Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

2.1.1 Pengertian

Perilaku Pencarian Pengobatan adalah perilaku orang atau masyarakat

yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan lain, untuk

memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah

kesehatannya. Bagi keluarga, masalah kesehatan atau penyakit bukan hanya

terjadi pada dirinya sendiri, tetapi juga bagi anggota keluarga lain, terutama

anak-anak (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Perilaku Pencarian Pengobatan

Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan

tidak merasakan sakit (desease but no illness) sudah barang tentu tidak akan

bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka

diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul

berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila sakit adalah

sebagai berikut :

a. Tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action)

Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan

atau kerja mereka sehari-hari. Mereka beranggapan bahwa tanpa

bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap

dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan


tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting daripada mengobati

sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum

merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

Alasan lain adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat

jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak

responsif, dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi

ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.

b. Melakukan pengobatan sendiri (self medication atau self treatment)

Tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut

percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa pengalaman yang

lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan.

c. Mencari pengobatan keluar, baik tradisional maupun modern.

Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional

masih menduduki tempat teratas dibandingkan dengan pengobatan-

pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah

sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan

fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatan lebih berorientasi kepada

sosial budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing.

Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan

tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah

masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan

adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat

daripada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi
mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatan pun

merupakan kebudayaan mereka.

Mencari pengobatan dengan membeli obat-obatan ke warung-

warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke penjual jamu.

Obat-obatan yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat-obatan

yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk dikontrol. Namun

demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obatan bebas oleh

masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya

mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan (bukan hanya untuk

pencegahan saja) semakin tampak peranannya dalam kesehatan

masyarakat.

Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern

yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan

swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan

rumah sakit. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang

diselenggarakan oleh dokter praktik. (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Faisal (2012) untuk memilih tempat berobat ditentukan

oleh beberapa faktor, antara lain :

a) Daya tarik (gravity) yaitu tingkat keparahan yang dirasakan oleh

kelompok referensi individu.

b) Pengetahuan tentang cara penyembuhan yang populer.

c) Kepercayaan (faith) yaitu kepercayaan individu keberhasilan dari

berbagai pilihan pengobatan.


d) Kemudahan (accesbility) meliputi : biaya, tersedianya fasilitas

pelayanan kesehatan.

Undang- Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 memberikan

batasan : kesehatan adalah keadaan sejahtera baban, jiwa, dan sosial dan

ekonomi. Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut

Organisasi kesehatan Dunia (WHO) yang paling baru, memang lebih

luas dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang

mengatakan, bahwa kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik,

mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit cacat. Pada

batasan yang terdahulu, kesehatan hanya mencakup 3 aspek, fisik,

mental, dan sosial (Notoatmodjo, 2010).

2.1.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan

kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh

pelayanan efektifitas pelayanan tersebut. Bila berbicara kapan memerlukan

pelayanan kesehatan, umumnya semua orang akan menjawab bila merasa

adanya ganguan pada kesehatan (sakit). Seseorang tidak pernah akan tahu

kapan sakit, dan tidak seorang pun dapat menjawab dengan pasti. Hal ini

memberi informasi bahwa konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan

dengan masalah ketidakpastian (Azwar, 1996).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut

(Kepmenkes, 2010) dapat disebabkan oleh :


1. Jarak yang jauh (faktor geografi).

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi).

3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi).

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya).

Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

1. Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan

Tempat pelayanan yang tidak strategis sulit dicapai, menyebabkan

berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta

Jamkesmas.

2. Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia

Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan

rendahnya akses peserta Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan.

3. Keterjangkauan informasi

Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya penggunaan pelayanan

kesehatan yang ada. Demand (permintaan) adalah pernyataan dari

kebutuhan yang dirasakan yang dinyatakan melalui keinginan dan

kemampuan membayar.

2.2 Pemeliharaan Kesehatan (Health maintanance)

2.2.1 Pengertian

Pemeliharaan kesehatan adalah usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan jika sakit (Notoatmodjo, 2007). Perilaku pemeliharaan

kesehatan terdiri dari 3 aspek, yaitu :


a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,

serta pemulihan kesehatan jika telah sembuh dari penyakit. Misalnya

tidak minum beralkohol, tidak makan belemak, tidak merokok.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.

Bahwa kesehatan sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang

sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang

seoptimalkan mungkin. Misalnya makan-makanan yang bergizi,

olahraga, dan sebagainya.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang. Tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat

tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

Yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan fital bagi

kehidupan.

2.2.2 Perilaku Pencegahan Penyakit

menganalisis bahwa perilaku manusia dari tingkatan kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni

faktor perilaku (behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non

behaviour causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau

terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor–faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.


2. Faktor–faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat

kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor–faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dapat simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu

ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

(Notoatmodjo, 2007).

Tingkatan pencegahan penyakit menurut Leavel dan Clark ada 5

tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 2007) :

a. Peningkatan kesehatan (Health Promotion).

1) Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitas.

2) Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan.

3) Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

b. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit tertentu (Spesific

Protection).

1) Memberikan imunisasi pada golongan yang rentan untuk mencegah

terhadap penyakit – penyakit tertentu.


2) Isolasi terhadap penyakit menular.

3) Perlindungan terhadap keamanan kecelakaan di tempat-tempat umum

dan ditempat kerja.

4) Perlindungan terhadap bahan–bahan yang bersifat karsinogenik,

bahan-bahan racun maupun alergi.

c. Menggunakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat

(Early Diagnosis and Promotion).

1) Mencari kasus sedini mungkin.

2) Melakukan pemeriksaan umum secara rutin.

3) Pengawasan selektif terhadap penyakit tertentu misalnya kusta, TBC,

kanker serviks.

4) Meningkatkan keteraturan pengobatan terhadap penderita.

5) Mencari orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita

berpenyakit menular.

6) Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus.

d. Pembatasan kecacatan (Dissability Limitation)

1) Penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjut agar terarah dan

tidak menimbulkan komplikasi.

2) Pencegahan terhadap komplikasi dan kecacatan.

3) Perbaikan fasilitas kesehatan bagi pengunjung untuk dimungkinkan

pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.


e. Pemulihan kesehatan (Rehabilitation)

1)Mengembangkan lembaga – lembaga rehablitasi dengan

mengikutsertakan masyarakat.

2) Menyadarkan masyarakat untuk menerima mereka kembali dengan

memberi dukungan moral, setidaknya bagi yang bersangkutan untuk

bertahan.

3) Mengusahakan perkampungan rehabilitasi sosial sehingga setiap

penderita yang telah cacat mampu mempertahankan diri.

4) Penyuluhan dan usaha-usaha kelanjutannya harus tetap dilakukan

seseorang setelah ia sembuh dari suatu penyakit.

2.2.3 Cara Pemeliharaan Kesehatan

Cara pemeliharaan kesehatan pribadi dapat dibagi menjadi 2 bagian (crystal,

2015) yaitu :

1. Memelihara Kesehatan Jasmani

Dengan cara pemeliharaan kesehatan pribadi khususnya dengan cara

memelihara kesehatan jamani dapat dilakukan dengan syarat-syarat

sebagai berikut :

a. Makan dan minum

b. Berolah raga

c. Menjaga stamina tubuh


2. Cara Pemeliharaan Kesehatan Rohani

Kesehatan rohani dapat diperoleh dengan selalu berfikir positif disetiap

waktu dan juga bisa menjaga perasaan dan tak terombang-ambing oleh

perasaan tersebut. Maka dalma mencari pikiran yang posiyif tersebut kita

dihadapkan dengansuatu yang dapat membimbing kita ke arah positif

yaitu agama.Agama yang kita peluk akan memberi pencerahan dan

siraman-siraman rohani yang membuat kita selalu berfikir positif.

2.2.4 Upaya untuk pemeliharaan kesehatan

Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah (Crystal, 2015 ):

1. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Kuratif : tindakan pengobatan

2. Rehabilitatif : upaya pemeliharaan atau pemulihan kesehatan agar

penyakitnya tidak semakin terpuruk dengan mengkonsumsi makanan

yang menunjang utnuk kesembuahan penyakitnya.

3. Upaya Peningkatan Kesehatan Preventif : upaya pencegahan terhadap

suatu penyakit.

4. Upaya Pemeliharaan Kesehatan Promotif : upaya peningkatan

kesehatan

2.3 Konsep Teori Perilaku

2.3.1 Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud


dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku

merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal

dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa

tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan

tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan

sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,

khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan.

Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti

pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-

bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan

tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice

(Sarwono, 2004).

Perilaku adalah hasil dari pada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respons seseorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya.

Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu

dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap

tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan

(Notoatmodjo, 2007).
Komponen prilaku menurut Lukluk A, (2008) dapat dilihat dalam 2

aspek perkembangan penyakit, yaitu :

a. Perilaku mempengaruhi faktor resiko penyakit tertentu. Faktor resiko

adalah ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at-high-

risk terhadap penyakit tertentu.

b. Perilaku itu sendiri dapat berupa faktor resiko. contoh : merokok

dianggap sebagai faktor resiko utama baik bagi penyakit jantung

koroner maupun kanker Paru karena kemungkinan mendapatkan

penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak

merokok.

