن ُه ْم طَ اعُ ْوا ل‬،‫ات ىِف ُك ّل َي ْوم َو لَْيلَ ٍة‬ ََ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫اك َو َك َرائ َم‬ َ ‫ك بِ ذل‬
َ َّ‫ك فَاي‬ َ َ‫ فَ ا ْن طَ اعُ ْوا ل‬.‫ص َدقَةً ُت ْؤ َخ ُذ م ْن اَ ْغنيَ ائ ِه ْم َفُت َر ُّد َعلَى ُف َق َرائ ِه ْم‬ َ
‫ البخارى‬.‫اب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ‫هِل‬
ٌ ‫س َبْينَهُ َو َبنْي َ اهلل ح َج‬ َ ‫ فَانَّهُ لَْي‬،‫ َو اتَّق َد ْع َو َة اْملَظْلُ ْوم‬.‫اَْم َوا ْم‬
(Hai Mu’adz), bahwasanya kamu akan datang kepada orang-orang ahli kitab,
maka apabila kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka kepada
mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu
utusan Allah. Maka jika mereka telah mematuhi kamu dengan yang demikian
itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada
mereka shalat lima waktu sehari semalam. Lalu jika mereka telah mematuhi
kamu dengan yang demikian itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa
Allah telah mewajibkan kepada kalian membayar zakat, yang diambil dari
orang-orang kaya mereka, kemudian dikembalikan (dibagikan) kepada orang-
orang miskin mereka. Lalu apabila mereka telah mematuhi kamu dengan yang
demikian itu, maka jagalah kehormatan harta benda mereka. Dan takutlah kamu
do’anya orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang
antara dia dengan Allah. [HR. Bukhari juz 5, hal. 109]

Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan suatu tindakan pemindahan harta


kekayaan dari golongan yang kaya kepada golongan miskin. Transfer kekayaan
berarti juga transfer sumber-sumber ekonomi. Rahardjo menyatakan bahwa
dengan menggunakan pendekatan ekonomi, zakat bisa merupakan entry point
(titik masuk) bagi pengembangan teori ekonomi 6 Yang berkembang menjadi

25, 2006, vol. 1. 32, baca juga Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid I, Beirut: Dar al-Fikr,
1982, 276
6
Dawam Raharjo, Perspektif Deklarasi Mekkah Menuju Ekonomi Islam,
(Bandung: Mizan, 1987), 154-156, baca juga Pirhat Abbas. "DAWAM RAHARJO
(Ekonomi Islam Antara Kapitalisme dan Sosialisme)." Media Akademika 24.2 (2009)

3
konsep kemasyarakatan (muamalah), yaitu konsep tentang bagaimana cara
manusia melakukan kehidupan bermasyarakat termasuk di dalamnya bentuk
ekonomi. Oleh karena itu ada dua konsep ada dua konsep yang selalu di
kemukakan dalam pembahasan mengenai sosial ekonomi Islam yang saling
berkaitan yaitu pelarangan riba dan perintah membayar zakat (Q.S al-Baqarah
[2]: 276)
Zakat ditinjau dari pendekatan etnis dan pemikiran rasional ekonomis adalah
sebagai kebijaksanaan ekonomi yang dapat mengangkat derajat orang-orang
miskin, sehingga dampak sosial yang diharapkan dapat tercapai secara
maksimal. Hal ini dapat terwujud apabila dilakukan pendistribusian kekayaan
yang adil. Zakat mungkin didistribusikan secara langsung kepada orang-orang
yang berhak, baik kepada satu atau lebih penerima zakat maupun kepada
organisasi sosial yang mengurusi fakir miskin. Namun hendaknya dialokasikan
orang-orang yang benar membutuhkan. Untuk menghindari pemberian zakat
kepada orang yang salah, maka pembayar zakat hendaknya memastikan dulu.

B. Lembaga Zakat BAZNAS dan LAZ


Pengelolaan zakat, sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 diatur dengan dua model, yaitu: pertama, zakat dikelola lembaga
yang dibentuk oleh pemerintah (BAZNAS). Kedua, zakat dikelola lembaga
yang dibentuk oleh masyarakat (LAZ). Untuk model yang pertama, pemerintah
memiliki wewenang dalam mengatur berbagai ketentuan mengenai pengelolaan
zakat. Tetapi dalam pelaksanaannya, pemerintah lebih memosisikan diri sebagai
regulator dan fasilitator dalam rangka memastikan bahwa pengelolaan zakat
dilakukan dengan baik dan diperuntukkan demi kemaslahatan umat. Penting
dilakukan dalam hal ini bahwa pemerintah sebagai regulator adalah sangat pas
dikarenakan posisi pemerintah dalam hal ini harus mampu membuat hukum
yang mengatur hal ikhwal tentang per-Zakatan. Indonesia adalah negara hukum
sehingga masalah keberagamaan di Indonesia juga diaturnya. Posisi yang sangat
setrategis dalam membuat kebijakan maka pemerintah membuat autaran-aturan
akan filanropi Islam.
Peranan pemerintah sebagai regulator tentunya untuk mendorong agar
lembaga tersebut mampu bekerja dengan baik dan juga mampu membuat efek
bagi kehidupan sosial kemasyarakatan. Pembentukan BAZNAS dan LAZ dinilai
sebagai sebuah keniscayaan mengingat pentingnya sektor zakat yang menjadi
area kerjanya. Pengelolaan zakat bukanlah perkara yang mudah mengingat
bangsa Indonesia sendiri, terutama yang muslim, belum sepenuhnya menyadari
letak urgensinya zakat dan pendayagunaannya. Wajarlah jika potensi zakat yang
ada belum terserap sepenuhnya dan hanya menjadi kebanggaan karitatif semata. 7
Fenomena lemahnya BAZNAS dan beberapa LAZ seperti diuraikan di atas,

7
Kementrian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia; Menurut UU nomor
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat, (Direktorat Ienderal Bimbingan Masyarakat
Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013). 47

