Anda di halaman 1dari 36

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DENGAN

MASALAH PSIKOSOSIAL ANSIETAS

OLEH :

ANNE SILVANA

183110242

3.C

Dosen Pembimbing :

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung
adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel
otot jantung mengalami kematian ( Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam
Pratiwi, 2012 ). Nyeri pada infark miokard akut tidak bisa hilang sendirinya, meskipun
gejala berkurang saat istirahat. Pada masyarakat masih salah persepsi ketika mereka
istirahat, gejala mereka hilang berarti mereka sembuh.
Dari data WHO tahun 2012 menunjukkan bahwa Infark Miokard Akut atau IMA
merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung 12,2% kematian di dunia di
akibatkan oleh penyakit kardiovaskuler salah satunya adalah Infark Miokard Akut (WHO,
2012 ). Di Indonesia, penyakit IMA merupakan penyebab kematian pertama, dengan
angka mortalitas 2.200.000 ( 14% ) ( WHO, 2008 ).
Penyebab utama dari terjadinya infark miokard adalah ketidakseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan oksigen di jaringan otot jantung. Kebutuhan oksigen di jaringan
otot jantung yang tinggi, tetapi pasokan (supply) oksigen ke daerah tersebut kurang. Jika
tidak mendapatkan oksigen dalam waktu yang cukup lama, lama kelamaan jaringan otot
jantung dapat rusak dan bersifat menetap. Sehingga darah yang membawa oksigen tidak
mencapai otot jantung. Infark miokard yang sering terjadi karena disebabkan sumbatan
pembuluh darah jantung atau ischemia. Tanda dan gejala dari IMA terjadi nyeri dada
yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, nyeri sering disertai
dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau kepala terasa melayang
dan mual muntah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR INFARK MIOKARD


1. Definisi
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke
jaringan otot jantung. ( Joyce, 2014 ).
Infark Miokard Akut ( IMA ) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh rupture flak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokontriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis. ( Muttaqin, 2009 ).
Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat
berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik absolut ataupun relatif.
Penyebap paling sering ialah trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan dalam,
plak ateromatosa dalam asteri koronaria epikardial (Suddarth, 2014).
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian jaringan otot jantung (miokard)
yang disebabkan oleh insufisiensi suplai atau banyaknya darah baik relatif maupun
secara absolut (Muwarni, 2011).

2. Klasifikasi
a. Infark Miokard Akut Subendokardial
Infark miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial yang
relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
perdarahan dan hipoksia ( Rendy & Margareth, 2012 ).
b. Infark Miokard Akut Transmural
Pada lebih dari 90 % pasien infark miokard transmural berkaitan dengan
trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan ( Rendy &
Margareth, 2012 ).
Berdasarkan kelainan gelombang ST (Sudoyo, 2006) :
1) STEMI
Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi segmen ST (ST elevasion
myocardialinfarcion = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner
akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, Infark Miokard Akut
(IMA) tanpa elevasi ST, dan Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST.
2) NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina = UA) dan miokardakut tanpa Elevasi
ST (Non ST elevation myocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan
suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnose
NSTEMI ditegakan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

3. Etiologi
Menurut Fakih Ruhyanuddin (2006), penyebab Infark Miokard Akut (IMA) adalah :
1) Gangguan pada arteri koronaria berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau
penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau thrombus.
2) Penurunan aliran darah system koronaria menyebabkan ketidak seimbangan antara
miokardial O₂ suplai dan kebutuhan jaringan terhadap O₂. Penyebab suplai
oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh faktor
a. Faktor pembuluh darah :
(1) Ateroskeloris
(2) Spasme
(3) Arteritis
b. Faktor sirkulasi :
(1) Hipotensi
(2) Stenosos aorta
(3) Insufisiensi
c. Faktor darah :
(1) Anemia
(2) Hipoksemia
(3) Polisitemia
Penyebab lain :
1) Curah jantung yang meningkat :
a. Aktifitas berlebih
b. Emosi
c. Makan terlalu banyak
d. Hypertiroidisme
2) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a. Kerusakan miocard
b. Hypertropi miocard
c. Hypertensi diastolic
3) Faktor predisposisi :
a. Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah :
(1) Usia lebih dari 40 tahun
(2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
(3) Hereditas
(4) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam
b. Faktor risiko yang dapat diubah :
1) Mayor :
(1) Hiperlipidemia
(2) Hipertensi
(3) Merokok
(4) Diabetes Melitus
(5) Obesitas
(6) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2) Minor :
(1) In aktifitas fisik
(2) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif)
(3) Stres psikologis berlebihan ketidakadekuatan aliran darah akibat
dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat terjadinya
aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau
perdarahan.
Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan
perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth,
2014). Faktor Resiko penyakit arteri koroner antar lain (Suddarth, 2014) :
1. Merokok
Seseorang dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner dianjurkan untuk
berhenti merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok
dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner sampai 50% pada tahun
pertama. Resiko akan terus menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok.
Pajanan terhadap rokok secara pasif sebaiknya dihindari karena tetap dapat
meqmperberat penyakit jantung paru yang sudah ada.
2. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling membahayakan karna
biasanya tidak menunjukan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan darah
tinggi menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh ventrikel
kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan
suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
3. Kolesterol Darah Tinggi
Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein yang terikat
dalam air, yang memungkinkannya dapat di angkut dalam system peredaran
darah. Tiga elemen metabolism lemak-kolesterol total, lipoprotein densitas rendah
(LDL = low density lipoprotein), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL = high
density lipoprotein) dianggap sebagai faktor primer yang mempengaruhi
perkembangan penyakit jantung koroner. Pengontrolan kadar serum kolesterol
total, LDL dan HDL dalam batas terapeutik adalah tujuan yang harus dicapai
dalam penatalaksanaan diet penyakit jantung koroner. LDL menyebabkan efek
berbahaya pada dinding arteri dan mempercepat proses aterosklerosis. Sebaliknya,
HDL membantu penggunaan kolesterol total dengan cara mengangkut LDL ke
hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi. Tujuan yang diinginkan
adalah menurunkan kadar LDL (< 130 mg/dl), meningkatkan kadar HDL (>50
mg/dl) dan menurunkan kadar kolesterol total < 200 mg/dl. Kadar normal tersebut
dianjurkan pada pasien tanpa penyakit jantung koroner atau faktor risiko lain yang
bermakna.

