Anda di halaman 1dari 15

Izin menanggapi

Penafsiran hukum adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-daalil yang
tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang di kehendaki serta yang
dimaksud oleh pembuat undang-undang. Hakim dapat menggunakan beberapa cara
penafsiran (interpretative methoden) antara lain sebagai berikut:

1. Penafsiran secara tata bahasa (Grammatikal)

Penafsiran secara tata bahasa ,yaitu suatu cara penafsiran undang-undang menurut
arti perkataan (istilah)yang terdapat dalam undang-undang yang bertitik tolak pada
arti perkataan –perkataan dalam hubunganya satu sama lain dalam kalimat kalimat
yang yang di pakai dalam undang-undang.dalam hal ini hakim wajib mencari arti
kata-kata yang lazim di pakai dalam bahasa sehari-hari yang umum,oleh karena itu di
pergunakan kamus bahasa atau meminta bantuan padapara ahli bahasa.

contohnya : Suatu peraturan perundang-undangan melarang orang untuk


memparkir kendaraanya di suatu tampat tertentu.Peraturan tersebut tidak
menjelaskan apakah yang dimaksud dengan istilah “kendaraan“ itu.Apakah yang di
maksud kendaraan hanyalah kendaraan bermotoratau termasuk juga sepeda dan
bejak.dalam hal ini sering penjelasan kamus bahasa atau menurut keterangan para
ahli bahasa belum dapat memberikan kejelasan tantang pengertian kata yang di
maksud dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu hakim harus pula
mempelajari kata yang bersangkutan dengan peraturan yang lain.

 2.   Penafsiran Sistematis

Penafsiran sistematis adalah suatu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu
dengan pasal-pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang bersangkutan
atau pada perundang-undangan hukum lainnya,atau membaca penjelasan suatu
perundang –undangan,sehingga kita mengerti apa yang di maksud. Misalnya dalam
peraturan perundang-undangan perkawinan yang mengandung azaz monogamy
sebagai mana di atur dalam pasal 27 KUH perdata menjadi dasar bagi pasal
34,60,64,68 KUH Perdata dan 279 KUH Pidana.

3. Penafsiran Historis

Penafsiran historis adalah menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah


terjadinya suatu undang-undang itu dibuat. Penafsiran ini ada 2 macam :
 sejarah hukumnya,Yang diselidiki maksudnya berdasarkan sejarah terjadinya
hukum tersebut.Sejarah terjadinya hukum dapat diselidiki dari memori
penjelasan ,laporan-laporan perdebatan dalam DPRdan surat menyurat antara
menteri dengan komisi DPR yang bersangkutan.
 Sejarah undang-undangnya,yng diselidiki maksunya Pembentuk Undang-
undang pada waktu membuat undang-undang itu misalnya di denda 25 f,-
sekarang ditafsirkan dengan uang RI,sebab harga barang lebih mendekati
pada waktu KUHP itu di buat.

4.   Penafsiran Sosiologis (Teleologis)

Pada hakikatnya suatu penafsiran UU yang di mulai dengan  cara gramatikal selalu


harus di akhiri dengan penafsiran sosiologis.kalau tidak demikian maka tidak
mungkin hakim dapat membuat suatu keputusan yang benar-benar sesuai dengan
kenyataan hukum di dalam masyarakat ,sehingga dengan demikian penafsiran
sosiologis adalah penafsiran yang disesuaikan dalam keadaan masyarakat.Misalnya;
di Indonesia masih banyak peraturan yang berlaku yang berasal dari zaman
colonial ,sehingga untuk menjalankan peraturan itu hakim harus dapat menyesuaikan
dengan keadaan masyarakat Indonesia pada saat sekarang.

5.   Penafsiran Autentik (resmi)

Penafsiran autentik adalah penafsiran resmi yang diberikan oleh pembuat undang-
undang. Misalnya: Pada pasal 98 KUHP ;”malam” berarti waktu antara matahari
terbenam dan matahari terbit, dan pasal 97 KUHP : Hari adalah waktu selama 24 jam
dan yang di maksud dengan bulan adalah waktu selama 30 hari.

6.   Penafsiran Nasional

Penafsiran nasional adalah penafsiran yang menilik sesuai tidaknya dengan sistem
hukum yang berlaku. Misalnya :Hak milik Pasaal 570 KUHS sekarang harus ditafsirkan
menurut hak milik sistem hukum Indonesia.

7.   Penafsiran Analogis

Penafsiran analogis artinya member tafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan
memberi ibarat (kiyas) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya,
sehingga sesuatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat di masukkan, lalu dianggap
sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.misalnya;”menyambung’ aliran listrik
dianggap sama saja dengan mengambil aliran listrik.

8.   Penafsiran ekstensif

Penafsiran ekstensif adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara


memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan
sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalam.Misalnya ; “aliran listrik’
termasuk juga atau di samakan dengan “benda’.

9.   Penafsiran Restriktif

Penafsiran restriktif adalah Suatu penafsiran yang di lakukan dengan cara membatasi
atau mempersempit arti kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan.  Misalnya; Kerugian hanya terbatas pada kerugian materil saja  sedangkan
kerugian immateriilnya termasuk didalam nya.

10. Penafsiran a contrario(menurut peringkaran)

Penafsiran a contrario adalah penafsiran suatu penafsiran yang dilakukan dengan


cara memberikan perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi
dan peristiwa yang di atur dalam undang-undang.Sehingga dengan berdasarkan
perlawanan pengertian itu dapat di ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi
itu tidak di liputi oleh undang-undang yang di maksud atau berada di luar ketentuan
undang-undang tersebut.

Contoh ;  Pasl 34 KUH Perdata menentukan bahwa seorang perempuan tidak di


benarkan menikah lagi sebelim lewat tenggang waktu 300 hari setelah perceraian
dari suami pertama.Berdasarkan penafsiran a contrario maka dapat dikatakan bahwa
ketentuan ini tidak berlaku bagi seorang laki-laki. Karena bagi seorang laki-laki tidak
perlu menunggiu tenggang waktu tersebut untuk melakukan perkawinan lagi setelah
putusnya perkawinan pertama. Maksud tenggang waktu dalam pasal 34 KUH Perdat
tersebut adalah untuk mencegah adanya keraguan-keraguan mengenai kedudukan
anak,berhubungan dengan kemungkinan bahwa seorang sedang mengandung
setelah perkawinannya  putus atau bercerai. jika anak itu dilahirkan setelah
perkawinann yang berikutnya dalam tenggang waktu sebelum lewat 300 hari setelah
putusnya perkawinan pertama maka berdasarkan undang-undang kedudukan anak
tersebut adalah anak dari suami pertama.

Terimakasih.

HUKUMPERJANJIAN

Pada prinsipnya bahwa jual beli seharusnya kembali pada harga awal yang
diperjanjikan dan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, sebagaimana
diatur oleh Pasal 1457 KUHPer dan 1458 KUHPerdata, yaitu:
 
Pasal 1457 KUHPerdata
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
 
Pasal 1458 KUHPerdata
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-
orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
 
 
Apabila penjual menaikkan harga, maka dapat dikatakan bahwa ia telah melakukan wanprestasi.
Ada dua cara untuk menyelesaikan kasus diatas yaitu.

1. Jalur hukum perdata


Pada jalur ini konsumen dapat memberikan somasi yaitu peringatan atau teguran kepada
penjual yang berprestasi. Somasi juga diatur dalam Pasal 1238 KUHPer yang menyatakan:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”

2. Jalur hukum pidana.


Sedangkan untuk jalur hukum pidana, konsumen bisa mengadukan hal ini ke kantor kepolisian
dengan tuduhan penipuan. Dengan mengumpulkan bukti-bukti tertulis yang akurat, dan jadikan
salah satu staf pengembang sebagai saksi dari kasus ini. Secara pidana, konsumen memang
dapat melaporkan penjual dengan tuduhan melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Konsumen”).
Pasal ini berbunyi, “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.”
 
Sepakat tidak saja adanya kata “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga
“sepakat” untuk mendapatkan prestasi. Jadi, harga awal yang disepakati dan Anda
terimalah yang seharusnya digunakan seterusnya dalam jual beli rumah tersebut.
 
berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi:
 
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik
kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan
yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
 
 
Memang berdasarkan Pasal 1464 KUHPerdata, uang DP tidak dapat dikembalikan:
 
Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak
tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau
mengembalikan uang panjarnya.
 
Akan tetapi, ini akan berbeda jika Penjual kemudian tidak mematuhi
kesepakatan mengenai harga barang. Jika penjual menaikkan harga
secara sepihak berarti penjual telah ingkar janji atau wanprestasi.

Dengan terjadinya wanprestasi, Anda dapat saja membatalkan jual beli dan
meminta pengembalian uang panjar melalui proses hukum gugatan
wanprestasi.

HAM
Ijin Menanggapi

Golput adalah hak setiap orang dan dijamin dalam UUD NRI 1945 (Pasal 28D ayat 3),
UU Hak Asasi Manusia (Pasal 23 ayat 1) dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan
Politik (Pasal 25). Memilih atau dipilih bukan kewajiban atau bukan sesuatu yang bisa
dipaksakan kepada pemegang hak. Melarang orang Golput dengan kekerasan justru
tindakan yang melanggar hukum.

Mahkamah Konstitusi telah menjamin golput adalah hak dalam Putusan No: 39/PUU-
XII/2014:

“Hak memilih merupakan hak warga negara yang bebas menentukan pilihan tanpa
tekanan. Memilih bukanlah kewajiban karena justru akan memaksa warga negara dan
melanggar Hak Asasi Warga Negara" Pertimbangan Majelis Hakim MK.
Indonesia juga bukan merupakan negara yang mewajibkan warga negaranya untuk
memilih. Hal ini berbeda dengan 30 negara yang mewajibkan memilih (compulsory
voting). Meskipun menganut menganut compulsory voting, beberapa negara tetap
mengakomodir kotak kosong bagi pemilih yang tidak setuju dengan calon yang
tersedia, jadi hak untuk tidak memilih tetap dilindungi.

Pemerintah juga wajib melindungi hak masyarakat untuk bersikap golput. Aparat
penegak hukum harus netral dalam melakukan penindakan, tidak boleh melakukan
kriminalisasi terhadap golput. selain itu penting pula bagi Komnas HAM untuk
melakukan upaya preventif dalam hal ini.

Terimakasih.

jual beli secara hukum yang diatur dalam KUHPerdata, yakni :

Pasal 1457 :

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang dijanjikan.”
Pasal 1458 :

“Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah
orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta
harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum
dibayar”.

Secara hukum, jual beli telah terjadi apabila penjual menyepakati untuk
menyerahkan suatu barang dan pembeli menyepakati untuk membayar
harga atas barang tersebut. Cukup terdapat kesepakatan antara penjual
dan pembeli mengenai barang dan harganya, walaupun belum terjadi
penyerahan barang dan pembayaran. Penjual tidak boleh mengubah atau
menaikkan harga dengan sesuka hati.

Pada prinsipnya bahwa jual beli seharusnya kembali pada harga awal yang
diperjanjikan dan dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, sebagaimana
diatur oleh Pasal 1457 KUHPer dan 1458 KUHPerdata, yaitu:
 
Pasal 1457 KUHPerdata
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar
harga yang dijanjikan.
 
Pasal 1458 KUHPerdata
Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-
orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya,
meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
 
Berdasarkan kasus diatas memang pada dasarnya uang panjar yang
sudah Anda bayar tidak boleh ditarik atau dikembalikan, ini diatur pada
pada Pasal 1464 KUHPerdata, yakni :

“Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu
pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki
atau mengembalikan uang panjarnya”.

Akan tetapi, ini akan berbeda jika Penjual kemudian tidak mematuhi
kesepakatan mengenai harga barang. Jika penjual menaikkan harga
secara sepihak berarti penjual telah ingkar janji atau wanprestasi.

Dengan terjadinya wanprestasi, Anda dapat saja membatalkan jual beli dan
meminta pengembalian uang panjar melalui proses hukum gugatan
wanprestasi.

Ada beberapa pilihan gugatan wanprestasi yang dapat Anda layangkan,


yaitu :
– Pemenuhan kontrak;

– Pemenuhan kontrak disertai dengan ganti kerugian;

– Pembatalan kontrak;

– Pembatalan kontrak disertai dengan ganti kerugian.

Gugatan wanprestasi ini diatur pada Pasal 1267 KUHPerdata, yakni :

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih;


memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih
dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan
penggantian biaya, kerugian dan bunga.”

Dalam gugatan wanprestasi ini, Anda dapat meminta penggantian biaya,


kerugian dan bunga atas uang panjar yang telah Anda bayarkan, ini karena
penjual yang menaikkan harga secara sepihak telah mengingkari
kesepakatan yang telah dibuat.
HPI

apakah yang dimaksud dengan hukum acara (Procedur law) dan hukum material (substantive
law) dan dalam HPI ketentuan mana yang dapat menggunakan hukum asing?

Jawaban:

Hukum acara (dikenal juga sebagai hukum prosedur atau peraturan keadilan) yaitu


serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya
persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha negara. Hukum acara dibuat untuk menjamin
adanya sebuah proses hukum yang semestinya dalam menegakkan hukum.

Hukum Acara menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan peraturan-


peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara
menyelesaikan di muka hakim.

Hukum Acara adalah hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan
dan mempertahankan hukum material (terdapat dalam KUHAP, KUHAPdt,
dan sebagainya)

Hukum Materil adalah menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum


serta hukuman-hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi
sesuatu perjanjian, sesuatu perhubungan atau sesuatu perbuatan.Dalam pengertian
hukum materil perhatian ditujukan kepada isi peraturan.

Hukum material adalah hukum yang berisi tentang perintah dan larangan
(terdapat dalam KUHP, KUHPdt, dan sebagainya).

Peradilan manakah yang berwenang mengadili perkara HPI?

Jawaban

Di Indonesia, asas kebebasan berkontrak bersumber pada Pasal 1320 dan


1338 ayat (1) Burgerlijke Wetboek voor Indonesië (BW) yang secara
berturut-turut menekankan pada kesepakatan sebagai salah satu syarat
sahnya kontrak dan kebebasan para pihak dalam berkontrak. Dengan
dasar kebebasan berkontrak ini, para pihak dalam kontrak juga memiliki
kebebasan untuk memilih hukum/peradilan yang berlaku bagi kontrak yang
mereka sepakati.
Apakah pengadilan Indonesia memiliki kewenangan/yurisdiksi untuk mengadili perkara ini?

Jawaban

Pengadilan indonesia memiliki kewenangan dalam mengadili perkara ini, karena


selain penggugat berdomisili di Indonesia, pengadilan indonesia juga memiliki
kewenangan karena kekuasaan atau kewenangan yg di miliki oleh suatu negara
untuk membuat peraturan hukum, melaksanakan dan memaksakan berlakunya
peraturan-peraturan tersebut.

Jika pengadilan Indonesia memiliki kewenangan, maka hukum negara manakah yang akan
diberlakukan terhadap peristiwa HPI di atas?

Jawaban

Hukum yang digunakan dapat kita lihat dari pilihan hukum yang terdapat pada isi kontrak
perjanjian, jika tidak disebutkan maka dapat dilihat dari titik tautnya yaitu Domisili dan
dimana peristiwa hukum dilakukan apabila di Indonesia maka Hukum Indonesia yang dapat
digunakan.

Pada proses penyelesaian perkara dibutuhkan alat bukti yang berasal dari luar Indonesia,
bagaimanakah cara mengesahkannya?

Jawaban

Alat bukti dalam perkara perdata ada lima yaitu alat bukti surat atau tulisan, alat bukti saksi,
persangkaan, pengakuan dan sumpah. Kelima macam alat bukti tersebut, pada asasnya
majelis hakim dalam sidang perkara perdata harus memberi kesempatan yang luas kepada
para pihak yang berperkara tersebut untuk mengajukan suatu alat bukti guna menguatkan
dalil-dalil gugatannya serta bantahannya, oleh karena itu peran alat bukti dalam persidangan
sangat berperan penting untuk membuktikan suatu peristiwa yang disengketakan.

Apabila alat bukti berasa dari luar Indonesia maka dapat disahkan melalui Transaksi
Elektronik karena Perkembangan teknologi yang demikian pesat sehingga
penyelesaian perkara bisa di sahkan melalui Transaksi Elektronik Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan
syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan.
HUKUM Dagang

1. Jelaskan pengertian kreditur preferen, kreditur separatis, dan kreditur


konkuren serta kaitkan dengan pernyataan diatas!

Jawaban

Terdapat 3 jenis kreditur yang dikenal dalam peraturan perundang-undangan yaitu :

1. Kreditur Preferen

Kreditur preferen merupakan kreditur yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Sehingga
Kreditur preferen dapat didahulukan pelunasan piutangnya karena mempunyai hak istimewa yang
mendahului berdasarkan sifat piutangnya.

Hak istimewa diatur dalam Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang
berbunyi, “Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang
kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata
berdasarkan sifat piutang itu. Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam
hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya.”

Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PU-XI/2013, maka terdapat penegasan
bahwa pekerja/buruh merupakan kreditur preferen yang harus didahulukan pelunasan piutangnya.
Hal itu dikarenakan berkaitan dengan pembayaran upah pekerja/buruh tersebut. Sehingga
pembayaran upah pekerja/buruh dapat didahulukan atas tagihan kreditur separatis, hak negara,
kantor lelang, biaya kurator dan lainnya.

2. Kreditur Separatis

Kreditur separatis merupakan Kreditur yang memegang hak jaminan kebendaan. Hal ini diatur dalam
Pasal 138 UUK, untuk PKPU yang menyebutkan bahwa kreditur yang piutangnya dijamin dengan
jaminan kebendaan maka dapat meminta diberikan hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren atas
bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan
atas piutangnya.

3. Kreditur Konkuren

Kreditur Konkuren merupakan kreditur yang tidak memegang hak jaminan kebendaan, tetapi
kreditur ini memiliki hak untuk menagih debitur berdasarkan perjanjian. Namun dalam pelunasan
piutang, kreditur konkuren mendapatkan pelunasan yang paling terakhir setelah kreditur preferen
dan kreditur separatis terlunasi piutangnya. Dari ketiga jenis kreditur di atas, memiliki tingkatan yang
berbeda dan proses penyelesaian yang berbeda dalam penyelesaian proses kepailitan. Sehingga,
ketika mendapati proses kepailitan atau PKPU, sebagai kreditur dapat memahami posisi hukumnya
dan bagaimana proses penyelesaiannya. 
PIHAK-PIHAK DALAM PERKARA KEPAILITAN 
 

Pihak-Pihak yang Berkorelasi dalam  Perkara Kepailitan

1. Debitor;
Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan bahwa Debitor adalah orang yang
mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di
muka pengadilan.

Debitor ini dapat bersifat perseorangan maupun badan hukum seperti Perseroan


Terbatas/Yayasan/Asosiasi maupun Perkongsian/Partner.
Kemudian apabila pihak yang mengajukan pailit adalah Debitor dan kemudian oleh Hakim
Pengadilan Niaga permohonan tersebut dikabulkan, pemohon pailit tersebut berubah
menjadi Debitor Pailit.
 

2. Kreditor
Pasal 1 angka 2 UU Nomor 37 Tahun 2004 menentukan Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

Kreditor dalam perkara Kepailitan dan PKPU terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu:

Kreditor Konkuren;
Kreditor konkuren atau kreditor bersaing adalah kreditor yang tidak mempunyai keistimewaan
sehingga kedudukannya satu sama lain sama.
Kreditor Separatis;
Kreditor yang dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Termasuk kreditor
seperti misalnya pemegang gadai, pemegang jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, agunan
kebendaan lainnya.
Kreditor Preferent;
Kreditor Preferent atau kreditor dengan hak istimewa adalah kreditor seperti yang diatur dalam
Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149 KUHPerdata.`

3. Kurator;
Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas yang
ditunjuk dari hakim pengadilan.
Kurator adalah pihak yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta
pailit.
Kemudian siapakah yang menjadi Kurator?

Pasal 70 ayat (1) UU K-PKPU mengaturnya yaitu:

a. Balai Harta Peninggalan;


Balai Harta Peninggalan (BHP) adalah instansi pemerintah yang berada di bawah Kementerian
Hukum dan HAM yang melakukan pelayanan jasa hukum di bidang kepailitan dan PKPU serta
bidang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BHP dapat diangkat oleh
pengadilan niaga dengan putusan untuk melakukan pelayanan jasa hukum di bidang kepailitan
dan PKPU. BHP yang diangkat pengadilan niaga bertindak sebagai Kurator dan/atau Pengurus.

b. Kurator lainnya, dengan kriteria:


 Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia;
 Memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau
membereskan harta pailit;
 Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan (Departement Hukum dan HAM).

4. Hakim Pengawas;
Perkara Kepailitan dan PKPU diadili oleh Majelis Hakim baik pada yudex facti  (Pengadilan
Niaga) maupun pada yudex yuris (Mahkamah Agung) untuk perkara Kasasi dan Peninjauan
Kembali. Majelis Hakim tersebut terdiri atas hakim-hakim pada Pengadilan Niaga, yakni hakim-
hakim Pengadilan. Tugas Hakim Pengawas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 65 UU K-
PKPU adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Keberadaan Hakim Pengawas ini mutlak dalam penyelesaian kepailitan , karena seperti diatur
dalam Pasal 56 UU K-PKPU yang sama dengan ketentuan Pasal 64 Faillisementverordening
(yang tidak dicabut atau diubah UU Nomor 4 tahunj 1998 Tentang Kepailitan dan PKPU),
Pengadilan wajib mendengar pendapat Hakim Pengawas, sebelum mengambil suatu keputusan
mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit. Dengan disebutkan “wajib” berarti
menunjukkan pentingnya eksistensi Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan untuk
mengemban tugas tersebut.

5. Advokat atau Pengacara;


Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Poerwadarminta terbitan PN Balai Pustaka
1976 menyebutkan bahwa Advokat adalah Pengacara atau ahli hukum yang berwenang
bertindak sebagai penasehat atau pembela perkara dalam pengadilan. Dalam pengajuan
permohonan perkara kepailitan diharuskan menggunakan jasa advokat atau pengacara
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 UU K-PKPU:
“Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 43,
Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 68, Pasal 161, Pasal 171, Pasal 207, dan Pasal 212 harus
diajukan oleh seorang advokat.”

6. Panitera
Pengertian panitera adalah seorang pejabat yang memimpin kepaniteraan yang dalam
melaksanakan tugasnya panitera dibantu oleh seorang wakil panitera, beberapa panitera muda, 
beberapa panitera pengganti, dan beberapa juru sita. Panitera, wakil panitera, beberapa panitera
muda,  beberapa panitera pengganti pengadilan diangkat dan diberhentikan dari jabatannya oleh
Mahkamah Agung.
Sedangkan menurut kamus hukum, “panitera” mempunyai arti pejabat pengadilan ayng bertugas
membantu hakim dalam persidangan dan membuat berita acara sidang. Menurut etimologi
(bahasa) Belanda, “panitera” adalah Griffer sedangkan etimologi bahasa Inggris clerk of the
court.
Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara; membantu Hakim Pengawas dengan
mengikuti dan mencatat jalannya persidangan; membuat daftar perkara perkara kepailitan  yang
diterima di kepaniteraan; dan membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang
yang berlaku.
Interpretasi Hukum

Perbedaan obiter dicta  dan ratio decidendi

Ada dua jenis pertimbangan hukum yaitu Racio Decidendi dan Obiter Dicta. Ratio


decidendi merupakan pertimbangan sebagai dasar atau alasan yang menentukan
untuk diambilnya suatu putusan yang dirumuskan dalam amar putusan,
sedangkan Obiter Dicta tidak mengikat dan tidak wajib dikemukakan oleh hakim.

