Anda di halaman 1dari 7

Muhammad Zikri Pasa

XII IPA 1

SMAN 17 Jakarta

Analisis Unsur Instrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk


(tema, penokohan, sudut pandang, amanat, setting, dan gaya bahasa/majas)

1. Tema

Tema yang diangkat dalam novel ini adalah mengenai kisah cinta sebuah pasangan yang tidak
kesampaian. Kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Harapan Strinil untuk menjalin kasih dengan
Rasus harus kandas karena keengganan Rasus karena Strintil merupakan penari Ronggeng. Ronggeng
adalah milik masyarakat, milik orang banyak, dan milik semua orang. Maka Rasus merasa akan sangat
egois jika harus menikahi Srintil.

2. Penokohan

1. Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani

Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah
mencabut sebatang singkong.”

2. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa

Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus dan dua
orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.”

3. Dursun : bersahabat

Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah
mencabut sebatang singkong.”

4. Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur

Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah
mencabut sebatang singkong.”

5. Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega


Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di
pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.”

6. Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk

7. Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois

8. Sakum : hebat

Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran
ronggeng.”

9. Lurah Pecikalan (kepala desa). Bijaksana dan peduli akan penduduknya

10. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala

Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia
pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....”

11. Istri Santayib : Keibuan, prihatin

Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani
sampean setiap pagi.”

12. Dower : mengusahakan segala macam cara

Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud
menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa
kuperoleh seringgit emas.”

13. Sulam : penjudi dan berandal, sombong

14. Siti : alim

Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena
kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus)

15. Sersan Slamet : penyuruh, tegas

Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat
ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....”

16. Kopral Pujo : penakut

Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada
aku......”

17. Tampi : penyayang, sabar.


18. Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam.

19.Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan demi uang yangakan di bawanya pulang
untuk anak istrinya.

20. Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta dalam pekerjaannya pengukuran tanah
untuk pembuatan jalan di Dukuh Paruk Pecikalan. Dia seorang laki-laki petualang perempuan yang patah
hati oleh Srintil.

21. Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari perkiraan. Srintil sempat akan
dijadikannya umpan demi proyek tendernya lolos.

3. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini
adalah menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti adanya kata “aku”
dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar cerita. Bukti pengarang
menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia dan –nya” dan menyebutkan
nama tokoh secara langsung.

4. Amanat

Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang ialah bahwa Jangan memandang seseorang hanya karena
keadaan fisiknya. Novel ini memiliki amanat agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu
tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-
tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan
duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali
kepadaNya.

5. Latar (Setting)

Latar Tempat :

a. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang
seketurunan…”.
b. Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil
dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.

c. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena tiga
orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.

d. Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang dan
lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.

e. Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk
berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.

f. Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya, jemarinya terus bekerja..…Sakum
berhenti mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.

g. Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh Kakek Tarim….”.

h. Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh Paruk memasuki kampung
Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.

i. Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh paruk.Bajus memimpin..”

J. Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat memarkir jipnya…”

k. Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil yang ternyata kemudian
sudah disewanya….”

l. Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika becak berhenti di gerbang
rumah sakit tentara….”

Latar Waktu :

a. Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari menyentuh garis
cakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)

b. Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar halaman...”
(Tohari,Ahmad, 2008:7)

c. Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencecet si rumpun aur di belakang
rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)
Latar Suasana :

1. Tenang, tentram

“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk bergalau dalam telinga. Dan tiba-
tiba Sakarya terkejut oleh sinar menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi muncul di balik awan.
“Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam Sakarya. Aneh, Sakarya merasakan
ketentraman dalam hati setelah bergumam demikian.”

2. Gembira, bangga, bahagia

“Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita cepat tersiar bahwa pada malam
perayaan Agustusan nanti Srintil akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi sudah banyak
orang bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang uang jajan kepada orangtua mereka. Para
pedagang, dari pedagang toko sampai pedagang pecel bersiap dengan modal tambahan. Juga tukang
lotre putar yang selalu menggunakan kesempatan ketika banyak orang berhimpun.”

3. Tegang, genting

“Kenapa Jenganten?”

“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”

Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya genting karena Srintil tidak lagi
menguasai berat badannya sendiri.

6. Gaya Bahasa (Majas)

a. Majas Personifikasi

Personifiksi adalah majas kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak
bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Dalam RDP ditemukan 12 data.

Dalam kerimbunan daun-daunnya sedang dipagelarkan merdunya harmoni alam yang melantumkan
kesyahduan
b. Majas Metafora

Di Pelataran yang membantu di bawah pohon nangka. Ketika angin tenggara bertiup dingin menyapu
harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau. ( hlm. 13)

c. Majas Metonimia

Majas metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang,
barang atau hal sebagai penggantinya, kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita
maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang kita maksudkan
barangnya.

Pelita kecil dalam kamar itu melengkapi citra punahnya kemanusiaan pada diri bekas mahkota Dukuh
Paruk itu (hlm. 395)

d. Majas Simile/Persamaan

Emak sudah mati, ketika hidup ia secantik Srintil, tampilan emak bagai citra perempuan sejati

e. Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah majas yang mengungkapkan sesuatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar besarkan suatu hal. Pada RDP ditemukan 9 data pemakaian majas hiperbola. Perhatikan data.

Ini cukup untuk kukatakan bahwa yang terjadi pada dirinya seribu kali lebih hebat daripada kematian
karena kematian itu sendiri adalah anak Kandung kehidupan manusia. (hlm. 386)

Langit dan matahari menyaksikan luka pada lutut dan mata kaki yang bertambah parah serta darahnya
mengalir lebih banyak, menetes netes menggenangi batu batu. (hlm. 304)

f. Majas Sinekdoke

Majas sinekdoke adalah majas yang mempergunakan sebagian dari suatu hal yang menyatakan
keseluruhan (pars prototo) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian
(totemproparte).

Sampean hanya memikirkan diri sendiri dan tidak mau mengerti urusan perut orang (hlm. 288) Dua ekor
anak kambing melompat lompat dalam gerakan amat lucu (hlm. 118)

g. Majas pertentangan (litotes )

Aku terkejut menyadari semua orang di tanah airku yang kecil ini memenuhi segala keinginanku (hlm.
104)
h. Majas Penegasan ( repetisi )

Mereka hanya ingin melihat Srintil kembali menari, menari dan menari (hlm. 140)

i. Majas Sindiran (sarkasme)

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang
mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Dalam RDP majas sarkasme ditemukan 4 data di bawah
ini.

Dower merasa berat dan mengutuk Kartareja dengan sengit “Si tua bangka ini sungguh sungguh
tengik !” (hlm. 71)

Kertareja memang bajingan. Bajul buntung, “jawabku, mengumpat dukun ronggeng itu. (hlm. 49)

Anda mungkin juga menyukai