Anda di halaman 1dari 5

RESUME BAB 8

PELAPORAN FINANSIAL NON REGULASI: PERTIMBANGAN TEORITEORI BERORIENTASI


SISTEM

 TEORI BERORIENTASI SISTEM

Teori legitimasi dan teori stakeholder sering disebut sebagai systems-oriented theories
Dalam systems-based perspective, suatu entitas diasumsikan dipengaruhi oleh dan juga
mempengaruhi masyarakat. Owen dan Adams (1996) menyatakan suatu organisasi dan
masyarakat yang berorientasi ke sistem akan memungkinkan kita melihat peran informasi pada
hubungan yang terjadi antara organisasi, negara, individu, dan grup. Pada teori legitimasi dan
stakeholder, kebijakan pengungkapan akuntansi dipandang sebagai strategi untuk mempengaruhi
hubungan organisasi dengan pihak-pihak lain. Akhir-akhir ini teori legitimasi dan stakeholder
diaplikasikan untuk menjelaskan mengapa perusahaan melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial dalam laporan tahunannya. Teori ini juga dapat untuk menjelaskan mengapa
perusahaan memilih mengadopsi teknik akuntansi tertentu.
 TEORI EKONOMI POLITIK
Menurut Gray, Owen dan Adams (1996) teori legitimasi dan stakeholder adalah teori
yang diderivasi dari teori ekonomi politik. Ekonomi politik oleh Gray didefinisikan sebagai
kerangka pikir yang mengkaitkan masalah sosial, politik dan ekonomi. Masalah ekonomi tidak
dapat dipisahkan tanpa memperhatikan masalah sosial. Dengan menggunakan ekonomi politik
seorang peneliti dapat memperhatikan isu-isu (sosial) yang lebih luas yang berdampak pada
perusahaan, dan informasi apa yang harus diungkapkan. Seperti yang ditulis Guthrie dan Parker
(1990) perspektif ekonomi politik memandang pelaporan akuntansi sebagai dokumen sosial,
politik, dan ekonomi. Pelaporan akuntansi digunakan sebagai alat untuk pembangunan,
penjagaan, dan legitimasi institusi-institusi ekonomi dan politik. Pengungkapan mempunyai
kapasitas untuk menyalurkan makna-makna sosial, politik, dan ekonomi bagi pembaca laporan
yang plural Teori ekonomi politik dibagi menjadi dua yaitu teori ekonomi politik klasik dan teori
ekonomi politik burjois. Teori ekonomi klasik berkaitan dengan filsafat Karl Marx yang secara
eksplisit menyatakan adanya kepentingan kelompok, konflik struktural, ketidakadilan, dan peran
negara sebagai pusat pengendali. Ini berbeda dengan teori ekonomi politik burjois yang
mengabaikan elemen-elemen tsb, isinya memandang dunia sebagai keadaan yang plural. Teori
ekonomi politik klasik memandang pelaporan akuntansi dan pengungkapan sebagai alat penjaga
posisi pihak yang berkuasa terhadap sumber daya (kapital), dan sebagai alat untuk merongrong
pihak yang tidak punya sumber daya. Fokusnya pada konflik struktural dalam masyarakat.
Sesuai dengan Cooper dan Sherer (1984), studi akuntansi seharusnya memasukan masalah power
dan konflik dalam masyarakat, sehingga studi akuntansi harusnya fokus pada dampak pelaporan
akuntansi khususnya pada distribusi income, kesejahteraan dan power di masyarakat.
Sebaliknya, teori ekonomi politik burjuois tidak memperhatikan adanya konflik struktural dan
pertentangan klas tapi lebih cenderung melihat adanya interaksi antar kelompok dalam dunia
yang plural (misal, negosiasi antara perusahaan dengan penduduk setempat).
 TEORI LEGITIMASI
Teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara kontinue mencari cara agar
beroperasi dalam batas norma-norma masyarakat. Dalam arti, operasi perusahaan dipandang oleh
orang lain sebagai hal yang legitimate. Norma yang ada selalu berubah, sehingga perusahaan
harus menyesuaikan. Teori legitimasi didasarkan pada ide bahwa ada kontrak sosial antara
perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat sekarang mengharapkan perusahaan
untuk....melakukan pencegahan kerusakan lingkungan, menjamin adanya keamanan bagi
konsumen, karyawan ... Karena itu, perusahaan dengan lingkungan sosial yang jelek akan sulit
meneruskan operasinya. Teori legitimasi menekankan perusahaan untuk mempertimbangkan
hak-hak publik. Kegagalan untuk memenuhi harapan sosial (kontrak sosial) ini akan
menimbulkan sangsi dari masyarakat. Ide kontrak sosial ini bukanlah barang baru, tapi sudah
lama didiskusikan oleh para filsuf seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Rousseou. Shocker
dan Sethi (1974) memberikan overviu mengenai konsep kontrak sosial sbb: Setiap lembaga
sosial (termasuk perusahaan) beroperasi dengan kontrak sosial, dimana kelangsungan dan
pertumbuhannya berdasar pada: Pemberian sesuatu yang diinginkan oleh masyarakat, dan
Pendistribusian manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok-kelompok yang berkuasa
Jika perusahaan merasa tidak mampu menjalankan operasinya maka masyarakat mungkin akan
mencabut kontraknya melalui pengurangan pembelian, dll. Dengan adanya biaya potensial
seperti itu menyebabkan perusahaan harus mengambil tindakan yang menjamin bahwa
operasinya dipandang legitimate oleh masyarakat. Perusahaan akan mencari kesesuaian antara
nilai aktivitasnya dengan norma masyarakat. Jika ada perubahan harapan masyarakat, maka
perusahaan harus menyesuaikannya. Proses penyesuaian ini disebut organisational legitimacy.
Dowling dan Pfeffer menunjukkan cara/alat perusahaan untuk melegetimasi: menyesuaikan
output, tujuan, dan metode operasinya sesuai norma legitimasi masyarakat menggunakan alat
komunikasi untuk mengubah pandangan masyarakat. mengkomunikasikan maksudnya agar
sesuai dengan simbol-simbol legitimasi masyarakat. Sesuai dengan Dowling dan Pfeffer,
perusahaan dapat menggunakan laporan tahunan perusahaan sebagai public disclosure. Misal,
perusahaan menyediakan informasi untuk menagkal berita negatif. Hurst (1970) menyatakan
bahwa salah satu fungsi akuntansi adalah untuk melegitimasi eksistensi perusahaan. Perusahaan
yang beroperasi tidak sesuai dengan norma/harapan masyarakat akan kena penalti. Istilah lisensi
beroperasi merujuk ke pengertian kontrak sosial.
 UJI EMPIRIK TERHADAP TEORI LEGITIMASI
Hogner (1982) meneliti corporate social reporting dalam laporan tahunan pada US Steel
Corporation selama 8 tahun. Hogner menunjukkan bahwa luasnya social disclosure dari tahun ke
tahun bervariasi, dan variasi tsb mungkin karena harapan masyarakat yang juga berubah. Cara
perusahaan menentukan harapan-harapan masyarakat dengan meneliti melalui koran/media.
Media biasanya bisa membentuk opini harapan masyarakat. Brown dan Deegan menyatakan
bahwa liputan media terhadap isu tertentu merupakan proxy hal-hal yang menjadi perhatian
masyarakat. Media Agenda Setting Theory. Semakin tinggi liputan media berkorelasi dengan
tingginya pengungkapan dalam laporan tahunan. Beberapa orang berpendapat bahwa teori
legitimasi sangat mirip dengan political cost hypothesis yang ada dalam positive accounting
theory. Selain ada kemiripan, ada juga perbedaanya yaitu teori legitimasi tidak berdasarkan pada
asumsi ekonomi bahwa semua tindakan didorong oleh kepentingan pribadi (maksimisasi
kesejahteraan). Juga tidak menggunakan asumsi efisiensi pasar.
 TEORI STAKEHOLDER
Teori ini mempunyai 2 cabang yaitu cabang yang ethical (moral/noramtif) dan cabang
positif (managerial).
 TEORI STAKEHOLDER ETHIKAL Teori ini menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak untuk diperlakukan secara fair oleh perusahaan.
Siapa pun stakeholder harus diperlakukan dengan baik. Stakeholder mempunyai
hak instrisik yang tidak boleh dilanggar (seperti gaji yang wajar). Definisi
stakeholder (Freeman & Reed): grup atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan. Clarkson membagi stakeholder
menjadi 2 yaitu stakeholder primer dan sekunder. Stakeholder primer adalah
pihak yang mempunyai kontribusi nyata terhadap perusahaan, tanpa pihak ini
perusahaan tidak akan bisa hidup. Sedang stakeholder sekunder adalah pihak yang
tidak akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan secara langsung.
Menurut Clarkson stakeholder primer harus diperhatikan oleh manajemen agar
perusahaan bisa hidup. Namun pernyataan ini ditentang oleh teori stakeholder
cabang etika yang beragumentasi bahwa semua stakeholder mempunyai hak yang
