Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat undang-undang. Hakim dapat menggunakan beberapa cara
penafsiran (interpretative methoden) antara lain sebagai berikut:
Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut
arti perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada
arti perkataan –perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat
yang yang di pakai dalam undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti
kata-kata yang lazim di pakai dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di
pergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.
Penafsiran sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu
dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan
atau pada perundang-undangan hukum lainnya,atau membaca penjelasan suatu
perundang –undangan,sehingga kita mengerti apa yang di maksud. Misalnya dalam
peraturan perundang-undangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy
sebagai mana di atur dalam pasal 27 KUH perdata menjadi dasar bagi pasal
34,60,64,68 KUH Perdata dan 279 KUH Pidana.
3. Penafsiran Historis
Penafsiran autentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-
undang. Misalnya: Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara matahari
terbenam dan matahari terbit, dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama 24 jam
dan yang di maksud dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.
Penafsiran nasional adalah penafsiran yang menilik sesuai tidaknya dengan sistem
hukum yang berlaku. Misalnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan
menurut hak milik sistem hukum Indonesia.
Penafsiran analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan
memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya,
sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan, lalu dianggap
sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.misalnya;”menyambung’ aliran listrik
dianggap sama saja dengan mengambil aliran listrik.
Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi
atau mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan. Misalnya; Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja sedangkan
kerugian immateriilnya termasuk didalam nya.
Terimakasih.
HUKUMPERJANJIAN
Pada prinsipnya bahwa jual beli seharusnya kembali pada harga awal yang
diperjanjikan dan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, sebagaimana
diatur oleh Pasal 1457 KUHPer dan 1458 KUHPerdata, yaitu:
Pasal 1457 KUHPerdata
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
Pasal 1458 KUHPerdata
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-
orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
Apabila penjual menaikkan harga, maka dapat dikatakan bahwa ia telah melakukan wanprestasi.
Ada dua cara untuk menyelesaikan kasus diatas yaitu.
Dengan terjadinya wanprestasi, Anda dapat saja membatalkan jual beli dan
meminta pengembalian uang panjar melalui proses hukum gugatan
wanprestasi.
HAM
Ijin Menanggapi
Golput adalah hak setiap orang dan dijamin dalam UUD NRI 1945 (Pasal 28D ayat 3),
UU Hak Asasi Manusia (Pasal 23 ayat 1) dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan
Politik (Pasal 25). Memilih atau dipilih bukan kewajiban atau bukan sesuatu yang bisa
dipaksakan kepada pemegang hak. Melarang orang Golput dengan kekerasan justru
tindakan yang melanggar hukum.
Mahkamah Konstitusi telah menjamin golput adalah hak dalam Putusan No: 39/PUU-
XII/2014:
“Hak memilih merupakan hak warga negara yang bebas menentukan pilihan tanpa
tekanan. Memilih bukanlah kewajiban karena justru akan memaksa warga negara dan
melanggar Hak Asasi Warga Negara" Pertimbangan Majelis Hakim MK.
Indonesia juga bukan merupakan negara yang mewajibkan warga negaranya untuk
memilih. Hal ini berbeda dengan 30 negara yang mewajibkan memilih (compulsory
voting). Meskipun menganut menganut compulsory voting, beberapa negara tetap
mengakomodir kotak kosong bagi pemilih yang tidak setuju dengan calon yang
tersedia, jadi hak untuk tidak memilih tetap dilindungi.
Pemerintah juga wajib melindungi hak masyarakat untuk bersikap golput. Aparat
penegak hukum harus netral dalam melakukan penindakan, tidak boleh melakukan
kriminalisasi terhadap golput. selain itu penting pula bagi Komnas HAM untuk
melakukan upaya preventif dalam hal ini.
Terimakasih.
Pasal 1457 :
“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang dijanjikan.”
Pasal 1458 :
“Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah
orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta
harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum
dibayar”.
Secara hukum, jual beli telah terjadi apabila penjual menyepakati untuk
menyerahkan suatu barang dan pembeli menyepakati untuk membayar
harga atas barang tersebut. Cukup terdapat kesepakatan antara penjual
dan pembeli mengenai barang dan harganya, walaupun belum terjadi
penyerahan barang dan pembayaran. Penjual tidak boleh mengubah atau
menaikkan harga dengan sesuka hati.