2.3.2 Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan

yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk

pasif (respons yang masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan

yang nyata atau practice/psychomotor). Rangsangan yang terkait dengan

perilaku kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

1. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit

Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan

penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya)

maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan,

persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan


dengan sakit dan penyakit. Perilaku seseorang terhadap sakit dan

penyakit sesuai dengan tingkatan-tingkatan pemberian pelayanan

kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkatan pencegahan

penyakit, yaitu:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharan kesehatan (health promotion

behavior)

b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)

respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur

memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,

imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak

menularkan penyakit kepada orang lain.

c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)

yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya

usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan

ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (Puskesmas, mantri, dokter

praktek, dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional

(dukun, sinshe, dan sebagainya).

d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)

yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan

kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan

diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan

kesehatannya).
2. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang

terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan

modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap

fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-

obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan

penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour)

perilaku terhadap makanan diartikan sebagai respons seseorang terhadap

makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. perilaku ini meliputi

pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta

unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan

makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh.

4. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental behaviour)

Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai

determinan (faktor penentu) kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini

sesuai lingkungan kesehatan lingkungan, yaitu :

a. Perilaku terhadap air bersih, meliputi manfaat dan penggunaan air

bersih untuk kepentingan kesehatan.

b. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor atau kotoran.

Disini menyangkut pula hygiene, pemeliharaan, teknik dan

penggunaannya.
2.3.3 Ranah (Domain) Perilaku

Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert) maupun

perilaku terbuka (overt). Perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang

yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah merupakan

keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang

merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal tersebut.

Perilaku seseorang adalah kompleks, dan mempunyai bentangan yang

sangat luas. Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom ini dan untuk

kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah

perilaku sebagai berikut :

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan

sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang

diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan.

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau

tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6

tingkat pengetahuan, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk


mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

2. Memahami (comperehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsipyang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah

sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah

dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat

diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam saru hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata


lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat

(Notoatmodjo, 2010).

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat

dan emosi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa sikap itu suatu

sindrom atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek.

Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala

kejiwaan yang lain. Newcomb salah seorang ahli psikologi social

menyatakan bahwa sikap adalah merupakan pelaksanaan motif

tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan

(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-

tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :


1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau

menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti

membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah

bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya.

Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang

lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

c. Tindakan atau Praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah

kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud

dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain

antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana(Notoatmodjo,


2010). Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan

menurut kualitasnya, yakni :

1. Praktik terpimpin

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi

masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau

mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik

atau tindakan mekanisme.

3. Adopsi

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas

atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau

tindakan atau perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2010).

2.3.4 Teori H.L Blum

Menurut Hendrik L. Blum, derajat kesehatan dipengaruhi 4 faktor

yaitu faktor lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan, dan

keturunan. Faktor lingkungan inilah yang paling besar menentukan status

kesehatan. Yang kedua adalah pelayanan kesehatan diantaranya adalah

sumber daya manusia yang kompoten dan siap siaga dalam melayani

masyarakat. Ketersediaan tenaga dan tempat pelayanan yang memadai.

Faktor ketiga adalah faktor perilaku dalam hal ini faktor yang paling

berpengaruh adalah faktor pemahaman dan tingkat pengetahuan


masyarakat terhadap kesehatan. Faktor terakhir adalah keturunan. Semua

faktor saling berkaitan satu sama lain. (Notoatmodjo, 2007).

a. Lingkungan

Lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan yang terbesar

terhadap derajat kesehatan masyarakat dan kemudian diikuti perilaku,

pelayanan kesehatan dan keturunan. Lingkungan umumnya

digolongkan menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan

aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek

fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, iklim dan perumahan.

Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia

seperti kebudayaan, kepercayaan, pendidikan dan ekonomi.

b. Perilaku

Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan,

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada

perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh

kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, ekonomi dan

perilakuperilaku lain yang melekat pada diri manusia.

c. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang

mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Keberadaan fasilitas

kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan,

pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan terhadap


kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.

Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh faktor lokasi, yaitu apakah

dapat dijangkau atau tidak.

Bentuk pelayanan kesehatan tidak hanya terbatas pada fasilitas

pelayanan saja akan tetapi juga meliputi tenaga kesehatan. Keberadaan

tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan, informasi dan motivasi

kepada masyarakat untuk mendatangi fasilitas kesehatan.

d. Keturunan

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah adadalam diri

manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit

keturunan seperti diabetes melitus dan asma bronehial. Selain itu,

faktor keturunan juga dapat dikaji dari kondisi balita dan ibu hamil.

Masa kehamilan dan balita sangat menentukan perkembangan otak

anak. Dalam hal ini perilaku ibu memegang peranan pentingkarena

kesehatan balita sangat tergantung oleh ibunya.

Anda mungkin juga menyukai