4. Hiperglikemia
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan trimbosit, yang dapat menyebabkan
pembentukan thrombus. Kontrol hiperglikemia tanpa modifikasi faktor risiko
lainnya tidak akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Bila ada faktor
risiko lain seperti obesitas, faktor tersebut juga harus dikontrol.
5. Pola Perilaku
Stres dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi patogenesis penyakit
jantung koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis menunjukkan
perilaku seseorang yang rentan terhadap penyakit jantung koroner: ambisius
kompetitif, selalu tergesa, agresifdan kejam. Orang yang menunjukkan
kepribadian ini diklasifikasikan sebagai rentan koroner tipe A. nampaknya selain
menurunkan faktor risiko lain (merokok, lemak), orang seperti ini harus berusaha
merubah gaya hidup dan kebiasaan dalam jangka panjang. Pola perilaku tipe A
telah banyak diterima secara luas sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola perilaku ini sebenarnya tidak seperti
yang sebelumnya diperkirakan, namun belum ada bukti yang membuktikan peran
sebenarnya.

4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 ± 40 menit akan menyebabkan
kerusakan seluler irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium
yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi
dapat hidup. Ukuran infark lahir tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila
pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah
besar sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark digambarkan
lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium
anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah yang biasanya terserang
infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan septum.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula ± mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema pada sel ± sel, respon peradangan disertai infiltasi leukosit.
Enzim ± enzim jantung akan terlepas dari sel ± sel ini menjelang hari kedua
atau ketiga mulai proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik.
Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Kira ± kira pada minggu ke-3 mulai
terbentuknya jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan
otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu ke-6 parut
sudah terbentuk dengan jelas.
Infark miokardium jelas akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang
nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga
mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan
menyebabkan perubahan ± perubahan seperti pada iskemia :
1) Daya kontraksi menurun
2) Gerakan dinding abnormal,
3) Perubahan daya kembang dinding ventrikel
4) Pengurangan curah sekuncup
5) Pengurangan fraksi ejeksi
6) Peningkatan vol. Akhir sistolic dan akhir diastolic ventrikel, dan
7) Peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri.
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi oleh refleks simpatic dapat
memperbaiki fungsi ventrikel. Penyempitan arteriola menyeluruh akan mempertinggi
resistensi perifer total, dengan demikian tekanan rata ± rata artena akan meningkat.
Penyempitan pembuluh vena akan mengurangi kapasitas vena, akan meningkatkan alir
balik vena ke jantung dan pengisian ventrikel. Pengisian ventrikel yang meningkat akan
meningkatkan daya kontraksi. Dengan menurunnya fungsi ventrikel maka diperlukan
tekanan pengisian diastolic yang lebih tinggi, agar curah sekuncup dapat dipertahankan.
Peningkatan tekanan pengisian diastolic dan vol ventrikel akan merenggangkan
seraput miokardium, dengan demikian meningkatkan kekuatan kontraksi sesuai hukum
starling. Tekanan pengisian sirkulasi dapat ditingkatkan lebih lanjut lewat retensi natrium
dan air oleh ginjal. Akibatnya, infark miokardium biasanya disertai pembesaran ventrikel
kiri sementara akibat dilatasi kompensasi jantung. Bila perlu, dapat terjadi hypertrofi
kompensasi jantung sebagai usaha untuk meningkatkan daya kontraksi dan pengosongan
ventrikel.
Secara ringkas, terdapat serangkaian refleks yang dapat mencegah
memburuknya curah jantung dan tekanan perfusi : (1) peningkatan frekuensi jantung
dan daya kontraksi, (2) vasokontriksi umum, (3) retensi natrium dan air, (4) dilatasi
ventrikel, (5)hypertrofi ventrikel. Tetapi semua respon kompensasi ini akhirnya dapat
memperburuk keadaan miokardium dengan meningkatkan kebutuhan miokardium
akan oksigen. Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :
1) Ukuran infark : infark yang melebihi 40% miokardium berkaitan dengan insiden
syok kardiogenik tinggi.
2) Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya mengurangi
fungsi mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
3) Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
4) Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteri yang sudah ada atau melalui
saluran yang baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap iskemia
yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju
ke miokardium terancam.
5) Mekanisme kompensasi dari kardiovaskuler mekanisme ini bekerja untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer ( Wijaya, Putri, 2013 ).

