TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Definisi
Istilah stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak (Price, 2005:1110). Menurut Muttaqin
(2008:128) Cerebro Vascular Accident (CVA) bleeding merupakan pendarahan
serebral dan mungkin pendarahan subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan
aktifitas atau saat aktif bisa juga terjadi saat istirahat.
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002: 2131)
1.1.2 Etiologi
Menurut Kowalak (2011:354) stroke secara khas terjadi karena salah satu
dari tiga penyebab berikut ini :
1) Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke dalam otak atau
trombosis pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran darah.
2) Emboli akibat pembentukan trombus diluar otak, seperti didalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis.
3) Perdarahan dari arteri atau vena intrakranialis seperti yang terjadi karena
hipertensi, ruptur aneurisma, malformasi arteriovenosa, trauma, gangguan
hemoragik, atau emboli septik.
Sedangkan menurut Kowalak (2011:354) faktor risiko yang sudah diketahui
sebagai prediposisi stroke meliputi :
1) Hipertensi
2) Riwayat stroke dalam keluarga
3) Riwayat serangan iskemia sepintas (Transient Ischaemic Attack)
4) Penyakit jantung termasuk aritmia, penyakit arteri koronaria, Infark Miokard
Akut, kardiomiopati, dilatasi dan penyakit valvuler
5) Diabetes
6) Hiperlipidemia familial
1
7) Kebiasaan merokok
8) Kebiasaan minum minuman keras
9) Obesitas
10) Gaya hidup serba instant
11) Penggunaan kontrasepsi oral
1.1.3 Klasifikasi
Stroke secara khas diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke
hemoragi (Kowalak, 2011:335).
1. Stroke Iskemik
80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab pada
orang berusia usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis
(Price, 2005:1131). erdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik
berdasarkan penyebab, yaitu:
a. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh halus hipertensif
dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam
beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Terdapat sindrom lakunar
yang sering dijumpai :
1. Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna
posterior.
2. Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula
interna
3. Stroke sensorik murni akibat infark talamus
4. Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan
yang canggung akibat infark pons basal.
b. Stroke Trombotik Pembuluh Besar Trombosis
pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah subtipe kedua
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi arterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau
yang lebih jarang dipangkal arteria serebri media atau di taut arteria
vertebralis dan basilaris.
2
c. Stroke Embolik
Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat
misalnya stroke arteria vertebtalis atau asal embolus.Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.Biasanya serangan terjadi
saat beraktivitas.Trombus ini sering bersangkut dibagian pembuluh yang
mengalami stenosis.Biasanya bekuan darah sangat kecil, frgamen-
fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui areria karotis atau
vertebralis.
d. Stroke Kriptogenik
Kelainan ini disebut kelainan tersembunyi dikarenakan pasien
mengalami oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas.
2. Stroke Hemoragi
Stroke hemoragik yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami
ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang sub araknoid atau
langsung kedalam jaringan otak.Perdarahan dapat dengan cepat
menimblkan gejala neurologik karena tekanan pada struktur-struktur saraf
di dalam tengkorak.ecara umum, menurut Price (2005:1120) perdarahan di
dalam tengkorak diklasifikasikan berdasarkan lokasi yaitu :
a. Perdarahan Intraserebrum (Parenkimatosa) Hipertensif
Sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi
dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh
kedalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan
intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga dan aktif,
sehingga kejadiannya sering disaksikan oleh orang lain. Perdarahan
yang terjadi langsung ke dalam ventrikel otak jarang dijumpai.
b. darahan Subaraknoid (PSA)
PSA memiliki dua kasus utama yaitu ruptur suatu aneurisma
vaskular dan trauma kepala.Kejadian ini berlangsung cepat, karena
perdarahan dapat masif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang
subaraknoid lapisan meningen. Terdapat empat penyulit utama yaitu :
1) Vasospasme reaktif disertai infark
2) Ruptur ulang
3) Hiponatremia
4) Hidrosefalus
3
1.1.4 Patofisiologi
1. Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat
aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien
umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi
hari. Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien
umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai
beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun
akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif
beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete
4
1.1.5 PATWAYS
5
1.1.6
6
Gambaran klinis stroke cukup beragam bergantung pada arteri yang terkena
serta daerah otak yang mengalami perdarahan, intensitas kerusakan, dan luas
sirkulasi kolateral yang terbentuk.
