Anda di halaman 1dari 3

Nama : Meilani

Nim : 0102183156

Sem : V BPI - D

Makul : Fiqh Kontemporer

Tgl/hari : Selasa, 10 Nov 2020

Tugas:

1. Jelaskan perbedaan Ijtihad,taqlid dan tafliq dan berikan contohnya masing -masing

2. Jelaskan Ijtihad Bayani dan contohnya

3. Jelaskan perbedaan antara Ijtihad Burhani dan Irfani dan berikan contohnya

Jawab :

1. A. IJTIHAD (‫ )اجتهاد‬adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan
(jahada).

Contoh : suatu peristiwa yang pernah terjadi di zaman Khalifah Umar bin Khattab, yang mana pada saat
itu para pedagang muslim mengajukan suatu pertanyaan kepada Khalifah yakni berapa besar cukai yang
wajib dikenakan kepada para pedagang asing yang melakukan perdagangan di wilayah Khalifah.

B. Taqlid adalah mengikuti pendapat seseorang dengan tanpa bisa membuktikan   benar-salahnya
pendapat itu, meskipun mengetahui sepenuhnya bahwa bertaklid padanya boleh. Maka Taqlid adalah
hal pasti dan tak terhindarkan dilakukan  oleh setiap umat Islam, setidaknya ketika mulai mengamalkan
ajaran-ajaran Islam.

Contoh : misalnya meletakkan kedua tangan di dada pada waktu shalat dan mengangkat kedua tangan
ketika Takbiratul Ihram. Dia tetap melakukan hal itu meskipun belum mengetahui benar-salah dalil yang
mendasarinya. Lalu ketika dia  mengetahui argumentasi dan dalil pada waktu kemudian maka saat itu
berarti dia telah keluar dari lingkaran taqlid buta. Meskipun demikian tetap saja dia seorang yang
bertaqlid karena masih belum mengetahui dalil secara rinci, paling tidak bagaimana cara menggali
hukum. Masih saja dia mengikuti metode dari seorang imam mujtahid.
C. Menurut bahasa Talfiq artinya melipat atau merangkap. Sedangkan menurut syari'at, Talfiq adalah
melakukan suatu ibadah atau muamalah secara rangkap yaitu dengan menyomot pendapat-pendapat
dari  madzhab yang berlainan sehingga muncul suatu praktik yang  keluar dari madzhab-madzhab itu.
[18]

Contoh: Seseorang melakukan wudlu dengan mengikuti madzhabSyafi'i, yaitu dengan mengusap
sebagian kepala (kurang dari ), kemudian menyentuh wanita lain (ajnabiyah). Kemudian dia
melaksanakan shalat dengan mengikuti madzhab Abu Hanifah yang berpendapat bahwa bersentuhan
dengan wanita ajnabiyah tidak membatalkan wudlu. Maka praktek demikian disebut Talfiq, sebab dia
menggabungkan pendapat Syafi'i dan pendapat Abu Hanifah dalam masalah wudlu, dimana akhirnya
yang dilakukannya itu keluar dari kedua madzhab itu. Di satu sisi bersentuhan kulit dengan ajnabiyah
menurut Syafi'i membatalkan wudhu dan di sisi lain menurut Abu Hanifah berwudlu tidak sah hanya
dengan mengusap sebagian kepala. Seseorang berwudlu dengan mengusap sebagian kepala atau
dengan tanpa menggosok-gosok anggota wudlu karena mengikuti madzhab Syafi'i. kemudian dia
menyentuh anjing dengan mengikuti madzhab Maliki yang berpendapat bahwa anjing adalah binatang
suci. Maka shalat yang dilakukannya tidak sah dalam pandangan kedua madzhab tersebut, sebab di satu
sisi menurut Maliki berwudlu tidak sah tanpa mengusap seluruh kepala serta menggosok-gosok anggota
wudlu, dan di sisi lain menurut Syafi'i anjing adalah termasuk najis Mughalladhah (berat). Jadi apabila
dia melaksanakan shalat maka shalatnya tidak sah dalam pandangan  madzhab-madzhab tersebut. Talfiq
sebagaimana kami sebutkan haram dilakukan. Dan tujuan pelarangan ini adalah agar seseorang tidak
mencari yang serba mudah dan mempermainkan hukum.

Demi menghindarkan talfiq yang terlarang itu dalam mencari solusi hukum perlu dilakukan pemilihan
hukum-hukum dari madzhab tertentu dari keempat madzhab, dimana madzhab tersebut sesuai dengan
situasi dan kondisi keindonesiaan. Misalnya dengan memilih madzhab Syafi'i dalam bidang shalat --mulai
dari syarat, rukun hingga yang membatalkan- dan memilih madzhab Abu Hanifah dalam masalah-
masalah sosial kemayarakatan. Dengan demikian --disamping Talfiq  dapat dihindarkan-  hukum-hukum
yang telah dirumuskan para ulama madzhab itu dapat diterapkan dan tidak hanya tertulis dalam lembar-
lembar kitab saja.

2. Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ yang terkandung dalam nash
namun sifatnya masih zhonni baik dari segi penetapannya maupun dari segi penunjukannya. Ijtihad ini
hanya memberikan penjelasan hukum yang pasti dari dalil nas tersebut.

Contoh : menetapkan keharusan ber’iddah tiga kali suci terhadap isteri yang dicerai dalam keadaan tidak
hamil dan pernah dicampuri.berdasarkan firman Alalh surat al-Baqarah ayat 228

‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫ َو ْال ُمطَلَّق‬....

Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'
Dalam ayat ini memang dijelaskanbatas waktu iddah adalah tiga kali quru’ namun tiga kali quru’
tersebut bisa berarti suci atau haid. Ijtihad menetapkan tiga kali quru’ dengan memahami
petunjuk/Qarinah yang ada disebut ijtihad bayani.

3. A. Burhani : Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan hukum-hukum
logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur atau benarnya sesuatu adalah berdasarkan komponen
kemampuan alamiah manusia berupa pengalaman dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memuncukan
peripatik. Maka sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang berkaitan
dengan alam, sosial, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil penelitian, hasil percobaan,
hasil eksperimen, baik di laboratorium maupun di alam nyata, baik yang bersifat alam maupun sosial.

Contoh : dari pola berpikir burhani, imam hanafi adalah ketetapan mengenai kafa’ah. Imam Abu Hanifah
di baghdad – yang merupakan komunitas campuran Arab, Persia dan Turki – menetapkan peraturan
tentang kafa’ah (kesetaraan) dalam hal kekakayaan dan status dalam akad perkawinan. Sementara di
madinah, yang tersusun atas masyarakat yang lebih homogen, peraturan pernikahan seperti itu tadi
tidak dibutuhkan. Untuk sebuah alasan yang sama, budak memiliki hak atas harta kekayaan di Baghdad,
sementara di Madinah mereka tidak memilikinya.

B. Irfani : Irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrumen pengalam batin, dhawq,
qalb, wijdan, basirah dan intuisi.

Contoh :

1. Manhaj kashfi disebut juga manhaj ma'rifah 'irfani yang tidak menggunakan indera atau akal, tetapi
kashf dengan riyadah dan mujahadah.

2. Manhaj iktishafi disebut juga al-mumathilah (analogi), yaitu metode untuk menyingkap dan
menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam manhaj ini mencakup:

a. Analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti 1/2 = 2/4 = 4/8, dan seterusnya.

b. Tamthil yang meliputi silogisme dan induksi.

c. Surah dan Ashkal

Anda mungkin juga menyukai