Pada prinsipnya bahwa jual beli seharusnya kembali pada harga awal yang
diperjanjikan dan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, sebagaimana
diatur oleh Pasal 1457 KUHPer dan 1458 KUHPerdata, yaitu:
Pasal 1457 KUHPerdata
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
Pasal 1458 KUHPerdata
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-
orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
Berdasarkan kasus diatas memang pada dasarnya uang panjar yang
sudah Anda bayar tidak boleh ditarik atau dikembalikan, ini diatur pada
pada Pasal 1464 KUHPerdata, yakni :
“Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu
pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki
atau mengembalikan uang panjarnya”.
Akan tetapi, ini akan berbeda jika Penjual kemudian tidak mematuhi
kesepakatan mengenai harga barang. Jika penjual menaikkan harga
secara sepihak berarti penjual telah ingkar janji atau wanprestasi.
Dengan terjadinya wanprestasi, Anda dapat saja membatalkan jual beli dan
meminta pengembalian uang panjar melalui proses hukum gugatan
wanprestasi.
– Pembatalan kontrak;
apakah yang dimaksud dengan hukum acara (Procedur law) dan hukum material (substantive
law) dan dalam HPI ketentuan mana yang dapat menggunakan hukum asing?
Jawaban:
Hukum Acara adalah hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan
dan mempertahankan hukum material (terdapat dalam KUHAP, KUHAPdt,
dan sebagainya)
Hukum material adalah hukum yang berisi tentang perintah dan larangan
(terdapat dalam KUHP, KUHPdt, dan sebagainya).
Jawaban
Jawaban
Jika pengadilan Indonesia memiliki kewenangan, maka hukum negara manakah yang akan
diberlakukan terhadap peristiwa HPI di atas?
Jawaban
Hukum yang digunakan dapat kita lihat dari pilihan hukum yang terdapat pada isi kontrak
perjanjian, jika tidak disebutkan maka dapat dilihat dari titik tautnya yaitu Domisili dan
dimana peristiwa hukum dilakukan apabila di Indonesia maka Hukum Indonesia yang dapat
digunakan.
Pada proses penyelesaian perkara dibutuhkan alat bukti yang berasal dari luar Indonesia,
bagaimanakah cara mengesahkannya?
Jawaban
Alat bukti dalam perkara perdata ada lima yaitu alat bukti surat atau tulisan, alat bukti saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah. Kelima macam alat bukti tersebut, pada asasnya
majelis hakim dalam sidang perkara perdata harus memberi kesempatan yang luas kepada
para pihak yang berperkara tersebut untuk mengajukan suatu alat bukti guna menguatkan
dalil-dalil gugatannya serta bantahannya, oleh karena itu peran alat bukti dalam persidangan
sangat berperan penting untuk membuktikan suatu peristiwa yang disengketakan.
Apabila alat bukti berasa dari luar Indonesia maka dapat disahkan melalui Transaksi
Elektronik karena Perkembangan teknologi yang demikian pesat sehingga
penyelesaian perkara bisa di sahkan melalui Transaksi Elektronik Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan
syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan.
HUKUM Dagang
Jawaban
1. Kreditur Preferen
Kreditur preferen merupakan kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Sehingga
Kreditur preferen dapat didahulukan pelunasan piutangnya karena mempunyai hak istimewa yang
mendahului berdasarkan sifat piutangnya.
Hak istimewa diatur dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang
berbunyi, “Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang
kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata
berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam
hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya.”
Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PU-XI/2013, maka terdapat penegasan
bahwa pekerja/buruh merupakan kreditur preferen yang harus didahulukan pelunasan piutangnya.
Hal itu dikarenakan berkaitan dengan pembayaran upah pekerja/buruh tersebut. Sehingga
pembayaran upah pekerja/buruh dapat didahulukan atas tagihan kreditur separatis, hak negara,
kantor lelang, biaya kurator dan lainnya.
2. Kreditur Separatis
Kreditur separatis merupakan Kreditur yang memegang hak jaminan kebendaan. Hal ini diatur dalam
Pasal 138 UUK, untuk PKPU yang menyebutkan bahwa kreditur yang piutangnya dijamin dengan
jaminan kebendaan maka dapat meminta diberikan hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren atas
bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan
atas piutangnya.
3. Kreditur Konkuren
Kreditur Konkuren merupakan kreditur yang tidak memegang hak jaminan kebendaan, tetapi
kreditur ini memiliki hak untuk menagih debitur berdasarkan perjanjian. Namun dalam pelunasan
piutang, kreditur konkuren mendapatkan pelunasan yang paling terakhir setelah kreditur preferen
dan kreditur separatis terlunasi piutangnya. Dari ketiga jenis kreditur di atas, memiliki tingkatan yang
berbeda dan proses penyelesaian yang berbeda dalam penyelesaian proses kepailitan. Sehingga,
ketika mendapati proses kepailitan atau PKPU, sebagai kreditur dapat memahami posisi hukumnya
dan bagaimana proses penyelesaiannya.
PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA KEPAILITAN
1. Debitor;
Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa Debitor adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di
muka pengadilan.
2. Kreditor
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Kreditor dalam perkara Kepailitan dan PKPU terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
Kreditor Konkuren;
Kreditor konkuren atau kreditor bersaing adalah kreditor yang tidak mempunyai keistimewaan
sehingga kedudukannya satu sama lain sama.
Kreditor Separatis;
Kreditor yang dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk kreditor
seperti misalnya pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan
kebendaan lainnya.
Kreditor Preferent;
Kreditor Preferent atau kreditor dengan hak istimewa adalah kreditor seperti yang diatur dalam
Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149 KUHPerdata.`
3. Kurator;
Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang
ditunjuk dari hakim pengadilan.
Kurator adalah pihak yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit.
Kemudian siapakah yang menjadi Kurator?
4. Hakim Pengawas;
Perkara Kepailitan dan PKPU diadili oleh Majelis Hakim baik pada yudex facti (Pengadilan
Niaga) maupun pada yudex yuris (Mahkamah Agung) untuk perkara Kasasi dan Peninjauan
Kembali. Majelis Hakim tersebut terdiri atas hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni hakim-
hakim Pengadilan. Tugas Hakim Pengawas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 65 UU K-
PKPU adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Keberadaan Hakim Pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan , karena seperti diatur
dalam Pasal 56 UU K-PKPU yang sama dengan ketentuan Pasal 64 Faillisementverordening
(yang tidak dicabut atau diubah UU Nomor 4 tahunj 1998 Tentang Kepailitan dan PKPU),
Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu keputusan
mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit. Dengan disebutkan “wajib” berarti
menunjukkan pentingnya eksistensi Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk
mengemban tugas tersebut.
6. Panitera
Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepaniteraan yang dalam
melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda,
beberapa panitera pengganti, dan beberapa juru sita. Panitera, wakil panitera, beberapa panitera
muda, beberapa panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh
Mahkamah Agung.
Sedangkan menurut kamus hukum, “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan ayng bertugas
membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang. Menurut etimologi
(bahasa) Belanda, “panitera” adalah Griffer sedangkan etimologi bahasa Inggris clerk of the
court.
Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara; membantu Hakim Pengawas dengan
mengikuti dan mencatat jalannya persidangan; membuat daftar perkara perkara kepailitan yang
diterima di kepaniteraan; dan membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang
yang berlaku.
Interpretasi Hukum
Maruar Siahaan yang dikutip oleh Abraham Amos H.F dalam bukunya Legal Opinion
Teoritis & Empirisme (hal. 205), menjelaskan bahwa terdapat dua hal yang menjadi
bagian dalam pertimbangan hukum.
1. Obiter Dicta
2. Ratio Decidendi
Ratio Desidendi adalah salah satu bagian dari putusan pengadilan yang berisi
tentang pertimbangan hukum seorang hakim dalam memutus suatu perkara.
Pertimbangan hakim tersebut difokuskan pada alasan kuat dan mendasar tentang
jawaban mengapa hakim memutus perkara yang diadili tersebut.
Obiter dicta dalam suatu putusan tidak mengikat (not binding) yang berbeda
dengan ratio decidendi (yang mengikat), tetapi dapat menentukan putusan yang
akan diambil. Obiter dicta merupakan pendapat atau pandangan hukum tertentu
yang tidak berkaitan secara langsung dengan kasus atau perkara yang sedang
ditangani. Obiter dicta dalam putusan (dalam tradisi common law) biasanya dipakai
ketika hakim ingin menggunakan indikasi atau petunjuk-petunjuk tertentu dalam
memutus suatu kasus yang serupa, tetapi tidak identik berbeda dalam beberapa hal)
dengan kasus yang sedang ditangani.
Pada dasarnya pertimbangan hukum menjadi dasar putusan dan memiliki kekuatan
hukum mengikat. Tetapi ada dua jenis pertimbangan hukum yaitu Racio
Decidendi dan Obiter Dicta. Ratio decidendi merupakan pertimbangan sebagai dasar
atau alasan yang menentukan untuk diambilnya suatu putusan yang dirumuskan
dalam amar putusan, sedangkan Obiter Dicta tidak mengikat dan tidak wajib
dikemukakan oleh hakim.
Terimakasih
Sumber: