Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY A DENGANDIAGNOSA MEDIS GGK


DI RUANG HEMODIALISA

Oleh :

KRISEVI HANDAYANI
( 2017.C.09a.0895 )

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI
SARJANA KEPERAWATANTAHUN
AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Krisevi Handayani
NIM : 2017.C.09a.0895
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluandan Asuhan KeperawatanPada Ny.
ADengan Diagnosa Medis GGK ( Gagal Ginjal Kronik )
Di Ruang Hemodialisa
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan Studi Kasus ini telah disahkan oleh :


Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep. RimbaAprianti,S.Kep.,Ners.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A di ruang Hemodialisa”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria S.Kep.,Ners.Selaku Koordinator PPK IV
4. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian
asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi
kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini.Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik (GGK) kini telah menjadi masalah kesehatan serius
di dunia.Menurut WHO (2012) penyakit ginjal dan saluran kemih telah
menyebabkan kematian sebesar 850 ribu orang setiap tahunnya.Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke12 tertinggi angka
kematian.Menurut data Pernefri (2011), diperkirakan terdapat 70 ribu orang
penderita GGK dan yang menjalani hemodialisa sekitar 4-5 ribu orang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskesdas (2013), prevalensi penyakit GGK
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok
umur 35-44 tahun (0,3%), umur 4554 tahun (0,4%) dan umur 55-74 tahun (0,5%),
tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). Di Indonesia jumlah pasien
penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat pesat dengan angka kejadian pasien
gagal ginjal tahap akhir (GGTA) yang menjalani hemodialisa dari tahun 2012
sampai 2017 adalah 2077, 2039, 2594, 3556, dan 4344 (Prodjosudjadi et al, 2012).
Menurut data dari The United States Renal Data System (USRDS) tahun 2009
gagal ginjal tahap akhir (GGTA) sering ditemukan dan prevalensinya sekitar 10-
13 %. Di Amerika Serikat jumlahnya mencapai 25 juta orang, dan di Indonesia
diperkirakan 12,5 % atau sekitar 18 juta orang. Menurut data Dinas Kesehatan
Jawa Tengah jumlah penderita GGK di Jawa Tengah tahun 2004 rata-rata 169,54
kasus (Suhardjono, 2012). 2 GGK merupakan suatu sindrom klinis disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup
lanjut, serta bersifat persisten dan irreversibel (Mansjoer, 2012).Perubahan fungsi
ginjal mengakibatkan homeostasis cairan, elektrolit dan asam basa terganggu.
Gagal ginjal yang berada pada tahap yang lebih berat, tubulus tidak dapat lagi
menukar / untuk sehingga menyebabkan hiperkalemia yang berat yang nantinya
dapat memicu terjadinya henti jantung (Price dan Wilson, 2012)
Terapi hemodialisa harus dijalankan secara teratur agar dapat
mempertahankan fungsi ginjal yang stabil sehingga tidak mengalami kondisi
penyakit yang semakin parah. Pengaturan cairan, obat-obatan, aktivitas fisik dan
perubahan gaya hidup seperti diet merupakan penatalaksanaan yang harus
dipatuhi oleh pasien GGK (Hudak dan Gallo, 2011). Pasien yang menjalani
hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi
yang baik.Gizi kurang merupakan prediktor yang penting yang dapat
menyebabkan kematian pada pasien hemodialisa.Oleh karena itu perlu dilakukan
pemantauan asupan zat gizi bagi pasien hemodialisa. Asupan protein diharapkan
1–1,2 g/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi.
Makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan
untuk dikonsumsi.Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing
yang ada di tambah insensible water loss.Asupan natrium dibatasi guna
mengendalikan tekanan darah dan edema (Suwitra, 2012).Pasien GGK juga
diberikan diet rendah kalium karena pada pasien gagal ginjal biasanya
hiperkalemia yang berkaitan dengan oliguria.Oliguri(berkurangnya volume urin)
atau keadaan metabolik, dan obat-obatan yang mengandung kalium.Hiperkalemia
biasanya dicegah dengan penanganan yang cermat terhadap kandungan kalium
pada seluruh medikasi oral maupun intravena (Yaswir, 2012) Menurut Graber
(2012), pembatasan kalium pada pasien gagal ginjal sangat diperlukan untuk
mengontrol eksresi kalium karena adanya gangguan pada fungsi ginjal yang
mengakibatkan hiperkalemia.Asupan kalium diberikan 1560-2730 mg/ hari.
Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) terjadi apabila konsentrasi kalium
darah lebih dari 5 mEq/L darah (Sukandar, 2006). Pada pasien yang menjalani
hemodialisa, prevalensi hiperkalemia sekitar 5-10 %. Hiperkalemia menyebabkan
kematian pada 2-5 % pasien dengan gagal ginjal tahap akhir (Watson, 2010)
3.Ketidak seimbangan kalium merupakan salah satu gangguan serius yang dapat
terjadi pada gagal ginjal. Kadar kalium normal berada dalam rentang kadar kalium
plasma yang sempit sekali (3,5-5,5 mEq/L). Bila kadar kalium kurang dari 3,5
mEq/L dapat terjadi hipokalemia yang menyebabkan frekuensi denyut jantung
melambat (Darwis, 2011). Sedangkan peningkatan kadar kalium lebih dari 5
mEq/L dan terjadi hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia jantung, dan
konsentrasi kadar kalium yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung
atau fibrilasi jantung (Fischbach, 2009). Sekitar 90 % asupan normal yaitu sebesar
50-150 mEq/hari atau setara dengan 1950 – 5.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka dapat ditarik
rumusan masalah “Apakah terdapat hubungan antara kepatuhan diet dan asupan
kalium dengan kadar kalium pada pasien GGK rawat jalan yang menjalani
hemodialisa di RSUD Kabupaten Sukoharjo ?“.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untukmendapatkangambarantentangasuhankeperawatandengangagalginjal
kronis serta factor-faktor yang berhubungandenganmasalah tersebut.
1.3.2 Tujuankhusus
Adapun tujuan daripenulisan laporan diharapkanmahasiswamampu:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
dengan penyakit gagalginjal kronis.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyakitgagalginjal kronis.
3. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien
dengan penyakitgagalginjal kronis.
4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien
dengan penyakitgagalginjal kronis.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien
dengan penyakitgagalginjal kronis.

Masukkan manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi dan masukkan gambar
2.1.2 Definisi
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh
gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah (Smeltzer, 2000.

2.1.3 Anatomi Fisiologi


2.1.4 Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal.Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1) Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2) Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3) Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4) Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5) Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6) Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7) Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8) Nefropati obstruktif                           
a) Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b) Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan ureter

2.1.5 Klasifikasi
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
2.1.5.1 Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
1) Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2) Stadium II : Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
d) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
Ringan :40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
Sedang :15% - 40% fungsi ginjal normal
Kondisi berat :2% - 20% fungsi ginjal normal
3) Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
c) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2.1.5.2 KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
1) Stadium 1  : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2) Stadium 2  : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
3) Stadium 3   : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
4) Stadium 4   : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2)
5) Stadium 5   : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.

2.1.6 Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
2.1.6.1 Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal.Penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.BUN tidak hanya dipengaruhi
oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme
(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2.1.6.2 Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.Pasien sering
menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare
menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status
uremik.
2.1.6.3 Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan.Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus
gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat
(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.
2.1.6.4  Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
2.1.6.5 Ketidakseimbangan
Kalsium dan FosfatAbnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat.Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum
kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari
kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal
terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-
dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurunan
2.1.6.6 Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon.
Vesikuler

Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin

GFR Turun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam integritas kulit
Retensi air dan
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung

Edema Paru
Gangguan Gangguan Perfusi -Fatigue Mual, muntah
-Nyeri sendi Kelebihan
pertukaran Jaringan
Volume Cairan
Gas Gangguan Nutrisi
Intoleransi Aktivitas
2.1.7 Manifestasi klinis
2.1.7.1  Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
1) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa
sal.cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah
retikulosit normal.
2) Defisiensi hormone eritropoetinGinjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang
→ sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2.1.7.2 Kelainan Saluran cerna
1) Mual, muntah, hicthcupdikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
2) Stomatitis uremiaMukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
3) PankreatitisBerhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
2.1.7.3 Kelainan mata
2.1.7.4 Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Friction Rub Pericardial
2.1.7.5 Kelainan kulit
1) GatalTerutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
d) Kering bersisikKarena ureum meningkat menimbulkan
penimbunan kristal urea di bawah kulit
2)  Kulit mudah memar
3) Kulit kering dan bersisik
4) rambut tipis dan kasar
5)  Neuropsikiatri
2.1.7.6 Kelainan selaput serosa
2.1.7.7 Neurologi :
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan Perilaku
8) Kardiomegali.

2.1.8 Komplikasi
2.1.8.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2.1.8.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
2.1.8.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
2.1.8.4 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan
drah selama hemodialisa
2.1.8.5 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
2.1.8.6 Asidosis metabolic
2.1.8.7 Osteodistropi ginjal
2.1.8.8 Sepsis
2.1.8.9 neuropati perifer
2.1.8.10 hiperuremia
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
2.1.9.1 Laboratorium
1) Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
2) Ureum kreatinin.
3) Asam urat serum.
4) Identifikasi etiologi gagal ginjal
5) Analisis urin rutin
6) Mikrobiologi urin
2.1.9.2 Kimia darah
1) Elektrolit
2) Imunodiagnosis
2.1.9.3 Identifikasi perjalanan penyakit
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
2) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
3) FR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
a. Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau0,93 - 1,32
mL/detik/m2
b. Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau0,85 - 1,23
mL/detik/m2
c. Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
d. Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
e. Endokrin      :  PTH dan T3,T4
f. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk   ginjal, misalnya: infark miokard.
2.1.9.4 Diagnostik
1) Etiologi CKD dan terminal
2) Foto polos abdomen.
3) USG.
4) Nefrotogram.
5) Pielografi retrograde.
6) Pielografi antegrade.
2.1.9.5 Mictuating Cysto Urography (MCU).
1) Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
2) RetRogram
3) USG

2.1.10 Penatalaksanaan Medis


2.1.10.1 Terapi KonservatifPerubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk
setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif
bervariasi dari bulan sampai tahun.Tujuan terapi konservatif :
2.1.10.2 Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
1) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
2) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
3) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.1.10.3  Mencegah memburuknya  fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
2.1.10.4 Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia
2.1.10.5 Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia
7) Terapi setiap infeksi.
2.1.10.6 Terapi simtomatik
2.1.10.7  Asidosis metabolic Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat
meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mm
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan proses sistematik dari
pengumpulan,verifikasi data pasien (Potter& Perry, 2010). Pengkajian
keperawatan terhadapmasalah nausea dapat meliputi pengkajian khusus masalah
mual dan pengkajiansecara umum yang berhubungan dengan mual.Menurut PPNI
(2016) pengkajian pada pasien gagal ginjal kronikmenggunakan pengkajian
mendalam mengenai nausea dengan kategori psikologisserta subkategori nyeri
dan kenyamanan.Pengkajian yang dilakukan pada pasiennausea dengan gejala
mayor yaitu mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidakberminat makan. Gejala
minor yang perlu dikaji antara lain merasa asam di mulut,sensasi panas/dingin dan
sering menelan. Tanda minor yang perlu dikaji yaitusaliva meningkat, pucat,
diaphoresis, takikardia, pupil dilatasi.Aspek yang perlu dikaji pada gagal ginjal
kronis menurut (Muttaqin, 2011) terdiri dari :Identitas diri: nama, no rekam
medik, umur, jenis kelamin, diagnosa medis,nomor registrasi, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, serta tanggal dan waktu pengkajian.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
klienterhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baikyang berlangsung aktual maupun potensial.Merumuskan masalah
keperawatandengan pendekatan SDKI (PPNI, 2016), yaitu dengan Nausea
berhubungandengan gangguan biokimiawi.Tujuan dari diagnosis keperawatan
adalah untukmengidentifikasi respon klien individu, keluarga atau komunitas
terhadap situasiyang berkaitan dengan kesehatan.Diagnosa keperawatan dalam
masalah iniadalah nausea. Nausea adalah perasaan tidak nyaman pada bagian
belakangtenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah (Tim
Pokja SDKI,2016). Dalam standar diagnosis keperawatan Indonesia (SDKI)
nausea termasuk kedalam kategori psikologis dan subkategori nyeri dan
kenyamanan. Penyebabdari nausea adalah gangguan biokimiawi.Adapun gejala
dan tanda mayor darinausea adalah subjektif yaitu mengeluh mual, merasa ingin
muntah dan tidakberminat makan.Gejala dan tanda minor dari nausea secara
subjektif yaitu merasaasam dimulut, sensasi panas atau dingin, sering
menelan.Secara objektif yaitusaliva meningkat, pucat, diaphoresis, takikardia,
pupil dilatasi.Kondisi klinisterkait nausea adalah uremia.

2.2.3 Intervensi
Intervensi merupakan fase proses keperawatan untuk menyusun
tindakandengan pertimbangan yang sangat sistematis, mencangkup pembuatan
keputusandan penyelesaian masalah. Berikut adalah Intervensi menurut Standar
IntervensiKeperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia(SLKI) yang diberikan pada pasien dengan nausea

2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana
perawatmelaksanakan rencana atau intervensi yang sudah direncanakan. Tujuan
dariimplementasi adalah untuk mencapai tujuan dari apa yang telah
ditetapkanperawat dalam peningkatan kesehatan klien, pencegahan penyakit dan
pemulihankesehatan (Kozier& Erb, 2011).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan dimana
dalamtahap ini dapat menentukan keberhasilan pemberian asuhan keperawatan.
Evaluasipada dasarnya adalah membandingkan status kesehatan pasien dengan
tujuan ataukriteria hasil yang telah ditetapkan (Tarwoto& Wartonah, 2015).
Evaluasikeperawatan ini akan dicatat dan disesuaikan dengan setiap
diagnosekeperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data
subjektif(S) dan objektif (O), analisa permasalahan (A) yang dialami klien
berdasarkandata S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa
diatas.Adapun kriteria evaluasi untuk diagnose keperawatan nausea berdasarkan
SLKI adalah :
1. Nafsu makan meningkat
2. Keluhan mual menurun
3. Perasaan ingin muntah menurun
4. Sensasi panas menurun
5. Sensasi dingin menurun
6. Frekuensi menelan menurun
7. Diaphoresis menurun
8. Jumlah saliva menurun
9. Pucat membaik
10. Takikardi membaik
11. Dilatasi pupil membaik

2.3 Cara Kerja Alat Hemodialisa


2.3.1 Hemodialisa
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat
membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat
(konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih
rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis
atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari
selulosa atau bahan sintetik.Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat
berdifusi.Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori membran.Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen
disebut gradien konsentrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. Sehelai membran
sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus serta tubulus renal dan
bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.
2.3.1 Gambar Alat Hemodialisa

2.3.2 Indikasi
1) Penyakit dalam (Medikal)
a. ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
b. CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
c. Snake bite
d. Keracunan
e. Malaria falciparum fulminant
f. Leptospirosis
2) Ginekologi
a. APH
b. PPH
c. Septic abortion
3) Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
a. Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
b. Serum kreatinin > 2 mg%/hari
c. Hiperkalemia
d. Overload cairan yang parah
e. Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
4) Pada CRF:
a. BUN > 200 mg%
b. Creatinin > 8 mg%
c. Hiperkalemia
d. Asidosis metabolik yang parah
e. Uremic encepalopati
f. Overload cairan
g. Hb: < 8 gr% – 9 gr% siap-siap tranfusi

2.3.3 Peralatan
2.3.3.1 Dialiser (ginjal buatan)
Seperti inilah bentuk tipikal dari hollow fiber dializer.Di dalamnya
terdapat serabut yang memungkinkan darah untuk lewat.Cairan dialisis, yang
merupakan cairan pembersih dipompakan di antara serabut-serabut
tersebut.Serabut tersebut memiliki lubang-lubang halus yang memungkinkan air
dan sampah metabolisme terserap dalam cairan pembersih dan membawanya
keluar.
2.3.3.2 Dialiser Reuse
Unit Renal kadang menggunakan dialiser yang sama lebih dari satu kali
tindakan. Penggunaan dialiser berulang ini dinamakan reuse. Reuse merupakan
tindakan yang aman yaitu proses membersihkan dialiser sesuai dengan standart
prosedur yang telah teruji. Dialiser ini akan diuji kelayakannya terlebih dahulu
sebelum digunakan dan hanya digunakan pada satu orang untuk satu dialiser.
Sebelum tindakan cuci darah dilakukan, pastikan dialiser yang dipasang sesuai
dengan nama pasien pemilik.
2.3.3.3 Cairan Dialisis (Dialisat)
Cairan pencuci yang disebut dialisat, adalah cairan yang membantu
mengeluarkan sampah dan kelebihan air dari tubuh.Cairan ini terdiri dari zat
kimiawi yang membuatnya seperti spon. Dokter akan memberikan spesifikasi
cairan yang sesuai dengan keadaan pasien.
2.3.3.4 Akses Jarum (Fistula)
Beberapa pasien berfikir, jarum adalah bagian paling menakutkan dari cuci
darah. Kebanyakan pasien baru akan terbiasa dengannya setelah beberapa kali
menjalani cuci darah. Bila pasien merasa acara penusukan terasa sangat
menyakitkan, krim anestesi ataupun spray bisa digunakan untuk mengurangi rasa
sakit tersebut.Kebanyakan unit renal menggunakan dua jarum untuk memasukkan
dan mengeluarakan darah.Memang ada juga jarum khusus yang bisa digunakan
dengan duabukaan, tapi jarum ini dianggap kurang efisien dan memerlukan waktu
yang lebih lama.

2.3.4 Proses Hemodialisa


Hemodialisa dilakukan dengan alat yang disebut dialyzer. Mesin akan
memompa darah kita keluar dari tubuh secara sedikit demi sedikit untuk
kemudian dicuci dalam dialyzer ini. Dialyzer merupakan alat seperti filter dengan
ribuan serat halus yang akan menyaring semua zat berbahaya, cairan dan elektrolit
berlebih. Di dalam dialyzer terdapat cairan khusus yang disebut dialysate yang
mengandung cairan dan formula khusus yang berfungsi menyerap zat yang tidak
perlu dan menambahkan zat atau mineral atau elektrolit yang kurang.Komposisi
dialysate dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan cairan dan darah anda saat
melakukan hemodialisa. Karena itulah setiap kali akan melakukan hemodialisa
anda akan melalui pemeriksaan darah terlebih dahulu dulu untuk melihat
komposisi elektrolit dan berbagai komponen kimia darah dalam tubuh saat itu.
Setelah selesai disaring, maka darah yang sudah bersih akan dipompa kembali ke
dalam tubuh. Proses ini akan diulang berkali-kali hingga seluruh darah berhasil
disaring.

.
2.3.5 Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisa
a. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
b. Kran air dibuka
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk
kelubang atau saluran pembuangan
d. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
e. Hidupkan mesin
f. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
g. Matikan mesin hemodialisis
h. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis
j. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
2) Menyiapkan sirkulasi darah
a. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah)
diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
c. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer
dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
e. Set infus ke botol NaCl 0,9% – 500 cc
f. Hubungkan set infus ke slang arteri
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu
diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set”
di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
i. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
j. Buka klem dari infus set ABL, VBL
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit,
kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
l. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara
(tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500
cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan
menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20
menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan
“outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit,
siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
3) Persiapan pasien
a. Menimbang berat badan
b. Mengatur posisi pasien
c. Observasi keadaan umum
d. Observasi tanda-tanda vital
e. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1) Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2) Dengan external A-V shunt / schungula
3) Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)

2.4.6 Komplikasi
1) Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 November 2020 di Ruang
hemodialisa pukul 10.00 rumah sakit RSD. Sumber informasi didapatkan dari
pasien dan keluarga pasien.
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny.A
Umur :35Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Bangsa/suku : Dayak/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan :Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Katingan tengah
Tanggal Masuk : 12 November 2020
Diagnosa Medis : Chronic Kidney Disease (CKD)
2.1.1 Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan Sesak nafas.
2. Riwayat penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tanggal 12 November 2020.
Pada tanggal 24 Januari 2020, pasien mengalami sesak nafas serta nyeri dada
dan nyeri bagian belakang, kemudian keluarga pasien mnegantar pasien RSD
di ruang ROE selama 1 hari, dan langsung dilakukan tindakan keperawatan
terapi infus Line NS 500ml 20 Tpm, Inj. Furosemide 1 Ampl (IV), Transfusi
PRC. Pro 5 Kolf, 1 Kolf, Inj.Cefriaxone 2 x 1gr (IV), Almodipin (PO), Caco3
(PO).Lalu dianjurkan dirawat inap diruang bougenvel/ kamar 5 untuk
perawatan intensif.
3. Riwayat penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan memiliki penyakit asma dan ginjal
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami sakit yang
sama seperti pasien.
GENOGRAM KELUARGA :

Ket:
: Laki-laki : Tinggal Serumah
: Perempuan : Meninggal
: Pasien

3.1.3.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Pasien tampak lemas, kesadaran : Composmentis, terpasang Stopper sebelah
kananPenampilan : Kurang rapi, terpasang Oksigen Nasal canul 3 lpm
2. Status Mental
Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekpresi wajah tampak cemas,
bentuk badan pasien Sedang, pasien tidur Semi fowler, pasien berbicara
dengan jelas, suasana hati pasien Lemas dan penampilan pasien Kurang rapi.
Fungsi Kognitif:
Pasien mengetahui pagi, sore dan malam, pasien dapat membedakan keluarga
dan petugas kesehatan, pasien mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat
dirumah sakit RSD
3. Tanda-Tanda Vital
Saat pengkajian 24 Januari 2020, pukul 11:00 WIB Suhu tubuh pasien36,7ºC
tempat pemeriksaan axilla, nadi/HR 95 x/menit, pernapasan/RR 23 x/menit,
tekanan darah/BP 149/99 mmHg.
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada simetris,kebiasaan merokok 1 Batang/Hari, Nyeri Dada, Sesak
nafas, dengan type pernfasan dada dan perut, irama pernapasan teratur, suara
nafas vesikuler.
Masalah keperawatan yang muncul Pola Nafas Tidak Efektif
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Suara jantung normal lup dup (s1-s2), tidak ada peningkatan Vena Jugularis,
dan nyeri pada dada.
Masalah keperawatan yang muncul nyeri akut
6. Persyarafan (Brain)
Nilai GCS: E: 4 (Membuka mata spontan) V: 5 (Komunikasi verbal baik) M:
6 (mengikuti perintah)Total GSC: 15 (Normal), kesadaran compos mentis,
pupil Ny.A isokor tidak ada kelainan, reflex cahaya positif, nyeri pada dada ,
pasien lemas.
Hasil dari uji syaraf karnial, Nervus Kranial I (Olfaktori): pasien dapat
mencium bau-bauan,Nervus Kranial II (Optik): pasien dapat melihat dengan
jelas orang yang disekitarnya.Nervus Kranial III (Okulomotor): pupil pasien
dapat berkontraksi saat melihat cahaya.Nervus Kranial IV (Trokreal): pasien
dapat menggerakkan bola matanya ke atas dan ke bawah.Nervus KranialV
(Trigeminal): pasien dapat mengunyah makanan: Nasi lunak Nervus Kranial
VI (Abdusen): pasien dapat melihat ke samping.Nervus Kranial VII (Fasial):
pasien dapat tersenyum.Nervus Kranial VIII (Auditor): pasien dapat
mendengar perkataan Dokter, Perawat dan keluarganya. Nervus Kranial IX
(Glosofaringeal): pasien dapat membedakan rasa pahit, manis. Nervus
Kranial X (Vagus): pasien berbicara dengan jelas. Nervus Kranial XI
(Asesori): pasien dapat mengangkat bahunya. Nervus Kranial XII
(Hipoglosol): pasien tidak mengatur posisi lidahnya ke atas dan ke bawah..

7. Eliminasi Urin ( Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminasi urin pasien produksi urin 500 ml 3x/hari,
dengan warna kuning dan bau khas amoniak.
8. Eliminasi Alvi ( Bowel)
Bibir lembab, gigi kurang lengkap, gusi tidak ada peradangan, lidah pucat dan
lembab, mukosa tidak ada pembengkakkan, tonsil tidak ada peradangan. BAB
1x/perhari warna kuning konsistensi lunak, Bising usus normal, Tidak ada
masalah keperawatan
9. Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Ukuran otot simetris,kemampuan pergerakan sendi bebas, tulang belakang
normal, Ekstrimitas atas 5/5 Ekstrimitas bawah 5/5
Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
10. Kulit-kulit rambut
Suhu kulit hangat, warna kulit pucat, turgor kulit cukup, tekstur halus, bentuk
kuku simetris, tidak ada alergi.
11. Sistem Penginderaan
Mata/penglihatan:
Gerakan bola mata normal, sklera normal/putih, konjungtiva pucat,anemic,
kornea keruh.
Telinga/pendengaran :
Normal tidak ada masalah
Hidung penciuman :
Bentuk hidung simetris dan normal tidak ada masalah
12. Leher dan kelenjar limfe
Tidak ada massa pada leher, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe tidak
teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas
13. Sistem Reproduksi
Tidak dikaji
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
1. Presepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Pasien mengetahui tentang penyakit yang dia alami dan pasien ingin cepat
sembuh agar dapat kembali dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa.
2. Nutrisida metabolisme
TB : 165 cm IMT = 26,0 (Berat Badan Lebih)
BB sekarang : 75 kg
BB sebelum sakit :72 kg

Uf removed QB Vital Sigh Setting mesin

12.00 WIB 200 S: 36,3 3,5 jam


N: 100X/menit Heparin : 4000
RR : 22X/menit
TD : 120/80
mmHg

13.00 WIB 200 S: 35,7 3,5 jam


N : 105x/Menit Heparin : 4000
RR : 22x/Menit
TD:110/90
mmHg

14.00 WIB 200 S: 36,3 3,5 jam


N: 99x/Menit Heparin : 4000
RR :22x/Menit
TD : 120/80
mmHg

Apa masalah keperawatan di Pre HD


3.1.5. Post HD
1. Keadaan Umum :
Pasien tampak lemah,Kesadaran composmentis terpasang stopper
sebelah kanan,penampilan lumayan rapi,terpasang O2 nasal kanul 2
ipm,Terdapat odem di kaki kiri
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T :56.3
b. Nadi/HR : 99 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/tm
d. Tekanan Darah/BP :120/80 mm Hg
e. BB Post HD : 73 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan 600 cc
Masalah keperawatan : kelebihan cairan dan elektrolit
Mana data Post HD
3.1.6 Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :

1. Obat-obatan yang disarankan/ dibawa pulang:


1. amlodipine adalah mengobati tekanan darah tinggi dan nyeri dada
2. calosadalah digunakan untuk membantu pencegahan dan terapi untuk
gangguan metabolism atau kekurangan calcium
3.amicixiilin,adalah obat antibiotik serbagai infeksi bakteri
4. isosorbit dinitrat,adalah obat untuk mencegah dan meredakan nyeri
2. Makanan/ Minuman yang dianjurkan (jumlah):
Makanan tinggi kalium
1. Kacang kacangan
2. Buah buahan seperti melon,pisang dan jeruk
3. Sayuran seperti bayam,sawi,tomat,dan labu
i. Rencana HD/ Kontrol selanjutnya:
Hari selasa dan kamis minggu depan
ii. Catatan lain: Tidak ada
Tabel 3.1 Pola Nutisi Makanan Sehari-hari

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum sakit


Frekuensi/hari 3 x 1 sehari 3 x 1 hari
Porsi 1 porsi 1 porsi
Nafsu Makan Baik Baik

Jenis Makanan Nasi lunak, sayur, lauk Nasi, sayur, lauk

Jenis Minuman Air putih Air putih


Jumlah Minuman/cc/24 jam 1000 cc 2000 cc
\Kebiasaan Makan Teratur Teratur
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada

3. Pola istirahat tidur


Pasien mengatakan ada masalah dengan pola istirahat dan tidur sebelum sakit.
Tidur malam pasien sekitar 6 jam, tidur siang sekitar 1-2 jam, sesudah sakit
tidur malam 5 jam, tidur siang 1 jam.
Tidak ada masalah keperawatan yang muncul
4. Kognitif
Klien mampu berbicara jelas dan mudah dipahami
5. Konsep diri
Gambaran diri : Pasien mengenal dirinya
Idealdiri : pasien ingin cepat sembuh dari penyakit yang diderita.
Identitas diri : Pasien adalah seorang Laki-laki Harga diri : Pasien sangat
diperhatikan oleh keluarganya dan merasa dihargai. Peran : Pasien kepala
keluarga.
6. Aktivitas sehari hari
Pasien melakukan kegiatan sehari-harinya seperti biasa bekerja dan istirahat.
7. Koping toleransi terhadap stress
Pasien mengatakan bila ada masalah pasien terbuka untuk menceritakan
kepada keluarganya.
8. Nilai pola keyakinan
Pasien kurang meyakini dirinya akan sembuh. Pasien dan keluarganya
mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan
keyakinan yang dianut.
3.1.7 Sosial–Spritual
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien dapat kurang berkomunikasi dengan baik, dan pasien dapat
menceritakan keluhan yang dirasakan kepada perawat dan dokter.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari, menggunakan bahasa dayak dan
indonesia.
3. Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga cukup baik, dibuktikan keluarga klien setiap
saat selalu memperhatikan keadaan pasien
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Klien sangat kooperatif saat pengobatan, klien juga dapat bekerja sama
dengan petugas kesehatan serta dapat berkomunikasi juga dengan anggota
keluarga.
5. Orang berarti/terdekat
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah keluarga, terutama istri
pasien.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang
Saat ada waktu luang, biasanya digunakan klien untuk mengobrol bersama
keluarga
7. Kegiatan beribadah
Untuk kegiatan ibadah klien hanya bisa berdoa diatas tempat tidur
3.1.8 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainya)
12 November 2020
Hasil pemeriksaan laborarorium
Parameter Result/Unit Raf Range
WBC 19.18 x 10^3/ul. 4.50 – 11.00
HGB 2.5 (g/dL) 10.5 – 18.0
HCT 8.0 (%) 37.0 – 48.0
PLT 591 x 10^3/uL 150 – 400