sama untuk diperhatikan oleh manajemen. Semua stakeholder mempunyai hak
untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana dampak perusahaan bagi
mereka. Dalam kaitannya dengan hak informasi, Gray menyarankan
menggunakan perspektif model akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban
untuk menyediakan laporan atas tindakan mereka sebagai wujud
tanggungjawabnya. Akuntabilitas meliputi 2 kewajiban:
1. kewajiban/tanggungjawab melakukan tindakan tertentu,
2. tanggungjawab menyediakan laporan akibat tindakan tsb.
Dengan model akuntabilitas tsb, maka pelaporan dianggap dipicu oleh
tanggungjawab, bukan dipicu karena permintaan.
 TEORI STAKEHOLDER MANAGERIAL
Lebih organisation-centered. Perusahaan harus mengidentifikasi perhatian para
stakeholder. Semakin penting stakeholder bagi perusahaan, semakin banyak usaha
yang harus dikeluarkan untuk mengelola hubungannya dengan stakeholder ini.
Informasi adalah elemen penting yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk
mengelola (memanipulasi) stakeholder agar supaya terus mendapatkan dukungan.
Perusahaan tidak akan memperhatikan semua kepentingan stakeholder secara
sama, tapi hanya kepada yang sangat powerfull saja. Power stakeholder (kreditor,
pemilik, dll) dipandang sebagai fungsi tingkat kontrol stakeholder terhadap
sumber daya perusahaan. Semakin tinggi tingkat kontrol stakeholder terhadap
sumber daya perusahaan, maka semakin tinggi perhatian perusahaan terhadap
stakeholder ini. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat
memuaskan permintaan berbagai stakeholder.
 UJI EMPIRIK TERHADAP TEORI STAKEHOLDER
Penggunaan teori ini digunakan untuk menguji kemampuan stakeholder dalam
mempengaruhi disclosure CSR (corporate social responsibility). Roberts (1992) menemukan
bahwa ukuran power stakeholder dan kebutuhan informasi yang terkait dapat menjelaskan
mengenai level dan tipe disclosure CSR. Neu, Warsame, dan Pedwell (1998) juga mendukung
temuan bahwa sekelompok stakeholder tertentu dapat menjadi lebih efektif dari pada kelompok
yang lain dalam meminta disclosure CSR. Hasil ini mengindikasikan bahwa perusahaan menjadi
lebih responsif terhadap permintaan stakehoder finansial dan regulator (pemerintah) dibanding
stakeholder pemerhati lingkungan. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi situasi
dimana para stakeholder saling bersaing kepentingannya, maka perusahaan akan memilih
stakeholder yang paling penting. Sayangnya Teori stakeholder manajerial tidak secara langsung
memberikan resep mengenai informasi apa yang harus diungkapkan. Sehingga ini akan
menimbulkan masalah siapa stakeholder yang paling penting (powerfull), dan informasi apa
yang dibutuhkan. Exhibit 8.4 menunjukkan naiknya fee di bank-bank dan dampaknya pada
nasabah lama. Apakah nasabah lama menurut saudara adalah stakeholder yang mempunyai
power yang harus dipenuhi? (teori stakeholder managerial) Bagaimana jika kita menggunakan
teori stakeholder ethikal? Exhibit 8.5 menceritakan perusahaan penambangan besar di Rio Tinto.
Dalam artikel ini ditunjukkan bahwa serikat pekerja sangat memperhatikan sekali terhadap
catatan-catatan perusahaan mengenai hak asasi, hubungan karyawana, dan lingkungan. Dengan
membaca artikel ini kita bisa menduga bahwa serikat pekerja merupakan stakeholder yang
powerfull, sehingga kita bisa menentukan bagaimana perusahaan harus membuat disclosure
(tentang hak asasi manusia dan manajemen lingkungan yang sehat). Berdasar diskusi diatas
nampaknya ada pemisahaan antara teori stakeholder etikal dengan manajerial. Namun jika kita
memisahkan dua pandangan tersebut hanya akan mendapat pandangan sepotong saja. Padahal,
umumnya perusahaan didorong oleh aspek etikal dan manajemen sekaligus, tidak oleh salah satu
saja. Wicks (1996) menyatakan bahwa memisahkan antara aspek etikal dengan manajerial adalah
tidak realistik, karena orang tidak dapat hanya memasukkan aspek moral saja ketika dia
bertindak di pasar yang riil.

Anda mungkin juga menyukai