Anda di halaman 1dari 26

Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
PEKERJAAN

3.1. UMUM

Program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah pada umumnya telah


memiliki standar-standar yang harus diikuti oleh setiap pihak yang
menjalankannya, baik dari kalangan pemberi tugas maupun konsultan
sebagai rekanan (swasta).

Kemampuan dari konsultan untuk mengenal dan mengikuti standar yang


telah ditetapkan merupakan sebuah keharusan sebagai sebuah badan
usaha yang didukung oleh tenaga-tenaga ahli yang cukup pendidikan dan
pengalamannya.

Untuk mencapai tujuan sesuai sasaran yang ditentukan di dalam kerangka


Acuan Kerja maka sebelum dibuat metode terperinci perlu ditentukan lebih
dahulu prinsip-prinsip dasar dan penyederhanaan pelaksanaan. Harus lebih
dahulu dipastikan tujuan dan prinsip yang benar sehingga keputusan yang
akan diambil dapat mencapai sasaran. Tanpa hal ini maka program yang
dilaksanakan kemungkinan akan gagal dan tidak efisien selama
pelaksanaannya sehingga tujuan akhir tidak tercapai.

Diagram alir pelaksanaan pekerjaan adalah sebagaimana diagram berikut


ini:

Diagram Alir Teknis Pelaksanaan

LAPORAN PENDAHULUAN III -1


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Mula
i

Persiapan

Survey Pendahuluan

Survey Lanjutan

Pengumpulan Pengukuran
Data Lapangan

Analisa Data
Perencanaan

Dokumen Dokumen Pelelangan


perencanaan

Selesai

Harus diperhatikan bahwa walaupun pada umumnya prosedur dan Dokumen


Kontrak yang dilaksanakan adalah merupakan standard akan tetapi tetap
diperlukan adaptasi sesuai kondisi yang sebenarnya di lokasi Proyek. Tanpa
melakukan hal ini maka kemungkinan kesulitan yang tidak diperkirakan
sebelumnya akan timbul dan ini akan berakibat terlambatnya pelaksanaan
dan juga berakibat kepada penambahan biaya.

Setiap permasalahan yang diperkirakan akan terjadi dalam setiap pekerjaan


Pembangunan fisik pada umumnya akan menyebabkan :

LAPORAN PENDAHULUAN III -2


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

 Waktu penyelesaian pekerjaan pembangunan mundur (terlambat) dari


waktu yang telah ditentukan maupun direncanakan semula,
 Biaya rehabilitasi yang melonjak dan melebihi dari dana yang disediakan,

 Kualitas maupun kuantitas hasil pekerjaan yang tidak sesuai rencana


kerja dan Syarat-syarat, maupun ketentuan-ketentuan yang ada dan
berlaku.

Dengan mengingat kepada beberapa hal di atas maka perlu dilakukan


langkah pencegahan dengan melakukan prediksi serta menginventarisir
faktor-faktor penyebab dari permasalahan yang akan timbul. Salah satu
metode yang sering dilakukan adalah dengan pengelolaan yang
terintegrasi/terpadu yang dikelola oleh sebuah atau lebih Konsultan
Pengawasan ini. Permasalahan praktis yang diperkirakan akan timbul di
lapangan, pada umumnya disebabkan oleh kelemahan dalam dokumen
pelaksanaan dan pelaksanaan di lapangan.

Kelemahan yang terdapat dalam pelaksanaan di lapangan yaitu:

 Permasalahan yang akan timbul terutama disebabkan karena


penempatan personil yang kurang berpengalaman, memiliki kemampuan
yang kurang memadai dan bekerja secara tidak profesional.
 Permasalahan yang akan timbul dapat pula disebabkan karena
kelemahan pada sistem manajemen yang diterapkan oleh Kontraktor,
sehingga pelaksanaan fisik yang dilakukan tidak berjalan secara baik.

 Permasalahan yang akan timbul terutama disebabkan karena


penempatan personil pelaksana dari Kontraktor kurang berpengalaman,
memiliki kemampuan yang kurang memadai dan bekerja secara tidak
profesional.

Permasalahan yang sering terkait dengan masalah yang terjadi dalam


proses pembangunan sarana fisik adalah sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN III -3


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

1.Kekurangan informasi.

Kesalahan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan sering kali


karena pelaksana kekurangan informasi yang aktual mengenai
kebutuhan-kebutuhan, proses-proses yang diperlukan dan hubungan
kerja yang tidak lancar.

2.Pengambilan keputusan yang didasari persepsi yang tidak benar.