5. WOC
6. Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan,
ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri),
bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama
dari angina pektoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama
pada pasien diabetes dan orangtua, tidak ditemukan nyeri sama sekali.
Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin,
berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat
merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis
dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina,
perasaan tidak enak di dada atau epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada
yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan
irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru.
Takikardia, kulit yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif
lebih berat, kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding
dada pada IMA inferior ( Kasron, 2016 ).
Tanda dan gejala klinis infark miokard ( TRIAGE AMI ) adalah :
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan ( biasanya lengan kiri ).
4. Nyeri mulai secara spontan ( tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional ), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah tahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual, muntah.
7. Pasien dengan diabetes mellitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menumpulkan pengalaman nyeri ).
7. Komplikasi
a. Disritmia
Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah gangguan irama jantung
( 90% ). Faktor predisposisi : 1) Iskemia Jaringan, 2) Hipoksemia, 3) Pengaruh
Sistem Saraf Para-Simpatis dan Simpatis, 4) Asidosis laktat, 5) Kelainan
Hemodinamaik, 6) Keracunan Obat, 7) Gangguan Keseimbangan Elektrolit.
b. Gagal Jantung Kongestif dan Syok Kardiogenik
Sepuluh dan sampai 15 persen pasien IM mengalami syok kardiogenik, dengan
mortalitas amtara 80-95%.
c. Tromboemboli
Studi pada 924 kasus kematian akibat IM akut menunjukkan adanya trombi mural
pada 44% kasus pada endokardium. Studi autopsy menunjukkan 10% kasus IM
akut meninggal mempunyai emboli arterial ke otak, ginjal, limpa atau
mesenterium.
d. Perikarditis
Sindrom ini dihubungkan dengan IM yang digambarkan pertama kali oleh
Dressler dan sering disebut Sindrom Dissler. Biasanya terjadi setelah infark
transmural tetapi dapat menyertai infark subepikardial. Perikarditis biasanya
sementara, yang tampak pada minggu pertama setelah infark. Nyeri dada dari
perikarditis akut terjadi tiba-tiba dan berat serta konstan pada dada anterior. Nyeri
ini memburuk dengan inspirasi dan biasanya dihubungkan dengan takikardia,
demam ringan, dan friction rub perikardial yang trifasik dan sementara.
e. Ruptura Miokardium
Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian sebanyak 10%
dirumah sakit karena IM akut. Ruptur ini menyebabkan tamponade jantung dan
kematian. Ruptur Septum Interventrikular jarang terjadi, yang terjadi pada
kerusakan miokard luas, dan menimbulkan Defek Septum Ventrikel.
f. Aneurisma Ventrikel
Kejadian ini adalah komplikasi lambat dari IM yang meliputi penipisan,
penggembungan, dan hipokinesis dari dinding ventrikel kiri setelah infark transmural.
Aneurisma ini sering menimbulkan gerakan paroksimal pada dinding ventrikel,
dengan pengembungan keluar segmen aneurima pada kontraksi ventrikel.
Kadang-kadang aneurisma ini ruptur dan menimbulkan tamponade jantung, tetapi
biasanya masalah yang terjadi disebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel atau
embolisasi ( Wijaya, Putri, 2013 ).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan enzim jantung
1. CPK-MB/CPK, Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara
4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
2. LDH/HBDH, meningkatkan dalam 12-24 jam dan memakan waktu lama untuk
kembali normal.
3. AST/SGOT, meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST. Perubahan yang terjadi kemudian
ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis. Terlihat
perubahan ± perubahan pada EKG, yaitu gelombang Q yang nyata, elevasi
segmen ST, dan gelombang T terbalik.
1. Perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah miokardium
yang mengalami nekrosis.
2. Sedang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T akan kembali normal,
hanya gelombang Q tetap bertahan sebagai bukti elektrokardiograp adanya
infark lama
3. Tetapi hanya 50% atau 75% pasien infark miokardium akut yang
menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini
4. Pada 30% pasien yang didiagnosis dengan infark tidak terbentuk gelombang
Q. ( Price, Silvia, 2006 ).
c. Uji Diagnostik Reaksi non – spesifik.
Reaksi non – spesifik terhadap nekrosis miokrdial adalah leukosit yang miningkat
dalam beberapa jam setelah serangan IM akut. Leukosit dapat mencapai 12.00 –
15.00 / mm dan berlangsung selama 3 -7 hari. Laju endap darah juga meningkat.
d. Kimia Darah
1) Profil lemak
Kolesterol tetap, trigliserida dan lopoprotein diukur untuk
mengevaluasi resiko sterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang
positif, atau untuk mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterum
total yang meningkat diatas 200 mg/ml merupakan prediktor peningkatan
resiko penyakit jantung koroner (CAD). Lipoprotein yang mengangkut
kolesterol dalam darah, dapat dianalisa melalui elektroforesis. Lipoprotein
densitas tinggi (HDL), yang membawa kolestrol dari sel perifer dan
mengangkatnya ke hepar, bersifat protektif, sebaliknya, lipoprotein densitas
rendah (LDL) mengangkat kolesterol ke sel perifer. Penurunan lipoprotein
densitas tinggi dan peningakatan lipoprotein densitas rendah akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.
2) Elektrolit serum
Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan infark
miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan
keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia menunjukan
kelebihan cairan dan hipernatremia menunjukan kekurangan cairan. Kelsium
sangat penting koagulasi darah dan aktifitas neuromuskular. Hipokalsemia dan
hiperkalsemia dapat menyebapkan perubahan EKG dan disretmia.
3) Kalsium serum
Di pengaruhi oleh fungsi ginjal da dapat menurunkan akibat bahan
diuretika yang sering digunakan untuk marawat gagal jantung kongestif.
Penurunan kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat
pasien yang mendapatkan preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas
digitalis dan peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium
dan iritabilitas ventrikel. Hipokelemia dan hiperkalemia dapat mengakibatkan
fibrilasi ventrikel dan henti jantung.
4) Nitrogen urea darah. (BUN) adalah produk akhir metabolisme protein dan
diekresikan oleh ginjal. Pada psien jantung, peningkatan BUN dapat
mencerminkan penurunan perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau
kekurangan volume cairan intravaskuler (akibat terapi diuretika).
5) Glukosa
Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga
menderita diabetes militus, glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan
stres akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebapkan konversi
glikogen hepar menjadi glukosa.