4
dapat dilihat dengan menggunakan pendekatannya Johan den Hertog bahwa
regulasi sebagai penerapan instrumen hukum untuk melaksanakan tujuan
kebijakan sosial.8 Karakteristik instrumen hukum adalah bahwa individu atau
organisasi dapat dipaksa oleh pemerintah untuk memenuhi perilaku yang
ditetapkan dengan ancaman hukuman sanksi. Keberadaan regulator tentunya
harus mampu menciptkan kemaslahatan yang lebih umum karena adanya sanksi
tegas dari pemerintah.9 Hal ini tentunya tugas pemerintah sebagai regulator
sangatlah strategis jikalau dilaksanakan dengan maksimal sehingga mampu
dalam mengimplementasikan UU Zakat.
BAZNAS merupakan lembaga pengelola zakat yang memiliki tugas utama
pengelolaan zakat secara nasional. Dalam rangka melaksanakan tugasnya
sebagai lembaga pengelola zakat nasional, BAZNAS mejalankan fungsi-fungsi
utama, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 23/2011. Pertama,
Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; Kedua,
Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; Ketiga,
Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
Kemempat pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Sementara untuk model yang kedua, yaitu Lembaga Amil Zakat (LAZ),
lembaga ini banyak dikelola oleh masyarakat, mereka memiliki wewenang
yang sangat besar untuk kemajuan zakat di Indonesia, akan tetapi ia diharuskan
berkoordinasi, melaporkan, dan siap dibina oleh pemerintah 10. Hal initentunya
sebagai lembaga swasta dimana peran amil didalamnya sangat besar dalam
keberhasilan LAZ. Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembentukannya
dan pengukuhannya diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-
undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan
infak/sedekah.11 Lembaga pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang No.23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Berdasarkan undang-
undang tersebut, yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan yang
meliputi perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari pengelolaan
zakat adalah untuk meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Menurut
Hafidhuddin12 pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang
memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki keuntungan sebagai berikut:
8
Johan den Hertog, General Theories of Regulation. Economic Institute/ CLAV,
(Utrecht niversity @ Copyright 1999 Johan den Hertog). 223-270.
9
Sam Peltzman, "Toward a more general theory of regulation." The Journal of
Law and Economics 19.2 (1976): 211-240.
10
Kementrian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia; Menurut UU
nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat, (Direktorat Ienderal Bimbingan
Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013). 43
11
Akuntansi Zakat dan Infak/sedekah (PSAK Syariah 109:2016).
12
Didin Hafidhuddin , 2006. “Dunia Perzakatan di Indonesia,” dalam Kuntarno
Noor Aflah (ed), Zakat & Peran Negara, ( Jakarta: Forum Zakat. 2007). 79

5
a. Menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
b. Menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
c. Mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu
tempat.
d. Memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintahan yang islami.
LAZ merupakan organisasi pengelola zakat yang didirikan atas dasar
inisiatif dari masyarakat sehingga cendrung berbadan swasta. Salah satu tugas
penting dari LAZ adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat
secara terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan
media. Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan masyarakat
muzakki akan semakin sadar utuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang
kuat, amanah, dan terpercaya. LAZ juga diharapkan dapat berfungsi secara
optimal dalam perannya sebagai pengelola zakat dalam menghimpun dan
mendayagunakan dana zakat.
Pada masa kekinian, pengelolaan zakat seringkali diseret dalam arus
perdebatan mengenai siapa yang berwenang melakukan pengelolaan dan
bagaimana mekanismenya13. Menurut kelompok yang berperspektif sekularistik,
pengelolaan zakat tidak perlu melalui campur tangan negara. Sementara bagi
yang berperspektif centered-state, negara harus mengambil wewenang
pengelolaan itu. Dikotomi perspektif tersebut tampaknya tidak akan menjadi
suatu perdebatan yang produktif ketika konteks kehidupan masyarakat mutakhir
justru tidak bisa melepaskan diri dari relasi-konstruktif dan kritis antara negara
dan masyarakat. Dengan pengertian lain, publik masa kini merupakan subjek
yang dapat terlibat aktif dan partisipatif dalam proses-proses pengelolaan
sumber daya publik, sementara pada situasi yang sama negara pun harus
berdampingan dengan masyarakat dalam melaksanakaan program, program
kenegaraan.
Di negara lain, pengelolaan zakat memiliki beberapa model. Arab Saudi,
Pakistan, dan Sudan memiliki undang-undang wajib zakat berikut institusi yang
menanganinya. Sementara di Kuwait dan Yordania, zakat diterapkan secara
sukarela, tidak diatur undang-undang khusus. Indonesia memilih caranya sendiri
yang lebih merupakan "jalan tengah", yakni meskipun telah memiliki undang-
undang yang mengatur pengelolaan zakat tetapi tidak secara tegas mewajibkan
zakat. Pengelolaan zakat dilakukan oleh dua lembaga pengelola zakat, yaitu
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga pengelola zakat yang

13
Nurul Widyawati Islami Rahayu. "Lembaga Amil Zakat, Politik Lokal, Dan
Good Governance Di Jember." KARSA: Journal of Social and Islamic Culture 22.2 (2015):
207-223; Qurroh Ayuniyyah,. "Factors Affecting Zakat Payment Through Institution Of
Amil: Muzakki’s Perspectives Analysis (Case Study Of Badan Amil Zakat Nasional
[Baznas])." AL-INFAQ 2.2 (2015).

6
dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai lembaga
pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat. 14
Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa pengelolaan zakat di Indonesia
berusaha menjembatani dikotomi antara perspektif centered-stste dengan
perspektif sekularistik. sebagaimana diungkpakan oleh Jean J. Rousseau dalam
bukunya Du Contrat Social pada tahun l776,15 yang menteorikan suatu dasar
pembenar moral falsafati bahwa rakyat yang bukan lagi kawula, melainkan
warga itu, lewat proses-proses politik yang volunter dan sekaligus
konstitusional, bertujuan untuk membatasi kebebasannya pada suatu waktu
tertentu berkenaan dengan kasus-kasus tertentu demi dimungkinkan
terwujudnya kekuasaan pemerintahan pada waktu tertentu untuk urusan tertentu.
Sehingga upaya "kompromis" antara pemerintah dan masyarakat perlu
dilakukan sebab zakat memiliki tujuan pemberdayaan publik untuk mewujudkan
keadilan sosial. Penyerahan total pengelolaan zakat ke negara dikhawatirkan
akan menimbulkan penyimpangan ketika sistem birokrasi yang ada masih lemah
dan kepemimpinan belum mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat.
Sementara penyerahan total ke masyarakat mengandung risiko sulit mengontrol
pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaannya untuk kemaslahatan
urnat.

C. Institusi Zakat
Pengelolaan lembaga zakat di Indonesia berusaha melepaskan dikotomi
antara perspektif centered-state dengan perspektif sekularistik.16 Pertentangan
kedua pendekatan jika digunakan dalam menyelasaikan masalah zakat patut
diduga tidak akan ada kebaikan dalam mengembangkan dan menyelsaikan
permasalhan zakat, maka dilakukanlah upaya kompromi sebagaimana Thomas
R. Dye bahwa “Tugas dalam menengahi konflik antar kelompok yang berbeda
hendaklah dengan mengatur kompromi dan menciptakan keseimbangan
kepentingan-kepentingan yang berbeda, mewujudkan kompromi-kompromi
tersebut dalam bentuk kebijaksanaan publik, dan memaksakan berlakunya
kompromi-kompromi bagi semua pihak”.17 teori "kompromis" tersebut perlu
diterapkan sebagai salah satu metode para pengelola zakat di Indonesia sebab
zakat memiliki tujuan pemberdayaan publik untuk mewujudkan keadilan sosial

14
Kementrian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia. 49; baca juga
Amiruddin, K. "Model-model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim." Ahkam: Jurnal Hukum
Islam 3.1 (2015): 137-164.
15
Rousseau, Jean-Jacques. Contrat social: ou principles du droit politique. Chez
Marc-Michel Bousquet, 1766.
16
Arskal Salim. Challenging the secular state: The Islamization of law in modern
Indonesia. University of Hawaii Press, 2008. Baca juga Norazlina Abd Wahab, dan Abdul
Rahim Abdul Rahman. "A framework to analyse the efficiency and governance of zakat
institutions." Journal of Islamic Accounting and Business Research 2.1 (2011): 43-62.
17
Schubert, Louis, Thomas R. Dye, dan Harmon Zeigler. The irony of democracy:
An uncommon introduction to American politics. Nelson Education, 2015.

7
bagi semua penduduk Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa penyerahan
total pengelolaan zakat ke negara tidak dilakukan? Hal ini dikhawatirkan akan
menimbulkan penyimpangan ketika sistem birokrasi yang ada masih lemah dan
kepemimpinan belum mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat. Sementara
disisi lain penyerahan total ke masyarakat mengandung risiko sulit mengontrol
pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaannya untuk kemaslahatan
umat. Model yang dimiliki di Inonesia ini sebenarnya sangatlah unik dari hasil
kompromisasi, karena model ini tentunya berkaitan juga dengan historikal
masarakat Indonesia itu sendiri. Bahwa masyarakat Indonesia dalam
perjalanannya membangun lembaga publik tentunya tidak semata-mata urusan
Negara saja, atau masyarakat saja, namun upaya kompromi ini sebuah bentuk
karakteristik sistem pengelolahan Institusi Zakat di Indonesai yang membedakan
dengan negara lain. Disinilah peran dari kelembagaan institusi Zakat harus
dioptimalkan, apakah itu yang berbntuk BAZNAS ataupun LAZ. Kelembagaan
institusi zakat hendaklah mampu mengoprasikan dari tingkat penghimpunan
dana zakat, pengelolaan, penyaluran dan pelaporan dana zakat.
Kualitas dan tingkat efektifitas pengumpulan dana zakat pada sebuah
lembaga apakah itu pemerintah BAZNAS mauapun LAZ dan
pendayagunaannya sangat tergantung pada kelengkapan apakah database yang
dimiliki khususnya terkait dengan jumlah muzaki dan mustahik sudah teratasi
atau sebaliknya. Karena ketiadaan database zakat menjadi salah satu faktor
ketidakmampuan institusi zakat untuk melakukan fungsinya dengan baik. 18
Institusi zakat di Indonesia tidak boleh tidak harus memiliki data yang akuntable
berkaitan dengan muzzaki dan mustahiq. Kerjasama institusi zakat ini dengan
lembaga lain dalam rangka meperkuat posisinya apakah itu pusat maupun
daerah hendaklah ditingkatkan. Hal ini untuk membantu data-data masyarakat
yang terkelompokan yang ke dalam kategori Muzzaki ataupun mana yang
Mustahiq.
Pola Tata kelola yang baik menjadi keharusan bagi institusi zakat karena
berhubungan dengan kepercayaan dari stakeholders. Bahkan tata kelola ini ikut
diatur dalam ZCP (Zakat Core Principles) pada bab 8 mengenai good amil
governance untuk menjamin pengelolaan yang baik melalu kode etik, dan
peraturan lainnya, serta adanya dewan pengawas zakat di institusi tersebut 19.
Dari sini ada pandangan bahwa jika lembaga-lembaga yang berbasis syariah
dikelola dengan baik maka akan dapat tumbuh secara sehat, kuat dan efisien.
Sebagai sebuah lembaga pengelola yang berkecimpung disektor ekonomi yang
dipercaya oleh pemerintah dalam mengelola dana zakat yang dititipkan

18
Nurzaman, Mohamad Soleh, et al. "National Zakat Index: Framework and
Methodology." BAZNAS Center of Strategic Studies-Working Papers (2017). Baca juga
Apriansyah, Arif. "Studi Analisis Terhadap Kinerja Badan Amil Zakat (Baz) Kota Bogor
Dalam Meningkatkan Jumlah Usaha Produktif Para Mustahiq." AL-INFAQ 2.2 (2011).
19
Noor, Abdun. "Ethics, religion and good governance." JOAAG 3.2 (2008).

8
masyarakat, manajemen Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun
lembaga amil zakat (LAZ) harus menyadari bahwa kepercayaan publik di
samping tergantung pada kinerja dan kemampuan lembaga dalam mengelola
dan menyalurkan dana zakat kepada para mustahiq, juga diperlukan adanya
sikap profesionalisme, independensi, dan integritas dari para pengurus amil
zakat serta transparansi atas informasi yang berkaitan dengan kondisi keuangan
maupun non keuangan kepada publik.

D. Institusi Zakat dalam Membangun Sosial Ekonomi


Gambaran kemiskinan di Indonesia
Perekonomian Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti
akibat perkembangan ekonomi global. Pada tahun 2016 dan 2017,
pertumbuhan ekonomi global lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang besarnya
3,5 persen. Perekonomian domestik Indonesia tumbuh sebesar 5,8 - 6,2 persen,
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan membaiknya
perekonomian global. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia
tidak sepenuhnya memberikan dampak yang positif dalam hal pemerataan
kemakmuran di masyarakat. Indikasi ini tampak dalam Berita Resmi Statistik
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2016, bahwa
Gini Ratio Indonesia mencapai angka 0,397. 20 Artinya, distribusi ekonomi saat
ini bahwa persebaran kekayaan dari pertumbuhan ekonomi yang ada tidak
tersebar merata dan hanya dikuasai oleh sekelompok golongan tertentu, dimana
satu persen kelompok orang terkaya menguasai 39,7 persen aset nasional. Hal
yang juga memperihatinkan adalah angka kemiskinan versi BPS dalam Laporan
Profil Kemiskinan di Indonesia pada Maret 2017 10,12 persen dari total
penduduk Indonesia. Walaupun angka ini turun 0,58 persen dari tahun lalu,
namun setidaknya masih terdapat 26,58 juta penduduk Indonesia yang memiliki
penghasilan dibawah garis kemiskinan versi BPS, yakni rata-rata sebesar Rp
354.386,00 per kapita per bulan.21 Angka kemiskinan dipastikan akan jauh
membesar secara signifikan jika pengukuran dilakukan dengan standar batas
kemiskinan global yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yang setara dengan
USD 1,9 per kapita per hari.

20
https://ekbis.sindonews.com/read/1132327/33/bps-catat-gini-ratio-maret-2016-
turun-ke-0397-1471575356 diakses pada tanggal 19 mei 2018
21
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/01/02/1413/persentase-penduduk-
miskin-september-2017-mencapai-10-12-persen.html diakses pada tanggal 19 mei 2018

9
Pada saat yang sama, Indonesia merupakan negara yang sering terkena
akibat bencana alam, baik yang bersifat alamiah seperti gunung berapi, gempa
bumi, dan tsunami, maupun bencana alam yang bersifat kesalahan
pembangunan seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan. Kondisi rawan
bencana ini memberikan dampak yang signifikan dalam penciptaan kondisi
kemiskinan baru sebagai dampak dari bencana yang terjadi, seperti kehilangan
aset, sumber pekerjaan, maupun akses terhadap jaminan sosial yang disediakan
oleh negara. Secara spesifik, agenda pemerintah terkait penanggulangan
kemiskinan diamanatkan kepada Kementerian Sosial dalam tugas
penyelenggaraan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin. Sejak
tahun 2014, Kementerian Sosial mencanangkan empat Strategi Penanggulangan
Kemiskinan yang meliputi peningkatan akses kesempatan berusaha melalui
pemberian modal usaha, pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan
(makanan) dan papan (rumah), peningkatan kapasitas melalui pemberian
pelatihan dan keterampilan, dan pendampingan sosial dalam rangka
memberikan bimbingan kepada beneficiaries serta mempercepat proses
pemberdayaan. Secara praktikal, strategi penanggulangan kemiskinan yang
diusung oleh pemerintah tersebut diimplementasikan dalam sejumlah program,
di antaranya: Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Keluarga Sejahtera, Program
Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, Raskin, dan Kredit Usaha Rakyat.
Dan tampak jelas sekali zakat belum dimasukan kedalam spesifikasi
peneanggulangan kemiskinan di Indonesia. Ada beberapa alasan mungkin
kenapa zakat tidak termasuk bagaian dari peneanggulanagan kemiskinan
tersebut? padahal penelitian-penelitian tentang zakat sudah mengindikasiakan
kearah terseut. Hal ini meunjukan bahwa pemerintah masih setengah-setengah
dalam keberpihakan kepda program BAZNAS atau LAZ di Indonesia.

Prospek Pembangunan Zakat


Dengan melihat prospek ke depan dan faktor-faktor pendukungnya, tahun
2016 dan 2017 bisa dikatakan sebagai momentum strategis dalam
pembangunan zakat nasional. Paling tidak terdapat dua hal yang bisa
dijabarkan. Pertama, tahun tersebut adalah tahun yang sangat penting dalam hal
konsolidasi kelembagaan zakat dengan format baru, dimana BAZNAS memiliki
kewenangan sebagai koordinator perzakatan nasional. Kedua, meningkatnya
harapan publik terhadap BAZNAS, yang telah memiliki kepemimpinan baru
yang sudah berjalan efektif di tahun 2017 dimana pada tahun terakhir BAZNAS
menmpunyai INZ (Inex Zakat Nasional)22. Publik memiliki ekspektasi yang
22
IZN diluncurkan pada tahun 2016 Ketua BAZNAS Prof Bambang Sudibyo
dalam konferensi pers peluncuran IZN tersebut menyatakan bahwa keberadaan indeks ini
sangat penting sebagai parameter untuk menilai kualitas pengelolaan zakat secara obyektif.
IZN ini pun merupakan indeks pertama di dunia yang digunakan secara resmi sebagai alat
ukur oleh otoritas zakat di suatu negara. Malaysia dan Arab Saudi yang memiliki penge
lolaan zakat yang baik pun, tidak mempublikasikan indeks atau alat ukur untuk menilai

10
besar terhadap BAZNAS dan agar lembaga tersebut memiliki kinerja yang
optimal dalam memimpin dunia perzakatan nasional sehingga baik
penghimpunan maupun penyaluran zakat dapat berjalan dengan baik.
Secara Internasional, tahun 2016 dan 2017 juga menjadi momentum
penguatan kerja sama zakat dunia. Hal ini ditandai dengan semakin
mengkristalnya hasil pembahasan dalam empat kali pertemuan IWG ZCP
(International Working Group on Zakat Core Principles) sepanjang tahun 2014-
2015 lalu. Dokumen ZCP yang telah disahkan pada tanggal 23-24 Mei 2016 di
Istanbul, Turki ini bahkan telah menghasilkan dua dokumen technical notes
turunannya, yaitu Technical Notes on Risk Management for Zakat Institution
dan Technical Notes on Good Amil Governance for Zakat Institution.
Keberadaan dokumen-dokumen tersebut diharapkan menjadi sumber referensi
pengelolaan zakat dunia sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
tata kelola sistem perzakatan dunia. Peran Indonesia tidak diragukan lagi, sangat
penting dan krusial.
Dengan melihat kondisi di atas, terlihat bahwa tahun 2016 dan 2017 menjadi
tahun yang lebih dinamis, progresif, dan menantang. Agar perjalanan
pembangunan zakat nasional dan internasional berjalan selaras, setidaknya
terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh BAZNAS sebagai
penanggung jawab pengelolaan zakat nasional. Pertama, konsolidasi
kelembagaan yang tengah berjalan harus dapat dituntaskan dengan baik.
Konsolidasi ini meliputi penyesuaian terhadap aturan perundang-undangan yang
baru, seperti penyesuaian persyaratan LAZ, pengisian pos-pos pimpinan
BAZNAS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, hingga penyamaan frekuensi
visi misi perzakatan nasional agar terinternalisasikan dengan baik oleh seluruh
pegiat zakat nasional. Ini sangat penting agar BAZNAS daerah dan LAZ
memahami dengan baik seluruh agenda dan kebijakan zakat nasional.
Kedua, perlunya penguatan strategi penghimpunan dan penyaluran zakat
secara nasional agar kesenjangan antara potensi zakat dengan penghimpunan
aktual zakat bisa direduksi. Dalam konteks ini, maka sosialisasi dan edukasi
publik harus diperkuat dan dikembangkan secara masif, sistematis dan efektif.
Termasuk memperkuat kerja sama dengan otoritas lain yang terkait, seperti
OJK dan Bank Indonesia. Dengan OJK, perlu dikembangkan strategi
penghimpunan zakat institusi-institusi keuangan yang berada di bawah kendali
OJK. Misalnya, bagaimana memunculkan kesadaran kolektif lembaga
keuangan, baik perbankan, industri keuangan non bank, dan pasar modal untuk
menunaikan kewajiban zakat mereka melalui BAZNAS dan LAZ resmi. Contoh
kongkretnya antara lain yaitu upaya untuk menetapkan syarat saham-saham

bagaimana posisi pengelolaan zakat mereka saat ini. Biasanya yang dipublikasikan dalam
Annual Reportmereka adalah gambaran umum pengelolaan zakat di negara masing-masing
beserta data-data penghimpunan dan penyaluran zakat serta laporan keuangan yang telah
diaudit. http://www.republika.co.id/berita/koran/iqtishodia/16/12/23/oin2kk387-menyambut-
indeks-zakat-nasional diakses pada tanggal 20 mei 2018, baca juga Index Zakat Nasional
Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tahun 2016 dan 2017

11
yang masuk kategori saham syariah melalui penerapan kewajiban zakat yang
harus mereka tunaikan. Jika hal ini diakomodasi dalam Peraturan OJK, maka
dipastikan penghimpunan zakat akan meningkat.
Pada sisi penyaluran, upaya adaptasi terhadap dokumen ZCP disarankan
untuk mulai dilakukan. Sebagai contoh, ketentuan tentang perhitungan rasio
ACR (Allocation to Collection Ratio), yaitu perbandingan antara jumlah zakat
yang disalurkan dengan jumlah zakat yang dihimpun. Perhitungan ini penting
sebagai indikator kinerja penyaluran zakat lembaga yang ada. Jika suatu
lembaga nilai ACR-nya mencapai 90 persen, maka artinya 90 persen zakat
yang dihimpun telah disalurkan. Amil hanya menggunakan dana sebanyak 10
persen untuk memenuhi seluruh kegiatan operasionalnya. Dengan demikian,
semakin rendah persentase nilai ACR menunjukkan semakin lemahnya
kemampuan manajemen penyaluran lembaga zakat sehingga perlu dilakukan
evaluasi untuk memperbaikinya.
Ketiga, rencana untuk mendirikan IIFSB (Islamic Inclusive Financial
Services Board) pada tahun 2016 ini harus dikawal dengan baik. BAZNAS perlu
berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan terkait
dengan upaya pendirian tersebut sehingga IIFSB dapat diluncurkan sesuai
rencana awal. IIFSB inilah yang nantinya akan menjadi media penguatan dan
peningkatan kualitas pengelolaan zakat secara global.
Namun begitu, diprediksikan akan ada sejumlah tantangan yang akan
dihadapi lembaga-lembaga zakat di tahun 2018. Pertama, kesadaran
masyarakat untuk berzakat masih relatif rendah. Kondisi ini ditambah dengan
kewajiban zakat masih bersifat sukarela dalam tata peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Kedua, ada fenomena umum bahwa masyarakat
cenderung menunaikan zakat secara langsung kepada mustahik yang mereka
kenal, tanpa melalui lembaga zakat resmi Ketiga, kepercayaan masyarakat
kepada lembaga pengelola zakat masih rendah. Semua faktor tersebut
memberikan pengaruh terhadap rendahnya angka pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota,
maupun LAZ dari potensi zakat yang tersedia.

E. Peranan Institusi Zakat dalam menjalankan Distribusi yang ber-


Keadilan
Islam sangat memperhatikan kelompok-kelompok yang tidak mampu
menghasilkan dan memenuhi kebutuhan standar hidupnya, seperti kelompok-
kelompok masyarakat yang disebutkan dalam al-Quran (8 asnaf). Allah swt.,
dengan tegas menetapkan adanya hak dan kewajiban antar dua kelompok yaitu
si kaya dan si miskin dalam pemerataan distribusi harta kekayaan, yaitu dengan
mekanisme zakat.23 Adanya perintah Allah Swt. mengeluarkan zakat melalui
ayat-ayat Alquran dan hadist-hadits Nabi Muhammad Saw. merupakan cara

`
23
Zainudin, Hukum Zakat: Perspektif Normatif, Kesejahteraan, dan Keadilan Sosial,
(Ciputat: Agra dina Mulia, 2013). 122

12
pemindahan atau pemerataan kekayaan. Cara seperti ini dimaksudkan agar
orang-orang kaya tidak merasa zakat yang dikeluarkannya sebagai kebaikan
hati, bukan kewajiban dan fakir miskin tidak merasa berhutang budi kepada si
kaya karena menerima zakat.24
Zakat sebagai sistem jaminan sosial bagi penanggulangan kemiskinan sangat
penting, karena dalam pandangan Islam setiap individu harus secara layak di
tengah masyarakat sebagai manusia. Sehingga masyarakat tersebut dapat
memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan memperoleh
pekerjaan. Seseorangtidak boleh dibiarkan kelaparan, tanpa pakaian, hidup
menggelandang, tida memiliki tempat tinggal atau kehilangan kesempatan
membina keluarga walaupun orang tersebut bukanlah orang muslim. Zakat
bukan saja menjadi masalah individu, namun lebih dari itu zakat merupakan
urusan bersama seluruh umat Islam.25
Musthafa As-Siba'I, sebagaimana yang dikutip oleh Zainuddin, perundang-
undangan jaminan sosial dalam Islam mencakup dua tema pokok, yaitu:
golongan yang dijamin, dan sumber dana untuk jaminan sosial. Golongan
masyarakat yang harus mendapat jaminan sosial terbagi dalam lima kategori:
pertama, Wajib dipelihara dan diberi jaminan sosial, meliputi: (1) fakir miskin,
orang sakit, orang buta, orang lumpuh, orangtua, lanjut usia, ibnu sabil, anak
gelandangan, dan tawanan perang; kedua, Wajib mendapat bantuan, meliputi:
orang yang berhutang (al-gharimin), orang terhukum pidana karena perbuatan
tidak disengaja yang diwajibkan membayar denda, dan orang yang kehabisan
ongkos dalam perantauan; ketiga berhak atas jaminan keselamatan sebagai tamu
di suatu lingkungan masyarakat muslim. Islam menetapkan tamu wajib dilayani
istimewa selama 3 hari dan selanjutnya sebagai sedekah. Keempat, Jaminan
untuk sama-sama merasakan nikmat (musyarakah); Kelima, Jaminan untuk
saling membantu keperluan hidup rumah tangga. 26
Perintah Allah Swt. menunaikan zakat akan memberikan jaminan keadilan
sosial dan pemberdayaan ekonomi umat Islam yang mengalami kekurangan
sumber ekonomi. Penyaluran atau distribusi zakat yang telah terkumpul dapat
dilakukan dalam empat bentuk, yaitu pertama, pendayagunaan zakat yang
konsumtif tradisional, yakni zakat langsung dibagikan kepada mustahik untuk
dimanfaatkan langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir-miskin
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada
korban bencana alam. Kedua, zakat konsumtif kreatif, yakni zakat yang
diwujudkan dalam bentuk lain, seperti diwujudkan dalam bentuk alat-alat
sekolah beasiswa, peralatan sekolah, dan pakaian anak-anak yatim. Ketiga,
zakat produktif tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk sesuatu
yang berkembang biak, seperti kambing, sapi, alat cukur, dan mesin jahit, alat
pertukangan dan lain-lain. Pemberian zakat dalam bentuk ini akan mendorong
24
Muhammad Daud Ali, Sistern Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-
Press, 1988). 5
25
Zainudin, Hukum Zakat. 123
26
Zainudin, Hukum Zakat:

13
orang menciptakan suatu usaha atau memberikan suatu lapangan kerja baru bagi
fakir-miskin. Keempat, zakat produktif kreatif, yaitu semua pendayagunaan
zakat yang diberikan dalam bentuk modal kerja sehingga penerimanya dapat
mengembangkan usahanya.27
Untuk meningkatkan daya guna zakat sehingga dapat menjamin keadilan
sosial dan memberdayakan ekonomi umat Islam, maka lembaga amiI zakat
harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
Pertama, pengelolaan zakat harus dilakukan secara profesional dan jelas.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan para muzakki atas dana
zakat yang telah mereka salurkan sampai kepada orang yang berhak
menerimanya.
Kedua, di zaman modern ini, sasara mustahiq haruslah mendapat perhatian
khusus bahwa dana zakat yang diberikan tidaklah sebagai gantungan hidup,
akan tetapi sebagai modal untuk meningkatkan kemampuan berwirausaha;
Ketiga, dana zakat yang terhimpun harus dapat dijadikan sebagai dana abadi
yang tidak habis karena dikonsumsi. Pengelolaan dana zakat harus bisa menjadi
modal yang berkesinambungan dan berkelanjutan;
Keempat, lembaga zakat harus memiliki sasaran yang jelas dan terencana.
Sasaran dari penerima zakat ini diambil dari kelompok-kelompok yang mampu
menggerakkan roda perekonomian di masyarakat. Diharapkan jika roda
perekonomian di masyarakat berjalan, maka mampu menciptakan lapangan
pekerjaan yang dapat mengurangi angka kemiskinan di daerah tersebut;
Kelima, lembaga zakat harus bisa membangun relasi dengan penerima
zakat. Lembaga zakat ini berfungsi sebagai pembina dari para penerima zakat
dalam mengembangkan dan menyalurkan hasil usaha. Hal inilah yang harus
diperhatikan oleh lembaga zakat karena pada umumnya lembaga zakat hanya
berhenti pada penyaluran danazakat saja. 28
Disamping itu, untuk mencapai sasaran perlu diperhatikan hal-hal yang
dapat menghambat pendistribusian zakat. Lembaga-Iembaga zakat cenderung
independen dan mencanangkan program masing-masing dan lemah membangun
koordinasi dan sinergi antar satu lembaga dengan lembagalajnnya. 29 Fenomena
gerakan filantropi Islam yang bersifat independen, tanpa kontrol akan
menghambat tujuan utamanya, yaitu mengentaskan kemiskinan (mustahik
menjadi muzakki).
Zakat bukan hanya sekedar sebuah bentuk ibadah. Juga bukan sekedar
realisasi dari kepedulian seorang muslim terhadap orang miskin. Lebih dari itu,
zakat ternyata memiliki fungsi yang sangat strategis dalam konteks sistem
ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan. Pemahaman
27
Muhammad Daud Ali, Sistern Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, 11-12
28
www.sedekahpinjaman.wordpress.comj2013j03j16japakah-zakat -menjawab-
problem-kemiskinan/ diakses pada tanggal 20 Mei 2018
29
Mashudi, Evaluasi PengelolaanZakat di Indonesia dalam http://
infoislamicbanking.files.wordpress.com/2012/01/evaIuasi-pengelo-laan-zakat-di-indonesia,
diakses pada tanggal 20 Mei 2018

14
ekonomi Islam secara tepat akan membawa transformasi kesadaran, yakni dari
memandang zakat secara personal yang sekedar berfungsi superfisial dan
karikatif menjadi bagian tak terpisahkan dari pola distribusi dalam sistem
ekonomi Islam.30
Zakat dalam perspektif ekonomi Islam adalah, pertama, Zakat adalah
kewajiban yang bersifat material, seorang mukallaf muslim membayarkannya
baik secara tunai berupa uang maupun berupa barang. Menurut pemahaman
ekonomi Islam, kewajiban yang bersifat material itu adalah zakat, sedangkan
secara tunai atau berupa barang itu berdasarkan nas-nas AI-Qur'an dan hadis
serta kompromi antara keduanya, misalnya para fuqaha mendasarkan pada surat
al-Taubah (9) ayat 103. Yang dimaksud harta di sini tidak terbatas pada barang
atau nilai uang, mereka juga merujuk pada sebuah hadis yang artinya "Dalam
setiap 40 ekor kambing wajib zakat 1 ekor kambing". Untuk memudahkan bagi
pemilik hewan dengan tidak mengikat kewajiban maka boleh baginya
mengeluarkan zakat berupa barang (hewan) atau uang tunai.
Kedua, Zakat adalah kewajiban yang bersifat mengikat, artinya membayar
zakat bagi seorang muslim mukallaf adalah suatu keharusan. Sifat wajibnya itu
berdasarkan keberadaannya sebagai kewajiban terhadap harta ilahiyah dan
ibadah yang berkaitan dengan harta itu diwajibkan.
Ketiga, Zakat adalah kewajiban pemerintah, pejabat-pejabat pemerintahan
Islam, pejabat yang berwenang, para hakim atau para imam mewajibkan zakat
berdasarkan anggapan bahwa mereka melaksanakan kewajiban ilahiyah ini
sebagai kewajiban.
Keempat, Zakat adalah kewajiban final, artinya orang Islam tidak boleh
menolak, tidak ada hak bagi orang Islam untuk menentang dan menuntutnya,
bahkan sekalipun pembayar dan pengelola zakat adalah orang yang durhaka atau
dzalim, tetapi boleh tidak membayar zakat ketika beban gugur dan sebelumnya
ia telah memberikan infak kepada salah seorang yang berhak menerima zakat.
Kelima, Zakat adalah kewajiban yang tidak ada imbalannya, tidak ada syarat
untuk memperoleh kemanfaatan atau fasilitas yang seimbang bagi pembayar
zakat, tidak ada hubungan antara kewajiban zakat dengan imbalan yang
seimbang telah membayar zakat secara kasat mata.
Keenam, Zakat adalah kewajiban tuntutan politik untuk keuangan Islam.
Alokasi zakat adalah untuk golongan delapan penerima zakat, sebagaimanayang
telah ditetapkan AI-Qur'an (9: 60). Jika hukum ekonomi telah membatasi
sasaran pajak untuk menutupi kebutuhan pangan, maka sesungguhnya ekonomi
Islam tidak mengacu seperti itu lebih tinggi kedudukan hukumnya dalam
mengalokasikan zakat, ekonomi Islam berusaha mewujudkan tujuan-tujuan
ekonomi, keuangan, sosial dan politik yaitu: (1) Berkaitan dengan tujuan-tujuan
ekonomi, zakat emas, perak atau yang sejenisnya seperti mata uang dan harta

30
Muhammad Ismail Yusanto, "Zakat dan Pendidikan Ekonomi Islam", dalam
Problema Zakat Kontemporer: Artikulasi Sosial Politik, Jakarta: Forum Zakat (FOZ), 2003,.
123-124.