Perencana sering kali tidak melakukan usaha yang cukup untuk


memahami kebutuhan pemilik secara mendalam karena waktu yang
terbatas sehingga pengambilan keputusan didasari oleh persepsi-
persepsi perencana yang sering kali tidak sesuai.

3.Kebiasaan perencana

Kebiasaan perencana adalah mendasari suatu keputusan berdasar


pengalaman yang pernah diterima dalam kasus yang sama. Akan tetapi
hal ini tidak seluruhnya benar karena suatu kasus dalam perencanaan
dan pembangunan adalah unik, sehingga penelitian mengenai hal
tersebut penting dilakukan.

4.Sikap negatif

Sikap negatif yang sering dijumpai adalah pengertian bahwa perbaikan


yang sedikit demi sedikit tidak atau kurang bermanfaat. Perencana atau
pelaksana menganggap (karena rutinitas) pekerjaan dapat diselesaikan
dengan baik tanpa ada usaha tambahan menuju perbaikan.

5.Sungkan untuk meminta pendapat

LAPORAN PENDAHULUAN III -4


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Sungkan untuk meminta pendapat adalah sikap yang masih sering


dialami oleh perencana. Dengan hal ini komunikasi yang berjalan akan
tidak optimal. Suatu lembaga yang berkedudukan khusus dan mampu
sebagai jembatan adalah sangat diperlukan.

6.Batasan waktu.

Ini adalah alasan yang paling sering dikemukakan atas kekurangan yang
terjadi. Perencana dan pelaksana karena adanya batasan ini hanya
berorientasi pada selesainya produk sehingga hanya mempunyai sedikit
(atau sama sekali tidak mempunyai) waktu untuk melakukan hal-hal
yang sifatnya eksperimental atau penelitian mendalam untuk
perbaikan/pengembangan.

7.Perubahan teknologi.

Teknologi pembangunan yang berjalan sangat cepat sering kali sukar


untuk diikuti oleh perencana atau pelaksana dengan pelaksanaan
pekerjaan yang (multi) paralel. Perencana dan pelaksana sering tidak
mempunyai cukup waktu untuk melaksanakan hal ini.

8.Kekurangan pengetahuan terhadap kebutuhan yang aktual.

Kebutuhan sering kali tidak terformulasikan secara jelas oleh pemilik


proyek dan tidak dikaitkan dengan aspek-aspek kualitas ataupun
kuantitas karena keterbatasannya. Hal ini menimbulkan adanya
interpretasi yang sangat majemuk sehingga menyulitkan proses
pelaksanaan pekerajan.

9.Kekurangan metoda untuk mengukur "nilai" proyek.

Nilai di sini adalah yang bersifat kualitatif. Pemilik proyek tidak


mempunyai metode dan bahasa komunikasi yang cukup untuk

LAPORAN PENDAHULUAN III -5


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

mengemukakan argumentasi dan pernyataan yang bersifat kualitatif ini.


Pemilik biasanya hanya dapat memberikan dalam hal "harga" (yang hal
ini saja tidak cukup).

10. Spesifikasi yang tidak baik.

Spesifikasi yang dibuat perencana ataupun standar-standar dan


peraturan pemerintah merupakan hal yang sulit diubah dan diperbaharui
secara cepat. Kelambatan yang demikian ini sering kali akan
menimbulkan adanya kekurangan yang pada akhirnya akan mengurangi
nilai proyek.

11. Hubungan kerja yang buruk.

Hubungan yang terlalu kaku antara pemilik proyek, perencana, dan


pelaksana sering kali mengakibatkan adanya hubungan komunikasi
yang tidak berjalan baik. Atau sebaliknya hubungan yang terlalu dekat
akan mengakibatkan berkurangnya ketegasan di lembaga ini. Kehadiran
suatu lembaga yang turut memikirkan "mekanisme" ini akan sangat
membantu dan bukan diserahkan pada masing-masing pihak untuk
"bersikap".

12. Ketiadaan kemampuan klien untuk bernegosiasi secara teknis.

Klien sering kali sangat terbatas dalam pengetahuan secara teknis atau
kesulitan dalam menterjemahkan kebutuhannya secara teknis. Di lain
pihak perencana kurang tanggap terhadap hal tersebut karena kendala
waktu.

13. Perencanaan yang baik sering juga membutuhkan waktu yang


relatif lama.

Padahal klien mungkin akan sangat terkait dengan kecepatan ini


misalnya bila dana yang tersedia adalah dana pinjaman atau dana yang

LAPORAN PENDAHULUAN III -6


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

hangus bila lewat waktu. Pengendalian yang menciptakan hubungan


kerja yang paralel antara kegiatan perencanaan dan pelaksanaan
seharusnya dapat dilakukan untuk menghemat waktu yang sangat
berharga ini.