1. Menurut Kowalak (2011:336) keluhan umum stroke meliputi :
a. Kelemahan ekstremitas yang unilateral
b. Kesulitan bicara
c. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
d. Sakit kepala
e. Gangguan pengelihatan (diplopia, hemianosapsia, ptosis)
f. Rasa pening
g. Kecemasan
h. Perubahan tingkat kesadaran
2. Lesi pada arteri serebri media :
a. Afasia
b. Disfasia
c. Defisit pada lapangan pengelihatan
d. Hemiparesis pada sisi lesi (lebih berat pada wajah dan lengan
dibandingkan pada tungkai
3. Arteri Karotis
a. Kelemahan
b. Paralisis
c. Patriasi
d. Perubahan sensorik
e. Gangguan pengelihatan pada sisi lesi
f. Perubahan tingkat kesadaran
g. Bruits
h. Sakit kepala
i. Afasia
j. Ptosis
4. Arteri Vertebrobasilaris
a. Kelemahan pada sisi yang terkena
b. Patirasa disekitar bibir dan mulut
c. Defisit pada lapangan pengelihatan
d. Diplopia
e. Koordinasi yang buruk
f. Disfagia
g. Bicara yang pelo
7
h. Rasa pening
i. Nistagmus
j. Amnesia
k. Ataksia
5. Lesi pada ateri serebri anterior
a. Kebingungan
b. Kelemahan
c. Patirasa khususnya pada tungkai disisi lesi
d. Inkontinensia
e. Kehilangan koordinasi
f. Kerusakan fungsi motorik dan sensorik
g. Perubahan kepribadian
6. Lesi pada arteri serebri posterior
a. Defisit lapangan pengelihatan
b. Kerusakan motorik
c. Diskleksia
d. Perseverasi
e. Koma
f. Kebutaan kortikal
g. Keadaan tanpa paralisis
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Lumbal pungsi
Pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada pendarahan yang
massif, sedangkan pendarahan kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan berangsur-angsur turun
kembali.
c. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Muttaqin, 2008:141)
2. Angiografi serebral
8
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
pendarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rubtur
(Doenges, 2010:292).
3. Skan CT
Memperlihatkan adanya edema, hematoma (lokasi/letak, luasnya dan
jumlah pendarahan), iskemia dan adanya infark. (Doenges, 2010:292).
4. MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi
arteriovena (Doenges, 2010:292).
5. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Doenges, 2011:292).
1.1.8 Koplikasi
Komplikasi bervariasi menurut intensitas dan tipe stroke, menurut Kowalak
(2011:337) yaitu :
1. Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)
2. Edema serebral
3. Ketidakseimbangan cairan
4. Kerusakan sensorik
5. Infeksi seperti pneumonoa
6. Perubahan tingkat kesadaran
7. Aspirasi
8. Kontraktur
9. Emboli paru
10. Kematian
1.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000:19) Pengobatan stroke sedini mungkin hanya 3-6
jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Penatalaksanaan stroke akut di unit
gawat darurat meliputi:
1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC meliputi :
(1) Airway
Mempertahankan saluran napas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir dengan hati-hati, pertimbangkan intubasi bila kesadaran stuppor
atau koma (GCS < 8).
(2) Breathing
Berikan oksigenasi yang adekuat melalui oksigenasi nasal 2-4 lpm.
9
(3) Circulation
Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan
kecepatan 20ml/ jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa
5% dalam air dan salin 0,45% karena dapat memperhebat edema otak
mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termaksud
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
2) Protokol Penatalaksanaan Stroke hemoragik (Mansjoer, 2000:22)
(1) Singkirkan kemungkinan koagulapati, pastikan hasil masa protrombin
dan masa tromboplastin parsial adalah normal.
(2) Kendalikan hipertensi: berlawanan dengan infark serebri akut,
pendekatan pengendarian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan
pada pasien dengan pendarahan intraserebral akut, karena tekanan yang
tinggi dapat menyebabkan kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan
darah sistolik lebih dari 180 mmHg harus diturunkan sampai 150-180
mmHg.
(3) Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila perdarahan sereblum
diameter > 3cm atau volume > 50ml untuk dekompresi atau
pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksif akut.
(4) Beri cairan osmodiuretik seperti: manitol 20% (1kgBB, intravena dalam
20-30 menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-tanda tekanan
intracranial yang meninggi atau ancaman herniasi.
(5) Pertimbangkan fenitoin (10-20mg/KgBB intravena, kecepatan maksimal
50mg/menit, atau peroral) pada pasien dengan perdarahan luas dan
derajat kesadaran menurun atau berikan diazepam/ valium untuk
mengurangi kejang.
(6) Perdarahan intraserebral dapat dilakukan obati penyebabnya, tuurunkan
tekanan intracranial yang tinggi, berikan neuroprotektor, tindakan
evakuasi hematoma dengan mempertimbangkan usia dan skala koma
Glasgow (> 4), hanya dilakukan pada pasien dengan indikasi:
a. Pendarahan serebrum dengan diameter > 3 cm (kraniotomi
dekompresi)
b. Hidrosefalus akut akibat pendarahan intraventrikel atau serebrum
(VP shunting)
c. Pendarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda-tanda peninggian
tekanan intracranial akut dan ancaman herniasi.
(7) Tekanan Intrakranial yang meninggi pada pasien dapat diturunkan
dengan salah satu cara/gabungan berikut ini:
10
d. Manitol bolus, 1gr/KgBB dalam 30-3- menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0,25-0,5g/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam.
Target osmolaritas= 300-320mosmol/liter.
e. Gliserol 50% oral, 0,25-1g/kg setiap4-6jam atau gliserol 10%
intravena, 10 ml/KgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan
atau sedang.
f. Furosemid 1mg/KgBB intravena
g. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik
sampai PCO2= 29-35mmHg
h. Tindakan kraniotomi dekompresif
(8) Perdarahan subaraknoid dilakukan nimodipin dapat diberikan untuk
mencegah vasospasmepada pendarahan subaraknoid primer akut.
Tindakan operasi dapat dilakukan pada pendarahan subaraknoid stadium
akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruksif (VP shunting).
1.2 Konsep Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal, dan jam
MRS, nomor register, diagnosa medis (Tarwoto, 2013:145)
b. Keluhan Utama
Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala hebat, kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo tidak dapat berkomunikasi (Muttaqin,
2008:133).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar
(Muttaqin, 2008:133).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes (Doenges,1999:291). Ada riwayat hipertensi, stroke
sebelumnya, ada riwayat penyakit jantung, penggunaan obat-obat
antikoagulan (Muttaqin, 2008:133).
11
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada riwayat
stroke dari generasi terdahulu (Muttaqin, 2008:133).
f. Riwayat Alergi
Ada riwayat alergi seperti alergi makanan, obat, debu, bahan kimia
(Muttaqin, 2008:133).
g. Data Psikososialspiritual
Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan ansietas. Ada
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi. Faktor biaya juga mempengaruhi stabilitas emosi serta
pikiran klien dan keluarganya (Muttaqin, 2008:133).
h. Pola pemenuhan Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan temgkorak, disfagia
(Doenges,2010:291).
2. Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti inkotinensia urine, anuria
(Doenges,2011: 290).
3. Aktifitas dan Istirahat
Kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia) (Doenges,2001:290).
4. Hygine Perseorangan
5. Kesulitan untuk melakukan hygine perseorangan karena kelemahan
(Doenges,2010:290).
i. Pemeriksaan Fisik
1. Breathing (B1)
Ditemukan suara nafas tambahan (Ronkhi atau wheezing)
(Doenges,1999:292), lidah menutup ke belakang menutupi jalan
nafas sehingga terjadi sesak nafas atau dispneau, cheyne stoke, apneu,
SpO2 menurun (Muttaqin, 2008:135).
2. Blood (B2)
Peningkatan tekanan darah atau hipertensi masif (tekanan darah >200
mmHg) dan bradikardi (tanda-tanda PTIK), sianosis, pucat, akral
dingin (Muttaqin, 2008:135).
3. Brain (B3)
12
Sakit kepala, kesemutan, pengelihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, kesadaran menurun, pada wajah
terjadi paralisis, parese, reaksi pupil tidak sama (Doenges, 2010:291).
Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor,
semikomatosa (Muttaqin, 2008:135).
Pengkajian fungsi serebral (Muttaqin, 2008:135-136) :
a. Status mental : observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. pada klien stroke
tahap lanjut terjadi perubahan dalam status mental klien.
b. Fungsi intelektual : penurunan ingatan dan memori baik jangka
pendek maupun jangka panjang
c. Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan berbahasa tergantung
dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebral. Bila lesi
pada girus temporalis (area wernikce) superior akan didapatkan
disfasia repressif. Bila lesi pada bagian posterior dari girus
frontalis inferior (area broca) akan didapatkan disfasia ekspresif.
selain itu akan ditemukan juga gejala disartria dan apraksia.
Pengkajian sistem motorik: kehilangan volunter terhadap
gerakan motorik. didapatkan hemiplegia dan hemiparesis. Pada
penilaian kekuatan otot didapatkan tingkat 0 pada sisi yang sakit,
dan mengalami gangguan keseimbangan akibat hemiplegia dan
hemiparesis (Muttaqin, 2008:137-138).
Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya
respon terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual taktil, dan auditorius (Muttaqin, 2008138)
Pengkajian saraf cranial:
a. Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual- spasial (mendapatkan hubungan)dua atau
lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian ke bagian tubuh,
b. Saraf III, IV, dan VI, jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot- otot okularis didapatkan
13
penurunan kemampuan gerakan konjukgat unilateral di
sisiyang sakit.
c. Saraf V pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
syaraf trigeminus, penurunan kemampuan kordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi lateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
d. Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal , wajah
asimetris, dan wajah otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat.
e. Saraf IX dan X, kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
f. Saraf XII, lidah simetris, terdapfasikulasiat deviasi pada satu
sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
4. Bladder (B4)
Inkontinensia urine karena hilang atau berkurangnya sistem kontrol
sfingter, inkontenesia yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis yang meluas (Muttaqin, 2008:138).
5. Bowel (B5)
Didapatkan adanya kesulitan menelan, mual, muntah pada fase akut.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic
usus (Muttaqin, 2008:138).
6. Bone (B6)
Hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik. Pada kulit, jika
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit jelek. Tanda dekubitus terutama daerah
menonjol.Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia. (Muttaqin,2008:139).
7. Sistem Integumen
8. Jika pasien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik
(Muttaqin,2008:139).
14
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Definisi :Keterbatasan dalam gerak fisik atau satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
dan terarah.
15
020101 Menjaankan kursi roda dalam jarak sedang
INDIKATOR 1 2 3 4 5
020001 Menopang 1 2 3 4 5 NA
berat
badan
020002 Berjalan 1 2 3 4 5 NA
langkah
yang
efektif
020003 Berjalan 1 2 3 4 5 NA
pelan
020004 Berjalan 1 2 3 4 5 NA
dengan
kecepatan
sedang
020005 Berjalan 1 2 3 4 5 NA
dengan
cepat
020006 Berjalan 1 2 3 4 5 N
menaiki A
tangga
020007 Berjalan 1 2 3 4 5 N
menuruni A
tangga
020008 Berjalan 1 2 3 4 5 N
menanjak A
020009 Berjalan 1 2 3 4 5 N
16
menurun A
020010 Berjalan 1 2 3 4 5 N
dalam A
jarak yang
dekat (<1
blok/20
meter)
020011 Berjalan 1 2 3 4 5 N
dalam A
jarak yang
sedang
(>1 blok
<5 blok)
020012 Berjalan 1 2 3 4 5 N
dalam A
jarak yang
jauh (5
blok atau
lebih)
020014 Berjalan 1 2 3 4 5 N
mengelilin A
gi kamar
020015 Berjalan 1 2 3 4 5 N
mengelilin A
gi rumah
020016 Menyesuai 1 2 3 4 5 N
kan A
dengan
perbedaan
tekstur
permukaa
n/lantai
020017 Berjalan 1 2 3 4 5 N
mengelilin A
gi
rintangan
NIC
17
Peningkatan Mekanika Tubuh
Aktivitas – aktivitas :
18
NIC
19
NANDA
Intervensi Keperawatan
NANDA (00051)
20
Tidak biacara
Tidak dapat bicara
NOC
Komunikasi 0902
21
lain
Definisi: Penerimaan dan penafsiran terhadap pesan verbal dan/atau non verbal
22
090402 Interpretasi bahasa lisan 1 2 3 4 5
090403 Interpretasi foto dan 1 2 3 4 5
gambar
090404 Interpretasi bahasa 1 2 3 4 5
isyarat
090405 Interpretasi bahasa non 1 2 3 4 5
verbal
090406 Mengenali pesan yang 1 2 3 4 5
diterima
NIC
Aktivitas-aktivitas:
Lakukan atau atur pengkajian dan skrining rutin terkait dengan fungsi
pendengaran
Monitor akumukasi serumen yang berlebihan
Instruksikan pasien untuk tidak menggunakan benda asing yang lebih kecil
dari ujung jari pasien (misalnya, ujung aplikator kapas, penjepit, tusuk gigi,
dan benda tajam lainnya) untuk menghilangkan serumen
Bersihkan serumen yang berlebihan dengan ujung kain lap yang dipelintir
sambil menurunkan daun telinga (aurikula)
Pertimbangkan irigasi telinga untuk menghilangklan serumen yang
berlebihan, jika dengan cara menunggu, pengangkatan manual, dan agen
ceruminolitic tidak efektif
Catat dan dokumentasikan metode komunikasi yang disukai pasien (misalnya,
lisan, tertulis, membaca bibir, atau American sign languange) dalam rencana
perawatan
Dapatkan perhatian pasien sebelum berbicara (yaitu: mendapatkan perhatian
melalui sentuhan)
Hindari lingkungan yang berisik saat berkomunikasi
Hindari berkomunikasi lebih dari 2-3 kaki jauhnya dari pasien
Gunakan gerakan tubuh bila diperlukan
Dengarkan dengan penuh perhatian, sehingga memberikan waktu yang
adekuat bagi pasien untuk menanggapi dan memperoses komunikasi
Tahan diri untuk berteriak pada pasien
Fasilitasi pembacaan bibir dengan menghadap pasien langsung dengan
pencahayaan yang baik
Minta pasien untuk menyarankan strategi-strategi dalam rangka meningkatkan
komunikasi (misalnya, berbicara ke arah telinga yang lebih baik dan pindah
ke tempat dengan pencahayaan yang baik)
23
Hadapi pasien secara langsung, bangun kontak mata dan hindari berpaling
ditengah kalimat
Sederhanakan bahasa, dengan cara yang tepat (yaitu: tidak menggunakan
bahasa yang gaul dan gunakan kalimat-kalimat yang pendek dan sederhana)
Gunakan suara yang rendah dan lebih dalam ketika berbicara
Hindari “cara bicara seperti pada bayi” dan ekspresi yang berlebihan
Hindari merokok, mengunyah makanan atau permen karet, serta menutup
mulut ketika berbicara
Verifikasi apa yang dikatakan atau tuliskan dengan menggunakan respon
pasien sebelum melanjutkan (berbicara)
Fasilitasi penggunaan dan alat bantu pendengaran (misalnya, penguat telepon,
perangkat hardwire, modulasi frekuensi pribadi, dan komputer)
Lepaskan dan masukkan alat bantu dengar dengan benar
Lepaskan batrai alat bantu dengar ketika tidak digunakan selama beberapa
hari
Bersihkan earmold yang dapat dilepas, menggunakan larutan sabun ringan,
hilangkan kelembaban atau kotoran (debris) dengan kain lembut, dan hindari
alkohol isopropil, pelarut, dan minyak
Bersihlkan earmold yang tak dapat dilepas, dengan menggunakan kain basah,
hilangkan kelembaban atau kotoran (debris) dengan kain lembut, dan hindari
alkohol ispropil, pelarut, dan minyak
Periksa baterai alat bantu dengar secara rutin, diganti ketika diperlukan
Rujuk pada pedoman pabrik mengenai penggunaan, perawatan, dan
pemeliharaan yang tepat dari alat bantu dengar
Instruksikan pasien, tenaga keperawatan, dan keluarga mengenai penggunaan,
perawatan, serta pemeliharaan perangkat dan alat bantu pendengaran
Bantu pasien atau keluarga untuk memperoleh perangkat dan alat bantu bantu
pendengaran
Rujuk pada pemberi perawatan primer atau spesialis dalam rangka
mengevaluasi, pengobatan, dan rehabilitasi pendengaran
NIC
Aktivitas-aktivitas:
24
Sediakan metode alternatif menulis atau membaca, dengan cara yang tepat
Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien (misalnya,
berdiri didepan pasien saat berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian,
menyampaikan satu ide atau pemikiran pada suatu waktu, bicara pelan untuk
menghindari berteriak , gunakan komunikasi tertulis, atau bantuan keluarga
dalam memahami pembicaraan pasien)
Jaga lingkungan yang terstruktur dan pertahankan rutinitas [klien] (misalnya,
menjamin daftar harian yang konsisten, menyediakan pengingat dengan
sering, dan menyediakan serta tanda-tanda lain yang ada dilingkungan)
Modifikasi lingkungan untuk bisa meminimalkan kebisingan yang berlebihan
dan menurunkan distres emosi (misalnya, pembatasan kunjungan dan
membatrasi suara dari alat yang berlebihan)
Menjamin lampu pemanggil berada dalam jangkauan memberikan tanda pada
sistem pemanggil dengan cahaya untuk mengindikasikan bahwa pasien tidak
bisa berbicara
Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk menjamin akurasi
Instruksikan pasien untuk bicara pelan
Ungkapkan pertanyaan dimana pasien dapat menjawab dengan menggunakan
jawban sederhana ya atau tidak, waspada akan pasien dengan kondisi
ekspressive aphasia yang mungkin memberikan respons otomatis yang tidak
tepat
Kolaborasi bersama keluarga dan ahli atau terapis bahasa patologis untuk
mengembangan rencana agar bisa berkomunikasi secara efektif
Sediakan satu katub pada pasien dengan trakeostomi untuk mengganti
kebutuhan penggunaan jari yang bisa membuat macet pada daerah katub
Instruksikan pasien atau keluarga untuk menggunakan alat bantu bicara
setelah pembedahan laringektomi (misalnya, asophageal speech,
electrolarynges, tracheosophageal fistulas)
Ijinkan pasien untuk sering mendengar suara pembicaraan, dengan cara yang
tepat
Sediakan penguatan positif, dengan cara yang tepat
Gunakan penterjemah, jika diperlukan
Rujuk pasien kepada sistem dukungan yang ada komunitas (misalnya,
Asosiasi Internasional Laringektomi dan masyarakat Kanker Amerika/The
International Association of laryngectomees and American Cancer Society)
Sediakan rujukan pada terapis bicara patologis
Koordinasikan aktivitasi-aktivitas tim rehabilitasi
1.2.4 Evaluasi
1. Klien mampu melakukan ADL sendiri tanpa bantuan dari keluarga
2. Klien mengetahui pentingnya ambulasi dalam mengembangkan
mekanika tubuh dan melatih otot klien
3. Klien mampu menjaga kebersihan dirinya maupun lingkungan.
25
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (2014 ). Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Departemen Kesehatan : Jakarta.
Mardjono, Prof, Dr, Mohar ( 2014). Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta.
Sidharta, Prof, Dr, Priguna ( 2014). Neurologi Klinik Dasar Praktek Umum. Dian
Rakyat : Jakarta.
26