Anda di halaman 1dari 28

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN

Sifat Fisik Batuan

Sifat Fisik Batuan Reservoir Migas

Sifat-Sifat Fisik Batuan Reservoir

Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, sedangkan suatu mineral


dibentuk dari beberapa ikatan kimia. Komposisi kimia dan jenis mineral yang
menyusunnya akan menentukan jenis batuan yang terbentuk. Batuan reservoir
umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir dan karbonat
(sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik) atau kadang-kadang
vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang
berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Pada hakekatnya setiap batuan
dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal mempunyai kemampuan menyimpan
dan menyalurkan minyak bumi. Komponen penyusun batuan serta macam
batuannya

A. Porositas

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu


volume yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis
porositas yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan. Secara matematis
porositas dapat dituliskan sebagai berikut.

Sebagai contoh, apabila batuan mempunyai media berpori dengan volume


0,001 m3, dan media berpori tersebut dapat terisi air sebanyak 0,00023 m 3, maka
porositasnya adalah:

Pada kenyataannya, porositas didalam suatu sistem panasbumi sangat


bervariasi. Contohnya didalam sistem reservoir rekah alami, porositas berkisar
sedikit lebih besar dari nol, akan tetapi dapat berharga sama dengan satu (1) pada
rekahannya. Pada umumnya porositas rata-rata dari suatu sistem media berpori
berharga antara 5 – 30%. 

Dimana :

∅ = Porositas absolute (total), fraksi (%)

Vp = Volume pori-pori, cc

Vb = Volume batuan (total), cc

Vgr = Volume butiran, cc

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap


volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik dapat
ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling


berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan dalam
persen.

Dimana :

∅e = Porositas efektif, fraksi (%)

ρg = Densitas butiran, gr/cc

ρb = Densitas total, gr/cc

ρf = Densitas formasi, gr/cc

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan
dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses
pengendapan.

Besar kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran


butir, susunan butir, sudut kemiringan dan komposisi mineral pembentuk batuan.
Untuk pegangan dilapangan, ukuran porositas

B. Kecepatan Aliran Fluida

Kecepatan aliran darcy atau flux velocity (v) adalah laju alir rata-rata


volume flux per satuan luas penampang di media berpori. Sedangkan kecepatan
rata-rata fluida yang melalui media berpori dikenal sebagai interstitial velocity (u).
Hubungan antara kedua parameter kecepatan tersebut adalah sebagai berikut:

Harga flux velocity pada umumnya sekitar 10-6 m/s. Besarnya interstitial


velocity digunakan untuk kecepatan suatu partikel (partikel kimia penjejak
atau tracer) yang mengalir pada media berpori.

C. Permeabilitas

Permeabilitas adalah parameter yang memvisualisasikan kemudahan suatu


fluida untuk mengalir pada media berpori. Parameter ini dihubungkan dengan
kecepatan alir fluida oleh hukum Darcy seperti di bawah ini

Tanda negatif dalam persamaan di atas menunjukkan bahwa apabila


tekanan bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan arah dengan
pertambahan tekanan tersebut. Dari persamaan (2.3) dapat dinyatakan bahwa
kecepatan alir fluida (kecepatan flux) berbanding lurus dengan k/m, dimana
didalam teknik perminyakan, k/m dikenal sebagai mobility ratio.

Permeabilitas mempunyai arah, dimana ke arah x dan y biasanya


mempunyai permeabilitas lebih besar dari pada ke arah z. Sistem ini disebut
anisotropic.
Apabila permeabilitas tersebut seragam ke arah horizontal maupun vertikal
disebut sistem isotropik. Satuan permeabilitas adalah m2. Pada umumnya pada
reservoir panasbumi, permeabilitas vertikal berkisar antara 10 -14 m2, dengan
permeabilitas horizontal dapat mencapai 10 kali lebih besar dari permeabilitas
vertikalnya (sekitar 10-13 m2). Satuan permeabilitas yang umum digunakan didunia
perminyakan adalah Darcy (1 Darcy = 10-12 m2).

Dimana :

Q = laju alir fluida, cc/det

k = permeabilitas, darcy

μ = viskositas, cp

dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm

A = luas penampang, cm2

Besaran permeabilitas satu darcy didefinisikan sebagai permeabilitas yang


melewatkan fluida dengan viskositas 1 centipoises dengan kecepatan alir 1 cc/det
melalui suatu penampang dengan luas 1 cm2 dengan penurunan tekanan 1
atm/cm. Persamaan 4 Darcy berlaku pada kondisi :

1. Alirannya mantap (steady state)

2. Fluida yang mengalir satu fasa

3. Viskositas fluida yang mengalir konstan

4. Kondisi aliran isothermal

5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal

6. Fluidanya incompressible

Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir, permeabilitas


dibedakan menjadi tiga, yaitu :
• Permeabilitas absolute (Kabs)

Yaitu kemampuan batuan untuk melewatkan fluida dimana fluida yang


mengalir melalui media berpori tersebut hanya satu fasa atau disaturasi 100%
fluida, misalnya hanya minyak atau gas saja.

• Permeabilitas efektif (Keff)

Yaitu kemampuan batuan untuk melewatkan fluida dimana fluida yang


mengalir lebih dari satu fasa, misalnya (minyak dan air), (air dan gas), (gas dan
minyak) atau ketiga-tiganya. Harga permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko,
kg, kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas dan air.

• Permeabilitas relatif (Krel)

Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif pada kondisi saturasi


tertentu terhadap permeabilitas absolute. Harga permeabilitas relative antara 0 – 1
darcy. Dapat juga dituliskan sebagai beikut :

Permeabilitas relatif reservoir terbagi berdasarkan jenis fasanya, sehingga


didalam reservoir akan terdapat Permeabilitas relatif air (Krw), Permeabilitas
relatif minyak (Kro), Permeabilitas relatif gas (Krg) dimana persamaannya adalah

Dimana :

Krw = permeabilitas relatif air

Kro = permeabilitas relaitf minyak

Krg = permeabilitas relatif gas

D. Densitas Batuan

Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan antara berat


terhadap volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik adalah
perbandingan antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada tekanan
dan temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 103kg/m3.
Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui, dalam
mekanika batuan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu ;

a. Sifat fisik batuan seperti bobot isi ”Spesific Gravity” porositas dan absorbsi
”Void Ratio”.
b. Sifat mekanika batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas,
”Poisson `s Ratio”.

Kedua sifat tersebut dapat ditentukan, pada umumnya ditentukan terhadap


sampel yang diambil dari lapangan. Satu persatu dapat digunakan untuk
menentukan kedua sifat batuan. Pertama-tama adalah penetuan sifak fisik batuan
yang merupakan pengujian tanpa merusak (Non Destructive Test), kemudian
dilanjutkan dengan penentuan sifat mekanik batuan yang merupakan pengujian
merusak (Destructive Test) sehingga contoh fasture (hancur).

Pembutan contoh batuan dapat dilakukan dilaboratorium maupun


dilapangan (insitu). Pembuatan percontohan dilaboratorium dilakukan dari blok
batuan yang diambil dilapangan hasil pemboran Core (inti). Sampel yang didapat
berbentuk selinder dengan diameter pada umumnnya antara 50-70 mm dan
tingginya dua kali diameter tersebut. Ukuran percontohan dapat lebih kecil dari
ukuran yang disebut diatas tergantung maksud pengujian.
Pengujian ini dilakukan pada inti bor (core) dengan contoh berbentuk
silinder dengan dimeter 50-70 mm kemudian dipotong dengan mesin untuk
mendapatkan ukuran tinggi dua kali diameternya. 

Kemudian conto yang diambil dimasukkan eksikator dan udara yang ada
dalam eksikator dihisap sehingga conto dalam keadaan vacum. Dari conto yang
didalam eksikator didapatkan nilai berat jenis,berat jenuh tergantung dalam air
dan berat kering conto.
E. Resistiviti

Batuan reservoir terdiri atas campuran mineral-mineral, fragmen dan pori-


pori. Padatan-padatan mineral tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik
kecuali mineral clay. Sifat kelistrikan batuan reservoir tergantung pada geometri
pori-pori batuan dan fluida yang mengisi pori. Minyak dan gas bersifat tidak
menghantarkan arus listrik sedangkan air bersifat menghantarkan arus listrik
apabila air melarutkan garam.

Arus listrik akan terhantarkan oleh air akibat adanya gerakan dari ion-ion
elektronik. Untuk menentukan apakah material didalam reservoir bersifat
menghantar arus listrik atau tidak maka digunakan parameter resistiviti. Resistiviti
didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu material untuk menghantarkan arus
listrik, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Dimana :

ρ = resistiviti fluida didalam batuan, ohm-m

r = tahanan, ohm

A = luas area konduktor, m2

L = panjang konduktor, m

Konsep dasar untuk mempelajari sifat kelistrikan batuan diformasi


digunakan konsep “faktor formasi” dari Archie yang didefinisikan :

Dimana :

Ro = resistiviti batuan yang terisi minyak

Rw = resistiviti batuan yang terisi air

F. Wettabiliti

Wettabiliti didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi


oleh fasa fluida atau kecenderungan dari suatu fluida untuk menyebar atau
melekat ke permukaan batuan. Sebuah cairan fluida akan bersifat membasahi bila
gaya adhesi antara batuan dan partikel cairan lebih besar dari pada gaya kohesi
antara partikel cairan itu sendiri. Tegangan adhesi merupakan fungsi tegangan
permukaan setiap fasa didalam batuan sehingga wettabiliti berhubungan dengan
sifat interaksi (gaya tarik menarik) antara batuan dengan fasa fluidanya.

Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak atau gas yang
terletak diantara matrik batuan. Memperlihatkan sistem air-minyak yang kontak
dengan benda padat, dengan sudut kontak sebesar θ. Sudut kontak diukur antara
fluida yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0o –
180o, yaitu antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (AT) dapat
dinyatakan dengan persamaan :

Dimana :

AT = tegangan adhesi, dyne/cm

σso = tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm

σsw = tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm

σwo = tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm

θ = sudut kontak air-minyak

1. Wetting-Phase Fluid dan Non-Wetting Phase Fluid

A. Wetting-Phase FluidFasa

Fluida pembasah biasanya akan dengan mudah membasahi permukaan


batuan. Akan tetapi karena adanya gaya tarik menarik antara batuan dan fluida,
maka fasa pembasah akan mengisi ke pori-pori yang lebih kecil dahulu dari
batuan berpori. Fasa fluida pembasah umumnya sangat sukar bergerak ke
reservoir hidrokarbon.
B. Non-Wetting Phase Fluid

Non-wetting phase fluid sukar membasahi permukaan batuan. Dengan


adanya gaya repulsive (tolak) antara batuan dan fluida menyebabkan non-weting
phase fluid umumnya sangat mudah bergerak.

2. Batuan Reservoir Water Wet

Batuan reservoir umumnya water wet dimana air akan membasahi


permukaan batuan. Kondisi batuan yang water wet adalah :

• Tegangan adhesinya bernilai positif

• σsw ≥ σso, AT > 0

• Sudut kontaknya (0°< θ <90°)

Apabila θ = 0°, maka batuannya dianggap sebagai strongly water wet.

3. Batuan Reservoir Oil Wet

Batuan reservoir disebut sebagai oil wet apabila fasa minyak membasahi
permukaan batuan. Kondisi batuan oil wet adalah :

• Tegangan adhesinya bernilai negatif

• σso ≥ σsw, AT < 0

• Sudut kontaknya (90°< θ <180°)

Apabila θ = 180°, maka batuanya dianggap sebagai strongly oil wet.

4. Imbibisi dan Drainage

Imbibisi adalah proses aliran fluida dimana saturasi fasa pembasah (water)
meningkat sedangkan saturasi non-wetting phase (oil) menurun. Mobilitas fasa
pembasah meningkat seiring dengan meningkatnya saturasi fasa pembasah.
Misalnya pada proses pendesakan pada reservoir minyak dimana batuan reservoir
sebagai water wet.
Drainage adalah proses kebalikan dari imbibisi, dimana saturasi fasa
pembasah menurun dan saturasi non-wetting phase meningkat.

G. Tekanan Kapiler (Pc)

Tekanan kapiler pada batuan berpori didefinisikan sebagai perbedaan


tekanan antara fluida yang membasahi batuan dengan fluida yang bersifat tidak
membasahi batuan jika didalam batuan tersebut terdapat dua atau lebih fasa fluida
yang tidak bercampur dalam kondisi statis. Secara matematis dapat dilihat bahwa :

Dimana :

Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2

Pnw = tekanan pada permukaan fluida non wetting phase, dyne/cm2

Pw = tekanan pada permukaan fluida wetting phase, dyne/cm2

Hubungan tekanan kapiler di dalam rongga pori batuan dapat dilukiskan


dengan sebuah sistim tabung kapiler. Dimana cairan fluida akan cenderung untuk
naik bila ditempatkan didalam sebuah pipa kapiler dengan jari-jari yang sangat
kecil. Hal ini diakibatkan oleh adanya tegangan adhesi yang bekerja pada
permukaan tabung. Besarnya tegangan adhesi dapat diukur dari kenaikkan fluida ,
dimana gaya total untuk menaikan cairan sama dengan berat kolom fluida.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan kapiler merupakan kecenderungan
rongga pori batuan untuk menata atau mengisi setiap pori batuan dengan fluida
yang berisi bersifat membasahi.

Tekanan didalam tabung kapiler diukur pada sisi batas antara permukaan
dua fasa fluida. Fluida pada sisi konkaf (cekung) mempunyai tekanan lebih besar
dari pada sisi konvek (cembung). Perbedaan tekanan diantara dua fasa fluida
terebut merupakan besarnya tekanan kapiler didalam tabung.
Dimana :

Pa = tekanan udara, dyne/cm2

Pw = tekanan air, dyne/cm2

Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2

ρw = densitas air, gr/cc

ρo = densitas minyak, gr/cc

g = percepatan gravitasi, m/det2

h = tinggi kolom, m

Sifat Mekanik

Selain daripada sifat-sifat fisik dari batuan terdapat sifat-sifat mekanik batuan
yang berpengaruh pula dalam penembusan batuan.

1. Strength Batuan

Arthur menyatakan bahwa strength pada batuan merupakan faktor yang


sangat penting untuk penentuan laju pemboran. Strength pada batuan adalah
kemampuan batuan untuk mengikat komponen-komponennya bersama-sama. Jadi
dengan kata lain apabila suatu batuan diberikan tekanan yang lebih besar dari
kekuatan batuan tersebut, maka komponen-komponennya akan terpisah-pisah atau
dapat dikatakan hancur. Lebih lanjut lagi, criteria kehancuran batuan diakibatkan
oleh adanya : Stress (tegangan) dan Strain (regangan).

Tegangan dan regangan ini terjadi apabila ada suatu gaya yang dikenakan
pada batuan tersebut. Goodman, menyatakan variasi beban yang diberikan pada
suatu batuan mengakibatkan kehancuran batuan. Terdapat empat jenis kerusakan
batuan yang umum, yaitu :

a. Flexure Failure
Flexure failure terjadi karena adanya beban pada potongan batuan akibat
gaya berat yang ditanggungnya, karena adanya ruang pori formasi dibawahnya.

b. Shear Failure

Shear failure, kerusakan yang terjadi akibat geseran pada suatu bidang
perlapisan karena adanya suatu ruang pori pada formasi dibawahnya.

c. Crushing dan Tensile Failure

Crushing dan tensile failure merupakan kerusakan batuan yang terjadi


akibat gerusan suatu benda atau tekanan sehingga membentuk suatu bidang
retakan.

d. Direct Tension Failure

Direct tension failure, kerusakan terjadi searah dengan bidang geser dari
suatu perlapisan.

2. Drillabilitas

Drillabilitas batuan (rock drillability) merupakan ukuran kemudahan


batuan untuk dibor, yang dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang
bisa dibor pada setiap unit energi yang diberikan pada batuan tersebut.
Drillabilitas batuan dapat ditentukan melalui data pemboran (drilling record).

E = energi mekanik yang dibutuhkan, lb-in

W = weigth on bit, lbf

r = jari-jari pahat, in

R = laju pemboran, ft/hr

N = kecepatan putar, rpm

V = volume batuan yang dihasilkan, in3


Selanjutnya dengan pengembangan model pemboran, drillabilitas batuan
dapat ditentukan dengan menggunakan roller cone bit.

3. Hardness

Hardness atau kekerasan dari batuan, merupakan ketahanan mineral batuan


terhadap goresan. Skala kekerasan yang sering digunakan untuk mendriskripsikan
batuan diberikan oleh Mohs.

SKALA KEKERASAN MOHS

Talk

Gypsum

Calcite

Fluorite

Apatite

Orthoclase Feldspar

Quartz

Topaz

Corondum

Diamond

Gatlin, menyatakan batuan diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu :

Soft rock (lunak) : clay yang lunak, shale yang lunak dan batuan pasir yang
unconsolidated atau kurang tersemen.
Medium rock (sedang) : beberapa shale, limestone dan dolomite yang porous,
pasir yang terkonsolidasi dan gypsum.

Hard rock (keras) : limestone dan dolomite yang padat, pasir yang tersemen
padat/keras dan chert.

4. Abrasivitas

Merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan, sehingga sering


menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter pahat. Setiap batuan
mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan beku
mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu pasir lebih abrasif
daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir atau shale. Ukuran dan
bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe keausan, seperti juga torsi
dan daya tekan pada pahat.

5. Tekanan Pada Batuan

Merupakan tekanan-tekanan yang bekerja pada batuan formasi. Tekanan-


tekanan tersebut harus diperhatikan dalam kegiatan pemboran. Karena
berpengaruh dalam cepat-lambatnya laju penembusan batuan formasi. Secara
umum, batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami tekanan :

Internal Stress yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam
pori-pori batuan (tekanan hidrostatik fluida formasi).

Eksternal Stress yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya
(tekanan overburden).

6. elastisitas

Adalah sifat elastis atau kelenturan dari suatu batuan.


1. Batuan Beku

Batuan Beku (igneous rock) adalah batuan yang terbentuk dari magma
yang membeku. Batuan beku secara umum memiliki ciri ciri Homogen dan
kompak, Tidak ada lapisan, dan Umumnya tidak mengandung fosil. Batuan beku
terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu Berdasarkan Tempat Pembekuannya dan
Berdasarkan Mineral Penyusunnya.

a. BerdasarkanTempat Pembekuan

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi 3


(tiga), yaitu batuan beku dalam, batuan beku korok (gang), batuan beku luar.

1) Batuan Beku Dalam


Batuan beku dalam adalah batuan beku yang terbentuk di bagian dalam
perut bumi, bahkan di dalam dapur magma. Karena bembekuannya
dekat astenosfer, pendinginan yang terjadi berlangsung sangat lambat
sehingga menghasilkan batuan yang besar-besar dengan tekstur
holokristalin, yaitu semua komposisi batuan disusun oleh kristal yang
sempurna. Contoh batuan beku dalam antara lain sienit, granit, diorit,
dan gabro. Ciri-ciri batuan beku dalam antara lain sebagai berikut.
 Umumnya berbutir lebih kasar dibanding batuan beku luar.
 Jarang menunjukan adanya lubang-lubang gas.

2) Batuan Beku Korok (Gang)


Batuan beku korok (gang) adalah batuan beku yang terbentuk di
daerah korok atau celah kerak bumi sebelum magma sampai ke
permukaan bumi. Proses pembekuan magma berlangsung agak cepat
sehingga membentuk batuan yang mempunyai kristal-kristal yang
kurang sempurna. Beberapa contoh batuan beku korok antara lain
porfir granit, porfir diorit dan ordinit

3) Batuan Beku Luar


Batuan beku luar (batuan lelehan) adalah batuan beku yang terbentuk
di permukaan bumi. Dikarenakan magma yang keluar dari dalam bumi
mengalami proses pendinginan/ pembekuan yang sangat cepat
sehingga tidak menghasilkan kristal-kristal batuan. Contoh batuan
beku dalam antara lain obsidian, liparit, trachit, desit, andesit, dan
basalt.

b. Berdasarkan Mineral Penyusun


Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu mineral ringan dan mineral berat.

1) Batuan Beku Mineral Ringan


Batuan beku yang tersusun atas mineral-mineral ringan biasanya
memiliki ciri-ciri berwarna terang, mudah pecah, dan banyak
mengandung silikat sehingga termasuk batuan yang bersifat asam.

2) Batuan Beku Mineral Berat


Batuan beku yang tersusun atas mineral-mineral berat biasanya
memiliki ciri-ciri berwarna gelap, sukar pecah, dan kandungan silikat
yang sedikit sehingga merupakan batuan yang bersifat basa.
2. Batuan Sedimen

Batuan sediman adalah batuan yang terbentuk karena adanya proses


pengendapat (sedimentasi), baik yang disebabkan proses pelapukan angin maupun
air. Sehingga mengalami pemadatan dan sedimentasi yang menyebabkan berubah
menjadi batuan sedimen. Proses terbentuknya batuan sedimentasi disebut dengan
diagenesis. Sebuah istilah yang digunakan untuk menyatakan terjadinya
perubahan bentuk (transformasi) dari bahan deposit menjadi batuan endapan.
Adanya proses diagenesis menyebabkan terjadinya proses penyemenan
(sementasi), yaitu proses pengendapan bahan-bahan yang tidak larut dalam
pergerakan air tanah menjadikan butiran terikat secara bersama-sama. Terikatnya
bersama-sama disebabkan adanya bahan semen pengikat, antara lain kalsium
karbonat dan silikat. Silikat tersebut akan mengikat butiran secara bersama-sama
menjadi sebuah partikel yang keras. Setelah penimbunan, banyak mineral yang
mungkin berubah menjadi bentuk yang lebih stabil melalui proses rekristalisasi,
suatu proses penting yang mempengaruhi sedimentasi. Dalam hal
penggolongannya batuan sedimen dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu tenaga yang
mengendapkannya, tempat pengendapan, dan cara pengendapan.

 a. Menurut Tenaga yang Mengendapkan Batuan sedimen tersebut dibedakan


menjadi 3 (tiga) golongan.

1) Batuan Sedimen Akuatis, yaitu batuan sedimen yang berasal dari pengendapan
butir-butir batuan oleh air sungai, danau, atau air hujan.

2) Batuan Sedimen Aeolis, yaitu batuan sedimen yang berasal dari pengendapan
butir-butir batuan oleh angin.

3) Batuan Sedimen Glasial, yaitu batuan sedimen yang berasal dari pengendapan
butir-butir batuan oleh gletser.
Menurut Tempat Pengendapan Batuan sedimen tersebut dibedakan menjadi 5
(lima)

1) Batuan Sedimen Teristris, yaitu batuan sedimen yang diendapkan di darat.

2) Batuan Sedimen Marine, yaitu batuan sedimen yang diendapkan di laut.

3) Batuan Sedimen Limnis, yaitu batuan sedimen yang diendapkan di danau.

4) Batuan Sedimen Fluvial, yaitu batuan sedimen yang diendapkan di sungai.

5) Batuan Sedimen Glasial, yaitu batuan sedimen yang diendapkan di daerah-


daerah yang terdapat es gletser.

c. Menurut Cara Pengendapan Batuan sedimen tersebut dibedakan menjadi 3


(tiga) golongan.

1) Batuan Sedimen Mekanis, adalah batuan sedimen yang terbentuknya dari


pelapukan atau erosi pada pecahan batuan atau mineral, sehingga batuan menjadi
hancur atau pecah dan kemudian mengendap di tempat tertentu dan menjadi keras
dan tanpa mengubah susunan kimianya. Contohnya antara lain batu konglomerat,
batu breksi, dan batu pasir.

2) Batuan Sedimen Kimiawi, adalah batuan sedimen yang cara pengendapannya


terbentuk melalui proses kimia, dalam proses pembentukannya akan terjadi
perubahan susunan kimia dan mineralnya. Contohnya antara lain terbentuknya
endapan stalaktit dan stalagmit pada gua dan garam.

3) Batuan Sedimen Organik, adalah batuan sedimen yang terbentuknya dari


kegiatan organik, sisa-sisa makhluk hidup yang telah lama mati dan mengendap di
tempat tertentu. Contohnya, batu karang yang terbentuk dari terumbu karang yang
mati dan fosfat yang terbentuk dari kotoran kelelawar.

3. Batuan Malihan (Metamorf)

Batuan Malihan adalah batuan beku atau batuan sedimen yang telah
mengalami perubahan secara fisik maupun secara kimia sehingga terbentuk jenis
batuan baru. Batuan malihan juga sering disebut batuan metamorf. Batuan beku
atau batuan sedimen dapat mengalami perubahan disebabkan oleh suhu yang
tinggi, tekanan yang kuat, dan waktu yang lama. Jika digolongkan batuan malihan
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu metamorf kontak, metamorf
dinamo, metamorf pneumatolitis kontak.
a. Metamorf Kontak (MetamorfTermal)

Batuan metamorf kontak adalah batuan yang berubah karena pengaruh


suhu yang sangat tinggi. Suhu sangat tinggi karena letaknya dekat dengan
magma, antara lain disekitar batuan instruksi. Contoh batuan metamorf
kontak adalah batolit, stock, lakolit, sill, dan dike.

b. Metamorf Dinamo (MetamorfKinetis)

Batuan metamorf dinamo adalah batuan yang berubah karena pengaruh


tekanan yang sangat tinggi, dalam waktu yang sangat lama, dan dihasilkan
dari proses pembentukan kulit bumi oleh tenaga endogen. Adanya tekanan
dari arah yang berlawanan menyebabkan butir-butir mineral menjadi pipih
dan ada yang mengkristal kembali. Dan batuan ini banyak dijumpai di
lipatan dan patahan. Contoh batuan metamorf dinamo antara lain, batu
lumpur (mudstone) menjadi batu tulis (slate). (a)mudstone (b) Slate

c. Metamorf Pneumatolitis Kontak

Batuan metamorf pneumatolitis kontak adalah batuan yang berubah


karena pengaruh gas-gas dari magma. Contoh batuan metamorf
pneumatolitis kontak antara lain, kuarsa dengan gas borium berubah
menjadi turmalin (sejenis permata) dan kuarsa dengan gas fluorium
berubah menjadi topas (permata berwarna kuning).

SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DALAM DUNIA


PERTAMBANGAN

Mekanika batuan adalah salah cabang disiplin ilmu geomekanika. Mekanika


batuan merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat mekanik batuan dan
massa batuan. Hal ini menyebabkan mekanika batuan memiliki peran yang
dominan dalam operasi penambangan, seperti pekerjaan penerowongan,
pemboran, penggalian, peledakan dan pekerjaan lainnya. Sehingga untuk
mengetahui sifat mekanik batuan dan massa batuan dilakukan berbagai macam
uji coba baik itu dilaboratorium maupun dilapangan langsung atau secara
insitu.

1. Sifat Fisik Batuan


Batuan merupakan suatu bahan padat yang terbentuk dari hasil
kumpulan mineral-mineral, sedangkan mineral sendiri merupakan bahan padat
anorganik yang terbentuk di alam dengan mempunyai susunan kimia tertentu
dan sifak- sifat fisiknya dan terbentuk oleh susunan kristal yang teratur. Dalam
resume ini dijelaskan tentang sifat - sifat fisik dari batuan yang meliputi :

a. Porositas Batuan

Porositas didefinisikan sebagai perbandingan volume pori-pori (yaitu volume


yang ditempati oleh fluida) terhadap volume total batuan. Ada dua jenis porositas
yaitu porositas antar butir dan porositas rekahan. Besar kecilnya porositas
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran butir, susunan butir, sudut
kemiringan dan komposisi mineral pembentuk batuan. atau bisa didefinisikan
bahwa porositas adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada
pada batuan yang akan menyarangkan air. Berdasarkan waktu dan cara terjadinya,
maka porositas dapat juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1) Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang


bersamaan dengan proses pengendapan berlangsung.

2) Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses


pengendapan.

b. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan besaran yang digunakan untuk menunjukkan seberapa


besar kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida yang terkandung
didalamnya. Permeabilitas merupakan properti suatu batuan berpori dan
merupakan besaran yang menunjukkan kapasitas medium dalam mengalirkan
fluida. Jenis-jenis Permeabilitas : 1) Permeabilitas absolut (ka). Yaitu pengukuran
pada medium berpori untuk fluida satu fasa ketika medium tersebut dialiri oleh
satu jenis fluida, dimana saturasi fluida yang mengalir bernilai satu. 2)
Permeabilitas efektif (k). Yaitu pengukuran pada medium berpori untuk fluida
satu fasa ketika medium tersebut dialiri oleh lebih dari satu jenis fluida. 3)
Permeabilitas relatif (kr). Yaitu perbandingan antara permeabilitas efektif fluida
pada nilai saturasi tertentu, terhadap permeabilitas absolut pada saturasi 100%.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permeabilitas. 1) Distribusi ukuran butir.
Ukuran butiran yang semakin beragam dalam suatu batuan, maka pori-pori akan
semakin kecil dan permeabilitas juga akan semakin kecil. 2) Susunan (packing)
butiran. Susunan butiran yang semakin rapi, maka makin besar harga
permeabilitasnya. 3) Geometri butiran. Semakin menyudut geometri butiran,
maka permeabilitasnya semakin kecil. 4) Jaringan antar pori (pore network).
Semakin bagus jaringan antar pori, maka permeabilitasnya semakin besar. 5)
Sementasi. Semakin banyak semen dalam suatu batuan, maka harga permeabilitas
akan semakin kecil. 6) Clays content. Semakin banyak mengandung lempung,
maka semakin kecil permeabilitas batuan tersebut.

3. c. Densitas Batuan Densitas batuan dari batuan berpori adalah perbandingan
antara berat terhadap volume (rata-rata dari material tersebut). Densitas spesifik
adalah perbandingan antara densitas material tersebut terhadap densitas air pada
tekanan dan temperatur yang normal, yaitu kurang lebih 103 kg/m3. d. Void Ratio
Merupakan perbandingan antara volume rongga dalam batuan dengan volume
butiran batuan. Penentuan sifat fisik batuan berkaitan dengan :  Rancangan
peledakan  Perencanaan penambangan  Perhitungan beban  Analisis regangan
 Analisis kemantapan lereng 2. Sifat Mekanik Batuan Dalam menentukan sifat
mekanik dari batuan, perlu dilakukan dengan pengujian di laboratorium dengan
bantuan alat-alat yang akan menentukan bagaimana karakteristik dari setiap sifat
mekanik batuan. dalam pengujian di laboratorium ada beberapa pengujian yang
dilakukan, diantaranya : Sifat mekanika batuan seperti kuat tekan, kuat tarik,
modulus elastisitas dan (Poisson `s Ratio). a. Pengujian Kuat Tekan Bebas
(Unconfined Compressive Strength) Pengujian ini menggunakan mesin tekan
untuk menekan percontoh batu yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari
satu arah (uniaksial). Perbandingan antara tinggi dan fiameter percontoh (l/D)
mempengaruhi nilai kuat tekan batuan. Untuk perbandingan l/D = 1 kondisi
tegangan triaksial saling bertemu sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan
batuan untuk pengujian kuat tekan digunakan 2 < l/D < 2,5. Makin besar l/D maka
kuat tekan akan bertambah kecil.

4. Gambar 1 Penyebaran tegangan didalam percontoh batu (a) teoritis dan (b)
eksperimental, (c) Bentuk pecahan teoritis dan (d) Bentuk pecahan eksperimental
Gambar 2 Kodisi tegangan didalam percontoh untuk l/D berbeda (a) l/D = 1 (b)
l/D = 2 b. Pengujian Kuat Tarik (Indirect Tensile Strength Test) Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari percontoh batu
berbentuk silinder secara tidak langsung. Alat yang digunakan adalah mesin tekan
seperti pada pengujian kuat tekan.

5. Gambar 3 Pengujian kuat tarik c. Modulus Elastisitas Dalam penentuan


elastisitas pada batuan, biasanya digunakan beberapa konsep percobaan untuk
regangan yang dihasilkan, tegangan dan perbandingan antara keduanya atau
sering disebut sebagai modulus young. 1) Regangan Didefinisikan sebagai
perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang awalnya. Pertambahan
panjang ini tidak hanya terjadi pada ujungnya saja, tetapi pada setiap bagian
batang yang terentang dengan perbandingan yang sama. Atau bisa dikatakan
bahwa regangan merupakan besarnya deformasi dibandingkan dengan kondisi
awalnya. Gambar 4 Regangan yang dihasilkan dari pengujian kuat tekan batuan
(a) regangan aksial, (b) regangan lateral dan (c) regangan volumik

6. 2) Tegangan Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tarik


yang dikerjakan pada benda dengan luas penampangnya. Atau tegangan
merupakan besarnya gaya yang dialami suatu luasan batuan. Apabila gaya yang
bekerja tegak lurus terhadap permukaan, maka stress yang demikian dikatakan
tegangan normal (normal stress). Sedangkan gaya yang bekerja sejajar dengan
permukaan dikatakan sebagai tegangan geser (shear stress). 3) Modulus Young
Modulus Elastisitas didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan, dengan
regangan suatu bahan selama gaya yang bekerja tidak melampaui batas
elastisitasnya. Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting
dalam mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi.
Nilai modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah
geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi
batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi
oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. 4). Nisbah Poisson
(Poisson Ratio) Nisbah Poisson didefinisikan sebagai perbandingan negatif antara
regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson menunjukkan adanya
pemanjangan ke arah lateral (lateral expansion) akibat adanya tegangan dalam
arah aksial. Gambar 5 Ilustrasi Poisson’s Ratio

7. KESIMPULAN Dari resume ini yaitu tentang “Sifat Fisik dan Sifat Mekanik
Batuan Dalam Dunia pertambangan”, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat ini
merupakan hal yang utama dalam pemebelajaran geomekanika, karena pada
konsepnya, penentuan sifat-sifat ini dapat diketahui dengan cara pengujian di
laboratorium dengan bantuan alat-alat sesuai dengan kebutuhan dan sifat fisik
yang akan diketahui dari sebuah sampel batuan yang diambil dari lapangan secara
langsung. Dalam aplikasinya dilapangan, hasil dari pengujian di laboratorium
untuk sifat fisik dan mekanik batuan ini akan dipakai sebagai acuan untuk sebuah
proyek pekerjaan yang berhubungan dengan kontruksi maupun pemboran dan
lain-lain.

8. DAFTAR PUSTAKA Utomo, Prabowo, Hardiansyah, 2012. ”Sifat Fisik Dan


Mekanik Batuan”. http://id.scribd.com/doc/95499867/Sifat-Fisik-Dan-Mekanik-
Batuan. Diakses tanggal 22 Februari 2014 (pdf, online). Parisi, Daus, 2011. “Sifat
Fisik Batuan”. http://id.scribd.com/doc/30259483/SIFAT-FISIK-BATUAN.
Diakses tanggal 22 Februari 2014 (pdf, online).
C. TEKSTUR BATUAN SEDIMEN

1. KEKOMPAKAN

Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi
batuan sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu
dan tekanan atmosferik sampai dengan suhu 300oC dan tekanan 1 – 2 kilobar,
berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan, hingga terangkat dan
tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam
diagenesa, yaitu : 1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di
bawah muka air. 2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen
mengalami penguburan semakin dalam. 3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis
pada saat batuan sedimen tersingkap kembali di permukaan oleh karena
pengangkatan dan erosi.

Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan


batuan sedimen juga sangat bervariasi, yakni :

 Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau sedimen)


 Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada
kondisi kering, tetapi akan terurai bila dimasukkan ke dalam air.
 Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang
dapat dilepas dengan tangan atau kuku.
 Kompak (keras), butiran tidak dapat dilepas dengan tangan/kuku.
 Sangat kompak (sangat keras, biasanya sudah mengalami rekristalisasi).

2. KEBUNDARAN
 Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka
Pettijohn, dan kawan-kawan (1987) membagi kategori kebundaran
menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan
tinggi. Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
 Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
 Meruncing (menyudut) (angular)
 Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
 Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
 Membundar (membulat (rounded)
 Sangat membundar (membulat) (well-rounded).

Kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).


3. TEKSTUR PERMUKAAN

a) Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam. Tekstur
permukaan kasar biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat kebundaran sangat
meruncing-meruncing.

b) Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata. Tekstur ini
terdapat pada butir dengan tingkat kebundaran meruncing tanggung hingga
membulat tanggung.

c) Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini mencerminkan
proses abrasi permukaan butir yang sudah lanjut pada saat mengalami
transportasi.

Dengan demikian butiran sedimen yang mempunyai tekstur permukaan halus


terjadi pada kebundaran membulat sampai sangat membulat. Sekalipun hal itu
dinyatakan sebagai katagori kebundaran, tingkatan ini nampaknya lebih
didasarkan pada tekstur permukaan dari pada butir.

3. UKURAN BUTIR

Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik.
Ukuran butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih
terasa ada butir seperti pasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa
sangat halus dan lembut di tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti pada
lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin. Skala ukuran butir sedimen
(disederhanakan).
12. 5. POROSITAS (Kesarangan) Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang
(porous) rongga atau pori-pori di dalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai
porositas tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang (vesicles) atau
pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila
kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali
atau bahkan tidak mempunyai pori - pori. Permeabilitas adalah tingkatan
kemampuan batuan meluluskan air (zat cair). Permeable (lulus air), jika batuan
tersebut dapat meluluskan air, yaitu : a) Bahan lepas, atau terkompakkan lemah,
biasanya berbutir pasir atau lebih kasar. b) Batuan dengan porositas tinggi,
lubang-lubangnya saling berhubungan. c) Batuan mempunyai pemilahan baik,
kemas tertutup, dan ukuran butir pasir atau lebih kasar. d) Batuan yang pecah-
pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan. Impermeable (tidak lulus air),
jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu : a) Batuan berporositas tinggi,
tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan. b) Batuan mempunyai
pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau – lempung. Material lanau
dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir. c) Batuan bertekstur non
klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada rekahan. Secara praktis
megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan.
Sebaliknya, batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila
di permukaannya diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam batuan
atau tetap di permukaan batuan. D. STRUKTUR SEDIMEN 1. Struktur di dalam
batuan (features within strata) :
13. # Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm
disebut struktur laminasi. # Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross
lamination. # Struktur perlapisan pilihan (graded bedding) ~Normal, jika butiran
besar di bawah dan ke atas semakin halus. ~Terbalik (inverse), jika butiran halus
di bawah dan ke atas semakin kasar. 2. Struktur permukaan (surface features) #
Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks) # Cetakan kaki binatang
(footprints of various walking animals. # Cetakan jejak binatang melata (tracks
and trails of crowling animals) # Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
# Gumuk pasir (dunes, antidunes) 3. Struktur erosi (erosional sedimentary
structures) # Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges) # Impact marks
(bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil) # Saluran dan cekungan
gerusan (channels and scours) # Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
E. PENAMAAN BATUAN Penaman batuan sedimen secara deskriptif,
tergantung pada data pemerian (data deskriptif) yang meliputi warna, tekstur,
struktur dan komposisi. Pembagian

14. batuan sedimen silisiklastika umumnya berdasar ukuran butir, ditambah


dengan bentuk butir, struktur dan komposisi yaitu : 1. Rudit (f > 2 mm), termasuk
breksi (fragmen meruncing), konglomerat (fragmen membulat). Apabila
komposisi fragmen batuan secara megaskopik dapat diamati, maka penamaaan
tambahan dapat diberikan berdasarkan komposisi utama fragmen batuan tersebut.
Misalnya breksi andesit, breksi batuapung, konglomerat kuarsa. 2. Arenit, adalah
batuan sedimen berbutir pasir (batupasir). Penamaan batupasir ini dapat
ditambahkan berdasar kenampakan struktur sedimen (contoh batupasir berlapis,
batupasir silangsiur), atau komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.
3. Lutit, terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih. Batulempung berbutir
lempung, batulanau tersusun oleh mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih
adalah batulempung atau batulanau berstruktur laminasi. Tabel Penamaan batuan
sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965). Tekstur/Struktur Komposisi
mineral/fragmen Nama batuan Ciri-ciri khas Rudit (2 – 256 mm) Komposisi
sejenis atau campuran, terutama dengan rijang, kuarsa, granit, kuarsit,
batugamping dll. Konglomerat Fragmen umumnya bulat atau agak membulat
Breksi Fragmen umumnya runcing, dan menyudut Fanglomerat Kipas aluvial
yang mengalami pembatuan Pecahan batuan Tillit Umumnya tidak

15. bercapur dengan semen terpisah. Fragmen batuan terdapat bekas goresan


Arenit (1/16 – 2 mm) Terutama kuarsa 25%, felspar kalium atau plagioklas 10-
25%. Pecahan batuan: basal, riolit, batusabak dll. Mineral mika, serisit, klorit,
bijih besi. Arenit atau batupasir kuarsa Pemilahan baik dan bersih Arkose
Pemilahan jelek, warna abu-abu kemerahan Batupasir felspatik Graywacke
subgraywacke Lebih dewasa dari arkose antara graywacke dan arenit Lutit (1/16 –
1/256 mm) Umumnya mineral lempung, kuarsa, opal, kalsedon, klorit dan bijih
besi. Batulanau Antara batupasir dan serpih Serpih Batulumpur Batulempung
Mudah membelah, tidak plastis, bila

16. dipanasi menjadi plastis Untuk batuan karbonat bertekstur klastika : 1.


Kalsirudit, adalah breksi atau konglomerat dengan fragmen batugamping. 2.
Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh mineral karbonat. 3. Kalsilutit,
adalah batugamping klastis berbutir halus (lanau – lempung). Untuk batugamping
bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non klastika. Apabila di
dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat disebut batugamping
berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah tersusun oleh kristal kalsit atau
dolomit disebut batugamping kristalin. Napal adalah terminologi untuk batuan
sedimen berbutir lanau dan lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan
karbonat. Untuk batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan
piroklastika yang telah dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri
dari tuf (halus dan kasar), batulapili, breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar
3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik, warna yang sangat khas dapat
ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau, batupasir merah,
batulempung hitam dsb. Penamaan batuan sedimen non klastika secara
megaskopis (Huang, 1965). Tekstur/Struktur Komposisi mineral/fragmen Nama
batuan Ciri-ciri khas Rapat, afanitik, berbutir kasar, kristalin, porus, oolit dan
mosaik Terutama kalsit Batugamping Breaksi dengan HCl, mengandung organik,
bioklastika, Terutama dolomit Dolomit Tidak segera bereaksi dengan HCl, jarang
mengandung

17. fosil, berbutir sedang Berbutir halus Kristal halus dengan mikroorganisme


Kapur Putih – abu-abu terang, sangat rapuh, mengandung fosil Karbonat dan
lempung Napal Abu-abu terang, rapuh, pecahan konkoidal Rapat dan berlapis
Campuran silika, opal dan kalsedon dll. Rijang Warna beragam, keras, kilap non
logam, konkoidal Terutama gips Anhidrit Terutama malit Gips Evaporit, tidak
sendiri melainkan berasosiasi dengan mineral/batuan lain. Dijumpai kristal yang
mengelompok Masif atau berlapis Mineral fosfat dan fragmen tulang Fosforit
Diperlukan penentuan kadar P2O3 Amorf, berlapis, tebal Humus, tumbuhan
Batubara, lignit Warna coklat, pecahan prismatik

18. F. GENESIS Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka
secara genesa dapat diinterpretasikan mengenai : 1. Asal-usul atau sumber batuan
sedimen (provenance) 2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan
gunungapi atau kombinasi di antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses
transportasinya. 3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar
(danau, sungai), di pantai atau di laut (dangkal atau dalam). 4. Diagenesa dan lain-
lain. 

Anda mungkin juga menyukai