Infark miokardium klasik oleh trias diagnostic yang khas ( Price, 2006 dalam Wijaya,
Putri, 2013 ).
a. Pertama :
Gambaran klinis yang khas terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama dan
hebat, biasanya disertai mual, keringat dingin, muntah, dan perasaan seakan ±
akan menghadapi ajal.
1) Tetapi, 20% - 60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi atau
asimtomatik.
2) Sekitar setengah dari kasus ini benar ± benar tersembunyi dan tidak
diketemukan kelainan, dan diagnosis melalui pemeriksaan EKG yang rutin
atau pemeriksaan postmortem.
b. Kedua
Meningkatkan kadar enzim ± enzim jantung yang dilepaskan oleh sel ± sel
miokardium yang nekrosis.
1) Enzim ± enzim yang dilepaskan terdiri dari keratin, fosfokinase, ( CK atau
CPK ), glautamat, oksaloasetat transaminase ( SGOT atau GOT ) dan laktat
dehidrogenase ( LDH ).
2) Pola peningkatan enzim ini mengikuti perjalanan waktu yang khas sesudah
terjadinya infark miokardium.

9. Penatalaksanaan
Tujuan awal tata laksana infark miokard akut yaitu mengembalikan perfusi
miokard sesegera mungkin, meredakan nyeri, serta mencegah dan tata laksana
komplikasi ( Asikin, Nuralamsyah, Susaldi, 2016 ). Tata laksana awal meliputi :
1) Pemberian oksigen tambahan melalui sungkup/kanula hidung dan pemantauan
saturasi oksigen
2) Mengurangi nyeri dada dengan :
a. Nitrat : merupakan vasodilator pasten yang berguna untuk vasodilatasi
sistemik, sehingga mengurangi aliran balik vena jantung untuk menurunkan
kerja jantung
b. Morfin
c. NSAID
3) Terapi fibrinolitik dengan pemberian tissue-type plasminogen activator (t-PA),
serta aspirin dan heparin dalam waktu 90 menit sejak onset gejala.
4) Modifikasi pola hidup
a. Keseimbangan antara istirahat, olahraga, dan modifikasi gaya hidup untuk
mengurangi resiko aterosklerosis dan hipertensi.
b. Menghentikan kebiasaan merokok.
c. Menurunkan berat badan.
d. Mengurangi stress.
Setelah tata laksana awal dan stabilisasi pasien, tujuan berikutnya yaitu
mengembalikan aktivitas normal dan mencegah komplikasi jangan panjang.
5) Obat penghambat enzim pengonversi angiotensin ( ACE inhibator ) untuk
mengurangi preload dan afterload.
6) Beta blocker untuk menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga kerja jantung
menjadi berkurang.
7) Statin untuk menurunkan kolesterol yang merupakan penyebab aterosklerosis.
8) Pembedahan
a. Coronary artery bypass grafting ( CABG ).
b. Percutaneous coronary intervention ( PCI ).

B. KONSEP DASAR ANSIETAS


1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah suatu perasaan khawatir yang berlebih dan
tidak jelas,dan merupakan suatu respon stimuli eksternal maupun internal yang
menimbulkan gejala emosional, kognitif, fisik, dan tingkah laku (Baradero, 2015).
Sedangkan menurut Stuart (2007), Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek spesifik dandialami secara subjektif.
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual
terhadap bahaya.
Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan pengalaman subyektif dari
seseorang. Cemas merupakan keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan
terbagi dalam beberapa tingkatan. Cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti
dan tidak berdaya (Kusumawati & Hartono, 2010).

2. Etiologi
Menurut Kusumawati & Hartono (2010), penyebab kecemasan dibagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor perdisposisi dan faktor presipitasi.
1) Faktor predisposisi (pendukung)
Beberapa teori penyebab kecemasan pada individu antara lain (Stuart, 2007) :
a. Faktor biologis
Otak manusia mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor
ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA (asam gama-amino
butriat) juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas, sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stresor.
b. Faktor psikologis
(a) Pandangan pskioanalitis
Kecemasan adalah konflik yang terjadi antara dua elemen kepribadian
yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting, superego mewakili
hati nurani. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari id dan superego. Dan
fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
(b) Pandangan interpersonal.
Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal
dan ini erat kaitannya dengan kemampuan berkomunikasi. Semakin
tinggi tingkat ansietas, semakin rendah kemampuan seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
(c) Pandangan perilaku.
Kecemasan merupakan produk frustasi. Frustasi yaitu semua yang dapat
mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Ahli teori perilaku menganggap kecemasan sebagai suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan diri untuk menghindari
kepedihan.
Teori konflik memandang cemas sebagai pertentangan antara dua
kepentingan yang berlawanan. Cemas terjadi karena adanya hubungan
timbal balik antara konflik dan kecemasan : konflik menimbulkan
kecemasan, dan cemas menimbulkan peradaan tidak berdaya, yang pada
akhirnya meningkatkan konflik yang dirasakan.
(d) Kajian keluarga
Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan sering terjadi didalam
keluarga. Gangguan kecemasan juga berkaitan erat antara gangguan
kecemasan dengan depresi.
c. Faktor presipitasi (pencetus)
Pengalaman cemas setiap individu berbeda – beda, tergantung pada situasi
dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi
kecemasan menurut Stuart (2007) yaitu :
1) Faktor eksternal
(a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi keterbatasan fisiologis
akan teradi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas
hidup sehari – hari.
(b) Ancaman terhadap sistem diri meliputi, hal yang dapat
mengancamidentitas, harga diri, dan fungsi sosial pada individu.
2) Faktor internal
(a) Potensial stressor
Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi. Pasien dengan rencana operasi
kemungkinan mengalami kecemasan. Operasi merupakan tindakan
medis yang diberikan atas dasar indikasi tertentu dan
dipertimbangkan sebagai tindakan yang terbaik untuk pasien,
sehingga pasien akan berusaha untuk beradaptasi dengan rasa cemas
yang dialami.
(b) Maturitas
Kematangan kepribadian individu akan mempengaruhi kecemasan
yang dihadapinya.Kepribadian individu yang lebih matur lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai
adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
(c) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada ketidakmampuan
berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin mudah
seseorang untuk berpikir rasional dan menangkap informasi baru.
Kemampuan menganalisis akan mempermudah seseorang dalam
menguraikan masalah baru.Tingkat pendidikan juga menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan
tentang operasi.
(d) Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami
kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah
individu mengalami kecemasan.
(e) Status sosial ekonomi
Dalam memenuhi kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Seseorang
dengan status ekonomi rendah dan berencana operasi akan
mengalami kecemasan dengan masalah biaya rumah sakit.
(f) Tipe kepribadian
Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian
B. Individu dengan tipe kepribadian A memiliki ciri – ciri individu
yang tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa
diburu – buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah
tersinggung dan mengakibatkan otot – otot mudah tegang. Individu
dengan tipe kepribadian B memiliki ciri – ciri yang berlawanan
engan tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu
yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas.
(g) Lingkungan dan situasi
Individu yang berasa di lingkungan asing lebih mudah mengalami
kecemasan dibandingkan dengan di lingkungan yang sudah
dikenalnya. Tindakan persalinan sectio caesarea dilakukan di rumah
sakit, bagi sebagian orang beranggapan bahwa rumah sakit
merupakan tempat yang asing, dan dengan orang-orang yang asing.
Keadaan tersebut dapat membingungkan bagi orang yang belum
terbiasa, maka seseorang sering mengalami kecemasan.
(h) Dukungan social
Dukungan sosial merupakan sumber koping individu. Dukungan
sosial dari kehadiran keluarga, orang tua, dan teman dekatdapat
membantu seseorang mengurangi kecemasan. Dukungan keluarga
terhadap pasien yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh
pada tingkat kecemasan. Pendampingan keluarga selama perawatan
dapat membantu pasien dalam mengambil keputusan, mendapatkan
solusi dari permasalahan, dan membantu pasien membagikan rasa
cemas yang ia alami.
(i) Jenis Kelamin
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh asam lemak bebas dalam tubuh.
bebas dalam tubuh. Wanita mempunyai produksi asam lemak bebas
lebih banyak dibanding pria sehingga wanita beresiko mengalami
kecemasan yang lebih tinggi dari pria.

3. Tanda dan Gejala Kecemasan


Tanda dan gejala kecemasan yang terjadi pada individu bervariasi, tergantung dari
tingkatan cemas yang dialami oleh individu tersebut. secara umum keluhan yang
sering terjadi pada individu saat mengalami kecemasan yaitu (Hawari, 2004) :
a. Gejala psikologis : pernyataan cemas / khawatir, firasat buruk, takut akan
pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak tenang, gelisah,
mudah terkejut.
b. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan.
c. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
d. Gejala somatik : rasa sakit pada otot dan tulang, jantung berdebar – debar lebih
cepat, sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan perkemihan,
tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.
Adapun tanda dan gejala menurut (SDKI/PPNI, 2016)
a. Tanda dan gejala mayor
1. Subjektif: merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi,sulit berkonsentrasi.
2. Objektif: tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur.
b. Tanda dan gejala minor
1. Subjektif: mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya.
2. Objektif: frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaphoresis, mukak tampak pucat, suara bergetar, kontak mata
buruk, sering berkemih’ berorientasi pada masa lalu.

4. Tingkat Kecemasan
Ansietas memiliki unsur yang baik maupun unsur yang merugikan tergantung
pada tingkat ansietas, lamanya ansietas bertahan, dan bagaimana individu yang
bersangkutan menangani ansietas tersebut. ansietas memiliki tingkatan ringan,
sedang, berat, atau panik (Baradero, 2015).
(1) Kecemasan ringan
Kecemasan ringan adalah suatu perasaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres
dan memerlukan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat yang dapat
membantu individu menjadi lebih fokus, berfikir, bertindak untuk menyelesaikan
masalah, mencapai tujuan, atau melindungi diri atau orang lain. Kecemasan
ringan dapat mendorong atau memotivasi orang untuk melakukan perubahan atau
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan (Baradero, 2015). Kecemasan ringan
berhubungan dengan ketergantungan dalam kehidupan sehari – hari seperti cemas
yang menyebabkan individu menjadi waspada, menajamkan indera dan
meningkatkan lapang persepsinya (Stuart,2007).
(2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang adalah suatu perasaan yang mengganggu karena ada
sesuatu yang pasti salah, individu gugup dan tidak dapat tenang. Dalam kondisi
ini individu masih dapat mengolah informasi, menyelesaikan masalah, dan
belajar dengan bantuan. Namun individu mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi dan memerlukan bantuan untuk berfokus kembali.
(3) Kecemasan berat (Panik).
Dalam kondisi panik, kemampuan untuk berpikir sangat berkurang. Individu
hanya berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik dan tidak memikirkan hal
yang lain. Semua perilaku individu ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan.
Individu perlu banyak arahan untuk berfokus kembali (Stuart, 2007). Dan pada
tahap panik tersebut secara tidak sadar individu memakai mekanisme pertahanan
diri.Otot – otot menjadi tegang dan tanda – tanda vital meningkat, gelisah, tidak
tenang, tidak sabar, dan cepat marah (Baradero, 2015).

5. Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan


Individu yang mengalami kecemasan menggunakan dua sistem koping yaitu (Stuart,
2007):
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi
pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya
perilaku menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan
kebutuhan. Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk
mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal. (Yusuf, Ah et al.
2015).
b. Mekanisme pertahanan ego dapat membantu mengurangi hingga mengatasi
kecemasan ringan dan sedang. Mekanisme pertahanan ego berlangsung secara
relatif pada tingkat tidak sadar dan mengandung unsur penipuan diri. Jika
mekanisme tersebut sering digunakan terus-menerus menyebabkan ego tidak
mendapatkan perlindungan, danlama- kelamaan akan mendapat ancaman.

6. Alat ukur tingkat kecemasan


Tingkat kecemasan dapat dikaji dengan menggunakan lalat ukur yang dikenal
dengan nama VisualAnalog Scale for Anxiety (VAS-A). VAS-A merupakan alat ukur
tingkat kecemasan yang dikembangkan oleh beberapa peneliti, dengan mengunakan
suatu garis lurus yang mewakili tingkatan kecemasan berupa skala panjang 0mm
sampai 100 mm dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya yaitu ujung sebelah
kiri yang mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” hingga ujung sebelah kanan
yang menyatakan “kecemasan sangat berat / panik”. Pasien dimohon untuk
memberikan tanda pada garis yang menggambarkan perasaan cemas yang dialami
saat itu.
Pengukuran dengan VAS – A pada nilai 0 dikatakan tidak ada kecemasan,
nilai 10 – 30 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai antara 40 - 60 cemas sedang,
diantara 70 – 90 cemas berat, dan 100 dianggap panik.

Gambar 2.1 Skor kecemasan VAS (British Journal of Anaesthesia 1995)

7. Cara-cara mengurangi ansietas


Mengusulkan rencana untuk mengatasi ansietas pada pasien antara lain:
a. Sumber koping
Individu dapat mengurangi ansietas dengan menggerakan sumber koping di
lingkungan. Sumber koping berupa modal ekonomi, kemampuan menyelesaikan
masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat membantu individu
mengintegrasikan pengalaman kecemasan.
b. Ketika mengalami kecemasan, individu mempergunakan berbagai mekanisme
koping dalam mengatasinya. Ketidakmampuan dalam mengatasi kecemasan
secara konstruktif meupakan salah satu penyebab utama terjadinya prilaku
patologis. Pola yang bisa digunakan dalam mengatasi kecemasan ringan dan
sedang pada individu yaitu mekanisme pertahanan ego yang membantu dalam
mengatasi kecemasan ringan atau sedang, tetapi berlangsung tidak sadar dari
melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas dan bersifat maladaptif.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan
diagnosis keperawatan. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan secara teliti dan
cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada pasien dapat diidentifikasi.
Kegiatan dalam pengkajian adalah penumpulan data baik subyektif maupun obyektif
dengan tujuan menggali informasi tentang status kesehatan pasien ( Nikmatur, 2012 ).
a. Identitas Klien
Perlu ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku, agama, nomor
register, pendidikan, tanggal MRS, serta pekerjaan yang berhubungan dengan
stress atau sebab dari lingkungan yang tidak menyenangkan. Jenis kelamin lebih
sering terjadi pada laki ± laki umur 35 tahun dan wanita lebih dari 50 tahun
( Shoemarker, 2011 ).
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut, punggung,
atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak napas dan kesulitan
bernapas ( Yuniarta, 2011 ).
c. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang rasanya
tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri dapat
menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau
bahu kiri.
Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
( Yuniarta, 2011 ).
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri,
rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing.
( Yuniarta, 2011 ). Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, Faktor perangsang
nyeri yang spontan, Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam,
dispnea, Syndrom syock dalam berbagai tingkatan. Pengkajian RPS yang
mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang
nyeri dada pasien secara PQRST (Provoking, Quality, Region, Severity,
Time).
1. Provoking Incident : Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
2. Quality of Paint : Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Sifat nyeri dapat seperti tertekan, diperas atau diremas.
3. Region Radiation, Relief : Lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri
diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas hingga area dada.
Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4. Severity (Scale)of Paint Klien ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
atau 0-10 (visual analogue scale – VAS) dan klien akan menilai berapa
berat nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina terjadi, skala nyeri
berkisar antara 3-4 (skala 0-4) atau 7-9 (skala 0-10).
5. Time : Sifat mulai timbulnya (onset). Biasanya gejala nyeri timbul
mendadak Lama timbulnya (durasi) nyeri dada umumnya dikeluhkan lebih
dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokard dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri biasanya dirasakan lebih berat dan berlangsung lebih lama.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah mempunyai
riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi hilangnya sel
endotel vaskuler dan berakibat berkurangnya produksi nitri oksida sehingga
terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah ( Underwood, 2012 ).
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol
darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara genetik
berdasarkan kebiasaan keluarganya ( Yuniarta, 2011 )
e. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul pada
klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan oleh klien.
Pasien IMA dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai ketakutan
akan kematian. Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan
stresor yang dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Perubahan psikologis
tersebut juga muncul akibat kurangnya pengetahuan terhadap penyebab, proses
dan penanganan penyakit infark miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien
kurang kooperatif dengan perawat ( Yuniarta, 2011 ). Perubahan integritas ego
terjadi bila klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit atau perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan
keuangan.
f. Pemeriksaan Fisik
Tingkat Kesadaran, orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan orang
dipantau dengan ketat.terkadang terjadi perubahan status penginderaan mental
akibat terapi medis atau syok kardiogenik yang mengancam. Perubahan
penginderaan berarti bahwa jantung tidak mampu memompa darah yang cukup
untuk oksigenasi otak. Fungsi motorik dan tingkat kesadaran dapat diuji secara
bersamaan melalui kemampuan berespon perintah sederhana. Misalnya, respons
pasien untuk “menggenggam tangan saya” memumgkinkan perawat mengkaji
status mental maupun kekuatan genggaman masing-masing tangan.
Tekanan Darah, tekanan darah diukur untuk menentukan respon terhadap
nyeri dan keberhasilan terapi, khususnya terapi vasodilator, yang dikenal dapat
menurunkan tekanan darah. Pengukuran tekanan nadi perlu diperhatikan dengan
cermat. Tekanan nadi adalah perbedaan angka antara tekanan sistole dan diastole.
Penurunan tekanan nadi biasa terjadi setelah miokard infark.
Denyut Nadi Perifer, denyut nadi perifer dievaluasi frekuensi dan volumenya.
Perbedaan frekuensi denyut nadi perifer dan frekuensi denyut jantung menegaskan
adanya disritmia seperti fibrilasi atrium. Denyut nadi perifer paling sering
dievaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas. Denyut nadi
perifer yang melemah bisa merupakan petunjuk bahwa sedang terjadi
penyumbatan aliran darah.
1. B1 ( Breathing )
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk
mengetahui masalah pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler.
Pemeriksaan ini meliputi :
a. Inspeksi bentuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk
dada yang biasa ditemukan adalah :
(a) Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng).
(b) Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung).
(c) Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong).
(d) Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam).
(e) Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan pasien.
b. Palpasi rongga dada
Tujuannya : melihat adanya kelainan pada thoraks, menyebabkan adanya
tanda penyakit paru dengan pemeriksaan sebagai berikut :
(a) Gerakan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi.
(b) Getaran suara : getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang
diletakkan pada dada pasien saat pasien mengucapkan kata ± kata.
c. Perkusi
Teknik yang dilakukan adalah pemeriksaan meletakkan falang terakhir dan
sebagian falang kedua jari tengah pada tempat yang hendak diperkusi.
Ketukan ujung jaritengah kanan pada jari kiri tersebut dan lakukan gerakan
bersumbu pada pergelangan tangan. Posisi pasien duduk atau berdiri.
d. Auskultasi
(a) Suara napas normal.
(b) Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trakhea seperti
meniup pipa besi, suara napas lebih keras dan pendek saat inspirasi.
(c) Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronkhi, yaitu sternum atas
( torakal 3-4 ).
(d) Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara napas saat inspirasi dan
ekspirasi sama.
2. B2 ( Blood )
a. Inspeksi : inspeksi adanya jaringan parut pada dada pasien. Keluhan lokasi
nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
b. Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada infark miokard akut
tanpa komplikasi biasanya ditemukan.
c. Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d. Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup yang disebabkan infark miokard akut. Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada infark miokard akut
tanpa komplikasi.
3. B3 ( Brain )
a. Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur,
bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak.
Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.
4. B4 ( Bladder )
Output urin merupakan indikator fungsi jantung yang penting. Penuruan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut
untuk menentukan apakan penurunan tersebut merupakan penurunan produksi
urine ( yang terjadi bila perfusi ginjal menurun ) atau karena ketidakmampuan
pasien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap
adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan
kandung kemih yang penuh ( distensi kandung kemih ).
5. B5 ( Bowel )
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk rumah
sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji
penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan penurunan
berat badan. Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat
penurunan aliran balik vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan.
Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri tekan dan halus. Ini dapat diperiksa
dengan menekan hepar secara kuat selama 30 ± 60 detik dan akan terlihat
peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.
6. B6 ( Bone )
Pengakajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut, dan berdebar.
b. Keluhan sulit tidur ( karena adanya orthopnea, dispnea noktural
paroksimal, nokturia, dan keringat pada malam hari ).
c. Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam pasien
tidur dalam 24 jam dan apakah pasien mengalami sulit tidur dan bagimana
perubahannya setelah pasien mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler. Perlu diketahui, pasien dengan IMA sering terbangun dan
susah tidur karena nyeri dada dan sesak napas.
d. Aktivitas : kaji aktivitas pasien dirumah atau dirumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas pasien
biasanya berubah karena pasien merasa sesak napas saat beraktivitas.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Ansietas b.d ancaman terhadap kematian
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung, frekuensi jantung dan
kontraktilitas.
d. Gangguan pertukaran gas b.d akumulasi cairan dalam alveoli sekunder kegagalan
fungsi jantung.
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung.
f. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplay oksigen miokard dan
kebutuhan, adanya iskemia/nekrosis jaringan miokard.
g. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit,
kesalahpahaman terhadap kondisi medis atau terapi yang dibutuhkan,
ketidaktauan tentang sumber informasi, serta kurangnya kemampuan mengingat.

