Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rifqi Rayanda Kurniawan

NIM : 1174050143
Jurusan: Jurnalistik
Mata Kuliah: SP Ilmu Hadist
Dosen : Dr. Bahrudin M, Ag
TUGAS 10
Jawaban

1. Hadits maudhu’ ialah apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. dibuat secara
dusta apa-apa yang tidak dikatakan, tidak diperbuat dan tidak ditaqrirkan Rasulullah
Saw. Dan hadits palsu ialah hadits yang di dalam sanadnya (umumnya) ada seorang
atau beberapa orang rawi yang pendusta.
2. Sebab-sebab Pemalsuan Hadis:
a. Pertentangan Politik
b. Fanatisme Madzhab Teologi
c. Fanaitisme Madzhab Fiqh
d. Kaum Zindiq
e. Fanatisme Kabilah dan Bangsa
f. Menjilat Para Penguasa dan Sebab-Sebab lain

3. Tanda-tanda Hadis Palsu


A. Dari Sanad
 Dalam sanadnya ada seorang pendusta
 Pengakuan langsung dari pemalsu hadis
 Pengakuan tdk langsung dari pemalsu hadis
 Kecenderungan perawi sendiri
B. Dari Segi Matan
 Matannya janggal/cacat pada makna
 Riwayatnya bertentangan dg al-Quran/hadis mutawatir atau ijma`
 Riwayat yg bertentangan dg akal sehat
 Riwayat yg bertentangan dg fakta
 Riwayat yg bertentangan dg musyahadah
 Riwayat yg menjanjikan pahala yang terlalu besar utk amal yg kecil atau
sebaliknya
 Mengandung perkataan yang tidak menyerupai perkataan seorang Nabi
 Matan hadis bertentangan dengan hadis yang sahih
 Matan mengandung sesuatu yang mustahil dan ditolak akal sehat
 Matan mengandung sesuatu yang buruk dan lucu
4. Mengisnadkan yaitu artinya menjelaskan sumber hadist, sebagian dari mereka
mengibaratkan hadist tanpa isnad dengan rumah tanpa atap dan tiang penyangga.
Dengan mengisnadkan hadistnya, seorang perawi hadist telah lepas dari tanggung
jawab. Ia meyakini keshahihan hadist yang diriwayatkannya jika sanad hadist yang
muttashil sampai ke Rasulullah SAW.
5. Para ulama berijmak bahwa haram membuat hadits-hadits maudhu’, yang berarti juga
haram meriwayatkan atau menyebarkan hadits-hadits maudhu’ padahal ia mengetahui
dengan yakin atau zann kedudukan hadits tersebut adalah maudhu’. Tapi jika
meriwayatkan hadits-hadits maudhu’  dan menyebutkan kedudukan hadits tersebut
sebagai maudhu’,  tidak ada masalah. Sebab dengan menerangkan kedudukan hadits
tersebut membuat orang bisa bisa membedakan antara hadits yang sahih dengan yang
maudhu’ dan sekaligus dapat menjaga Sunnah dari perkara-perkara yang tidak benar.

Anda mungkin juga menyukai