Anda di halaman 1dari 16

Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 459

TIPOLOGI RUMAH TRADISIONAL KAMPUNG WANA


DI LAMPUNG TIMUR

TYPOLOGY OF TRADITIONAL HOUSE OF WANA VILLAGE IN EAST


LAMPUNG

Ani Rostiyati
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung
e-mail: anirostiyati@yahoo.com

Naskah Diterima: 20 Juni 2013 Naskah Direvisi: 22 Juli 2013 Naskah Disetujui: 1 Agustus 2013

Abstrak
Tipologi rumah tradisional Kampung Wana merupakan gambaran mengenai bentuk,
denah, tata ruang yang tercermin melalui kebudayaan masyarakat Kampung Wana terhadap
lingkungan alam dan sosialnya. Dalam konteks itu, tipologi rumah tradisional di Kampung Wana
terkandung aspek kosmologis berupa adaptasi terhadap lingkungan alam dan nilai-nilai yang
memiliki makna sebagai pengatur kehidupan masyarakat untuk menciptakan tertib sosial. Namun,
dalam perkembangan teknologi dan kemajuan zaman bukan tidak mungkin arsitektur rumah
tradisional khususnya mengenai tipologi dan bentuk rumah tersebut mengalami perubahan, jika
demikian bagaimana prospek tipologi rumah tradisional pada masyarakat di Kampung Wana ke
depan manakala mereka tetap bertahan, ataupun sebaliknya, bagaimana mereka merespon
perubahan itu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan penelitian
etnografi. Bila dilihat dari kedalaman analisisnya, maka jenis penelitian bersifat deskriptif, yakni
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan. Penelitian deskriptif menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta
mengenai populasi atau bidang tertentu, dalam hal ini tentang tipologi arsitektur rumah tradisional
pada masyarakat Kampung Wana. Adapun pengambilan data melalui observasi, wawancara
mendalam pada sejumlah informan, dan studi pustaka. Untuk pengambilan gambar, dilakukan foto
dan membuat sketsa atau denah rumah.

Kata kunci: tipologi, rumah tradisional, Kampung Wana.

Abstract
The typology of traditional house of Kampung Wana is the image of shape, plans, and
lay-out depicted through the culture of Kampung Wana society towards their natural and social
environment. They contain cosmological aspects such as adaptation to the natural environment
and the values that control the lives of the people in creating social order. However, the
development of technology and the progress of the times have given way to changes in the
architecture of Kampung Wana’s traditional houses. Would they be preserved or how do they
endure in such changes? The author conducted qualitative approach and this is an ethnographic
research. From the depth of the analysis this is a descriptive research that is analyzing and
presenting data systematically in order to make it easy to be understood and to be concluded.
Descriptive research describes facts concerning certain population or field systematically and

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


460 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

accurately. Data were obtained through observation, in-depth interviews with a number of
informants and bibliographic study as well. The author also took picture and made sketches of the
house plans.
Keywords: typology, traditional houses, Kampung Wana.

A. PENDAHULUAN sekitar pemukimannya. Secara keseluruhan


Manusia memiliki kebutuhan- dari berbagai macam pendapat yang terkait
kebutuhan dasar yang dapat memberinya dengan arsitektur tersebut, dapat
rasa nyaman, aman dan tenang (Ember & disimpulkan, bahwa arsitektur tradisional
Ember, 1973:3-15). Salah satunya adalah merupakan suatu bangunan yang bentuk,
kebutuhan papan, khususnya tradisi tipologi, struktur, fungsi ragam hias, dan
membangun rumah. Adapun tradisi cara membuatnya diwariskan dari satu
membangun atau mendirikan sebuah generasi ke generasi berikutnya, serta
bangunan rumah, disadari atau tidak, dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk
merupakan sebuah tradisi berarsitektur 1 melaksanakan segala aktivitas kehidupan.
yang telah dilakukan oleh suku-suku Arsitektur rumah tradisional
bangsa di Indonesia sejak zaman dahulu. ditumbuhkembangkan oleh suatu
Setiap manusia memerlukan sebuah tempat masyarakat pendukung suatu kebudayaan
untuk berlindung dari panas dan hujan, sebagai cerminan dari kehidupan sosial
mereka mulai mendirikan sebuah masyarakat dan kebudayaannya. Karena
bangunan yang akhirnya menjadi tempat itu, arsitektur rumah tradisional sebagai
tinggal. Setiap suku bangsa memiliki perwujudan dari suatu masyarakat yang
bentuk arsitekturnya sendiri. Bentuk mempunyai pola kehidupan sosial yang
arsitektur di sini dapat juga dikatakan kuat dalam memegang teguh adat-istiadat.
bangunan serta bagaimana mendirikan Foster (1969-155) mengatakan
bangunannya. Arsitektur pada suatu suku bahwa arsitektur rumah tradisional tumbuh
bangsa selalu berhubungan dengan dalam suatu masyarakat sebagai cerminan
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut, dari kehidupan kebersamaan yang
adat-istiadat, iklim dan kondisi alam berkaitan dengan tempat dan waktu,
setempat, serta mata pencaharian. sehingga dapat memberikan gambaran
Adapun batasan tetang arsitektur tentang suatu bentuk, tipologi serta ruang
tradisional telah banyak diberikan oleh yang tercipta berdasarkan adaptasi alamiah
para ahli yang menaruh perhatian pada pada lingkungan natural, untuk
pemenuhan kebutuhan manusia akan menciptakan keselarasan sosial budaya
tempat tinggal dan lingkungan sosial di terhadap lingkungan alam yang ada di
sekelilingnya.
1
Berarsitektur, sebagaimana dimaksudkan oleh Sehubungan dengan itu maka di sini
Nicolas (2003), salah satu dari hasil karya akan mengkaji rumah tradisional yang ada
arsitektur adalah arsitektur rumah tradisional. di Lampung Timur yakni Kampung Wana
Arsitektur ini ditumbuhkembangkan oleh suatu Kecamatan Melinting. Seperti diketahui,
masyarakat tertentu tanpa arsitek yang setiap suku bangsa selalu memiliki
merupakan cerminan kehidupan sosial bangunan arsitektur tradisional sebagai
masyarakat suatu daerah. Lebih jauh lagi cermin dari kebudayaan yang
arsitektur rumah tradisional ada yang hadir
berdasarkan suatu komunitas yang mempunyai
ditumbuhkannya sendiri, sehingga
pola kehidupan sosial yang kuat dalam keberadaannya dapat memberikan ciri serta
memegang teguh adat. Jadi karya arsitektur identitas dari suatu suku bangsa sebagai
dibuat berdasarkan tradisi dalam hukum adat, pendukung suatu kebudayaan tersebut.
yaitu adanya aturan-aturan tertentu dalam Berkaitan dengan itu, arsitektur tradisional
estetika bentuk rupa, ruang dan tata cara yang beranekaragam tersebut perlu dikaji
membangun rumah secara tradisi. lebih dalam mengenai tipologi, struktur,

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 461

fungsi, dan maknanya. Untuk membatasi milik pribadi atau tanah warisan, karena
masalah, kajian ini lebih memfokuskan pada awal mendirikan rumah mereka
mengenai tipologi rumah tradisional. menebang hutan yang kemudian diakui
Dalam konteks itu, masalah yang diajukan menjadi miliknya. Keunikan lain adalah
adalah bagaimana tipologi (bentuk, tata arsitektur tradisional rumah masyarakat
ruang) rumah tradisional di Kampung Kampung Wana tidak saja dilihat sebagai
Wana dan apakah dengan adanya bentuk, tetapi juga sebagai ruang yang
perubahan kebudayaan yang sejalan terjadi karena kebutuhan, adat kebiasaan,
dengan perkembangan kemajuan zaman pandangan hidup, norma, dan tatanan nilai.
berpengaruh terhadap tipologi rumah Keunikan juga terlihat dari produk hutan
tradisional pada masyarakat Kampung sebagai bahan kayu pembuatan rumah dan
Wana. Jika demikian bagaimana prospek atap dengan kemiringan kurang lebih 45
rumah tradisional pada masyarakat di yang merupakan salah satu karakteristik
Kampung Wana ke depan manakala arsitektur tropis Asia.
mereka tetap bertahan, ataupun sebaliknya,
bagaimana mereka merespon perubahan B. METODE PENELITIAN
itu. Metode penelitian ini menggunakan
Penelitian ini mengambil lokasi di pendekatan kualitatif dan merupakan
Kampung Wana dengan alasan kampung penelitian etnografi. Etnografi adalah
ini memiliki ciri khas tersendiri, karena sebuah penelitian tentang masyarakat
hampir sebagian besar bentuk rumahnya (suku bangsa), dalam hal ini tentang
adalah rumah panggung yang berarsitektur masyarakat Kampung Wana, khususnya
tradisional dan sarat dengan makna serta tentang tipologi arsitektur rumah
nilai. Ditinjau dari fungsinya, rumah tradisionalnya. Pendekatan kualitatif yang
panggung digunakan untuk beradaptasi digunakan untuk menganalisis terhadap
dengan lingkungannya yakni menghindari dinamika hubungan antarfenomena yang
adanya banjir, hewan liar, tempat diamati dengan menggunakan logika
menyimpan kayu bakar atau hasil bumi, ilmiah. Pendekatan kualitatif ini tidak
dan gempa. Di Kampung Wana, eksistensi menekankan data-data yang bersifat angka
bentuk rumah panggung masih diterapkan, (numerikal), melainkan data yang bersifat
karena lingkungan kebun dan hutan masih gagasan, ide, nilai-nilai, dan pikiran yang
tetap menjadi lingkungan dominan di tidak bisa diukur dengan angka. Bila
kampung ini. Hirarki ruang rumah dilihat dari kedalaman analisisnya maka
panggung yang diterapkan dalam rumah jenis penelitian bersifat deskriptif, yakni
Kampung Wana ini cukup simpel dan menganalisis dan menyajikan fakta secara
linear dari bagian depan hingga belakang sistematik sehingga dapat lebih mudah
rumah. Dari hirarki tersebut sudah dapat untuk dipahami dan disimpulkan.
dibayangkan bahwa rumah dengan bentuk Penelitian deskriptif menggambarkan
linear adalah memanjang ke belakang. secara sistematik dan akurat fakta
Tapi dalam penerapannya ada 2 jenis ke- mengenai populasi atau bidang tertentu,
linearan yang dipakai, yaitu linear lurus dalam hal ini tentang tipologi arsitektur
dan linear L. Bentuk linear tersebut rumah tradisional pada masyarakat
dikarenakan tata ruang rumah harus sesuai Kampung Wana. Adapun pengambilan
dengan aturan adat yakni dari ruang data melalui observasi, wawancara
beranda depan ke arah belakang yakni mendalam pada sejumlah informan, dan
ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan studi pustaka. Untuk pengambilan gambar,
beranda samping. Keunikan inilah yang dilakukan dengan memotret dan membuat
menjadi alasan mengapa Kampung Wana sketsa atau denah.
menjadi lokasi penelitian. Adapun rumah
di Kampung Wana didirikan di atas tanah

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


462 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

petani. Pada mulanya mereka tidak


C. HASIL DAN BAHASAN mengenal pertanian sawah, mereka hanya
1. Kampung Wana bertani di ladang dan kebun, namun karena
Kampung Wana secara geografis pengaruh masuknya transmigran dari Jawa
berada di daerah pesisir timur Lampung lama kelamaan mengenal pertanian sawah.
Timur, tepatnya di Kecamatan Melinting. Oleh karena sistem pengairan kurang
Kampung Wana memiliki batas wilayah, bagus, maka pertanian sawah di Kampung
sebelah utara berbatasan dengan Desa Sri Wana menggunakan tadah hujan.
Bawono, sebelah barat dengan Desa Penduduk di Kampung Wana pada
Waringin Jaya, sebelah timur dengan Desa tahun 2012 tercatat 9348 jiwa, terdiri dari
Tanjung Haji, sebelah selatan dengan Desa 4799 laki-laki dan 4549 perempuan.
Tanjung Haji, dan sebelah selatan dengan Menurut usia, penduduk Kampung Wana
Desa Sumbarhardi. Menuju Kampung terdiri dari 0-15 tahun berjumlah 2555
Warna cukup mudah dijangkau karena jiwa, 16-55 tahun berjumlah 5552 orang,
telah dibangun infrastruktur berupa jalan dan di atas 55 tahun berjumlah 1241 orang.
raya melalui jalur Bandar Lampung-Jabing Jumlah usia produktif lebih banyak
Labuhan Meringgai dan melalui lintas dibandingkan dengan usia anak-anak dan
timur dengan rute jalan Bakauheni- lansia. Di bidang agama, masyarakat
Labuhan Maringgi-Jabing. Jarak Kampung Kampung Wana sebagian besar memeluk
Wana ke Kecamatan Melinting kurang agama Islam yakni 9291 orang, Katolik
lebih 2 Km, ke Kabupaten Lampung Timur berjumlah 38 orang, dan Hindu 19 orang.
kurang lebih 64 Km, dan ke ibu kota Komposisi penduduk berdasarkan
Bandar Lampung kurang lebih 85 Km. kelompok-kelompok etnik yang bermukim
Secara umum lahan di Kampung Wana di Kampung Wana meliputi kelompok
terbagi dalam beberapa bagian antara lain etnik orang Melinting yang merupakan
perladangan/kebun, pemukiman, sawah, kelompok etnik Lampung asli, kelompok
dan rawa. etnik Sunda, terutama yang berasal dari
Di Kampung Wana selain daerah Banten, serta kelompok etnik Jawa.
penduduk etnis asli Melinting juga
bermukim masyarakat etnis lain seperti 2. Rumah Kampung Wana
Jawa, Banten dan lainya. Tentu saja hal ini Sistem kekerabatan masyarakat
terkait dengan potensi ekonomi dan mata Kampung Wana yang merupakan orang
pencaharian yang menjanjikan di daerah Melinting pada dasarya adalah tipe
ini. Kelompok yang datang kemudian juga keluarga luas. Pada awalnya lahan maupun
tidak terlepas adanya program kolonisasi bahan untuk perumahan cukup tersedia,
Hindia-Belanda yang berlanjut ke era masing-masing anak yang telah menikah
transmigrasi di abad 20 oleh pemerintah umumnya langsung membuat rumah
Republik Indonesia. tinggal baru di sekitar rumah tinggal orang
Mata pencaharian utama penduduk tua laki-laki. Hal ini yang
Kampung Wana adalah bercocok tanam. melatarbelakangi pertumbuhan jumlah
Wilayahnya yang subur menjadikan rumah tinggal di satu permukiman
berbagai jenis tanaman tumbuh dengan tradisional etnik Lampung pada umumnya.
subur. Mata pencaharian utama penduduk Lahan rumah (petegian), adalah satu
pada umumnya adalah di bidang pertanian, areal yang dipergunakan untuk bangunan
terutama perkebunan lada dan pertanian rumah, termasuk bagian halaman yang
ladang (jagung, ketela, pisang, pepaya, belum ada bangunannya. Areal lahan ini
kelapa) serta bertanam padi rawa hujan. diolah, diratakan dan ditinggikan untuk
Wilayah Kampung Wana terdiri dari kemudian didirikan rumah serta
14 dusun atau 14 RW dan 53 RT. Sebagian ditempatkan umpak-umpak batu (pematu).
besar penduduknya adalah bekerja sebagai Umpak-umpak batu tersebut menjadi

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 463

tempat bertumpunya tiang-tiang kayu dan atau jendela, serta pahatan hias tiang-
bangunan. Samping kiri dan kanan tiang rumah, daun-daun pintu dan jendela,
halaman rumah, pada umumnya dibiarkan terutama yang nampak dari luar.
terbuka tanpa pagar pembatas, sehingga Sedangkan untuk rumah kebanyakan lebih
bisa berinteraksi secara bebas dengan sederhana ornamennya dan jenis kayu
tetangga. Hal itu juga mencerminkan yang digunakan bukan merbau. Jadi secara
adanya pola hubungan sosial yang erat umum rumah tinggal yang mewah maupun
serta terbuka antarkeluarga di Kampung kebanyakan hampir sama struktur
Wana, yang pada dasamya memiliki akar tipologisnya.
kekerabatan keluarga luas. Jika dipilah-pilah bentuk bangunan
Sekalipun telah ada gejala rumah panggung di daerah penelitian,
perubahan, khususnva pada penggunaan sebagaimana juga rumah panggung di lain
unsur bahan rumah tinggal, namun di tempat, terdiri dari bagian bawah (kaki),
Kampung Wana masih mempertahankan bagian tengah (badan), serta atas (atap).
bentuk arsitektur rumah tradisional Bagian bawah (kaki) bangunan yang
Lampung, sebagai sub budaya arsitektur dimaksud berupa tiang-tiang kayu yang
tradisionaI Sumatera umumnya, yakni disusun secara berderet melebar dan
rumah panggung yang menggunakan memanjang mengikuti denah rumah yang
bahan kayu. berbentuk persegi panjang, yang dalam
Secara umum rumah orang isti1ah setempat disebut mahanyuk’an.
Kampung Wana dapat dibagi ke dalam 2 Bagian melebar (bangkok) adalah bagian
tipe yakni rumah tinggal (hunian) dan yang tampak dari depan dan belakang
rumah sementara. Rumah tinggal adalah rumah, sedangkan memanjang (hanyukuni)
rumah yang dihuni oleh seluruh keluarga, adalah bagian yang tampak dari samping
sedangkan rumah sementara adalah yang rumah. Tiang-tiang kayu yang secara
berada di luar rumah tinggal yakni di teknis berfungsi sebagai penyangga atap
ladang (kebun). Sedangkan rumah tinggal serta pengikat bagian badan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan kualitas bertumpu pada umpak-umpak batu yang
bahan yang digunakan, pengolahan bahan, berfungsi sebagai fondasi bangunan
unsur-unsur ornamen serta ukuran luasnya, rumah. Bahan batuan dan batu umpak
yaitu tipe rumah mewah, tipe rumah biasa tersebut umumnya adalah jenis batuan
yang merupakan tipe kebanyakan, dan tipe andesit.
rumah sederhana. Rumah mewah dengan Bentuk rumah panggung
ukuran besar dimiliki oleh suku dagang menyisakan ruang bawah rumah, yaitu
yakni seorang pedagang yang kaya raya, ruang antara permukaan tanah dan bagian
sedangkan rumah kebanyakan dimiliki bawah lantai rumah yang lazim dikenal
oleh masyarakat biasa. Pada aspek ukuran sebagai kolong rumah (bah lamban).
luas, besarnya serta kualitas bahan, tipe Secara tradisi bagian bawah rumah ini
rumah mewah dan tipe rumah biasa biasa dimanfaatkan sebagai kandang ternak
sesungguhnya tidak banyak berbeda. (sapi, kambing, ayam), tempat menumbuk
Unsur pembeda dari keduanya yang paling padi, serta tempat penyimpanan peralatan
menonjol adalah pada aspek pengolahan pertanian atau rumah tangga dan kandang
bahan kayu serta unsur ornamennya, baik ternak. Pada awalnya di masa lampau
unsur ornamen pada bagian luar (eksterior) bagian ruang bawah tidak dimanfaatkan
maupun bagian dalam (interior) bangunan. secara khusus, hanya untuk menghindari
Tipe rumah mewah menggunakan unsur- ancaman binatang serta luapan air banjir.
unsur omamen berupa ukiran kayu, baik Namun dalam perkembangannya, bagian
ukiran tembus dengan motif-motif sulur bawah rumah tersebut dimanfaatkan
daun, flora, serta kaligrafi yang dibuat sebagai tempat pengolahan serta
pada bagian-bagian venilasi di atas pintu

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


464 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

penyimpanan hasil bumi seperti lada, menggunakan batang bambu yang disusun
merica, singkong, dan padi. serta diikat dengan rotan.
Pembagian fungsi atau tata ruang Ruang kedua setelah beranda adalah
bagian badan rumah pada rumah panggung ruang pertama di dalam rumah yang dalam
Kampung Wana mencerminkan nilai-nilai istilah setempat disebut ruang
serta aturan-aturan atau norma-norma pengidangan/luwah ragah/lapang luar.
pergaulan sosial keluarga. Berikut ini Ruang yang berdenah persegi empat sama
ruangan di rumah tradisional Kampung sisi itu berfungsi sebagai ruang
Wana, terdiri dari: musyawarah, ruang untuk kaum laki-laki
1. Tepas (teras depan) mengobrol, juga biasa dipakai sebagai
2. Ruang tamu (pengidangan ragah)  ruang tempat tidur laki-laki, termasuk ayah
laki-laki dan atau tamu laki-laki (dengan memasang
3. Ruang keluarga (pengidangan sebay)  tabir dan menggelar tikar dan kasur). Ayah
perempuan atau keluarga laki-laki tidak selamanya
4. Kamar (pates) tidur di kamar istrinya, kecuali pada saat
5. Kamar samping (juyou pates) melakukan hubungan sebagai suami istri.
6. Ruang penghubung (jembatan) Ruang ketiga setelah melewati ruang
7. Dapur (gakhang); dan pengidangan luwah/ragah melalui pintu
8. Beranda belakang (tadah embun) yang ada di tepi kanan atau tengah dinding
pemisah antarruang, adalah ruang lapang
Tepas (beranda atau teras terbuka), lom, yang memiliki ukuran sama luasnya
yaitu ruang lapang pertama setelah dengan ruang lapang luar. Ruang ini
menaiki tangga masuk rumah. Namun terbagi dalam empat fungsi ;
sebelumnya terdapat halaman atau 1. Sebagai ruang tempat musyawarah:
pekarangan depan rumah obrolan kaum wanita (pengidangan
(tengahbah/terambah) yaitu pekarangan sebay) yang juga biasa dipakai sebagai
bagian depan rumah yang biasa tempat tidur anak-anak wanita yang
dimanfaatkan sebagai tempat menjemur telah lepas menyusui atau tamu wanita.
hasil bumi. Sebenarnya di ujung tangga Sub ruang ini menempati belahan kiri
naik juga terdapat satu ruang kecil yang ruang dan arah depan yang
disebut gakhang hadap, yaitu tempat air bersambungan tanpa pembatas.
untuk membersihkan kaki sebelum masuk 2. Ruang makan untuk menjamu tamu
ke beranda. Tipe rumah mewah biasanya dekat.
memiliki dua buah tangga masuk yang 3. Ruang tidur (pates) yang diberi dinding-
ditempatkan ditepi kiri dan kanan depan dinding penyekat. Ruang tidur ini
rumah. Sedangkan rumah biasa posisi digunakan sebagai tempat tidur istri dan
tangga umumnya ditempatkan di tepi anak-anak yang masih menyusui.
kanan depan rumah. Sisi depan dan 4. Ruang yang sama luasnya disebut lembe
samping ruang beranda (tepas) ini terbuka pates yang berfungsi sebagai ruang
atau nampak dari luar yang diberi yang digunakan sewaktu-waktu untuk
pembatas pagar teralis kayu (kandang anggota keluarga sakit, uzur dan atau
rarang). Ruang beranda (tepas) berfungsi tempat memandikan jenazah anggota
untuk menerima tamu atau tempat anggota keluarga meninggal. Lembe pates bisa
keluarga bersantai melepas lelah, terutama pula dimanfaatkan sebagai tempat
pada siang hari. Lantai ruang beranda serta menaruh barang-barang rumah tangga.
bagian ruang yang lain untuk tipe rumah
mewah dan rumah biasa umumnya Ruang keempat dari badan rumah,
menggunakan lantai papan kayu. yakni ruang antara dapur dan lembe pates
Sedangkan tipe rumah sederhana yang disebut dengan jembatan atau
geragal. Pada rumah yang memiliki

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 465

ukuran lebih luas, antara ruang dapur kebun disebut kebau dan sapau. Kedua
dihubungkan oleh semacam bangunan jenis bangunan itu pada dasarnya hampir
koridor penghubung yang disebut sama yaitu berbentuk bangunan panggung
geragal/jembatan/jerambah. Bagian yang sangat sederhana dengan
geragal ini diberi atap yang sama menggunakan bahan-bahan yang ada di
tingginya dengan atap ruang dapur. Ruang sekitar kebun atau ladang. Denah
dapur menempati bagian ruang yang cukup bangunan lazimnya berbentuk segi empat
luas. Selain sebagai tempat tungku atau persegi panjang dengan ukuran sekitar
perapian (pawon/sakelak) untuk memasak 2 x 2 meter. Kedua jenis bangunan biasa
sehari-hari serta tempat menyimpan memakai atap alang-alang atau daun
persediaan bahan makanan, dapur juga rumbia. Bagian badan bangunan diberi
berfungsi sebagai tempat penyimpanan dinding penyekat dari bambu atau kayu.
berbagai peralatan memasak maupun Dalam tradisi berladang di wilayah
peralatan bertani. Lampung, jika kesuburan lahan telah
Seperti halnya di bagian depan jenuh, bangunan ini biasanya ditinggalkan
rumah, di bagian luar samping atau begitu saja hingga lapuk dan petani
belakang dapur terdapat pula sebuah kemudian membuat bangunan baru di
gakhang (gakhang dapur), yaitu ruang ladang atau kebun.
kecil tempat pencuci kaki sebelum Adapun bangunan masjid sebagai
memasuki rumah, yang menghubungkan tempat ibadah di Kampung Wana di masa
dapur dengan pekarangan samping atau lalu berbentuk bangunan panggung yang
belakang rumah. Saat ini, setelah terbuat dari bahan kayu. Namun saat ini
penduduk tidak banyak lagi yang masjid berupa bangunan tembok, hanya
memanfaatkan kuwayan yaitu tempat pada bagian atapnya masih memiliki
mandi dan mencuci di mata air dekat rawa, bentuk atap masjid tradisional, yaitu atap
gakhang dapur banyak yang difungsikan limas tumpang dua. Fungsi masjid selain
menjadi kamar mandi; tempat mencuci sebagai tempat sembahyang, pada
dengan memanfaatkan air dan sumur gali perkembangannya telah berganti fungsi
atau sumur pompa yang dibuat di menjadi bangunan sesat. Bangunan sesat
sekitarya. Air kotor mengucur ke bawah adalah bangunan adat etnik Lampung sejak
melalui sela-sela bambu yang menjadi masa pra-Islam yang berfungsi sebagai
lantai gakhang. tempat musyawarah adat. Di masa
Bagian atap bangunan pada mulanya berkembang agama Islam, berbagai
lazim menggunakan bahan daun rumbia, permusyawarahan adat dilaksanakan di
namun dewasa ini penggunaan bahan masjid.
rumbia mulai banyak ditinggalkan dengan Bangunan lain adalah tempat
memilih genting sebagai penggantinya. pengajian sebagai salah satu unsur
Atap rumah tradisional di Kampung Wana bangunan sarana sosial keagamaan.
berbentuk persegi panjang yang dikenal Tempat ini berfungsi sebagai tempat anak-
dengan istilah bubung perahu yang tampak anak dan remaja belajar membaca Al-
seperti perahu terbalik atau limas Quran. Selain bangunan masjid dan tempat
memanjang. mengaji, terdapat klaster-klaster
Adapun bangunan-bangunan lain pemakaman. Klaster pemakaman yang
yang terkait sebagai kebutuhan langsung dimaksud adalah areal pemakaman
dengan tradisi subsistensi serta agama dan keluarga dan umum. Klaster pemakaman
budaya masyarakat di Kampung Wana itu menempati areal lahan di dekat lahan
antara lain adalah bangunan di ladang dan rawa tadah hujan, yaitu pada areal lahan
kebun, masjid, tempat pengajian, sesat yang disebut sebagai areal hutan
(tempat musyawarah adat) serta penyangga air, di mana areal itu tidak
pemakaman. Bangunan di ladang atau

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


466 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

dimanfaatkan secara langsung sebagai juga yang memiliki rumah hunian yang
lahan pertanian penduduk. lebih kecil. Luas rumah tersebut ditentukan
Untuk lebih detailnya, berikut ini oleh status seseorang, yaitu kepemilikan
akan diuraikan tipologi rumah tradisional harta benda dan lahan yang digunakan
Kampung Wana. Tipologi yang dimaksud untuk hunian. Perbedaan luas tidak
meliputi bentuk keseluruhan bangunan berkaitan dengan status sosial seseorang,
berdasarkan denah, tata ruang, dan bentuk artinya baik rakyat biasa maupun tokoh
bangunan berdasarkan atap, serta ornamen- adat (penyimbang) dapat memiliki rumah
ornamen yang terdapat pada rumah dengan luas yang proporsional dengan
tersebut. Tipologi ini terbagi dua, yaitu lahan. Ada rakyat biasa yang memiliki
bangunan rumah tinggal dan rumah rumah yang lebih luas daripada
sementara. penyimbang; dan ada juga rumah
penyimbang yang lebih luas daripada
3. Tipologi Rumah rumah yang dimiliki oleh rakyat biasa.
Bagian ini menggambarkan tipologi Pola permukiman Kampung Wana
rumah hunian dan rumah sementara yang memiliki ciri mengikuti poros jalan.
terdapat di Kampung Wana. Rumah hunian Bentuknya persegi panjang dan wajah
adalah rumah yang dihuni oleh keluarga rumah yang menghadap ke jalan adalah
batih maupun luas. Rumah hunian berada bagian lebar atau bagian pendek dari
di lingkungan permukiman masyarakat rumah. Sedangkan bagian panjang dari
Kampung Wana. Adapun rumah tinggal rumah tersebut memanjang dari depan ke
sementara adalah rumah yang hanya dihuni belakang. Rumah hunian berarsitektur
pada waktu-waktu tertentu dan berada di tradisional dapat ditemui dengan ciri yang
luar permukiman. Rumah tinggal sangat mencolok yaitu rumah panggung
sementara berada di ladang atau sawah berbahan kayu dan umumnya berwarna
yang berdasarkan istilahnya terbagi dua, gelap karena bahan kayu yang dipakai
yaitu kebou dan sapeu. adalah kayu merbau atau kayu kenango.
Rumah-rumah tersebut memiliki tiang-
tiang yang kokoh dan dindingnya tersusun
dari papan kayu. Rumah panggung tersebut
berderet di sepanjang jalan utama
Kampung Wana.

1) Atap Rumah
Atap rumah merupakan bagian dari
struktur rumah yang berfungsi untuk
melindungi bangunan dan penghuninya
dari deraan terik matahari, hujan, serta
memberikan rasa aman bagi para penghuni
Gambar 1. Rumah di Kampung Wana rumah tersebut. Atap rumah menempati
posisi paling atas dari struktur rumah yang
a. Tipologi Rumah Hunian dibentuk sedemikian rupa untuk menutupi
Pada umumnya rumah hunian pada bangunan dan sekaligus mengalirkan air
masyarakat Kampung Wana adalah rumah hujan langsung ke tanah.
panggung berbentuk persegi panjang. Bentuk atap yang umum ditemui
Panjang dan lebar bangunan disesuaikan pada rumah tradisional Kampung Wana
dengan luas dan bentuk lahan yang adalah berbentuk limas seperti perahu
dimiliki oleh seseorang. Karenanya pada terbalik. Atap ini terdiri dari 4 (empat)
rumah hunian di Kampung Wana, dapat bagian atap yang dihubungkan oleh
ditemui variasi luas rumah, ada yang bubungan yang memanjang dari depan
memiliki rumah yang sangat luas dan ada

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 467

bangunan hingga bagian belakang 2) Tiang Rumah


bangunan. Pada bagian bawah atap Tiang atau akheui merupakan
dilengkapi dengan talang air agar aliran air komponen penting dalam rumah
hujan tidak terlalu deras menghujam tanah. tradisional Kampung Wana. Akheui yang
Bagian atap rumah tradisional Kampung digunakan dari kayu merbau, berbentuk
Wana berada sekitar kurang lebih 6 meter balok dengan tampak muka bujur sangkar,
dari permukaan tanah dan disangga oleh- berukuran sekitar 15 Cm x 15 Cm. Pada
tiang-tiang (akheui) yang berdiri dari tanah beberapa rumah terdapat akheui-akheui
hingga ujung bawah bagian dalam dari yang telah diprofil/dipahat untuk
atap. Akheui tersebut berada baik di luar menambah estetika.
maupun di dalam rumah untuk menyangga Akheui didirikan di atas tanah
seluruh bagian ruangan rumah, termasuk dengan menggunakan sebuah umpak dari
juga untuk menyangga atap. batu. Akheui merupakan penyangga rumah
Selain bentuk atap limas, terdapat panggung dan merupakan bagian utama
pula atap yang memiliki bentuk pelana. dari rangka rumah tradisional untuk
Atap seperti ini terdiri dari 2 bagian atap menopang lantai, dinding, dan atap.
yang dihubungkan oleh bubungan yang Karena fungsinya sebagai penopang,
memanjang dari depan ke belakang. akheui harus terbuat dari bahan kayu yang
Perbedaannya dengan atap limas adalah keras dan kuat seperti kayu merbau atau
pada bagian muka dan belakang dari atap setidaknya kayu kenango. Dengan jenis
ditutupi oleh papan kayu hingga bagian kayu demikian, selain kekuatan dalam
bawah bubungan. Sementara pada atap menopang rumah, kayu jenis tersebut
limas, bagian muka dan bagian belakang mengeluarkan semacam minyak yang
atapnya ditutup dengan genting. dapat mencegah serangan serangga
Pada masa dahulu, penutup atap pemakan kayu seperti rayap ataupun agas
rumah tradisional Kampung Wana dari (aneui), yaitu sejenis serangga pemakan
rumbia. Rumbia merupakan jenis kayu yang meninggalkan jejak berupa
pepohonan palem yang hidup di rawa butiran-butiran isi kayu yang halus.
sekitar Kampung Wana. Untuk membuat Umumnya pada sebuah rumah
atap dari rumbia, penduduk setempat terdapat 5-6 akheui di bagian depan dan
memilih daun rumbia tua dari pohon yang belakang rumah, sementara dari depan ke
masih muda. Daun rumbia merupakan belakang terdapat 24 akheui yang juga
bahan atap yang cukup baik dan sifatnya merupakan tanda pembatas ruangan dalam
tahan lama, namun demikian tiap tahun rumah. Akheui adalah kerangka rumah
perlu dilakukan penggantian rumbia. panggung yang saling berikatan satu
Penggunaan rumbia kini dengan yang lain melalui papan-papan
ditinggalkan seiring dengan berkurangnya penyambung. Dalam proses
pohon rumbia di Kampung Wana. penyambungannya, akheui-akheui tersebut
Berkurangnya pohon tersebut dikarenakan tidak menggunakan paku, melainkan
laju tekanan penduduk yang mendorong menggunakan pasak dari kayu yang sangat
terjadinya alih fungsi lahan, dari lahan kuat atau bambu betung yang telah tua.
produktif menjadi lahan hunian. Pada masa Pemasangan pasak-pasak tersebut
sekarang, seiring berkembangnya dilakukan dengan melubangi akheui-
teknologi, atap dari daun rumbia sudah akheui terlebih dahulu untuk kemudian
tidak ditemukan lagi dan beralih pada ditanamkan pasak-pasak pada bagian yang
penggunaan genting. Umumnya genting telah dilubangi tersebut.
yang digunakan berjenis genting palentong Selain akheui, penopang lantai
yang didatangkan dari Pulau Jawa. Genting adalah akheui tunggul. Akheui tunggul ini
tersebut mereka datangkan dari Banten tidak sampai ke atas dan tingginya hanya
atau Cirebon. mencapai bagian palang penahan papan

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


468 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

lantai rumah. Akheui tunggul tidak dapat dengan rumah yang memiliki 2 lapis
terlihat dari dalam rumah, namun akheui dinding papan, akheui-akheuinya tidak
ini dapat dilihat fungsinya sebagai terlihat karena tertutupi oleh dinding
penyangga apabila kita masuk ke bagian papan. Sebaliknya jika pemasangan
bawah (kolong). dinding papan berada di dalam rumah,
Seperti halnya akheui, pemasangan akheui akan terlihat dari luar rumah. Batas
akheui tunggul sebagai penopang papan ruangan lebih mudah diidentifikasi
lantai umumnya tidak menggunakan paku berdasarkan susunan akheui yang terlihat,
namun menggunakan pasak kayu atau pen. baik dari dalam rumah maupun dari luar
Dengan cara yang sama pada pasak akheui, rumah karena terdapat bagian dari akheui
papan-papan lantai, poros-poros akheui yang tidak tertutupi oleh dinding papan.
tunggul, dan kudo-kudo dilubangi terlebih Umumnya tinggi ruangan rumah
dahulu. Setelah dilubangi pasak-pasak untuk rumah tradisional Kampung Wana
kayu yang telah disiapkan kemudian bergantung pada panjang selembar papan
ditanam pada sambungan antara akheui yang dijadikan dinding. Tidak ada
tunggul dengan kudo-kudo dan antara keseragaman mengenai panjang lembaran
papan lantai dengan kudo-kudo. dinding papan tersebut untuk seluruh
rumah, ada rumah dengan papan dinding
3) Dinding yang memiliki panjang sekitar 2,5 M,
Dinding rumah tradisional Kampung rumah lainnya memiliki papan dinding 3
Wana terbuat dari papan kayu merbau atau M. Kebutuhan terhadap papan dinding
kenango. Perbedaan dari kedua jenis kayu dapat dihitung berdasarkan luas rumah,
tersebut adalah pada warna. Kayu merbau rata-rata memerlukan 200 papan untuk
memiliki warna yang kehitam-hitaman menjadi satu rumah.
sementara kayu kenango memiliki warna Untuk menahan dinding, terdapat
yang cenderung putih. Kedua kayu tesebut palang-palang horizontal yang tersambung
memiliki daya tahan yang tinggi terhadap pada akheui. Palang-palang tersebut
cuaca panas dan hujan juga tahan terhadap dipasak pada akheui sebelum ditempelkan
serangan serangga pemakan kayu. dinding papan. Setelah selesai dipasangi
Dinding pada rumah tradisional pasak dan terhubung pada akheui
Kampung Wana yang berusia tua pada kemudian papan-papan dinding mulai
umumnya tidak dilapisi cat melainkan dideretkan dan dipasangi pasak pada
dibiarkan warna asli dari kayu yang palang di bagian kiri dan kanan dari papan
digunakan. Untuk dinding rumah yang dinding tersebut untuk mengunci agar
berbahan kayu kenango akan nampak papan tidak bergerak ataupun bergeser.
berwarna keputih-putihan, sementara yang Pada ujung bawah dinding papan
berbahan kayu merbau akan tampak terdapat lantai dan di ujung atasnya adalah
berwarna coklat kehitam-hitaman. plafon. Dinding papan tidak dipasak baik
Walaupun tidak dilapisi cat, akan tetapi pada lantai maupun plafon, tetapi dibiarkan
rumah tetap kuat, karena bahan kayu bebas untuk mengurangi daya tekan. Hal
tersebut memiliki cairan minyak pelindung ini dimaksudkan jika lantai mengalami
sehingga daya tahan terhadap cuaca relatif tekanan akibat bobot yang berat, dinding
kuat. tidak terpengaruh oleh tekanan atas lantai
Dinding papan pada rumah tersebut dan dinding tetap berada pada
tradisional Kampung Wana biasanya posisinya. Termasuk jika lantai mengalami
terdiri dari 1 lapis papan saja, kecuali pada runtuh, dinding tidak akan terpengaruh
rumah milik suku dagang yang memiliki 2 karena tidak terkunci pada lantai.
lapis papan. Pada rumah yang memiliki 1
lapis papan, akheui dapat terlihat dari
dalam atau dari luar rumah. Berbeda

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 469

4) Lantai bawah tungku diberi batang pisang (gebog)


Lantai merupakan bagian dari rumah sebagai penahan panas, di atasnya
yang dijadikan pijakan dan tempat diamparkan papan-papan sebagai alas
aktivitas penghuni rumah. Lantai-lantai tungku dan diberi lapisan tanah/pasir untuk
pada rumah tradisional Kampung Wana mencegah bunga api yang dapat
terbuat dari deretan papan kayu merbau menimbulkan kebakaran pada kayu.
atau kayu kenango. Papan-papan lantai
tersebut berderet mengikuti bentuk 5) Pintu
ruangan dalam rumah tradisional Kampung Pintu pada rumah tradisional
Wana. Kampung Wana terbuat dari kayu merbau.
Dalam pemasangannya, antara satu Pintu depannya terdiri dari 4 (empat) daun
rumah dengan rumah yang lain terdapat pintu yang terdiri dari 2 daun pintu yang
adanya keseragaman. Pemasangan lantai terbuka keluar dan 2 daun pintu yang
rumah mengikuti pola vertikal terhadap terbuka ke dalam, sedangkan pintu di
bentuk ruangan atau bentuk rumah. Papan- dalam rumah bervariasi, ada yang memiliki
papan lantai dipasang memanjang dari 2 daun pintu dan adapula yang memiliki 1
muka rumah hingga ke bagian dalam daun pintu. Kekhasan yang dapat dilihat
rumah. Hal tersebut dilakukan karena pada pada bagian pintu adalah di bagian pintu
bagian bawah rumah terdapat akheui- masuk rumah atau pintu depan. Pintu
akheui tunggul yang berderet horizontal dibagian ini terdiri dari 2 daun pintu yang
terhadap bidang rumah. terbuka keluar yang bingkainya terbuat
Ukuran setiap papan lantai pada dari rangka kayu dan badannya terbuat dari
rumah tradisional Kampung Wana relatif papan. Dua daun pintu tersebut memiliki
memiliki kesamaan. Umumnya setiap ornamen yang berfungsi mengalirkan
lembar papan lantai kayu memiliki panjang udara masuk. Dua daun pintu di
mencapai 4 M dan lebar mencapai 0,25 M. belakangnya berbingkai kayu namun
Di bawah lantai papan, terdapat palang- badannya berupa kaca. Daun pintu tersebut
palang yang ditunjang oleh akheui tunggul. memiliki fungsi sebagai jalan masuk
Palang-palang tersebut berjarak antara 30 cahaya, terutama cahaya pada siang hari.
Cm-40 Cm setiap barisnya. Untuk Tinggi pintu dapat mencapai lebih
memperkuat dan mengunci lantai papan dari 2,5 meter dan pada daunnya terdapat
agar tidak bergerak dan stabil, pada lantai ornamen untuk memperindah daun pintu.
papan tersebut dipasang pasak kayu yang Selain itu, di atas daun pintu juga dapat
menembus papan hingga palang kayu yang ditemui ornamen yang selaras dengan
berada di bawahnya. Dengan terkuncinya ornamen daun pintu. Umumnya ornamen-
lantai kayu tersebut, maka lantai tidak ornamen pada pintu adalah daun melur
bergeser akibat pergerakan manusia di yang dikombinasikan dengan kaligrafi,
atasnya dan lantai kayu tersebut dapat bunga melati, ataupun binatang seperti ular
menahan beban berat di atasnya baik yang atau naga.
bersifat statis maupun dinamis.
Di bagian dapur, terdapat tungku 6) Jendela
(awu) yang bertumpu pada lantai papan Jendela pada rumah tradisional
rumah panggung. Berbeda dengan tungku Kampung Wana merupakan bagian penting
pada umumnya, tungku tersebut berdiri, sebagai sirkulasi udara dan tempat
ditunjang oleh susunan kerangka kayu masuknya cahaya matahari pada siang hari.
balok dan papan sebagai alas tungku. Di Setiap unit jendela terdiri dari kusen dan
bawah rumah, akheui tunggul, palang- daun jendela yang ukurannya relatif besar,
palang, dan lantai papan menjadi kekuatan hingga mencapai 1,2 M tingginya dengan
penyangga tungku tersebut. Beban tungku lebar setiap lembar daun jendela mencapai
menjadi bertambah karena pada bagian 0,5 M.

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


470 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

Seperti halnya pintu, jendela pada atau nasi dan terdapat alat dari kayu utuk
bagian depan rumah terdiri atas 4 daun memisahkan padi dari batang padi.
jendela. Jendela ini terdiri dari 2 daun
jendela yang terbuka keluar dan 1) Sapeu
bingkainya terbuat dari rangka kayu serta Sapeu merupakan bangunan
badannya terbuat dari papan. Dua daun sementara yang didirikan dari bambu
jendela pada bagian luar tersebut memiliki dengan bentuk yang sederhana dan
ornamen yang berfungsi sebagai ventilasi terbuka. Tiang bambunya berjumlah empat
udara. Daun jendela di bagian dalam terdiri dan tiang pada bagian depan lebih tinggi
dari bingkai kayu dan dilapisi kaca. Fungsi daripada bagian belakang. Atapnya
jendela kaca adalah sebagai jalan masuk berbahan rumbia yang mudah didapat di
cahaya pada siang hari. sekitar ladang. Pada bagian dalam hanya
Kusen jendela pada rumah terdapat tempat amparan bambu untuk
tradisional Kampung Wana bersatu dengan duduk atau menyimpan hasil bumi.
palang horizontal yang mengunci dinding Beberapa sapeu memiliki amparan tikar
papan. Dengan begitu, maka palang dapat yang menutupi deretan bambu tempat
memiliki fungsi ganda, selain sebagai duduk, beberapa sapeu lainnya tidak
pengunci dinding juga merupakan kusen dilengkapi dengan tikar, hanya deretan
sebagai dudukan jendela yang melintang bambu saja.
horizontal. Akheui sebagai tiang horizontal
dapat digunakan sebagai batang kusen
yang berdiri vertikal.

b. Tipologi Rumah Sementara


Rumah sementara di Kampung
Wana terbagi atas 2 (dua) jenis yaitu sapeu
dan kebau. Kedua rumah sementara ini
memiliki bentuk yang sangat sederhana
jika dibandingkan dengan rumah hunian.
Hal tersebut berkaitan dengan sifat rumah
yang hanya dihuni sementara waktu saja. Gambar 2. Sapeu
Baik sapeu maupun kabeu biasanya Sumber: Dok. APBNP 2013
terletak di ladang tadah hujan milik warga
Kampung Wana. Ladang tersebut berada b. Kebou
tidak jauh dari lokasi permukiman warga Berbeda dengan sapeu, kebou
Kampung Wana, baik di bagian utara merupakan bangunan yang lebih kompleks
maupun selatan dari permukiman. Rumah wujudnya. Kebou biasanya merupakan
sementara tersebut biasanya dipakai rumah panggung kecil yang memiliki
istirahat setelah bekerja di ladang atau juga ruangan untuk tidur dan dapur di
sebagai tempat penyimpanan sementara dalamnya. Selain untuk menyimpan hasil
hasil bumi yang baru dipanen (kebau). bumi, kebou dapat ditinggali untuk
Sedangkan sapeu biasanya hanya untuk sementara waktu, terutama saat menunggu
beristirahat, karena itu lebih kecil panen atau saat menanam padi.
bangunannya. Petani dapat menginap di Pada bangunan kebou, biasanya
rumah sementara tersebut saat menjelang bagian teras, rumah dan dapur bersatu
panen untuk menghindarkan padi dari dengan ruangan untuk tidur. Kebou
serangan binatang pemakan padi seperti memiliki kerangka yang terdiri dari 8 buah
tikus. Pada bangunan tersebut biasanya akheui untuk menopang badan rumah
juga dilengkapi tungku untuk memasak air dengan tinggi mencapai 2,5 meter.
Bangunan tersebut memiliki atap genting

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 471

dan dinding terbuat dari papan kayu dan Pengaruh ekonomi seperti bahan-
memiliki pintu lengkap dengan kuncinya, bahan dari kayu/papan karena sudah mulai
juga memiliki jendela yang dapat dibuka langka dan mahal, sudah banyak yang
tutup. diganti dengan bata/semen karena lebih
ekonomis. Ukuran besarnya rumah
disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan. Rumah sekarang tidak
sebesar rumah pada zaman dahulu lagi.
Cara mengerjakan bangunan umumnya
dilakukan dengan gotong royong, tetapi
sekarang sudah mulai melemah dan
dikerjakan oleh tenaga/tukang profesional
dengan sistem upah atau borongan. Kalau
dahulu dilakukan upacara secara lengkap
mulai dari sebelum mendirikan rumah dan
sesudah mendirikan rumah. Sekarang
Gambar 3. Kebou adanya pengaruh agama, upacara yang
Sumber: Dok. APBNP 2013 dilakukan mulai berkurang hanya semata-
mata bersifat do'a selamatan terutama pada
D. PENUTUP
waktu akan menempati rumah. Dalam
Tampak bahwa arsitektur rumah aspek pendidkan (ilmu pengetahuan) juga
tradisional merupakan bentuk hasil budaya memberi pengaruh dalam perubahan
yang memberi corak tersendiri dan arsitektur, khususnya dalam hal
menunjukkan nilai yang khas. Tipologi pertukangan. Kalau dahulu ada tukang
rumah tradisional di Kampung Wana yang benar-benar ahli dalam membuat
berkaitan dengan 3 sistem yakni sistem ornamen hiasan dan kayu, sekarang tukang
lingkungan, bangunan, dan manusia yang tersebut sangat sulit didapat bahkan tidak
diresapi dalam bentuk penataan ada lagi. Tukang sekarang tidak lagi
permukiman tersebut. Adanya aturan- memiliki kemampuan pengetahuan yang
aturan dalam pembuatan rumah tradisional sama dengan tukang dahulu, mereka lebih
di Kampung Wana seperti adanya ruang menggunakan cara-cara modern.
bawah rumah, pemakaian pen, pemilihan Dari uraian di atas, dapat dikatakan
kayu harus yang terbaik, bentuk atap bagaimana prospek tipologi rumah
perahu, dan lain sebagainya, bila dikaji tradisional Kampung Wana ke depan.
memberi keselarasan dalam lingkungan Masyarakat Kampung Wana pada dasarnya
dan keteraturan pada bangunan itu sendiri. masih mempertahankan rumah panggung
Dengan adanya perkembangan berarsitektur tradisional. Ini tampak dari
teknologi dan modernisasi, tentu ada keberadaan rumah panggung di Kampung
pergeseran atau perubahan. Perubahan Wana yang berjumlah lebih dari 60 persen
tersebut terutama karena pengaruh dari jumlah rumah keseluruhan. Meskipun
teknologi, ekonomi, agama dan demikian, tidak dipungkiri bangunan
pendidikan. Pengaruh teknologi misalnya tradisional di Kampung Wana dalam
kalau dahulu pemasangan bahan-bahan bentuk, tipologi dan fungsinya sudah mulai
bangunan tidak memakai paku melainkan berubah, banyak rumah yang sudah rusak
diikat atau pen, namun sekarang sudah atau roboh dimakan usia tidak dibangun
banyak yang menggunakan paku. Atap lagi menjadi rumah panggung. Dengan
bangunan biasanya memakai rumbia, alasan tidak memiliki dana dan harga kayu
namun dengan adanya teknologi dari luar mahal, maka mereka membangun atau
kemudian memakai genting. Batu bata dan merenovasi rumahnya dengan dinding
semen menggantikan kayu dan papan.

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


472 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

tembok dan bukan rumah panggung desainnya disesuaikan dengan


(rumah biasa). kebutuhan bangunan.
Secara umum, arsitektur rumah
tradisional khususnya tipologi Kampung
Wana masih tetap eksis meskipun arus DAFTAR SUMBER
modernisasi dan teknologi mulai menerpa.
Meskipun ada beberapa kondisi rumah 1. Buku
tradisional di Kampung Wana banyak yang Dagur, Antony Bagul. 1997.
sudah dimakan usia dan itu perlu Kebudayaan Manggarai Sebagai Salah
perbaikan. Jika tidak ada perhatian dari Satu Khasanah Kebudayaan Nasional,
Surabaya:Ubhara Press.
pemerintah dan adanya usaha-usaha
penyelamatan maka lambat laun akan Djafar. Hasan, dan W. Anwar Falah. 1995.
menuju kepunahan. Itu sebabnya upaya Prasasti Batu Dari Sumber Hadi Daerah
pelestarian salah satu warisan budaya Lampung Tengah (Suatu
bangsa ini perlu dilakukan. Informasi). Dalam Jurnal Penelitian
Balar No. 1
Dengan melihat tipologi (bentuk)
rumah tradisional Kampung Wana, Ember & Melvin Ember. 1973.
beberapa saran yang dapat diberikan Cultural Anthropology. New York:
adalah sebagai berikut: Appleton-Century- Crofts.
1. Masyarakat dapat mengadopsi tipologi Fatah, W. Anwar dan Tony Djubiantono. 1994.
rumah tradisional Kampung Wana yang Laporan Penemuan Situs Baru Di Desa
tanggap lingkungan dan tanggap Wana Kecamatan Perwakilan
bencana, khususnya gempa bumi. Meliting, Kabupaten Lampung Tengah.
2. Kampung Wana yang ditetapkan Balar Bandung.
sebagai destinasi pariwisata dan juga George M Foster, 1969.
merupakan world heritage dan mini Applied Anthropology Boston: Little B
architecture village, khususnya wisata rown.
budaya sejak tahun 1991, pemerintah Hadikusuma SH, Uhlman et all. 1985.
daerah perlu secara serius melestarikan Adat Istiadat Daerah Lampung. Proyek
dan mengupayakan pemeliharaan Inventarisasi dan Dokumentasi
rumah tradisional Kampung Wana Kebudayaan Daerah. Depdikbud Kanwil
dengan tepat. Salah satu cara adalah Propinsi Lampung.
memberi bantuan, merenovasi, atau Harun, Ismet Berlgawan. 2011.
mengupayakan harga kayu agar Arsitektur Rumah dan Permukiman
terjangkau. Jika tidak maka secara cepat Tradisional di Jawa Barat. Bandung:
rumah-rumah tradisional Kampung Dinas Parbud Prov. Jabar.
Wana akan musnah dan kehilangan
Kent, Susan. 1990.
statusnya sebagai world heritage. Domestic Architecture and The Use of
3. Diharapkan ada upaya pemerintah untuk Space. Cambridge University Press.
mensosialisasikan keberadaan arsitektur Cambridge.
tradisional Lampung dengan berbagai
aspeknya, agar menjadi lokal genius Koentjaraningrat. 1980.
Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
yang dibanggakan dan diperhitungkan
Aksara Baru.
oleh masyarakat lain.
4. Para perancang bangunan di daerah _____. 1981.
Lampung, terlebih perkantoran Beberapa Pokok Antropologi Sosial,
pemerintah maupun swasta bisa Jakarta: Dian Rakyat.
memasukkan unsur-unsur arsitektur _____. 1987.
tradisional Lampung ke dalam Kebudayaan, Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013


Tipologi Rumah Tradisional Kampung… (Ani Rostiyati) 473

Prasetya, Edhi. 2002.


Arsitektur Tradisional Cibal,
Manggarai, Flores Barat; Kajian Sistem
Budaya dan Lingkungan Permukiman,
Thesis Magister Teknik Arsitektur
Universitas Diponegoro.
Prijotomo, Joseph, 1997.
Materi Kuliah Arsitektur Nusantara,
Pasca Sarjana FTSP, ITS Surabaya.
Rapoport, Amos. 1969.
House Form and Culture. Prentice Hall
Inc. New York.
_____. 1982.
The Meaning of The Built Environment.
Sage Pubications Ltd. London.
Wiryoprawiro, Zein. 1993.
Ciri-Ciri Arsitektur Tradisional
Indonesia, Materi Kuliah SPA, FTSP
ITS, Surabaya.
Rusydi, Umar Drs. Et all. 1986/1987.
Arsitektur Tradisional Daerah
Lampung., Proyek Inventarisasi dan
Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Depdikbud Kanwil Propinsi Lampung.
Sayuti, Hasan. 1985.
Hubungan Lampung Dengan
Kesultanan Banten dan Palembang,
DalamPerspektif Sejarah, seminar
Sejarah Nasional IV, Depdikbud.
Saifudin Azwar. 1997.
MetodePenelitian. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.

2. Internet
“Melihat Kampung Wisata Wana, Kecamatan
Melinting”, diakses dari http:// www.
radarlampung.co.id, tanggal 27
Desember 2012.
Asal Mula Keratuan Ratu Melinting dan
Keratuan Darah Putih, diakses dari
http://bdlok.blogspot.com, tanggal 27
Desember 2012.

2013 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


474 Patanjala Vol. 5 No.3 September 2013: 459- 474

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2013

Anda mungkin juga menyukai