3.2. KRITERIA PERENCANAAN

Pada prinsipnya pekerjaan Jasa Konsultan Perencanaan DED Saluran


Drainase Di Kawasan Industri Kabil ini menggunakan metode desain yang
disederhanakan dengan umur rencana 10 tahun dan 5 tahun dan
menggunakan program komputer yang sudah dikembangkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga dalam Road Design System / Road Design Module
(RDS/RDM), kecuali untuk daerah-daerah yang di-relokasi dibuat desain
khusus, terutama yang menyangkut desain geometrik. Sesuai dengan
metode diatas maka konsultan dalam pelaksanaan pekerjaannya terikat
kepada hal-hal sebagai berikut :

a. Pedoman untuk pengumpulan Rutin Dana untuk Design yang diterbitkan


oleh Sub Dit. BIPRAN Bina Marga 1989.
b. “Optimising of Overlay Design in Indonesia”’ Corne, 1983 dan Road
Design System 70
c. Bahan-bahan Overlay Design Course yang diselenggarakan oleh Central
Design Office – BIPRAN pada bulan April 1987
d. Untuk perencanaan geometrik pada daerah-daerah yang direlokasi,
harus mengikuti Buku Pedoman Bina Marga No. 13/70 tentang
“Spesifikasi Standard untuk Perencanaan Geometrik pada jalan antar
kota”, dan No. 0.13/T/Bt/1995 tentang “Petunjuk Teknik Survei dan
Perencanaan Teknik Jalan Kabupaten”.

3.3. METODE PELAKSANAAN

Sebelum memulai kegiatan pekerjaan Konsultan harus mengadakan


konsultasi terlebih dahulu dengan Pimpinan Proyek yaitu untuk

LAPORAN PENDAHULUAN III -7


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

mendapatkan konfirmasi mengenai ruas-ruas jalan yang akan ditangani.


Konsultan harus berusaha mendapatkan informasi umum mengenai ruas
jalan yang akan disurvei, sehingga dapat mmpersiapkan hal-hal yang
diperlukan dalam pelaksanaan survei disetiap ruas jalan. Dalam
melaksanaan pekerjaan ini tahapan pekerjaan ada beberapa tahapan, yaitu:

3.3.1. PENGUMPULAN DATA LAPANGAN

Pengumpulan data lapangan yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini


dilakukan dengan menggunakan cara yang disederhanakan (Simplified
Method), yaitu cara pengumpulan data lapangan yang telah
dikembangkan oleh Bina Marga sejak tahun 1983
Pengumpulan data lapangan ini meliputi :
A. Survey Topografi

Pengukuran topografi dimaksud untuk mengurnpulkan data


pengukuran yang cukup untuk kebutuhan perencanaan dan dilakukan
pada daerah yang direlokasi.

Detail dari pengukuran ini adalah sebagai berikut :


Pengukuran Polygon dengan ketelitian 1: 10.000 dan patok-patok
permanen harus dipasang dengan interval tidak lebih dari 500 m serta
dapat terlihat dengan mudah. Pengukuran jarak dapat dilakukan
secara langsung atau menggunakan titik-titik sementara dan bantuan
alat ukur elektronis.
Patok-patok pengukuran dapat berupa :
 Patok beton betulang, dengan ukuran 10 x 10 x 95 cm
dipasang ditempat yang bebas dari ganguan lalu lintas atau
lainnya selama pelaksanaan.
 Paku yang dipasang pada beton atau cara lainnya pada
bangunan-bangunan tetap seperti abutmen jembatan dan lain-
lain.

LAPORAN PENDAHULUAN III -8


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Pengukuran harus meliputi :


1. Titik-titik kontrol vertikal dan horizontal berupa patok-patok
kayu yang dipasang setiap interval 100 m pada rencana as jalan.
 Ukuran petak kayu adalah 5 x 7 x 60 cm dan dapat
ditancapkan kedalam tanah sedalam 50 cm.
 Pada pengukuran polygon :
(i) Titik kontrol horizontal
Pengukuran menggunakan theodolit dengan ketelitian
bacaan 1 detik dan ketelitian orde ketiga.
(ii) Titik kontrol Vertikal
Pengukuran menngunakan Waterpas dengan ketelitian
1,5 - 2.5 mm/km, pengukuran dilakul:an dengan dua
arah.
2. Pengukuran Iebar Right of way dengan menyebutkan tata guna
tanah serta lainnya seperti petmukiman, sawah dan lain-lain.

3. Cross Section

Cross Section dibuat untuk setiap interval 100 m pada tiap-tiap


titik kontrol. Lebar Cross Section minimai adalah 2-5 m kekanan
dan kekiri dari as jalan.
4. Perhitungan dan penggambaran peta topografi berdasarkan
atas koordinat titik kontrol diatas.

Gambar peta topografi dibuat pada kertas milimeter dengan skala 1:


1.000 dengan garis contour tiap interval 1 meter. Semua titik-titik
kontrol harus dicantumkan dalam gambar.
B. Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah dilakukan pada daerah-daerah yang direlokasi,


dengan cara pelaksanaan sebagai berikut :

LAPORAN PENDAHULUAN III -9


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

1. Penyelidikan tanah untuk daerah yang perlu direlokasi adalah


dengan melakukan pemboran yang harus mengikuti ketentuan-
ketentuan sebagai berikut :

 Pemboran dilakukan dengan bor tangan (Hand Auger Boring)


atau alat bor mesin, sesuai dengan keperluannva.
 Penanaman dari masing-masing jenis tanah harus dilakukan
pada saat itu juga, sesuai dengan kedalaman maupun sifat
tanah tersebut yang dapat dilihat secara visual.
 Apabila tanah yang ada perpotensi longsor/runtuh harus
disiapkan alat bor yang dilengkapi casing.
 Apabila ditemukan air pada lobang bor, maka harus dicatat
kedalamamnya serta waktu alat bor tersebut menyentuh air.
 Bila ditemukan lapisan tanah yang mudah terperas
(Compressible Strata), maka pemboran harus dilanjutkan
untuk mengetahui ketebalannya.
 Lobang-lobang bor diusahakan sedekat mungkin dengan as
jalan dengan interval jarak minimal 250 m' serta kedalaman
rata-rata sebagai berikut :

 Urugan pada daerah rawa sedalam 2 (dua) kali ukuran


tersebut diukur dari permukaan air.
 Urugan pada daerah biasa, sedalam 2(dua) meter dari
permukaan jalan.

C. Pemeriksaan Tambahan

1. Pemeriksaan System Drainase

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi


kondisi system drainase yang ada.
Informasi yang harus diperoleh dari pemeriksaan ini adalah :

LAPORAN PENDAHULUAN III -10


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

 Bentuk, ukuran dan profil memanjang dari semua selah


sepanjang sisi jalan.
 Jenis, ukuran, lokasi, panjang dan kondisi dari gorong-gorong
melintang jalan, termasuk detail dari setiap struktur tembok
kepala dan lantai apron.
 Lokasi, dimensi dan ukuran/type gorong-gorong tambahan
yang diperlukan.
 Semua data dicatat dalam formulir 4(DL 6.4. I) dan (DL 6.4.2).

2. Pemeriksaan Kestabilan Lereng

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi atas


kondisi lereng yang diragukan kestabilannya yang diperkirakan
akan membutuhkan pekerjaan perlindungan lereng. Data yang
diperoleh dicatat pada formulir DL 6.2.
3. Pemeriksaan Marka Jalan dan Perlengkapan Jalan

Pemeriksaan ini meliputi :

 Lokasi dan detail fungsi dari semua marka jalan yang ada dan
tambahan yang diperlukan.
 Lokasi dan detail dari semua rambu jalan, patok kilometer dan
patok pengaman.
 Lokasi, jenis dan detail kondisi dari semua rel pengaman.

4. Pemeriksaan Lereng Melintang Jalan

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi


kondisi lereng melintang, dilakukan pada bagian jalan yang rata
dan terjadi alur yang jelek ataupun lereng melintang yang berbeda
secara nyata. Data yang diperoleh dicatat pada formulir DL 6.5.

3.3.2. ANALISA DATA LAPANGAN, PERENCANAAN & GAMBAR-GAMBAR

LAPORAN PENDAHULUAN III -11


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, Konsultan harus


mengadakan analisa data dengan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
a. Analisa Lendutan Balik

Lendutan balik rencana (D) ditentukan berdasarkan formula :


D = x + 1.0 s
dimana : D = lendutan balik rencana pada section tertentu
x = lendutan balik rata-rata pada section tertentu
s = standard deviasi pada section tertentu
b. Pengukuran Debit

Pengukuran debit dilakukan apabila terdapat aliran air, karena


kemungkinan sungai yang akan di studi pada saat pelaksanaan
pekerjaan tidak ada aliran airnya. Tujuan pengukuran debit adalah
untuk mendapatkan data debit. Hasil pengukuran debit dapat
dibuat kurva debit pada penampang sungai yang diukur yaitu
hubungan antara ketinggian muka air dengan debit sungai yang
dapat digunakan sebagai kalibrasi analisa debit andalan. Ada
beberapa cara pengukuran debit, dalam usulan ini ada dua cara
yang ditawarkan, yaitu cara pengukuran kecepatan aliran (arus)
dan cara pelampung. Cara pengukuran dengan pelampung
dilakukan apabila pengukur kecepatan arus (current meter) tidak
dapat dilakukan. Hubungan antara kecepatan aliran dan
banyaknya putaran baling-baling persatuan waktu, dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :
V = p.N + q
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/dt)
N = Banyaknya putaran baling-baling setiap detik
p = Koefisien diameter gerak maju baling-baling
q = Koefisien kecepatan awal

LAPORAN PENDAHULUAN III -12


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Sedangkan apabila menggunakan alat pelampung, kecepatan


aliran yang dihitung dari jarak lintasan pelampung dibagi waktu
yang diperlukan untuk menempuh lintasan tersebut. Bahan
pelampung yang digunakan adalah yang dapat terapung
dipermukaan air atau yang tenggelam sebagian dibawah
permukaan air. Cara pelaksanaannya adalah :
1. Pengukuran dengan alat ukur arus (current meter) adalah
sebagai berikut :
a. Pengukuran penampang sungai dengan alat ukur
waterpass atau T0 sesuai kebutuhan. Tujuan
pengukuran adalah untuk mengetahui ukuran
(dimensi/bentuk) penampang sungai.
b. Memasang alat duga air biasa, tujuannya adalah
untuk elevasi muka air pada saat pengukuran.
Bahan yang digunakan dan cara pemasangan
mempertimbangkan ketentuan sebagai berikut :
i. Dibuat dari bahan yang tahan air dan awet,
dilengkapi dengan skala dan di cat dengan
warna yang jelas agar mudah di baca.
ii. Pemasangan dapat lurus atau miring dengan
membentuk sudut kemiringan 30º, 45º, 60º
terhadap bidang horizontal.
iii. Pemasangan harus kuat dan terlindung dari
benturan benda keras yang terbawa oleh
aliran air.
iv. Kedudukan datum meteran pada kedalaman
0,5 meter dibawah muka air terendah pada
musim kemarau dan diikatkan pada titik tetap.
c. Pelaksanaan pengukuran mengikuti petunjuk alat
ukur dan mecatat pada formulir yang telah
disiapkan.

LAPORAN PENDAHULUAN III -13


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

2. Pengukuran dengan pelampung mengikuti cara sebagai


berikut, yaitu :
a. Pengukuran dua penampang yang ditinjau.
b. Pemasangan duga muka air biasa.
c. Pengukran jarak antara dua penampang.
d. Pelaksanaan pengukuran dengan mencatat waktu
tempuh pelampung melintasi dua penampang yang
ditinjau dan tinggi muka air.
3. Lokasi pengukuran harus mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
a. Dipilih pada bagian alur sungai yang lurus.
b. Sesuai dengan lokasi rencana bangunan.
c. Mudah dicapai dalam segala situasi dan kondisi.
d. Mampu melewatkan banjir.
e. Geometri dan badan sungai harus stabil.
f. Adanya penampang kendali.
g. Mempunyai pola aliran yang seragam dan
mendekati aliran sub kritis.
h. Tidak terkena pengarus arus balik.
4. Lama dan periode pengukuran tergantung kondisi sebagai
berikut :
a. Aliran rendah, dilaksanakan dua kali dalam sekali
periode waktu pengukuran (bolak balik di
penampang yang sama).
b. Saat banjit, dilaksanakan satu kali dalam periode
waktu pengukuran.
c. Musim kemarau, cukup sekali dalam satu bulan.
d. Musim hujan, paling sedikit 3 kali dalam setiap
bulannya.

LAPORAN PENDAHULUAN III -14


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Lama dan periode pelaksanaan yang diusulkan dilakukan


pengukuran setiap hari sebanyak 3 kali dengan jangka waktu
sesuai hasil diskusi dengan direksi.
c.Survey Kondisi Daerah Aliran Sungai

Data-data kondisi daerah aliran sungai (DAS) didasarkan pada


peta rupa bumi skala 1:25.000 namun demikian masih perlu
dilakukan survey lapangan untuk memudahkan dalam
menentukan besarnya parameter-parameter yang akan
digunakan untuk analisa serta kebenaran dari peta rupa bumi
secara visual. Kondisi daerah aliran sungai yang perlu dicatat
adalah sebagai berikut:

1. Tata guna lahan


2. Kemiringan lereng
3. Jenis tanah
4. Jumlah anak sungai dan panjangnya
5. Bentuk daerah aliran sungai

Disamping peta rupa bumi perlu dilengkapi dengan peta


jenis tanah yang dikeluarkan oleh bagian reboisasi lahan
dan konservasi tanah dinas kehutanan provinsi atau
instansi lain yang pernah mengadakan penilitian.

d.Analisa Curah Hujan

Analisa curah hujan rencana mengikuti bagan alir. Uji konsistensi


data yang bertujuan untuk mengetahui penyimpangan atau
kesalahan data yang diketahui dari ketidak konsistenan datanya,
tidak dilakukan karena data hujan yang digunakan hanya
bersumber dari satu stasiun penakar curah hujan.

1. Metode Empiris

LAPORAN PENDAHULUAN III -15


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Metode empiris yang biasa digunakan adalah metode unit


hidrograp Nakayasu, persamaannya adalah sebagai berikut:

Dimana:

Qp = Debit puncak banjir (m3/dt)

C = Koefisien pengaliran

A = Luas daerah aliran sungai (km2)

Ro = Hujan satuan, 1 mm

Tp = Waktu puncak (jam)

T0.3 = Waktu yang diperlukan untuk penurunan debit dari


debit puncak menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Aliran dasar yang digunakan untuk metode empiris dan regresi


menggunakan parameter luas daerah aliran sungai dan
kerapatan sungai. Persamaan yang digunakan adalah sebagai
berikut:

QB = 0,4751 x A0,6444 x D0,943

Dimana:

QB = Aliran dasar (m3/dt)

A = Luas daerah aliran sungai (km2)

D = Kerapatan sungai (km/km2)

LAPORAN PENDAHULUAN III -16


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

2. Metode Regresi

Metode yang diusulkan adalah metode GAMA I. Parameter-


parameter yang digunakan adalah:

1. Faktor sumber (SF) adalah perbandingan antara jumlah


panjang sungai tingkat 1 dengan jumlah panjang sungai
semua tingkat.
2. Frekuensi sumber (SN) adalah perbandingan antara
jumlah sungai tingkat 1 dengan jumlah sungai semua
tingkat.
3. Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar
DAS yang diukur dititik sungai yang berjarak 0,75 L
dengan lebar DAS yang diukur dititik sungai yang
berjarak 0,25 L dari tempat pengukuran.
4. Luas DAS sebelah hulu (RUA) adalah perbandingan
antara luas DAS yang diukur dihulu garis yang ditarik
tegak lurus garis hubung antara lokasi pengukuran
dengan titik yang dekat dengan titik berat DAS, melewati
titik tersebut.
5. Faktor simetri (SIM) adalah WF x RUA.
6. Jumlah pertemuan sungai (JN) adalah jumlah semua
pertemuan sungai didalam DAS.
7. Kerapatan jaringan sungai (D), luas daerah aliran sungai
(A).

Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perhitungan


adalah sebagai berikut:

Qp = 0,1836 x A0,5886 x JN0,2381 x TR-0,4008

TR = 0,43 x (L / (100SF))3 + 1,0665 SIM + 1,2775

LAPORAN PENDAHULUAN III -17


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

TB = 27,4132 x TR0,1457 x S-0,0956 x SN0,7344 x RUA0,2574

K = 0,5617 x A0,1798 x S-0,1446 X SF-1,0897 x D0,0452

Æ = 10,4903 – 3,859 x 10-6 x A2 + 1,6985 x 10-13 (A/SN)4

B = 1,5518 x A-0,1491 x N-0,2775 x SIM-0,0259 x S-0,0733

Dimana:

Qp = Debit puncak (m3/dt)

TR = Waktu naik (jam)

TB = Waktu dasar (jam)

K = Koefisien tampungan

Æ = Hujan efektif (mm/jam)

B = Koefisien reduksi

3. Metode Rasional

Luas DAS ciliman seluas 500 km 2, untuk itu akan digunakan


metode rasional praktis yang biasa diterapkan dan sebagai
pembanding akan digunakan metode Der Weduwen dan
metode Haspers. Persamaan yang digunakan dalam
perhitungannya adalah sebagai berikut:

1. Metode Rasional Praktis

Persamaan yang di gunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

LAPORAN PENDAHULUAN III -18


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Q = Debit banjir (m3/dt)

C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas curah hujan selama waktu


konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah aliran sungai (km2)

Koefisien pengaliran merupakan suatu variabel yang


didasarkan atas kondisi daerah pengaliran dan
karakteristik hujan pada daerah tinjauan. Nilai koefisien
pengaliran berdasarkan Dr. Monobe. Intensitas curah
hujan dihitung dengan menggunakan persamaan Dr.
Monobe, yaitu sebagai berikut:

Dimana:

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 = Curah hujan maksimum harian (mm)

Tc = Waktu kedatangan banjir atau waktu


konsentrasi (jam)

Waktu konsentrasi didasarkan atas persamaan sebagai


berikut:

Dimana :

Tc = Waktu konsentrasi (jam)

L = panjang sungai, yaitu panjang horizontal mulai


dari titik teratas dimana lembah sungai terbentuk sampai

LAPORAN PENDAHULUAN III -19


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

titik tempat perkiraan kedudukan bangunan/bendungan


(km)

W = Kecepatan perambatan banjir(km/jam)

H = Selisih elevasi antara mulai lembah sungai


terbentuk sampai ke tempat kedudukan bendung (km)

2. Metode Der Weduwen

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

Q = Debit banjir (m3/dt)

α = Koefisien limpasan air hujan

β = Koefisien pengurangan/reduksi daerah

QT = Curah hujan maksimum (m3/dt.km2)

A = Luas daerah aliran sungai (km2), maksimum


100 km2

t = Waktu konsentrasi (jam), antara 1/6 jam


sampai 12 jam

L = Panjang sungai (km)

I = Kemiringan sungai

R24 = Curah hujan harian maksimum rencana (mm)

LAPORAN PENDAHULUAN III -20


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Kemiringan sungai ditentukan dari 0,1 dari panjang


sungai dari batas hulu sampai hilir pada rencana titik
tinjauan.

3. Metode Haspers

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

á untuk tc < 2 jam

á untuk 2 jam < tc < 19 jam

á untuk tc > 19 jam

Dimana:

Q = Debit banjir (m3/dt)

α = Koefisien limpasan air hujan

β = Koefisien pengurangan/reduksi daerah

QT = Curah hujan maksimum (m3/dt.km2)

A = Luas daerah aliran sungai (km2), maksimum


100 km2

tc = Waktu konsentrasi (jam), antara 1/6 jam


sampai 12 jam

L = Panjang sungai (km)

I = Kemiringan sungai

R24 = Curah hujan harian maksimum rencana (mm)

LAPORAN PENDAHULUAN III -21


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

RT = Curah hujan harian maksimum rencana dengan


kala ulang T tahun (mm)

Kemiringan sungai ditentukan dari 0,1 darimpanjang


sungai dari batas hulu sampai hilir pada titik tinjauan.

e.Analisa dan Pengolahan Data Curah Hujan

Data-data hidrologi digunakan untuk kepentingan pekerjaan


perencanaan teknis terutama yang berkaitan dengan
perencanaan sistem drainase. Data yang digunakan adalah data
curah hujan maksimum dari tabel curah hujan dilokasi yang
diperoleh dari badan geofisika dan meteorologi setempat, maka
kita dapat. Curah hujan rencana adalah curah hujan dengan
periode ulang tertentu yang kemudian dipakai untuk perencanaan
fasilitas drainase. Penentuan curah hujan rencana dengan
periode ulang tertentu dapat dihitung menggunakan metode
analisa frekuensi. Beberapa metode yang sangat dikenal antara
lain adalah metode normal, log normal, pearson III dan log
pearson type III. Metode yang dipakai nantinya harus di tentukan
dengan melihat karakteristik distribusi hujan daerah setempat.
Periode ulang yang akan dihitung pada masing-masing metode
adalah untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50 serta 100 tahun.

Untuk daerah yang direlokasi, gambar-gambar tersebut meliputi:


 Potongan memanjang dan situasinya dengan skala 1: 1 .000
 Potongan melintang setiap 100 m dan apabila keadaan
drainase yang direncanakan tidak seragam maka potongan
melintang dibuat setiap 50 m.
 Rencana drainase

LAPORAN PENDAHULUAN III -22


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

3.3.3. PENGADAAN DOKUMEN LELANG

Tujuan pekerjaan ini adalah untuk menyiapkan dokumen pelelangan yang


diperlukan pada pelelangan pekerjaan.
Dokumen pelelangan terdiri dari beberapa Bab yaitu :

Bab I lnstruksi Kepada Peserta Lelang

Memuat ketentuan-ketentuan pelelangan yang berlaku


menurut ketentuan pemerintah yang terakhir dan bebarapa
kondisi tertentu yang ditetapkan oleh badan pemberi
bantuan.