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Manajeman Nyeri
pencedera fisiologis keperawatan , maka di (hal : 201)
( hal, 172 ) dapatkan kriteria : Observasi
Tingkat Nyeri : a) Identifikasi lokasi,
(hal, 145) karakteristik, durasi,
a) Keluhan nyeri ( 5 : frekuensi, kualitas dan
Menurun ) intensitas nyeri
b) Meringis ( 5 : b) Identifikasi skala nyeri
Menurun ) c) Identifikasi repons
c) Gelisah ( 5 : nyeri non verbal
Menurun ) d) Identifikasi faktor yang
d) Kesulitan tidur ( 5 : memperberat dan
Menurun ) memperingan nyeri
e) Frekuensi nadi ( 5 : Terapeutik
Membaik ) a) Berikan teknik non
f) Pola napas ( 5 : farmakologis untuk
Membaik ) mengurangi rasa nyeri
g) Tekanan darah ( 5 : b) Kontrol lingkungan
Membaik ) yang memperberat rasa
h) Proses berpikir ( 5 : nyeri
Membaik ) c) Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
a) Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
b) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c) Anjurkon memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
anlgetik jika perlu
2. Ansietas b.d Setelah dilakukan asuhan Terapi Relaksasi
ancaman terhadap keperawatan , maka di (hal,436)
kematian dapatkan kriteria : Observasi :
(hal,180) Tingkat Ansietas : a) Identifikasi penurunan
(hal, 132) tingkat energy,
a) Verbalisasi khawatir ketidakmampuan
akibat kondisi yang berkonsentrasi, atau
dihadapi ( 5 : gejala lain yang
Menurun ) mengganggu
b) Perilaku gelisah ( 5 : kemampuan kognitif
Menurun ) b) Identifikasi teknik
c) Perilaku tegang ( 5 : relaksasi yang pernah
Menurun ) efektif digunakan
d) Konsentrasi ( 5 : c) Periksa ketegangan
Membaik ) otot, frekuensi nadi,
e) Pola tidur ( 5 : tekanan darah, dan
Membaik ) suhu sebelum dan
f) Frekuensi sesudah latihan
pernapasan ( 5 : d) Monitor respons
Membaik ) terhadap terapi
g) Frekuensi nadi ( 5 : relaksasi
Membaik ) Terapeutik :
h) Tekanan darah ( 5 : a) Ciptakan lingkungan
Membaik ) tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
b) Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
c) Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
Edukasi
a) Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia
b) Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
c) Anjurkan mengambil
posisi nyaman
d) Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
e) Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
3. Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Perawatan Jantung Akut
jantung b.d keperawatan , maka di (hal,318)
perubahan irama dapatkan kriteria : Observasi
jantung, frekuensi Curah Jantung : a) Identifikasi
jantung dan (hal,20) karakteristik nyeri dada
kontraktilitas. a) Kekuatan nadi b) Monitor EKG 12
(hal,34) perifer ( 5 : sadapan untuk
Meningkat ) perubahan ST dan T
b) Ejection fraction c) Monitor aritmia
( 5 : Meningkat ) d) Monitor enzim jantung
c) Palpitasi ( 5 : e) Monitor saturasi
Menurun ) oksigen
d) Bradikardi ( 5 : Terapeutik
Menurun ) a) Pertahankan tirah
e) Gambaran EKG baring minimal 12 jam
aritmia ( 5 : b) Berikan terapi relaksasi
Menurun ) untuk mengurangi
f) Tekanan darah ( 5 : ansietas dan stress
Membaik ) c) Berikan dukungan
g) Pengisian kapiler ( 5 emosional dan spiritual
: Membaik ) Edukasi
a) Anjurkan segera
melaporkan nyeri dada
b) Jelaskan tindakan yang
dijalani pasien
c) Ajarkan teknik
menurunkan
kecemasan dan
ketakutan
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian
antiangina
b) Kolaborasi pemberian
morfin, jika perlu
c) Kolaborasi pemberian
inotropik, jika perlu
d) Kolaborasi
pemeriksaan x-ray
dada, jika perlu

D. Implementasi Keperawatan
Dalam prinsip tindakan keperawatan pada pasien IMA dengan mengurangi
nyeri menangani secara cepat serta memonitor kondisi pasien. Paula ( 2009 )
mengatakan tindakan keperawatan dalam pelaksanaan IMA yaitu mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri serta memonitor dan mencatat karakteristik nyeri.
Hematologi dan kimia serum dipantau. Ketika pasien dengan IMA tiba di UGD, di
diagnosis dan penatalaksanaan awal pasien harus cepat karena manfaat terapi
reperfusi paling besar jika terapi dimulai dengan cepat ( Patricia, 2011 ).
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan yang mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri (Independen)
Adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan dan keputusan sendiri
bukan merupakan petunjuk atau perintah kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi
Adalah tindakan yang dilakukan atas dasar hasil keputusan bersama, seperti
dokter atau petugas kesehatan lain .
E. Evaluasi Keperawatan
Tujuan dari evaluasi adalah ntuk mengetahui sejauh mana perawat dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan dengan
SOAP. Langkah-langkah evaluasi sebagai berikut :
1. Daftar tujuan-tujuan pasien.
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu.
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika

Asikin M, Nuralamsyah M, Susaldi. (2016). Keperawatan Medical Bedah Sistem

Kardiovaskuler. Jakarta : Erlangga

Baradero, M., Dayrit, M., & Siswadi, Y. (2008). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan

Kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Bararah, Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat

Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Buku Ajar Patologi Volume 2 edisi 7. Jakarta :

EGC

Kasron. (2012). Kelainan dan Penyakit Jantung : Pencegahan dan Pengobatan. Yogyakarta :

Nuha Medika

Kasron. (2016). Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Transinfomedia

M. Black. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta Selatan : Salemba Medika

Patricia Gonce. (2011). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC

Rendy, M Clevo dan Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medical Bedah Penyakit

Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Smeltzer. C. S & Bare. B. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai