Tipologi Rumah Tradisional Kampung Wana Di Lampung
Tipologi Rumah Tradisional Kampung Wana Di Lampung
Ani Rostiyati
Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung
Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung – Bandung
e-mail: anirostiyati@yahoo.com
Naskah Diterima: 20 Juni 2013 Naskah Direvisi: 22 Juli 2013 Naskah Disetujui: 1 Agustus 2013
Abstrak
Tipologi rumah tradisional Kampung Wana merupakan gambaran mengenai bentuk,
denah, tata ruang yang tercermin melalui kebudayaan masyarakat Kampung Wana terhadap
lingkungan alam dan sosialnya. Dalam konteks itu, tipologi rumah tradisional di Kampung Wana
terkandung aspek kosmologis berupa adaptasi terhadap lingkungan alam dan nilai-nilai yang
memiliki makna sebagai pengatur kehidupan masyarakat untuk menciptakan tertib sosial. Namun,
dalam perkembangan teknologi dan kemajuan zaman bukan tidak mungkin arsitektur rumah
tradisional khususnya mengenai tipologi dan bentuk rumah tersebut mengalami perubahan, jika
demikian bagaimana prospek tipologi rumah tradisional pada masyarakat di Kampung Wana ke
depan manakala mereka tetap bertahan, ataupun sebaliknya, bagaimana mereka merespon
perubahan itu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan merupakan penelitian
etnografi. Bila dilihat dari kedalaman analisisnya, maka jenis penelitian bersifat deskriptif, yakni
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan. Penelitian deskriptif menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta
mengenai populasi atau bidang tertentu, dalam hal ini tentang tipologi arsitektur rumah tradisional
pada masyarakat Kampung Wana. Adapun pengambilan data melalui observasi, wawancara
mendalam pada sejumlah informan, dan studi pustaka. Untuk pengambilan gambar, dilakukan foto
dan membuat sketsa atau denah rumah.
Abstract
The typology of traditional house of Kampung Wana is the image of shape, plans, and
lay-out depicted through the culture of Kampung Wana society towards their natural and social
environment. They contain cosmological aspects such as adaptation to the natural environment
and the values that control the lives of the people in creating social order. However, the
development of technology and the progress of the times have given way to changes in the
architecture of Kampung Wana’s traditional houses. Would they be preserved or how do they
endure in such changes? The author conducted qualitative approach and this is an ethnographic
research. From the depth of the analysis this is a descriptive research that is analyzing and
presenting data systematically in order to make it easy to be understood and to be concluded.
Descriptive research describes facts concerning certain population or field systematically and
accurately. Data were obtained through observation, in-depth interviews with a number of
informants and bibliographic study as well. The author also took picture and made sketches of the
house plans.
Keywords: typology, traditional houses, Kampung Wana.
fungsi, dan maknanya. Untuk membatasi milik pribadi atau tanah warisan, karena
masalah, kajian ini lebih memfokuskan pada awal mendirikan rumah mereka
mengenai tipologi rumah tradisional. menebang hutan yang kemudian diakui
Dalam konteks itu, masalah yang diajukan menjadi miliknya. Keunikan lain adalah
adalah bagaimana tipologi (bentuk, tata arsitektur tradisional rumah masyarakat
ruang) rumah tradisional di Kampung Kampung Wana tidak saja dilihat sebagai
Wana dan apakah dengan adanya bentuk, tetapi juga sebagai ruang yang
perubahan kebudayaan yang sejalan terjadi karena kebutuhan, adat kebiasaan,
dengan perkembangan kemajuan zaman pandangan hidup, norma, dan tatanan nilai.
berpengaruh terhadap tipologi rumah Keunikan juga terlihat dari produk hutan
tradisional pada masyarakat Kampung sebagai bahan kayu pembuatan rumah dan
Wana. Jika demikian bagaimana prospek atap dengan kemiringan kurang lebih 45
rumah tradisional pada masyarakat di yang merupakan salah satu karakteristik
Kampung Wana ke depan manakala arsitektur tropis Asia.
mereka tetap bertahan, ataupun sebaliknya,
bagaimana mereka merespon perubahan B. METODE PENELITIAN
itu. Metode penelitian ini menggunakan
Penelitian ini mengambil lokasi di pendekatan kualitatif dan merupakan
Kampung Wana dengan alasan kampung penelitian etnografi. Etnografi adalah
ini memiliki ciri khas tersendiri, karena sebuah penelitian tentang masyarakat
hampir sebagian besar bentuk rumahnya (suku bangsa), dalam hal ini tentang
adalah rumah panggung yang berarsitektur masyarakat Kampung Wana, khususnya
tradisional dan sarat dengan makna serta tentang tipologi arsitektur rumah
nilai. Ditinjau dari fungsinya, rumah tradisionalnya. Pendekatan kualitatif yang
panggung digunakan untuk beradaptasi digunakan untuk menganalisis terhadap
dengan lingkungannya yakni menghindari dinamika hubungan antarfenomena yang
adanya banjir, hewan liar, tempat diamati dengan menggunakan logika
menyimpan kayu bakar atau hasil bumi, ilmiah. Pendekatan kualitatif ini tidak
dan gempa. Di Kampung Wana, eksistensi menekankan data-data yang bersifat angka
bentuk rumah panggung masih diterapkan, (numerikal), melainkan data yang bersifat
karena lingkungan kebun dan hutan masih gagasan, ide, nilai-nilai, dan pikiran yang
tetap menjadi lingkungan dominan di tidak bisa diukur dengan angka. Bila
kampung ini. Hirarki ruang rumah dilihat dari kedalaman analisisnya maka
panggung yang diterapkan dalam rumah jenis penelitian bersifat deskriptif, yakni
Kampung Wana ini cukup simpel dan menganalisis dan menyajikan fakta secara
linear dari bagian depan hingga belakang sistematik sehingga dapat lebih mudah
rumah. Dari hirarki tersebut sudah dapat untuk dipahami dan disimpulkan.
dibayangkan bahwa rumah dengan bentuk Penelitian deskriptif menggambarkan
linear adalah memanjang ke belakang. secara sistematik dan akurat fakta
Tapi dalam penerapannya ada 2 jenis ke- mengenai populasi atau bidang tertentu,
linearan yang dipakai, yaitu linear lurus dalam hal ini tentang tipologi arsitektur
dan linear L. Bentuk linear tersebut rumah tradisional pada masyarakat
dikarenakan tata ruang rumah harus sesuai Kampung Wana. Adapun pengambilan
dengan aturan adat yakni dari ruang data melalui observasi, wawancara
beranda depan ke arah belakang yakni mendalam pada sejumlah informan, dan
ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan studi pustaka. Untuk pengambilan gambar,
beranda samping. Keunikan inilah yang dilakukan dengan memotret dan membuat
menjadi alasan mengapa Kampung Wana sketsa atau denah.
menjadi lokasi penelitian. Adapun rumah
di Kampung Wana didirikan di atas tanah
tempat bertumpunya tiang-tiang kayu dan atau jendela, serta pahatan hias tiang-
bangunan. Samping kiri dan kanan tiang rumah, daun-daun pintu dan jendela,
halaman rumah, pada umumnya dibiarkan terutama yang nampak dari luar.
terbuka tanpa pagar pembatas, sehingga Sedangkan untuk rumah kebanyakan lebih
bisa berinteraksi secara bebas dengan sederhana ornamennya dan jenis kayu
tetangga. Hal itu juga mencerminkan yang digunakan bukan merbau. Jadi secara
adanya pola hubungan sosial yang erat umum rumah tinggal yang mewah maupun
serta terbuka antarkeluarga di Kampung kebanyakan hampir sama struktur
Wana, yang pada dasamya memiliki akar tipologisnya.
kekerabatan keluarga luas. Jika dipilah-pilah bentuk bangunan
Sekalipun telah ada gejala rumah panggung di daerah penelitian,
perubahan, khususnva pada penggunaan sebagaimana juga rumah panggung di lain
unsur bahan rumah tinggal, namun di tempat, terdiri dari bagian bawah (kaki),
Kampung Wana masih mempertahankan bagian tengah (badan), serta atas (atap).
bentuk arsitektur rumah tradisional Bagian bawah (kaki) bangunan yang
Lampung, sebagai sub budaya arsitektur dimaksud berupa tiang-tiang kayu yang
tradisionaI Sumatera umumnya, yakni disusun secara berderet melebar dan
rumah panggung yang menggunakan memanjang mengikuti denah rumah yang
bahan kayu. berbentuk persegi panjang, yang dalam
Secara umum rumah orang isti1ah setempat disebut mahanyuk’an.
Kampung Wana dapat dibagi ke dalam 2 Bagian melebar (bangkok) adalah bagian
tipe yakni rumah tinggal (hunian) dan yang tampak dari depan dan belakang
rumah sementara. Rumah tinggal adalah rumah, sedangkan memanjang (hanyukuni)
rumah yang dihuni oleh seluruh keluarga, adalah bagian yang tampak dari samping
sedangkan rumah sementara adalah yang rumah. Tiang-tiang kayu yang secara
berada di luar rumah tinggal yakni di teknis berfungsi sebagai penyangga atap
ladang (kebun). Sedangkan rumah tinggal serta pengikat bagian badan tersebut
dapat dibedakan berdasarkan kualitas bertumpu pada umpak-umpak batu yang
bahan yang digunakan, pengolahan bahan, berfungsi sebagai fondasi bangunan
unsur-unsur ornamen serta ukuran luasnya, rumah. Bahan batuan dan batu umpak
yaitu tipe rumah mewah, tipe rumah biasa tersebut umumnya adalah jenis batuan
yang merupakan tipe kebanyakan, dan tipe andesit.
rumah sederhana. Rumah mewah dengan Bentuk rumah panggung
ukuran besar dimiliki oleh suku dagang menyisakan ruang bawah rumah, yaitu
yakni seorang pedagang yang kaya raya, ruang antara permukaan tanah dan bagian
sedangkan rumah kebanyakan dimiliki bawah lantai rumah yang lazim dikenal
oleh masyarakat biasa. Pada aspek ukuran sebagai kolong rumah (bah lamban).
luas, besarnya serta kualitas bahan, tipe Secara tradisi bagian bawah rumah ini
rumah mewah dan tipe rumah biasa biasa dimanfaatkan sebagai kandang ternak
sesungguhnya tidak banyak berbeda. (sapi, kambing, ayam), tempat menumbuk
Unsur pembeda dari keduanya yang paling padi, serta tempat penyimpanan peralatan
menonjol adalah pada aspek pengolahan pertanian atau rumah tangga dan kandang
bahan kayu serta unsur ornamennya, baik ternak. Pada awalnya di masa lampau
unsur ornamen pada bagian luar (eksterior) bagian ruang bawah tidak dimanfaatkan
maupun bagian dalam (interior) bangunan. secara khusus, hanya untuk menghindari
Tipe rumah mewah menggunakan unsur- ancaman binatang serta luapan air banjir.
unsur omamen berupa ukiran kayu, baik Namun dalam perkembangannya, bagian
ukiran tembus dengan motif-motif sulur bawah rumah tersebut dimanfaatkan
daun, flora, serta kaligrafi yang dibuat sebagai tempat pengolahan serta
pada bagian-bagian venilasi di atas pintu
penyimpanan hasil bumi seperti lada, menggunakan batang bambu yang disusun
merica, singkong, dan padi. serta diikat dengan rotan.
Pembagian fungsi atau tata ruang Ruang kedua setelah beranda adalah
bagian badan rumah pada rumah panggung ruang pertama di dalam rumah yang dalam
Kampung Wana mencerminkan nilai-nilai istilah setempat disebut ruang
serta aturan-aturan atau norma-norma pengidangan/luwah ragah/lapang luar.
pergaulan sosial keluarga. Berikut ini Ruang yang berdenah persegi empat sama
ruangan di rumah tradisional Kampung sisi itu berfungsi sebagai ruang
Wana, terdiri dari: musyawarah, ruang untuk kaum laki-laki
1. Tepas (teras depan) mengobrol, juga biasa dipakai sebagai
2. Ruang tamu (pengidangan ragah) ruang tempat tidur laki-laki, termasuk ayah
laki-laki dan atau tamu laki-laki (dengan memasang
3. Ruang keluarga (pengidangan sebay) tabir dan menggelar tikar dan kasur). Ayah
perempuan atau keluarga laki-laki tidak selamanya
4. Kamar (pates) tidur di kamar istrinya, kecuali pada saat
5. Kamar samping (juyou pates) melakukan hubungan sebagai suami istri.
6. Ruang penghubung (jembatan) Ruang ketiga setelah melewati ruang
7. Dapur (gakhang); dan pengidangan luwah/ragah melalui pintu
8. Beranda belakang (tadah embun) yang ada di tepi kanan atau tengah dinding
pemisah antarruang, adalah ruang lapang
Tepas (beranda atau teras terbuka), lom, yang memiliki ukuran sama luasnya
yaitu ruang lapang pertama setelah dengan ruang lapang luar. Ruang ini
menaiki tangga masuk rumah. Namun terbagi dalam empat fungsi ;
sebelumnya terdapat halaman atau 1. Sebagai ruang tempat musyawarah:
pekarangan depan rumah obrolan kaum wanita (pengidangan
(tengahbah/terambah) yaitu pekarangan sebay) yang juga biasa dipakai sebagai
bagian depan rumah yang biasa tempat tidur anak-anak wanita yang
dimanfaatkan sebagai tempat menjemur telah lepas menyusui atau tamu wanita.
hasil bumi. Sebenarnya di ujung tangga Sub ruang ini menempati belahan kiri
naik juga terdapat satu ruang kecil yang ruang dan arah depan yang
disebut gakhang hadap, yaitu tempat air bersambungan tanpa pembatas.
untuk membersihkan kaki sebelum masuk 2. Ruang makan untuk menjamu tamu
ke beranda. Tipe rumah mewah biasanya dekat.
memiliki dua buah tangga masuk yang 3. Ruang tidur (pates) yang diberi dinding-
ditempatkan ditepi kiri dan kanan depan dinding penyekat. Ruang tidur ini
rumah. Sedangkan rumah biasa posisi digunakan sebagai tempat tidur istri dan
tangga umumnya ditempatkan di tepi anak-anak yang masih menyusui.
kanan depan rumah. Sisi depan dan 4. Ruang yang sama luasnya disebut lembe
samping ruang beranda (tepas) ini terbuka pates yang berfungsi sebagai ruang
atau nampak dari luar yang diberi yang digunakan sewaktu-waktu untuk
pembatas pagar teralis kayu (kandang anggota keluarga sakit, uzur dan atau
rarang). Ruang beranda (tepas) berfungsi tempat memandikan jenazah anggota
untuk menerima tamu atau tempat anggota keluarga meninggal. Lembe pates bisa
keluarga bersantai melepas lelah, terutama pula dimanfaatkan sebagai tempat
pada siang hari. Lantai ruang beranda serta menaruh barang-barang rumah tangga.
bagian ruang yang lain untuk tipe rumah
mewah dan rumah biasa umumnya Ruang keempat dari badan rumah,
menggunakan lantai papan kayu. yakni ruang antara dapur dan lembe pates
Sedangkan tipe rumah sederhana yang disebut dengan jembatan atau
geragal. Pada rumah yang memiliki
ukuran lebih luas, antara ruang dapur kebun disebut kebau dan sapau. Kedua
dihubungkan oleh semacam bangunan jenis bangunan itu pada dasarnya hampir
koridor penghubung yang disebut sama yaitu berbentuk bangunan panggung
geragal/jembatan/jerambah. Bagian yang sangat sederhana dengan
geragal ini diberi atap yang sama menggunakan bahan-bahan yang ada di
tingginya dengan atap ruang dapur. Ruang sekitar kebun atau ladang. Denah
dapur menempati bagian ruang yang cukup bangunan lazimnya berbentuk segi empat
luas. Selain sebagai tempat tungku atau persegi panjang dengan ukuran sekitar
perapian (pawon/sakelak) untuk memasak 2 x 2 meter. Kedua jenis bangunan biasa
sehari-hari serta tempat menyimpan memakai atap alang-alang atau daun
persediaan bahan makanan, dapur juga rumbia. Bagian badan bangunan diberi
berfungsi sebagai tempat penyimpanan dinding penyekat dari bambu atau kayu.
berbagai peralatan memasak maupun Dalam tradisi berladang di wilayah
peralatan bertani. Lampung, jika kesuburan lahan telah
Seperti halnya di bagian depan jenuh, bangunan ini biasanya ditinggalkan
rumah, di bagian luar samping atau begitu saja hingga lapuk dan petani
belakang dapur terdapat pula sebuah kemudian membuat bangunan baru di
gakhang (gakhang dapur), yaitu ruang ladang atau kebun.
kecil tempat pencuci kaki sebelum Adapun bangunan masjid sebagai
memasuki rumah, yang menghubungkan tempat ibadah di Kampung Wana di masa
dapur dengan pekarangan samping atau lalu berbentuk bangunan panggung yang
belakang rumah. Saat ini, setelah terbuat dari bahan kayu. Namun saat ini
penduduk tidak banyak lagi yang masjid berupa bangunan tembok, hanya
memanfaatkan kuwayan yaitu tempat pada bagian atapnya masih memiliki
mandi dan mencuci di mata air dekat rawa, bentuk atap masjid tradisional, yaitu atap
gakhang dapur banyak yang difungsikan limas tumpang dua. Fungsi masjid selain
menjadi kamar mandi; tempat mencuci sebagai tempat sembahyang, pada
dengan memanfaatkan air dan sumur gali perkembangannya telah berganti fungsi
atau sumur pompa yang dibuat di menjadi bangunan sesat. Bangunan sesat
sekitarya. Air kotor mengucur ke bawah adalah bangunan adat etnik Lampung sejak
melalui sela-sela bambu yang menjadi masa pra-Islam yang berfungsi sebagai
lantai gakhang. tempat musyawarah adat. Di masa
Bagian atap bangunan pada mulanya berkembang agama Islam, berbagai
lazim menggunakan bahan daun rumbia, permusyawarahan adat dilaksanakan di
namun dewasa ini penggunaan bahan masjid.
rumbia mulai banyak ditinggalkan dengan Bangunan lain adalah tempat
memilih genting sebagai penggantinya. pengajian sebagai salah satu unsur
Atap rumah tradisional di Kampung Wana bangunan sarana sosial keagamaan.
berbentuk persegi panjang yang dikenal Tempat ini berfungsi sebagai tempat anak-
dengan istilah bubung perahu yang tampak anak dan remaja belajar membaca Al-
seperti perahu terbalik atau limas Quran. Selain bangunan masjid dan tempat
memanjang. mengaji, terdapat klaster-klaster
Adapun bangunan-bangunan lain pemakaman. Klaster pemakaman yang
yang terkait sebagai kebutuhan langsung dimaksud adalah areal pemakaman
dengan tradisi subsistensi serta agama dan keluarga dan umum. Klaster pemakaman
budaya masyarakat di Kampung Wana itu menempati areal lahan di dekat lahan
antara lain adalah bangunan di ladang dan rawa tadah hujan, yaitu pada areal lahan
kebun, masjid, tempat pengajian, sesat yang disebut sebagai areal hutan
(tempat musyawarah adat) serta penyangga air, di mana areal itu tidak
pemakaman. Bangunan di ladang atau
dimanfaatkan secara langsung sebagai juga yang memiliki rumah hunian yang
lahan pertanian penduduk. lebih kecil. Luas rumah tersebut ditentukan
Untuk lebih detailnya, berikut ini oleh status seseorang, yaitu kepemilikan
akan diuraikan tipologi rumah tradisional harta benda dan lahan yang digunakan
Kampung Wana. Tipologi yang dimaksud untuk hunian. Perbedaan luas tidak
meliputi bentuk keseluruhan bangunan berkaitan dengan status sosial seseorang,
berdasarkan denah, tata ruang, dan bentuk artinya baik rakyat biasa maupun tokoh
bangunan berdasarkan atap, serta ornamen- adat (penyimbang) dapat memiliki rumah
ornamen yang terdapat pada rumah dengan luas yang proporsional dengan
tersebut. Tipologi ini terbagi dua, yaitu lahan. Ada rakyat biasa yang memiliki
bangunan rumah tinggal dan rumah rumah yang lebih luas daripada
sementara. penyimbang; dan ada juga rumah
penyimbang yang lebih luas daripada
3. Tipologi Rumah rumah yang dimiliki oleh rakyat biasa.
Bagian ini menggambarkan tipologi Pola permukiman Kampung Wana
rumah hunian dan rumah sementara yang memiliki ciri mengikuti poros jalan.
terdapat di Kampung Wana. Rumah hunian Bentuknya persegi panjang dan wajah
adalah rumah yang dihuni oleh keluarga rumah yang menghadap ke jalan adalah
batih maupun luas. Rumah hunian berada bagian lebar atau bagian pendek dari
di lingkungan permukiman masyarakat rumah. Sedangkan bagian panjang dari
Kampung Wana. Adapun rumah tinggal rumah tersebut memanjang dari depan ke
sementara adalah rumah yang hanya dihuni belakang. Rumah hunian berarsitektur
pada waktu-waktu tertentu dan berada di tradisional dapat ditemui dengan ciri yang
luar permukiman. Rumah tinggal sangat mencolok yaitu rumah panggung
sementara berada di ladang atau sawah berbahan kayu dan umumnya berwarna
yang berdasarkan istilahnya terbagi dua, gelap karena bahan kayu yang dipakai
yaitu kebou dan sapeu. adalah kayu merbau atau kayu kenango.
Rumah-rumah tersebut memiliki tiang-
tiang yang kokoh dan dindingnya tersusun
dari papan kayu. Rumah panggung tersebut
berderet di sepanjang jalan utama
Kampung Wana.
1) Atap Rumah
Atap rumah merupakan bagian dari
struktur rumah yang berfungsi untuk
melindungi bangunan dan penghuninya
dari deraan terik matahari, hujan, serta
memberikan rasa aman bagi para penghuni
Gambar 1. Rumah di Kampung Wana rumah tersebut. Atap rumah menempati
posisi paling atas dari struktur rumah yang
a. Tipologi Rumah Hunian dibentuk sedemikian rupa untuk menutupi
Pada umumnya rumah hunian pada bangunan dan sekaligus mengalirkan air
masyarakat Kampung Wana adalah rumah hujan langsung ke tanah.
panggung berbentuk persegi panjang. Bentuk atap yang umum ditemui
Panjang dan lebar bangunan disesuaikan pada rumah tradisional Kampung Wana
dengan luas dan bentuk lahan yang adalah berbentuk limas seperti perahu
dimiliki oleh seseorang. Karenanya pada terbalik. Atap ini terdiri dari 4 (empat)
rumah hunian di Kampung Wana, dapat bagian atap yang dihubungkan oleh
ditemui variasi luas rumah, ada yang bubungan yang memanjang dari depan
memiliki rumah yang sangat luas dan ada
lantai rumah. Akheui tunggul tidak dapat dengan rumah yang memiliki 2 lapis
terlihat dari dalam rumah, namun akheui dinding papan, akheui-akheuinya tidak
ini dapat dilihat fungsinya sebagai terlihat karena tertutupi oleh dinding
penyangga apabila kita masuk ke bagian papan. Sebaliknya jika pemasangan
bawah (kolong). dinding papan berada di dalam rumah,
Seperti halnya akheui, pemasangan akheui akan terlihat dari luar rumah. Batas
akheui tunggul sebagai penopang papan ruangan lebih mudah diidentifikasi
lantai umumnya tidak menggunakan paku berdasarkan susunan akheui yang terlihat,
namun menggunakan pasak kayu atau pen. baik dari dalam rumah maupun dari luar
Dengan cara yang sama pada pasak akheui, rumah karena terdapat bagian dari akheui
papan-papan lantai, poros-poros akheui yang tidak tertutupi oleh dinding papan.
tunggul, dan kudo-kudo dilubangi terlebih Umumnya tinggi ruangan rumah
dahulu. Setelah dilubangi pasak-pasak untuk rumah tradisional Kampung Wana
kayu yang telah disiapkan kemudian bergantung pada panjang selembar papan
ditanam pada sambungan antara akheui yang dijadikan dinding. Tidak ada
tunggul dengan kudo-kudo dan antara keseragaman mengenai panjang lembaran
papan lantai dengan kudo-kudo. dinding papan tersebut untuk seluruh
rumah, ada rumah dengan papan dinding
3) Dinding yang memiliki panjang sekitar 2,5 M,
Dinding rumah tradisional Kampung rumah lainnya memiliki papan dinding 3
Wana terbuat dari papan kayu merbau atau M. Kebutuhan terhadap papan dinding
kenango. Perbedaan dari kedua jenis kayu dapat dihitung berdasarkan luas rumah,
tersebut adalah pada warna. Kayu merbau rata-rata memerlukan 200 papan untuk
memiliki warna yang kehitam-hitaman menjadi satu rumah.
sementara kayu kenango memiliki warna Untuk menahan dinding, terdapat
yang cenderung putih. Kedua kayu tesebut palang-palang horizontal yang tersambung
memiliki daya tahan yang tinggi terhadap pada akheui. Palang-palang tersebut
cuaca panas dan hujan juga tahan terhadap dipasak pada akheui sebelum ditempelkan
serangan serangga pemakan kayu. dinding papan. Setelah selesai dipasangi
Dinding pada rumah tradisional pasak dan terhubung pada akheui
Kampung Wana yang berusia tua pada kemudian papan-papan dinding mulai
umumnya tidak dilapisi cat melainkan dideretkan dan dipasangi pasak pada
dibiarkan warna asli dari kayu yang palang di bagian kiri dan kanan dari papan
digunakan. Untuk dinding rumah yang dinding tersebut untuk mengunci agar
berbahan kayu kenango akan nampak papan tidak bergerak ataupun bergeser.
berwarna keputih-putihan, sementara yang Pada ujung bawah dinding papan
berbahan kayu merbau akan tampak terdapat lantai dan di ujung atasnya adalah
berwarna coklat kehitam-hitaman. plafon. Dinding papan tidak dipasak baik
Walaupun tidak dilapisi cat, akan tetapi pada lantai maupun plafon, tetapi dibiarkan
rumah tetap kuat, karena bahan kayu bebas untuk mengurangi daya tekan. Hal
tersebut memiliki cairan minyak pelindung ini dimaksudkan jika lantai mengalami
sehingga daya tahan terhadap cuaca relatif tekanan akibat bobot yang berat, dinding
kuat. tidak terpengaruh oleh tekanan atas lantai
Dinding papan pada rumah tersebut dan dinding tetap berada pada
tradisional Kampung Wana biasanya posisinya. Termasuk jika lantai mengalami
terdiri dari 1 lapis papan saja, kecuali pada runtuh, dinding tidak akan terpengaruh
rumah milik suku dagang yang memiliki 2 karena tidak terkunci pada lantai.
lapis papan. Pada rumah yang memiliki 1
lapis papan, akheui dapat terlihat dari
dalam atau dari luar rumah. Berbeda
Seperti halnya pintu, jendela pada atau nasi dan terdapat alat dari kayu utuk
bagian depan rumah terdiri atas 4 daun memisahkan padi dari batang padi.
jendela. Jendela ini terdiri dari 2 daun
jendela yang terbuka keluar dan 1) Sapeu
bingkainya terbuat dari rangka kayu serta Sapeu merupakan bangunan
badannya terbuat dari papan. Dua daun sementara yang didirikan dari bambu
jendela pada bagian luar tersebut memiliki dengan bentuk yang sederhana dan
ornamen yang berfungsi sebagai ventilasi terbuka. Tiang bambunya berjumlah empat
udara. Daun jendela di bagian dalam terdiri dan tiang pada bagian depan lebih tinggi
dari bingkai kayu dan dilapisi kaca. Fungsi daripada bagian belakang. Atapnya
jendela kaca adalah sebagai jalan masuk berbahan rumbia yang mudah didapat di
cahaya pada siang hari. sekitar ladang. Pada bagian dalam hanya
Kusen jendela pada rumah terdapat tempat amparan bambu untuk
tradisional Kampung Wana bersatu dengan duduk atau menyimpan hasil bumi.
palang horizontal yang mengunci dinding Beberapa sapeu memiliki amparan tikar
papan. Dengan begitu, maka palang dapat yang menutupi deretan bambu tempat
memiliki fungsi ganda, selain sebagai duduk, beberapa sapeu lainnya tidak
pengunci dinding juga merupakan kusen dilengkapi dengan tikar, hanya deretan
sebagai dudukan jendela yang melintang bambu saja.
horizontal. Akheui sebagai tiang horizontal
dapat digunakan sebagai batang kusen
yang berdiri vertikal.
dan dinding terbuat dari papan kayu dan Pengaruh ekonomi seperti bahan-
memiliki pintu lengkap dengan kuncinya, bahan dari kayu/papan karena sudah mulai
juga memiliki jendela yang dapat dibuka langka dan mahal, sudah banyak yang
tutup. diganti dengan bata/semen karena lebih
ekonomis. Ukuran besarnya rumah
disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan. Rumah sekarang tidak
sebesar rumah pada zaman dahulu lagi.
Cara mengerjakan bangunan umumnya
dilakukan dengan gotong royong, tetapi
sekarang sudah mulai melemah dan
dikerjakan oleh tenaga/tukang profesional
dengan sistem upah atau borongan. Kalau
dahulu dilakukan upacara secara lengkap
mulai dari sebelum mendirikan rumah dan
sesudah mendirikan rumah. Sekarang
Gambar 3. Kebou adanya pengaruh agama, upacara yang
Sumber: Dok. APBNP 2013 dilakukan mulai berkurang hanya semata-
mata bersifat do'a selamatan terutama pada
D. PENUTUP
waktu akan menempati rumah. Dalam
Tampak bahwa arsitektur rumah aspek pendidkan (ilmu pengetahuan) juga
tradisional merupakan bentuk hasil budaya memberi pengaruh dalam perubahan
yang memberi corak tersendiri dan arsitektur, khususnya dalam hal
menunjukkan nilai yang khas. Tipologi pertukangan. Kalau dahulu ada tukang
rumah tradisional di Kampung Wana yang benar-benar ahli dalam membuat
berkaitan dengan 3 sistem yakni sistem ornamen hiasan dan kayu, sekarang tukang
lingkungan, bangunan, dan manusia yang tersebut sangat sulit didapat bahkan tidak
diresapi dalam bentuk penataan ada lagi. Tukang sekarang tidak lagi
permukiman tersebut. Adanya aturan- memiliki kemampuan pengetahuan yang
aturan dalam pembuatan rumah tradisional sama dengan tukang dahulu, mereka lebih
di Kampung Wana seperti adanya ruang menggunakan cara-cara modern.
bawah rumah, pemakaian pen, pemilihan Dari uraian di atas, dapat dikatakan
kayu harus yang terbaik, bentuk atap bagaimana prospek tipologi rumah
perahu, dan lain sebagainya, bila dikaji tradisional Kampung Wana ke depan.
memberi keselarasan dalam lingkungan Masyarakat Kampung Wana pada dasarnya
dan keteraturan pada bangunan itu sendiri. masih mempertahankan rumah panggung
Dengan adanya perkembangan berarsitektur tradisional. Ini tampak dari
teknologi dan modernisasi, tentu ada keberadaan rumah panggung di Kampung
pergeseran atau perubahan. Perubahan Wana yang berjumlah lebih dari 60 persen
tersebut terutama karena pengaruh dari jumlah rumah keseluruhan. Meskipun
teknologi, ekonomi, agama dan demikian, tidak dipungkiri bangunan
pendidikan. Pengaruh teknologi misalnya tradisional di Kampung Wana dalam
kalau dahulu pemasangan bahan-bahan bentuk, tipologi dan fungsinya sudah mulai
bangunan tidak memakai paku melainkan berubah, banyak rumah yang sudah rusak
diikat atau pen, namun sekarang sudah atau roboh dimakan usia tidak dibangun
banyak yang menggunakan paku. Atap lagi menjadi rumah panggung. Dengan
bangunan biasanya memakai rumbia, alasan tidak memiliki dana dan harga kayu
namun dengan adanya teknologi dari luar mahal, maka mereka membangun atau
kemudian memakai genting. Batu bata dan merenovasi rumahnya dengan dinding
semen menggantikan kayu dan papan.
2. Internet
“Melihat Kampung Wisata Wana, Kecamatan
Melinting”, diakses dari http:// www.
radarlampung.co.id, tanggal 27
Desember 2012.
Asal Mula Keratuan Ratu Melinting dan
Keratuan Darah Putih, diakses dari
http://bdlok.blogspot.com, tanggal 27
Desember 2012.