Maruar Siahaan yang dikutip oleh Abraham Amos H.F dalam bukunya Legal Opinion
Teoritis & Empirisme (hal. 205), menjelaskan bahwa terdapat dua hal yang menjadi
bagian dalam pertimbangan hukum. 

 Pertama, bagian yang disebut dengan ratio decidendi yang merupakan bagian


pertimbangan sebagai dasar atau alasan yang menentukan untuk diambilnya
suatu putusan yang dirumuskan dalam amar putusan. Bagian pertimbangan
ini tidak dapat dipisahkan dari amar putusan dan mempunyai kekuatan
mengikat secara hukum yang dapat dirumuskan sebagai kaidah hukum.
Berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi dalam memutuskan suatu perkara
tertentu, Mahkamah mempertimbangkan berbagai aspek yang salah satunya
yaitu pendapat-pendapat hukum para hakim konstitusi sehingga
pertimbangan tersebut tidak dapat dikesampingkan. 
 Kedua, bagian yang disebut dengan orbiter dicta, yaitu merupakan
serangkaian pendapat hukum yang tidak berkenaan langsung perkara
maupun dengan amar putusan dan tidak mengikat.

1.   Obiter Dicta

Obiter dicta merupakan pernyataan atau proposisi hakim dalam mempertimbangkan


suatu kasus atau perkara yang sedang ditanganinya tetapi tidak secara langsung
bersentuhan atau berkaitan dengan pokok permasalahan.

Ciri-Ciri Obiter Dicta

 Bersifat non binding


 Umumnya digunakan dalam sistem hukum common law  
 Tidak berkaitan langsung dengan perkara yang ditangani
 Menggunakan indikasi atau petunjuk untuk memutuskan suatu perkara yang
sama tetapi tidak identic  
 Dapat diaplikasikan sebagai ratio decidendi

 
    2. Ratio Decidendi

Ratio Desidendi adalah salah satu bagian dari putusan pengadilan yang berisi
tentang pertimbangan hukum seorang hakim dalam memutus suatu perkara.
Pertimbangan hakim tersebut difokuskan pada alasan kuat dan mendasar tentang
jawaban mengapa hakim memutus perkara yang diadili tersebut.

Ciri-Ciri Ratio Decidendi

 Umumnya digunakan dalam sistem common law. 


 Bagian putusan hakim yang harus diikuti dan bersifat mengikat  
 Bersifat mengikat adalah alasan yang secara langsung mengenai pokok
perkara
 Mengikat atas dasar kepentingan umum.

Obiter dicta  dalam suatu putusan tidak mengikat (not binding) yang berbeda
dengan ratio decidendi (yang mengikat), tetapi dapat menentukan putusan yang
akan diambil. Obiter dicta merupakan pendapat atau pandangan hukum tertentu
yang tidak berkaitan secara langsung dengan kasus atau perkara yang sedang
ditangani. Obiter dicta dalam putusan (dalam tradisi common law) biasanya dipakai
ketika hakim ingin menggunakan indikasi atau petunjuk-petunjuk tertentu dalam
memutus suatu kasus yang serupa, tetapi tidak identik berbeda dalam beberapa hal)
dengan kasus yang sedang ditangani. 

Pada dasarnya pertimbangan hukum menjadi dasar putusan dan memiliki kekuatan
hukum mengikat. Tetapi ada dua jenis pertimbangan hukum yaitu Racio
Decidendi dan Obiter Dicta. Ratio decidendi  merupakan pertimbangan sebagai dasar
atau alasan yang menentukan untuk diambilnya suatu putusan yang dirumuskan
dalam amar putusan, sedangkan Obiter Dicta  tidak mengikat dan tidak wajib
dikemukakan oleh hakim.

Terimakasih

Sumber:

 BMP HKUM4401Inisiasi 7 Obiter Dicta dan Ratio Decidendi


 www.hukumonline.com

Anda mungkin juga menyukai