Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Aqidah Dasar Pembinaan Akhlak Muslim

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag

Disusun oleh :

Muhammad Syafri Aziz (11200541000101)

Mukmin Alwan ( 11200541000102)

Musdah Wardatun Najah (11200541000103)

Nur Faricha (11200541000128)

Universitas Islam Negeri


Syarif Hidayatullah Jakarta
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
PRODI KESEJAHTERAAN SOSIAL
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Aqidah Dasar Dalam Pembinaan Akhlaq Muslim” . Tujuan
ditulisnya makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Pengajar Mata Kuliah
AKHLAK TASAWUF. Kami selaku penyusun makalah bagaimanapun juga tak bisa memendam ucapan
terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah
Akhlak Tasawuf dan bapak Dr. Hamidullah, LC yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini, kedua orang tua yang yang tak pernah lelah mendukung kelancaran tugas kami,
serta pada teman-teman yang selalu memberikan motivasi demi lancarnya penyusunan makalah ini.

Dalam makalah akhlaq tasawwuf dengan judul aqidah dasar dalam pembinaan akhlak muslim ini, kami
selaku penulis memuat sumber informasi berdasarkan melalui macam-macam literatur buku dan internet.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan segala
kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca demi
perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.

Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami penyusun dan
para pembaca serta referensi bagi penyusun makalah yang senada di waktu yang akan datang. Amin.
DAFTAR ISI

Cover .................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... ii

Daftar Isi .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

a. Latar Belakang ............................................................................................1


b. Rumusan Masalah .................................................................................... ..2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

a. Pengertian Aqidah sebagai dasar Pembinaan Akhlak Mulia .........................3


b. Hubungan Aqidah dan Akhlak dalam Islam .....................................................
c. Peran, Fungsi dan Kontribusi Aqidah dalam Pembentukan Akhlak Muslim ...........
d. Proses Internalisasi Nilai-nilai Akhlak melalui Penguatan Aqidah ...............................

BAB III PENUTUP ...............................................................................................

a. Kesimpulan ...............................................................................................
b. Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam, dimana agama Islam bukan hanya sekedar aqidah
dan ibadah saja, namun juga terdiri dari akhlak yang mulia. Aqidah adalah poros akhlak yang mulia,
ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-
nilai akhlak yang luhur. Keberadaan akhlak memiliki peranan yang istimewa dalam aqidah islam.
Aqidah tanpa akhlak bagaikan pohon yang tidak dapat dijadikan sebagai tempat bernaung dan tidak
pula bisa berbuah. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan bayang-bayang bagi benda yang
tidak tetap dan selalu bergerak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi Akhlak menurut Bahasa dan Istilah?
2. Apa hubungan aqidah dan akhlak dalam islam?
3. Bagaimana peran aqidah dalam pembentukan akhlak muslim?
4. Apa fungsi aqidah dalam pembentukan akhlak muslim?
5. Apa saja kontribusi aqidah dalam pembentukan akhlak muslim?
6. Bagaimana proses internalisasi nilai nilai akhlak melalui penguatan aqidah?

C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas, pembahasan ini bertujuan untuk :
1 . Memahami definisi akhlak menurut Bahasa dan istilah
2. Memahami hubungan aqidah dan akhlak dalam islam
3. Mengetahui peranan aqidah dalam pembentukan akhlak muslim
4. Mengetahui fungsi aqidah dalam pembentukan akhlak muslim
5. Mengetahui konstribusi aqidah dalam pembentukan akhlak muslim
6. Memahami proses internalisasi nilai nilai akhlak melalui penguatan aqidah
PEMBAHASAN

Definisi Aqidah

Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :

Kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraamal-ihkam
(pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan
dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti
al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata
kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah"
(ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu
yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang
kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang
pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti
aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.

Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah, baik itu
benar ataupun salah.

Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)

Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi
suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang
menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka.
Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah.
Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan.
Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.

a. Pengertian Aqidah sebagai dasar Pembinaan Akhlak Mulia

Pengertian Aqidah adalah sebuah ikatan atau kepercayaan kuat dalam diri seseorang terhadap apa
yang diimaninya. Di dalam islam, Aqidah meliputi keimanan kepada Allah SWT beserta sifat-
sifatNya. Aqidah merupakan ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil
keputusan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan
keyakinan bukan perbuatan. Aqidah juga merupakan sebuah keimanan yang kuat terhadap suatu
dzat tanpa ada keraguan sedikitpun.
Aqidah islam meliputi semua rukun iman yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul,
Hari Kiamat serta iman kepada Qada dan Qadar. Intinya, pengertian Aqidah adalah sebuah
keimanan yang pasti tanpa ada keraguan sama sekali. Oleh karena itu, berpegang pada Aqidah
yang benar merupakan sebuah kewajiban bagi umat Islam.
Adapun ruang lingkup aqidah sebagai berikut :
1. Ilahiyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan masalah ketuhanan, khususnya
membahas mengenai Allah SWT.
2. Nubuwwat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan para utusan Allah (nabi dan
rasul Allah).
3. Ruhaniyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan mahluk gaib. Misalnya
malaikat, iblis, dan jin.
4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan hal yang berkenaan dengan alam gaib. Misalnya surga,
neraka, alam kubur, dan lainnya.

1). Ilahiyat
Makna ‫أشهد أن ال اله اال هللا‬: Aku mengetahui, meyakini dan mengakui (dengan ucapan) bahwa tida
ada yg disembahdengan hak (benar) kecuali Allah , yang Esa ,tiada sekutu baginya , tidak terbagi-
bagi , tidak bermula , tidak didahului dengan ketiadaan , Maha Hidup , tidak membutuhkan
kepada yang lain , tidak berakhir , Maha Pencipta , Pemberi rizki , Maha Mengetahui , Maha
Kuasa , yang mudah bagi-Nya melakukan segala apa yang ia kehendaki. Segala apa yang ia
kehendaki terjadi dan segala apa yang tidak ia kehendaki tidak akan terjadi. Tidak ada daya untuk
menjauhi perbuatan dosa kecuali dengan pemeliharaan-Nya , dan tidak ada kekuatan untuk
berbuat ta’at kepada-Nya kecuali dengan pertolongan-Nya.Allah memiliki segala sifat
kesempurnaan yang layak bgi-Nya dan Maha Suci dari segala kekurangan bagi-Nya.
Allah tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak sesuatupun dari makhluk-Nya
yang menyerupai-Nya , Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat , tetapi pendengaran dan
penglihatan Allah tidak seperti makhluk. Hanya Allah yang tidak memiliki permulaan (Qadim) ,
segala sesuatu selain-Nya memiliki permulaan (Baharu). Dia-lah sang pencipta , segala sesuatu
selain-Nya adalah ciptaan-Nya (makhluk). Kalam Allah Qadim (tidak bermula) yang berarti pasti
bukan huruf , suara, dan bahasa karena semua itu baharu , makhluk. Wajib atas setiap mukallaf
untuk mengetahuinya, dan Dzat Allah adalah Azali (tidak bermula) , maka demikian pula sifat-
sifat-Nya pasti Azali.

2). Nubuwwat
Makna ‫وأشهد ان محمد رسول هللا‬: Aku mengetahui, meyakini dan mengakui (dengan ucapan) bahwa
Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muththalib ibn Hasyim ibn Abd Manaf al Qurasyi (dari
kabilah Quraisy) shallahhahu alayhi wasallam adalah hamba Allah sekaligus penutup para nabi ,
pemimpin seluruh manusia (keturunan adam) dan utusan-Nya kepada segenap makhluk. Dan
bahwa Muhammad SAW lahir dan diutus (menjadi seorang Nabi dan Rasul) di makkah, hijrah ke
Madinah dan dimakamkan disana. Termasuk cakupan makna syahadat ke2 ini , meyakini bahwa
Nabi Muhammad jujur dalam segala berita yang ia bawa dan sampaikan dari Allah. Diantaranya ;
(adanya) siksa dan nikmat kubur , pertanyaan 2 malaikat ; munkar dan nakir, al Ba’ts
(dibangkitkannya semua orang mati), al Hasyr (saat dikumpulkannya makhluk disuatu tempat) ,
al Qiyamah (hari kiamat), al Hisab (perhitungan atas segala perbuatan).
Wajib berkeyakinan juga bahwa setiap nabi Allah pasti (wajib) memiliki sifat jujur, dapat
dipercaya (amanah) dan cerdas. Mustahil bagi mereka sifat bohong , khianat, ar-radzalah
( terjatuh dalam perbuatan hina), bodoh dan dungu. Mereka pasti terjaga dari kekufuran , dosa-
dosa besar, dan dosa-dosa kecil yang menandakan rendahnya jiwa perilakunya, baik sebelum
mereka menjadi nabi maupun sesudahnya. Mereka mungki saja melakukan dosa-dosa kecil,
namun mereka diingatkan langsung untuk taubat sebelum dosa-dosa tersebut diikuti oleh orang
lain.

3). Ruhaniyat
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperyi
Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain sebaginya.
4. Sam’iyyat
Sam’iyyat adalah pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat diketahui lewat sam’i,
yakni dalil naqli berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah, seperti alam barzah, akhirat, azab kubur,
tanda-tanda kiamat, surga, neraka dan sebagainya.
Ayat yang menunjukkan tentang sam’iyyat di antaranya:
Artinya: “Pada hari itu manusia keluar dari kuburanya dalam keadaan yang bermacam-macam,
supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.” (Q.S. Az-Zalzalah: 6).
Dalam hal ini pembahasan aqidah dapat juga mengikuti sistematika rukun iman, yaitu:
1. Iman kepada Allah SWT;
2. Iman kepada malaikat Allah;
3. Iman kepada kitab-kitab Allah;
4. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah;
5. Iman kepada hari akhir;
6. Iman kepada qadha dan qadar.

b. Hubungan Aqidah dan Akhlak dalam Islam

Aqidah adalah gudang akhlak


yang kokoh. Ia mampu
menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh
kepada norma dan nilai-nilai
akhlak yang luhur. Akhlak
mendapatkan perhatian istimewa
dalam aqidah Islam. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya:
“Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR. Ahmad dan al-
Baihaqi).
Islam menggabungkan antara
agama yang hak dan akhlak.
Menurut teori ini, agama
menganjurkan setiap individu
untuk berakhlak mulia dan
menjadikannya sebagai
kewajiban
(taklif) di atas pundaknya yang
dapat mendatangkan pahala atau
siksa baginya. Atas dasar ini
Aqidah adalah gudang akhlak
yang kokoh. Ia mampu
menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh
kepada norma dan nilai-nilai
akhlak yang luhur. Akhlak
mendapatkan perhatian istimewa
dalam aqidah Islam. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya:
“Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR. Ahmad dan al-
Baihaqi).
Islam menggabungkan antara
agama yang hak dan akhlak.
Menurut teori ini, agama
menganjurkan setiap individu
untuk berakhlak mulia dan
menjadikannya sebagai
kewajiban
(taklif) di atas pundaknya yang
dapat mendatangkan pahala atau
siksa baginya. Atas dasar ini
Aqidah adalah gudang akhlak
yang kokoh. Ia mampu
menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh
kepada norma dan nilai-nilai
akhlak yang luhur. Akhlak
mendapatkan perhatian istimewa
dalam aqidah Islam. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya:
“Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR. Ahmad dan al-
Baihaqi).
Islam menggabungkan antara
agama yang hak dan akhlak.
Menurut teori ini, agama
menganjurkan setiap individu
untuk berakhlak mulia dan
menjadikannya sebagai
kewajiban
(taklif) di atas pundaknya yang
dapat mendatangkan pahala atau
siksa baginya. Atas dasar ini
Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk
berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akhlak mendapatkan perhatian
istimewa dalam aqidah Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi).

Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap
individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang
dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini agama tidak mengutarakan akhlak semata
tanpa dibebani rasa tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-
ajarannya karena agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku.

Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman tidak cukup hanya
disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang
baik. Dengan kata lain bahwa untuk mempergunakan dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah, perlu
pula berpegang kuat dan teguh dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak.
Sejarah risalah ketuhanan dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap
lapangan kehidupan hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).

Hasbi Ash Shiddieqy di dalam bukunya Al Islam mengatakan bahwa kepercayaan dan Budi pekerti dalam
pandangan Al-Quran hampir dihukum satu, dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan
mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan
seorang muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para
muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-
mudahkannya (Shiddieqy, tth).

Aqidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di
saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya
merupakan layang-layang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam
memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW menegaskan bahwa
kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR.
Muslim)

Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak)
seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika
perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat
dikatakan ia mempunyai iman yang lemah. Dengan kata lain bahwa iman yang kuat mewujudkan akhlak
yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.

Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang
mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan
oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda: ”Malu dan iman itu keduanya
bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim)

Kalau diperhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan dengan iman hingga boleh
dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai
rasa malu, berarti tidak beriman atau lemah imannya.

