Permbahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan imunoserologi tes ASTO (Anti
Streptolisin O). ASTO merupakan antibodi terhadap antigen streptolisin O yang dihasilkan
oleh bakteri Streptococcus ß hemolyticus grup A. Infeksi yang ditimbulkan Streptococcus ß
hemolyticus grup A dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti radang
tenggorokan (tonsil), faringitis, dan lain-lain. Pemeriksaan ASTO ini dilakukan untuk
mendeteksi adanya Streptolisin O pada serum. Karena pemeriksaan ASTO ini dapat
mendeteksi secara tidak spesifik, untuk mengetahui tepatnya penyakit dari pasien perlu
dilakukan juga pemeriksaan tes lainnya, seperti TPHA, CRP, dan lain-lain.
Pemeriksaan yang dilakukan kali ini adalah secara semikuantitatif, dimana
pengamatan dilakukan secara kualitatif dengan mengamati adanya reaksi aglutinasi terjadi
pada hasil pengujian, kemudian dilanjutkan dengan penetapan kadar jumlah ASTO
berdasarkan jumlah pengenceran yang dilakukan.
Prinsip dari pemeriksaan ini pencampuran antara suspensi latex dengan serum yang
kadarnya ditingkatkan dengan mengamati adanya aglutinasi dalam waktu pengamatan kurang
dari 3 menit. Untuk pemeriksaan ASTO ini aglutinasi yang terjadi merupakan aglutinasi
langsung (direct) karena antigen yang digunakan adalah antigen dalam bentuk aslinya berupa
partikel. Agar dapat menyebabkan aglutinasi dengan ASTO, maka streptolisin O perlu
disalutkan pada partikel-partikel tertentu. Partikel yang sering dipakai yaitu partikel lateks.
Sejumlah tertentu Streptolisin O di tambahkan pada serum penderita sehingga terjadi ikatan
Streptolisin O – anti Strepolisin O (SO – ASTO). Dengan penggunaan partikel lateks yag
dilapisi oleh strreptolisin O dalam pengujiannya, aglutinasi pada pemeriksaan ASTO ini juga
disebut aglutinasi direk lateks.
Untuk pengujian awal, dilakukan uji secara kualitatif untuk mengetahui adanya
streptolisin O, serum dipipetkan pada slide yang kemudian ditambahkan reagen lateks dan
diaduk dengan pengaduk selama 10 detik. Tujuan dari pengadukan ini untuk membantu
terjadinya ikatan Streptolisin O – anti Strepolisin O. Kemudian dilanjutkan dengan
pengamatan yang dilakukan dalam waktu kurang dari 3 menit. Waktu 3 menit ini merupakan
batas waktu pembacaan sampel berdasarkam masa inkubasinya, yang sudah ditetapkan
berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Jika pembacaan dilakukan lebih dari
waktu batas pembacaan ini, dikhawatirkan hasil yang ditunjukkan merupakan hasil positif
palsu karena waktu inkubasi ini juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
aglutinasi.
Berdasarkan hasil interpretasi hasil, jika pada slide menunjukkan adanya aglutinasi,
menunjukkan hasil positif ASTO pada sampel. Adanya aglutinasi yang terjadi menandakan
jumlah ASTO yang terdapat pada sampel > dari 200 IU/ml. Untuk mengetahui jumlah ASTO
dalam sampel yang lebih tepatnya, dilanjutkan dengan pengenceran sampel.
Pengenceran yang dilakukan pada serum sampel pada tabung reaksi adalah sebanyak
2 kali pengenceran dari hasil atau pengenceran sebelumnya. Pengenceran ini dilakukan
hingga hasil dari tabung reaksi tidak lagi menunjukkan adanya aglutinasi (tabung tampak
jernih), yang berarti dalam tabung hasil pengenceran ini jumlah ASTO sudah < 200 IU/ml.
Untuk larutan pengencer yang digunakan adalah NaCl 0,9% (NaCl fisiologis) yang tingkat
tonisitasnya setara dengan tubuh, sehingga dapat menggambarkan cairan dalam tubuh dan
tidak akan mempengaruhi hasil.
Hasil 1a. 1b.......
Untuk hasil interpretasi pemeriksaan ASTO nomor 1c, menunjukkan aglutinasi tidak
lagi terjadi pada pengenceran tabung 10, yang berarti pada tabung 1-9 menunjukkan adanya
aglutinasi. Perhitungan jumlah ASTO dalam sampel hanya berdasarkan seluruh hasil
pengenceran yang masih menunjukkan hasil positif, sehingga tabung 10 sudah tidak
dimasukkan ke dalam perhitungan. Dari 9 tabung yang menunjukkan adanya aglutinasi,
menunjukkan dengan 9 kali pengenceran, sampel serum masih menunjukkan hasil yang
positif. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa untuk sampel ini terdapat jumlah
ASTO sebanyak 102,400 IU/ml.