Bab II Bentuk Penawaran, Informasi Kualifikasi dan Perjanjian


Memuat contoh forrnat-forrnat untuk penawaran dan
informasi pelelangan serta bentuk-bentuk Surat Perjanjian.
Bab III Syarat-syarat Kontrak
Memuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang
mengatur hak dan kewajiban Pemberi Tugas maupun
Pelaksana Pekerjaan

Bab IV Data Kontrak


Memuat data-data kontrak sebagai pedoman dalam
pelelangan

Bab V Spesifikasi
Memuat syarat dan ketentuan teknis pelaksanaan pekerjaan
baik bersifat umum maupun khusus.

Bab VI Daftar Kuantitas


Memuat kuantitas pekerjaan untuk pedoman kontraktor
dalam membuat penawaran.

Bab VII Gambar-gambar


Memuat gambar-gambar standard dan khusus yang berlaku
untuk setiap proyek.

LAPORAN PENDAHULUAN III -23


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

Bab VIII Bentuk-bentuk Jaminan


Memuat format-format jaminan Semua dokumen pelelangan
harus disesuaikan dengan standard yang digunakan oleh
Bina Marga dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum yang
terakhir menyangkut Pelelangan dan Pengelolaan Proyek.

3.3.4. PERENCANAAN TEKNIS SELENGKAPNYA

A. Perencanaan dan Perhitungan

Pada tahap perencanaan, Konsultan diwajibkan untuk


mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1. Mempersiapkan draft detail rencana persetujuan Project Officer.
2. Sesudah persetujuan draft rencana, Konsultan harus
mempersiapkan segala perubahan yang dimintakan oleh Project
Officer bila ada.
3. Semua rencana dan perhitungan harus sesuai dengan instruksi
yang diberikan Project Officer.
4. Konsultan harus yakin bahwa rencana yang diterapkan dapat
dilaksanakan oleh Kontraktor lokal.

B. Draft Rencana

Draft rencana terdiri dari :


1. Gambar

 Semua gambar harus dipersiapkan dalam bentuk format dan


standard sesuai dengan pedoman Bina Marga
 Gambar Typical Cross Section dibuat untuk setiap perubahan
ketebalan perkerasan dan lebar jalan dan bahu jalan.
 Gambar-gambar rencana dan detail jembatan < 10 m yang
mengalami penggantian.

LAPORAN PENDAHULUAN III -24


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

 Gambar-gambar rencana dan detail box culvert dan gorong-


gorong yang ukurannya diluar standard Bina Marga.

2. Volume

Volume pekerjaan harus ditetapkan untuk setiap ruas jalan.


Volume harus dievaluasi dan dikelompokkan kedalam bagian-
bagian sebagai berikut :
a. Umum
b. Drainase
c. Pekerjaan Tanah
d. Perkerasan Berbutir
e. Perkerasan dengan Aspal
f. Struktur
g. Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor
h. Pekerjaan Harian
i. Pekerjaan Pemeliharaan Rutin.

3. Perkiraan Biaya

Harga setiap item pekerjaan harus ditetapkan dengan analisa


harga satuan didasarkan pada kebutuhan masing-masing elemen
seperti tenaga, peralatan, bahan/material dan sebagainya.
Metode perhitungan dan harga satuan peralatan harus
disesuaikan dengan standard yang digunakan oleh Bina Marga.
Hasil perhitungan harga harus diperbandingkan dengan harga-
harga satuan yang ada dari sumber lain (DPU, RBO, dll) dan
dihitung kembali bila terdapat perbedaan yang besar.
Biaya pembebasan tanah dapat diperoleh dari Pemerintah
setempat.
Perkiraan biaya akan meliputi dokumen sebagai berikut :
 Perhitungan Biaya Peralatan

LAPORAN PENDAHULUAN III -25


Kegiatan Penyusunan Kebijakan Strategis, Perencanaan Program dan Teknis

 Perhitungan Jumlah Peralatan per Satuan Kerja


 Analisa Harga Satuan
 Perkiraan Volume dan Biaya Proyek

Jadwal pelaksanaan dari paket kontrak harus ditetapkan dengan


menunjukkan periode mobilisasi yang diperlukan dan biaya
pelaksanaan pertahun.
4. Laporan

Konsultan harus mempersiapkan laporan draft rencana yang


lengkap untuk setiap ruas jalan yang dibuat rencana yang terdiri
dari :
1. Laporan perencanaan terdiri dari :

a. Laporan Penelitian/Survey Lapangan


b. Perhitungan Perencanaan
c. Gambar Rencana.

2. Analisa Harga Satuan dan Biaya


3. Perkiraan Volume
4. Dokumen Lelang
5. Spesifikasi Khusus (bila ada).

Perhitungan perencanaan harus dapat dimengerti oleh Engineer yang


mungkin membutuhkannya dikemudian hari.

LAPORAN PENDAHULUAN III -26

Anda mungkin juga menyukai