15
lainnya itu dipergunakan supaya berkembang; (2) Berkaitan dengan tujuan
keuangan, zakat dimaksudkan sebagai devisa negara (baitul mal) untuk
mencukupi kebutuhan pangan yang dibutuhkan, yakni kebutuhan pangan fakir
miskin, ibnu sabil, gharim dan riqab, juga untuk memenuhi kebutuhan pangan
yang lain seperti untuk dakwah agama, membangun masjid dan sebagainya; (3)
Berkaitan dengan tujuan sosial, zakat diarahkan untuk mewujudkan cita-cita
sosial; (4) Berkaitan dengan tujuan politik, zakat diarahkan untuk melunakkan
hati orang lain dari berbuat jahat. Zakat 10% dari pembangkang zakat yang
diperangi dipergunakan untuk kekuatan politik suatu negara.
Berdasarkan sudut pandang sistem ekonomi, zakat merupakan upaya
menciptakan distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Selain untuk tujuan
distribusi, berdasarkan analisis fiskal, zakat merupakan sumber pendapatan dan
pembiayaan ekonomi. Manfaat yang dapat dipetik dari pendayagunaan zakat
sebagai institusi ekonomi dalam rangka pemberdayaan ekonomi umat Islam
adalah, pertama, dana yang disalurkan tidak akan habis sesaat, tetapi terus
mengalir dan bergulir sehingga mempunyai dampak yang luas (multiflier effect)
terhadap kehidupan ekonomi masyarakat; Kedua, banyak pengusaha lemah yang
terbantu sehingga akan meningkatkan tarap dan harkat kehidupannya dan beban
sosial masyarakat akan berkurang; Ketiga, dengan manfaat besar yang
dirasakan, maka umat Islam akan berlomba dalam mengeluarkan zakat. Dalam
perspektif ini umat Islam akan menjadi penyandang dana dalam upaya
pemberdayaan ekonomi rakyat; Keempat, lewat institusi zakat, harta dan
kekayaan didstribusikan secara adil dan meluas kepada kelompok masyarakat
yang membutuhkan bantuan secara ekonomis. Sehingga dapat mempersempit
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok fakir-miskin. 31
Untuk menjadikan zakat sebagai sebuah sistem ekonomi, maka
pemberdayaan zakat perlu memperhatikan sasaran penyaluran zakat dalam
berbagai sektor kehidupan antara lain adalah: pertama, Masalah ekonomi,
meliputi pendapatan masyarakat yang relatif rendah akibat kekurangan modal
usaha, kurang mampu dalam bidang garapan pertanian dan lemahnya kinerja
dalam bidang agribisnis; Kedua, Lingkungan masalah sektor agama seperti
lembaga pendidikan agama dan kelompok masyarakat yang bergerak dalam
bidang keagamaan seperti tamir masjid, imam, juru dakwah, guru TPA, guru
MDA, petugas kematian dan lain sebagainya yang kurang mendapat perhatian
dari masyarakat; Ketiga, Masalah sosial kemasyarakatan seperti kurangnya
sarana dan fasilitas pelayanan umum (poliklinik) modal usaha, koperasi bagi
petani kecil dan sebagainya Keempat, Masalah perkantoran seperti adanya
golongan tertentu yang harus diberdayakan, dan yang perlu penanganan khusus
(musibah, sakit dengan beban hutang’ Kelima, Masalah lingkungan sekitar

31
Djailani, "Strategi Bazis dalam Menyiasati Implementasi Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat: ZIS sebagai Kontribusi Dana
Pembangunan Umat di Pripinsi DKI Jakarta", dalam Problema Zakat Kontemporer:
Artikulasi Sosial Politik, Jakarta: Forum Zakat (FOZ),2003. 85-86

16
perusahaan seperti masalah pendidikan, rumah ibadah, pemberdayaan ekonomi
masyarakat berupa usaha pertanian dan pelayanan sosial. 32
Dana zakat juga dapat diinvestasikan. Namun, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan bagi dana zakat untuk dapat diinvestasikan,
yaitu, pertama, usaha yang diberi investasi adalah usaha yang dijamin
kehalalannya dan dikelola oleh suatu manejemen yang profesional, sehingga
kemungkinan rugi sangat sedikit. Sebagai contoh adalah pertanian di daerah
yang subur dan jarang terjadi musibah banjir atau tanah longsor.
Kedua, para amil betul-betul mengawasi jalannya perputaran modal tersebut
dengan penuh tanggung jawab dan amanah. Oleh karena itu, dituntut SDM arnil
yang memadai terutama di bidan ekonomi dan bisnis. Kalau perlu, badan amil
menyewa konsultan khusus yang pakar dibidang usaha yang dikembangkan agar
usaha tersebut tidak merugi.
Ketiga, dana yang diinvestasikan adalah dana cadangan di mana para
mustahik yang berada dalam keadaan darurat telah diberikan haknya. Tidak
dibenarkan menginvestasikan dana zakat selama masih ada mustahik yang
kelaparan dan membutuhkan makanan, pakaian atau tempat tinggal.
Keempat, ada laporan berkala kepada publik (khususnya para muzakki)
sehingga pengelolaan dana tersebut dapat diketahui (transparan). Di sinilah
terdapat banyak kelemahan dari badan atau lembaga amil yang sekarang
mengelola dana zakat. Sistem pelaporan yang tidak akurat bisa menimbulkan
fitnah dikalangan umat sehingga mereka tidak percaya lagi pada amil tersebut.
Atau pihak amil sendiri yang tidak diawasi langsung oleh publik bisa saja
bekerja secara sembrono, karena menganggap tidak ada tuntutan atau
pertanggungjawaban yang memadai.
Kelima, disetujui oleh semacam dewan syari'ah ya terdiri dari para
pakar/ulama, tidak diputuskan sendiri oleh badan amil yang bersangkutan.

F. Kesimpulan
Bahwa keberadaan lembaga zakat di Indonesia dalam hal ini lembaga
pemerintah BAZNAS sebagai nahkodanya dan lembaga swasta LAZ bagian
daripada kelembagaan yang sangat mendukung perzakatan di Indonesia, secara
Nasional masih belum signifikan dalam mengentaskan berbagai persoalan di
Indonesia, terkhusus masalah kemiskinan. Walaupun beberapa penelitian
mengatakan atau membuktikan peran serta lembaga zakat swasta sangat
berperan dalam mengurangi persoalan ekonomi di berapa daearah. Hal ini bisa
dipaparkan dalam penjelasan bahwa pemerintah dalam hal ini belum
memasukan lembaga zakat atau perzakatan di Indonesia khususya BAZNAS
kedalam pogram penyelesaian persolan sosial ekonomi di Indonesia. Hal ini
menandakan masih belum percayanya pemerintah atau ketidak beranian
pemerintah kepada lembaga zakat di Indonesia. Begitupula dalam pola distribusi

32
Ahmad Supardi Hasibuan, Pengelolaan Zakat dalam
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=398}, diakses pada tanggal 20 mei 2018

17
zakat yang berkeadilan namapaknya masih sebatas konsep atau teori bahwa
zakat ini jika dikelola dengan baik, jujur dan profesionalisme maka akan
menghasilakan pola distribusi yang adail bagi para mustahiq. Walaupun
demikian keberadaanya lembaga zakat di Indonesia, yang jelas kelembagaan
zakat yang dinahkodai oleh BAZNAS sudah ada usaha dalam memperbaiki
perzakatan di Indonesia hal ini dibuktikan pada tahun 2016 diluncurkannya
Index Zakat Nasioanal (IZN).

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, K. Model-model Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim, Ahkam:


Jurnal Hukum Islam 3.1 (2015)
Ayuniyyah, Qurroh. Factors Affecting Zakat Payment Through Institution Of
Amil: Muzakki’s Perspectives Analysis (Case Study Of Badan Amil Zakat
Nasional [Baznas]). AL-INFAQ 2.2 (2015).
Daud, Muhammad Ali, Sistern Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI-
Press, 1988). Muhammad Daud Ali, Sistern Ekonomi Islam: Zakat dan
Wakaf, 11-12
Djailani. Strategi Bazis dalam Menyiasati Implementasi Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat: ZIS sebagai
Kontribusi Dana Pembangunan Umat di Pripinsi DKI Jakarta, dalam
Problema Zakat Kontemporer: Artikulasi Sosial Politik, Jakarta: Forum
Zakat (FOZ),2003.
Hafidhuddin , Didin. Dunia Perzakatan di Indonesia, dalam Kuntarno Noor
Aflah (ed), Zakat & Peran Negara, ( Jakarta: Forum Zakat. 2007).
Hertog, Johan den. General Theories of Regulation. Economic Institute/ CLAV,
(Utrecht niversity @ Copyright 1999 Johan den Hertog).
Index Zakat Nasional Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) tahun 2016 dan 2017
Ismail, Muhammad Yusanto, Zakat dan Pendidikan Ekonomi Islam, dalam
Problema Zakat Kontemporer: Artikulasi Sosial Politik, Jakarta: Forum
Zakat (FOZ), 2003,. 123-124.
Kahf, M. Zakah Management in Some Muslim Societies. (Jeddah: Islamic
Research and Training Institute, Islamic Development Bank. 2000)
Kasri, Rahmatina Awaliyah, dan Niken Iwani S. Putri. Fundraising Strategies
to Optimize Zakat Potential in Indonesia: An Exploratory Qualitative
Study. Al-Iqtishad Journal of Islamic Economics 10.1 (2018)
Kementrian Agama RI. Standarisasi Amil Zakat di Indonesia; Menurut UU
nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat, (Direktorat Ienderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2013)
Mubarok, Abdulloh dan Baihaqi Fanani. "Penghimpunan dana zakat nasional
(Potensi, realisasi dan peran penting organisasi pengelola zakat)."
Permana 5.2 (2014).

18
Nurzaman, Mohamad Soleh, et al. National Zakat Index: Framework and
Methodology, BAZNAS Center of Strategic Studies-Working Papers
(2017). Baca juga Apriansyah, Arif. "Studi Analisis Terhadap Kinerja
Badan Amil Zakat (Baz) Kota Bogor Dalam Meningkatkan Jumlah
Usaha Produktif Para Mustahiq." AL-INFAQ 2.2 (2011).
Rousseau, Jean-Jacques. Contrat social: ou principles du droit politique. Chez
Marc-Michel Bousquet, 1766.
Sam Peltzman. Toward a more general theory of regulation, The Journal of
Law and Economics 19.2 (1976): 211-240.
Schubert, Louis, Thomas R. Dye, dan Harmon Zeigler. The irony of democracy:
An uncommon introduction to American politics. Nelson Education,
2015.
Widarwati, E., N.C. Afif., dan M. Zazim. Strategic Approach for Optimizing of
Zakah Institution Performance: Customer Relationship Management. Al-
Iqtishad: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic Economics).
9(1) (2016).
Widyawati, Nurul Islami Rahayu. Lembaga Amil Zakat, Politik Lokal, Dan
Good Governance Di Jember, KARSA: Journal of Social and Islamic
Culture 22.2 (2015)
Zainudin, Hukum Zakat: Perspektif Normatif, Kesejahteraan, dan Keadilan
Sosial, (Ciputat: Agra dina Mulia, 2013).

Noor, Abdun. "Ethics, religion and good governance." JOAAG 3.2 (2008).
https://ekbis.sindonews.com/read/1132327/33/bps-catat-gini-ratio-maret-2016-
turun-ke-0397-1471575356
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/01/02/1413/persentase-penduduk-
miskin-september-2017-mencapai-10-12-persen.html
http://www.republika.co.id/berita/koran/iqtishodia/16/12/23/oin2kk387-
menyambut-indeks-zakat-nasional
www.sedekahpinjaman.wordpress.comj2013j03j16japakah-zakat -menjawab-
problem-kemiskinan/ diakses pada tanggal 20 Mei 2018
Mashudi, Evaluasi PengelolaanZakat di Indonesia dalam http://
infoislamicbanking.files.wordpress.com/2012/01/evaIuasi-pengelo-laan-
zakat-di-indonesia, diakses pada tanggal 20 Mei 2018
Ahmad Supardi Hasibuan, Pengelolaan Zakat dalam
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=398}, diakses pada
tanggal 20 mei 2018

19
20

Anda mungkin juga menyukai