Untuk hasil interpretasi pemeriksaan ASTO nomor 1d, menunjukkan aglutinasi tidak
lagi terjadi pada pengenceran tabung 2, yang berarti hanya pada pengenceran pertama
(tabung 1) hasil sampel serum masih menunjukkan nilai yang positif. Pada pengenceran
tabung 2, karena tidak lagi menunjukkan adanya aglutinasi, menandakan pada pengenceran
yang kedua ini kadar ASTO sudah kurang dari 200 IU/ml, sehingga tidak dimasukkanke
dalam perhitungan. Dengan 1 x 2 kali pengenceran, diperoleh kadar ASTO dalam sampel ini
adalah 400 IU/ml.
......
Nomor 2
PRESIPITASI
Presipitasi adalah salah satu metode yang paling sederhana untuk mendeteksi adanya
reaksi antigen-antibodi, karena sebagian besar antigen adalah multivalen sehingga memiliki
kemampuan untuk membentuk agregat jika ditambahkan suatu antibodi yang sesuai.
Reaksi ini dilakukan dengan tujuan agar kadar antibodi pada serum bisa diketahui.
Terjadinya presipitasi adalah dikarenakan reaksi antara antigen yang larut dengan antibodi
dan kemudian membentuklah kompleks yang bentuknya berupa anyaman.
Reaksi presipitasi dapat terjadi antara antigen yang terlarut denga antibodi yang
terlarut juga. Ketika sejumlah antibodi terlarut dicampurkan dengan antigen terlarut maka
akan terjadi interaksi antibodiantigen yang menyebabkan pengendapan (Koivunen and
Krogsrud, 2006). Reaksi presipitat dipengaruhi oleh jumlah epitop yang dimiliki antigen dan
jumlah antibodi yang dapat terikat pada antigen tersebut.
ELISA
Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA) merupakan pemeriksaan antigen
atau antibodi menggunakan prinsip reaksi antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. Untuk
deteksi antigen atau antibodi yang lemah (sedikit) maka teknik yang lazim (standar) kurang
peka. Penggunaan enzim sebagai katalisator reaksi kimia dapat meningkatkan kepekaan.
Enzim yang mengubah substrat akan menghasilkan produk yang berlipat ganda. Antigen atau
antibodi yang dilabel dengan enzim dapat direaksikan dengan substrat kromogenik
membentuk warna sebagai indikator reaksi. Deteksi dilakukan secara visual atau dengan alat
spektrofotometri dapat dilakukan. Penggunaan ELISA adalah untuk antigen atau antibodi
yang diberi bentuk fase padat (solid phase) (Marliana et al, 2018).
Prinsip utama teknik ELISA adalah penggunaan indikator enzim untuk reaksi
imunologi. ELISA digunakan untuk mendeteksi IgG yang diproduksi setelah infeksi (Akonor
et al., 2018). IgG terbentuk setelah IgM yang merupakan respon paling awal dan jumlah
terbanyak ketika vaksinasi pertama. IgG adalah antibodi utama yang dihasilkan setelah
vaksinasi dan imunoglobulin yang dominan dalam serum darah. Selain itu, IgG membangun
sistem pertahanan terhadap bakteri dan virus.
Fase padat dapat digunakan :
1. Plastik, contoh : polystyrene dilapiskan dalam bentuk butir/partikel (beads), tabung
atau dinding sumur ;
2. Batang gelas, frosted glass beads, micro beads, sepharosa.
3. Lembaran nitro selulosa, nylon atau kertas yang diaktifkan untuk imuno assay.
Semenjak pertama kali dikenalkan pada abad ke 20, sudah ada empat jenis ELISA
yang berhasil dikembangkan, yaitu jenis langsung (direct), tidak langsung (indirect),
sandwich, dan kompetitif.
a. ELISA direct
ELISA jenis ini merupakan ELISA yang paling sederhana. Antigen target
diimobilisasi pada permukaan sumur microplate secara langsung. ELISA direct hanya
menggunakan satu jenis antibodi deteksi yang terkonjugasi dengan enzim. ELISA
direct memiliki beberapa keunggulan yaitu sederhana, cepat, relatif lebih murah, dan
mengurangi kemungkinan cross reactivity (Thompson, 2010). Kekurangan ELISA
jenis ini yaitu tidak dapat mengamplifikasi sinyal sehingga kurang sensitif.
DAFTAR PUSTAKA
Akonor M., Kwasi O., Paa T., & Holly S. (2018). Widespread exposure to infectious
bronchitis virus and Mycoplasma gallisepticum in chickens in the Ga-East district of
Accra, Ghana. Coagent Foof & Agriculture, (4) 1439260,1-11.
Koivunen, M. E and Krogsrud, R. L. 2006. Principles of Immunochemical Techniques Used
in Clinical Laboratories. Lab Medicine 37 (8): 490-497.
Marliana N, Widhyasis RM. (2018). Imunoserologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Sutari, S., Triningsih, T., Mondrida, G., Ariyanto, A., Setiyowati, S., Widayati, P., & Lestari,
W. (2014, May). Optimasi Pembuatan Coated Tube Human Serum Albumin (HSA)
Untuk Kit Radioimmunoassay (Ria) Mikroalbuminuria. In Jurnal Forum Nuklir
(Vol. 8, No. 1, pp. 20-26).
Thompson, M. (2010). Immunoanalysis – Part 2: Basic Principle of ELISA. Amc technical
briefs 45: 1-2.