Aqidah erat hubungannya dengan akhlak. Aqidah merupakan landasan dan dasar pijakan untuk semua
perbuatan. Akhlak adalah segenap perbuatan baik dari seorang mukalaf, baik hubungannya dengan Allah,
sesama manusia, maupun lingkungan hidupnya. Berbagai amal perbuatan tersebut akan memiliki nilai
ibadah dan terkontrol dari berbagai penyimpangan jika diimbangi dengan keyakinan aqidah yang kuat.
Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara jiwa dan raga.
Hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam Al-Quran, yang mengemukakan bahwa orangorang yang
beriman yang melakukan berbagai amal shaleh akan memperoleh imbalan pahala disisi-Nya. Dia akan
dimasukkan ke dalam surga Firdaus. Penegasan ini dikemukakan dalam firman Allah SWT. sebagai
berikut:“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal, Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya” (QS. Al-
Kahfi: 107-108).

Ayat di atas memperlihatkan betapa pentingnya aqidah dan akhlak, dengan keterpaduan keduanya
seseorang akan memperoleh pahala yang besar disisi Allah dengan jaminan surga Firdaus. Hubungan
antara aqidah dan akhlak ini tercermin dalam pernyataan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah yang artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW. bersabda, ‘orang mukmin yang
sempurna imannya ialah yang terbaik budi pekertinya’”.

Dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah aqidah yang benar, karena akhlak tersarikan dari
aqidah dan pancaran dirinya. Oleh karena itu jika seorang beraqidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun
akan benar, baik dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika aqidah salah maka akhlaknya pun akan salah.

Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan
baik dan benar, dengan itu ia akan mampu mengimplementasikan tauhid ke dalam akhlak yang mulia
(akhlaqul karimah).

Hubungan manusia dengan Allah SWT dan kelakuannya terhadap Allah SWT ditentukan dengan
mengikut nilai-nilai aqidah yang ditetapkan. Karena barangsiapa mengetahui Sang Penciptanya dengan
benar, niscaya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah Allah. Sehingga ia tidak
mungkin menjauh atau bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang telah ditetapkan-Nya.

c. Peran, Fungsi , dan Kontribusi Aqidah dalam Pembentukan Akhlak Muslim

Peranannya :

Akhlak bagian dari agama

Akhlak merupakan dimensi nilai dari syariat Islam, dimana agama Islam bukan hanya sekedar akidah dan
ibadah saja, namun juga terdiri dari akhlak yang mulia. Oleh karena itu, diantara tugas Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus tiada lain untuk menyempurnakan budi pekerti yang
baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ق‬ َ ‫ت أِل ُتَ ِّم َم‬


ِ ‫صالِ َح اأْل َ ْخاَل‬ ُ ‫إِنَّ َما ب ُِع ْث‬

 “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Bukhari, Adab al-Mufrad
no. 273, Ahmad no. 8952, Hakim no. 4221, Hadist Shahih).

Hadist diatas mengisyaratkan bahwa barang siapa yang menyepelekan akhlak berarti telah menyepelekan
agama Islam; karena akhlak merupakan bagian dari agama yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam.

Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Seluruh agama itu akhlak, barang siapa yang bertambah baik akhlaknya,
maka semakin bertambah baik pula agamanya.” (Madaarij al-Saalikiin, 2/294).
 Akidah poros akhlak

Akidah adalah poros akhlak yang mulia, ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk
berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Keberadaan akhlak memiliki peranan
yang istimewa dalam akidah Islam. Akidah tanpa akhlak bagaikan pohon yang tidak dapat dijadikan
sebagai tempat bernaung dan tidak pula bisa berbuah. Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan
bayang-bayang bagi benda yang tidak tetap dan selalu bergerak.

Islam menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia, dan menjadikannya sebagai kewajiban di atas
pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini, agama menjadikan akhlak
yang baik bagian dari keimanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫أَ ْك َم ُل ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ إِ ْي َمانًا أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik budi pekertinya
(akhlak).” (HR. Abu Daud no. 4682, hadist hasan shahih).

Hadits di atas menunjukkan bahwa akhlak itu harus berpijak pada keimanan, iman tidak cukup disimpan
dalam hati namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik.
Akhlak merupakan barometer kuat atau lemahnya iman seorang mukmin; karena akhlak merupakan
perwujudan dari iman yang ada di dalam hatinya. Jika akhlaknya baik pertanda imannya kuat dan jika
akhlaknya buruk pertanda imannya lemah. Akhlak yang baik merupakan mata rantai dari keimanan
seseorang.

Hubungan antara Iman dan Akhlak

 Pertama: Akhlak merupakan buah dari keimanan, hal ini bisa dilihat seperti dalam hadist
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ َخ ْيرًا‬


َ ‫ارهُ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ ِباهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
َ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر فَاَل ي ُْؤ ِذ َج‬
ْ ‫أَوْ لِيَصْ ُم‬
‫ت‬

 “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya, dan
barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya,
dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau lebih
baik diam.” (HR. Bukhari no. 6018, Muslim no. 47).

 Kedua: Akhlak yang buruk mengurangi kesempurnaan iman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫ َواَل ت َْل ِم ُزوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َواَل‬ ‫ ِم ْنه َُّن‬ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل يَسْخَ رْ قَوْ ٌم ِم ْن قَوْ ٍم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا خَ ْيرًا ِم ْنهُ ْم َواَل نِ َسا ٌء ِم ْن نِ َسا ٍء َع َسى أَ ْن يَ ُك َّن َخ ْيرًا‬ ‫يَاأَيُّهَا‬
َ‫ك هُ ُم الظَّالِ ُمون‬ َ ِ‫ان َو َم ْن لَ ْم يَتُبْ فَأُولَئ‬ ُ ‫س ااِل ْس ُم ْالفُسُو‬
ِ ‫ق بَ ْع َد اإْل ِ ي َم‬ ِ ‫تَنَابَ ُزوا بِاأْل َ ْلقَا‬
َ ‫ب بِ ْئ‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena)
boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan
pula para wanita (mengolok-olok) wanita yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-
olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain,
dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruknya panggilan adalah
(panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang zalim.” (QS. al-Hujuraat ayat: 11).

Keutamaan akhlak mulia

Pembinaan akhlak yang mulia dibutuhkan peran akidah; karena akidah merupakan poros dari akhlak.
Keimanan seorang muslim kepada Allah dan rasul-Nya mendorong ia untuk selalu berusaha mentaati
seluruh apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepadanya dan mendorong ia untuk menjauhi seluruh
apa yang dilarang oleh keduanya. Dan akhlak yang mulia merupakan bagian dari perintah Allah dan
Rasul-Nya, oleh karena itu banyak dijumpai ayat al-Qur’an dan hadist Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang memotivasi seorang muslim untuk berakhlak yang mulia di antaranya:

1) Akhlak yang mulia termasuk amal yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Ini
sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

َ َّ‫ق َو ُسئِ َل عَن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬


‫اس النَّا َر فَقَا َل‬ ِ ُ‫ال تَ ْق َوى هَّللا ِ َو ُحسْنُ ْال ُخل‬
َ َ‫اس ْال َجنَّةَ فَق‬
َ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم عَن أَ ْكثَ ِر َما يُ ْد ِخ ُل الن‬
َ ِ ‫ُسئِ َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ْالفَ ُم َو ْالفَرْ ُج‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya akan mayoritas penyebab manusia dimasukkan ke


dalam surga? Beliau bersabda, ‘Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang baik,’ dan beliau ditanya akan
mayoritas penyebab manusia masuk ke dalam neraka? Beliau bersabda, ‘Mulut dan kemaluan.’” (HR.
Tirmidzi no. 2004, Hadist Hasan).

2) Akhlak yang mulia sebab kecintaan Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang orang yang paling dicintai oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫اس إِلَى هللاِ أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬


ِ َّ‫أَ َحبُّ الن‬

 “Manusia yang paling Allah cintai adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ibnu Hibban,
hadist shahih).

3) Akhlak yang baik berpahala besar dan memperberat amal dalam mizan (timbangan amal).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ك بِ ُحس ِْن ُخلُقِ ِه َد َر َجةَ الصَّائِ ِم ْالقَائِ ِم‬


ُ ‫إِ َّن ْال ُم ْؤ ِمنَ لَيُ ْد ِر‬

 “Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlak baiknya mampu meraih derajat orang yang puasa (di
siang hari) dan shalat (di malam hari).” (HR. Abu Daud no. 4798, hadist shahih).

Dan sabda shallallahu ‘alaihi wasallam:

‫ان أَ ْث َق ُل ِمنْ حُسْ ِن ْال ُخلُ ِق‬ َ ‫َما ِمنْ َشيْ ٍء فِي ْالم‬
ِ ‫ِيز‬
 “Tidak ada suatu amalan yang lebih berat dalam mizan (timbangan amal) melebihi dari akhlak yang
baik.” (HR. Bukhari dalam Adab al-Mufrad no. 270, hadist shahih).

4) Akhlak yang baik akan menambah umur manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam bersabda:

‫أُعْ طِ َي َح َّظ ُه ِمنْ الرِّ ْف ِق َف َق ْد أُعْ طِ َي َح َّظ ُه ِمنْ َخي ِْر ال ُّد ْن َيا َواآْل خ َِر ِة َوصِ َل ُة الرَّ ح ِِم‬ ْ‫إِ َّن ُه َمن‬
َ
ِ ‫يدَان فِي اأْل عْ َم‬
‫ار‬ ِ ‫ار َو َي ِز‬ َ ‫ان ال ِّد َي‬ ِ ‫ْال ُخلُ ِق َوحُسْ نُ ْال ِج َو‬
ِ ‫ار َيعْ م َُر‬ ُ‫َوحُسْ ن‬
 “Sesungguhnya barangsiapa yang dikaruniai kelemah-lembutan, maka ia telah dikaruniai kebaikan
dunia dan akhirat. Silaturrahim, akhlak baik dan baik dalam bertetangga akan memakmurkan negeri
dan menambah umur.” (HR. Ahmad no. 25259, Hadist Shahih).

5) Akhlak yang baik adalah sebaik-baiknya karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadist
Usamah radhiyallahu ‘anhu disebutkan:

ٌ‫ ُخلُ ٌق َح َسن‬:‫ َقا َل‬،‫ض ُل َما أُعْ طِ َي ْال َمرْ ُء ْالمُسْ لِ ُم؟‬
َ ‫ َما أَ ْف‬،ِ ‫ َيا َرسُو َل هَّللا‬:‫َقالُوا‬
 “Mereka (sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, karunia apakah yang paling utama bagi
seorang muslim?’ Beliau bersabda, ‘Akhlak yang baik.’” (HR. Ibnu Hibban no. 478, hadist shahih).

Fungsi Akhlak

Fungsi adalah sebagai peranan yang sangat penting dalam proses Pendidikan, baik Pendidikan akhlak maupun
Pendidikan umum, karena akhlak menjadi perhatian dari setiap orang, baik dalam masyarakat yang masih
terbelakang maupun masyarakat yang telah maju. Dalam lingkungan sosial, akhlak yang baik sangat penting
dimiliki oleh setiap individu, karena akhlak merupakan sumber kepercayaan atas diri seseorang. Bahkan
akhlak turut berperan dalam menentukan kehormatan suatu bangsa. Hal ini seperti yang digambarkan oleh
seorang pujangga Islam yang bernama Shauqi Beyk : Sesungguhnya suatu bangsa tergantung pada moralnya,
bila moralnya rusak, maka rusaklah bangsa itu.

Penulis berasumsi bahwa akhlak merupakan suatu dasar untuk tegaknya suatu bangsa karena akhlak dari suatu
bangsa sangat menentukan sikap hidup dan tingkah laku perbuatanya. Intelektual suatu bangsa tidak besar
pengaruhnya dalam hal tegak dan runtuhnya suatu bangsa. Sesungguhnya akhlak jualah yang menentukan
maju maundurnya suatu bangsa.

Kontribusi Akhlak

1. Merumuskan tujuan pendidikan: artinya, pemahaman tentang akhlak membantu merumuskan tujuan
pendidikan, yaitu membentuk manusia agar memiliki akhlak mulia atau keperibadian yang utama yang
ditandai oleh adanya integritas keperibadian yang utuh, satunya hati, ucapan dan perbuatan, memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya, masyarakat dan bangsanya, melaksanakan segala perintah Allah SWT,
terbentuknya manusia yang baik, manusia yang berakhlak mulia, manusia yang sempurna, serta manusia
yang berkepribadian muslim. Demikian halnya dalam tujuan pendidikan dasar Islam harus mengandung
unsur akhlak mahmudah. Sehingga semua lini terintegrasi dengan baik. Stakeholder dalam pendidikan
dasar Islam harus berakhlak mulia sehingga tujuan pendidikan dasar Islam berjalan dengan baik.
2. Merumuskan ciri-ciri dan kandungan kurikulum: salah satu penentu jalannya sebuah pendidikan tidak
terlepas dari kurikulum. Ciri-ciri dan isi kurikulum dalam pendidikan, khsusunya pendidikan dasar Islam
harus menonjolkan pendidikan akhlak dan moral. Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat,
pemikiran dan ajaran yang menyeluruh, bersikap seimbang antara berbagai ilmu yang dikandung dalam
kurikulum yang akan digunakan, menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh
peserta didik, dan disesuaikan dengan minat dan bakat anak peserta didik.

3. Membantu dalam merumuskan ciri-ciri guru profesional: salah satu penentu seorang guru profesional
dapat dilihat dari akhlaknya. Jika akhlak seorang guru baik bisa dipastikan dalam menjalankan
tugasnyapun dia akan profesional. Sebagai calon guru profesional dalam pendidikan dasar Islam akhlak
dan moralitas sangat menentukan dalam membentuk ciri-ciri guru profesional. Guru pendidikan dasar
Islam selain memiliki kompetensi akademik, pedagogik dan sosial, juga harus memiliki kompetensi
keperibadian. Yaitu peribadi yang beriman, bertakwa, ikhlas, sabar, zuhud, pemaaf, penyayang, mencintai
dan melindungi, satu kata dan perbuatan, adil demokratis, manusiawi, rendah hati, senantiasa menambah
ilmu dan pengalaman dan murah senyum. Akhlak-akhlak seperti itulah yang seharusnya tercermin dalam
pribadi seorang guru pendidikan dasar Islam.

4. Membantu merumuskan kode etik dan tata tertib Pendidikan dasar Islam: pemahaman terhadap akhlak
dan moralitas dapat membantu dalam merumuskan kode etik dan tata tertib sekolah, khususnya yang
berkenaan dengan akhlak para peserta didik. Kode etik dan tata tertib yang diterapkan melalui akhlak
akan menjadikan seorang guru terasa dihormati sehingga suasana pembelajaran akan berjalan kondusif,
semangat dalam menyampaikan materi juga akan berjalan dengan baik. Selanjutnya dalam proses
pembelajaran suasana kelas akan tertib dan tenang, hubungan sesama akan terasa akrab, suasana
akademik akan terasa kental, lingkungan belajar akan nyaman, aman dan damai, serta perestasi belajar
para siswa akan meningkat.

5. Melahirkan manusia yang memiliki akhlak mulia dan karakter utama: sesuai tujuan akhir yang ingin
dicapai dalam pendidikan dasar Islam begitujuga dalam pendidikan akhlak menjadikan peserta didik
sosok yang memiliki akhlak mulia dan mempunyai karakter utama. Dengan adanya akhlak dan moralitas
dalam pendidikan dasar Islam tentunya akan melahirkan peserta didik yang berkrpibadian akhlak mulia
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga nanti ketika dewasa anak akan memiliki jiwa yang selalu menebar
kasih sayang dan menagamalkan akhlak mulia.

6. Membantu menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif: pemahaman terhadap akhlak dan
moralitas akan membantu mewujudkan lingkungan pendidikan dasar Islam yang bersih, tertib, aman,
damai, nyaman, yang mendukung terciptanya suasana belajar yang kondusif. Ketika konseptual tentnag
akhlak dan moralitas diterapkan tentu akan menghasilkan pembelajaran yang bersih dan peserta didik
belajar dengan nyaman dan terhindar dari penyakit. Dalam konsep akhalk dan moralitas pengajaran
tentang cinta kebersihan, bersih jasmani dan rohani merupakan ajaran yang termuat dalam pendidikan
akhlak dan moralitas. Lingkungan yang kondusif dalam pendidikan dasar Islam akan menjadikan peserta
didik terhindar dari berbagai penyakit, dan terbiasa menyukai kebersihan dalam hidupnya.

d. Proses Internalisasi Nilai-nilai Akhlak melalui Penguatan Akidah

A. Internalisasi Nilai-nilai Akhlak

1. Pengertian Internalisasi
Internalisasi menurut kamus ilmiah populer yaitu “pendalaman, penghayatan terhadap suatu ajaran,
doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan atau kesadaran akan kebenaran suatu doktrin atau nilai
yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku.” Internalisasi pada hakikatnya adalah sebuah proses
menanamkan sesuatu, yakni merupakan proses pemasukan suatu nilai pada seseorang yang akan
membentuk pola pikirnya dalam melihat makna realitas pengalaman.

Jadi teknik pembinaan agama yang dilakukan melalui internalisasi adalah pembinaan yang mendalam dan
menghayati nilai-nilai relegius (agama) yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang
sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta
didik.

Menurut Muhaimin dalam proes internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak
asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi yaitu:

a. Tahap transformasi nilai

Tahap tranformasi nilai merupakan komunikasi verbal tentang nilai. Pada tahap ini guru sekedar
menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik kepada siswa, yang semata-mata
merupakan komunikasi verbal tentang nilai.

b. Tahap transaksi nilai.

Tahap transaksi nilai adalah tahapan pendidikan nilai dengan jalan komunikasi dua arah, atau
interaksi antar siswa dengan guru bersifat interaksi timbal balik. Kalau pada tahap transformasi,
komunikasi masih dalam bentuk satu arah, yakni guru aktif. Tetapi dalam transaksi ini guru dan
siswa sama-sama memiliki sifat yang aktif. Tekanan dari komunikasi ini masih menampilkan
sosok fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam tahapan ini guru tidak hanya menyajikan
informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melaksanakan dan
memberikan contoh amalan yang nyata, dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yang
menerima dan mengamalkan nilai itu.

c. Tahap Transinternalisasi.

Tahap Transinternalisasi nilai yakni bahwa tahap ini jauh lebih dalam dari pada sekadar transaksi.
Dalam tahap ini penampilan guru dihadapan siswa bukan lagi sosok fisiknya, melainkan sikap
mentalnya (kepribadiannya). Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya melalui
gerakan/penampilan fisiknya saja, melainkan melalui sikap mental dan kepribadiannya. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian
yang masing-masing terlibat secara aktif. Proses internalisasi terjadi apabila individu menerima
pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan
apa yang ia percayai dan sesuai dengan sistem yang dianutnya. Sikap demikian itulah yang
biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk
berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri inidvidu yang bersangkutan masih bertahan.
Pada tahap-tahap internalisasi ini diupayakan dengan langkahlangkah sebagai berikut:

a. Menyimak, yakni guru memberi stimulus kepada peserta didik menangkap stimulus yang
diberikan.
b. Responding, peserta didik mulai ditanamkan pengertian dan kecintaan terhadap tata nilai
tertentu, sehingga memiliki latar belakang teoritik tentang sistem nilai, mampu memberikan
argumentasi rasional dan selanjutnya peserta didik dapat memilliki komitmen tinggi terhadap
nilai tersebut.

c. Organization, peserta didik mulai dilatih mengatur sistem kepribadiannya disesuaikan dengan
nilai yang ada.

d. Characterization, apabila kepribadian sudah diatur disesuaikan dengan sistem nilai tertentu dan
dilaksanakan berturut-turut, maka akan terbentuk kepribadian yang bersifat satunya hati, kata dan
perbuatan.

Teknik internalisasi sesuai dengan tujuan pendidikan agama, khususnya pendidikan yang
berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, dan akhlakul karim.

Jadi intenalisasi nilai sangatlah penting dalam pendidikan agama Islam karena pendidikan agama
Islam merupakan pendidikan nilai sehingga nilai-nilai tersebut dapat tertanam pada diri peserta
didik, dengan pengembangan yang mengarah pada internalisasi nilai akhlak yang merupakan
tahap pada manifestasi manusia religius. Sebab tantangan arus globalisasi dan transformasi
budaya bagi peserta didik dan bagi manusia pada umumnya yang difungsikan adalah nilai
kejujurannya, yang dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat terpercaya dan
mengemban amanah masyarakat demi kemaslahatan.

unnah menurut bahasa Arab,


adalah ath-thariqah, yang berarti
metode, kebiasaan,
perjalanan hidup, atau perilaku.
Kata tersebut berasal dari kata
as-sunan yang bersinonim
dengan ath-thariq (yang berarti
jalan). Mengikuti sunnah berarti
mengikuti cara Rasullulah
bersikap, bertindak, berfikir
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Marilah kita terapkan ilmu yang telah kita dapat dengan berakhlak yang mulia, karena setinggi tingginya
ilmu jika tanpa disertai akhlak maka akan terlihat bodoh dihadapan orang lain. Menjadi berilmu penting,
Tapi menjadi berakhlak jauh lebih penting. Tak ada ilmu yang didapat tanpa akhlak yang mendahului.
Maka dari itu lmu dan akhlak harus berjalan beriringan, selaraskan keduanya agar manusia tak salah
menilai diri kita.
DAFTAR PUSTAKA

https://aqidahakhlak4mts.wordpress.com/2011/12/01/pengertian-dasar-dan-tujuan-akidah-akhlak/

https://www.researchgate.net/publication/332270280_Hubungan_antara_Aqidah_dan_Akhlak_dalam_Isl
am

https://alsofwa.com/peran-aqidah-dalam-pembinaan-akhlak/

Mukhtashar 'Abdullah al-Harari al-Kafil bi 'Ilmi al-Diin al-Dharuri

Anda mungkin juga menyukai