12 November 2020
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
No. Parameter Hasil Satuan Nilai
Normal
1. Glukosa – Sewaktu 105 Mg/dl <200
2. Ureum 239 Mg/dl 21 – 53
3. Creatinin 5.30 Mg/dl 1.7 – 1.5
4. HbsAg (-)/Negatif (-)/Negatif

12 November 2020
Hasil pemeriksaan laborarorium
Parameter Result/Unit Raf Range
WBC 14.87 x 10^3/ul. 4.50 – 11.00
HGB 5.0 (g/dL) 10.5 – 18.0
HCT 15.9 (%) 37.0 – 48.0
PLT 460 x 10^3/uL 150 – 400
3.1.9 Penatalaksanaan medis
No Nama Obat Indikasi Dosis Rute
1 ceftriaxone untuk mengobati berbagai 2 x 1gr IV
macam infeksi bakteri
2 Furosemide mengurangi cairan berlebih 1 amp IV
dalam tubuh (edema) yang
disebabkan oleh kondisi seperti
gagal jantung, penyakit hati, dan
ginjal.
3 Transfusi prosedur untuk menyalurkan 5 Kolf IV
PRC darah yang terkumpul dalam
kantung darah kepada orang
yang membutuhkan darah
4 Almodipin Menurunkan tekanan darah 10 mg PO

Palangka Raya 12 November 2020


Mahasiswa,

Krisevi Handayani
( 2017.C.09a.0895)
3.1.10 Analisa data
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN
MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Pasien mengatakan sesak nafas Invansi bakteri tuberkulosis Pola nafas tidak efektif
DO :- Klien tampak lemah
- Terpasang Stopper Infeksi primer
- TTV :
TD : 149/99 mmHg Reaksi infeksi/ inflamasi.
N : 95x/menit Kavitar, dan merusak parenkim
RR : 26x/menit paru
S : 36,7ºC
- Terpasang O2 nasal kanul 3 Sesak napas
lpm,bentuk dada simetris,tife
pernapasan dada dan Pola nafas tidak efektif
perut,suara napas vesikuler.

DS : Implus atau penekanan pada Nyeri akut


saraf nyeri
- pasien mengatakan nyeri
dada Keadaan nyeri yang Inflamasi
dialami pasien : nyeri terasa
Iskemia
saat beraktivitas dan saat
istirahat, Nyeri didada, Prosedur operasi
Terasa didada, skala Nyeri 5
Nyeri akut
(Nyeri sedang), nyeri
dirasakan sewaktu-waktu
dengan durasi tidak menentu.
DO : TTV :
TD : 149/99 mmHg
N : 95x/menit
RR : 23x/menit
S : 36,7ºC
- Tanggal1 23 september 2020
HB : 2.5 (g/dL)

3.1.11 Prioritas masalah


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan O2 dibuktikan dengan
sesak nafas
Pasien mengatakan sesak nafas, Klien tampak lemah, Terpasang Stopper,
tanda-tanda vital TD : 149/99 mmHg,N : 95x/menit, RR : 26x/menit, S :
36,7ºC.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan
dibuktikan dengan nyeri dada
Pasien mengatakan nyeri didada, pusing terasa saat beraktivitas dan saat istirahat,
Nyeri didada, Terasa didada, skala Nyeri 5 (Nyeri sedang), nyeri dirasakan
sewaktu-waktu dengan durasi tidak menentu.

Data Pengkajian dan analisa tidak sesuaii dan sesuaikan format HD


3.2 Intervesi keperawatan
Nama Pasien : Ny.A
Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur TTV klien 1. Untuk mengetahui keadaan umum
berhubungan dengan keperawatan selama 2x7 jam 2. Observasi frekuensi kedalaman klien
penurunan O2 diharapkan : pernapasan dan ekspansi dada. 2. Untuk mengetahui frekuensi dan
Kriteria Hasil : 3. Berikan posisi semi fowler kedalaman pernapasan
1. TTV dalam batas normal : 4. Ajarkan teknik relaksasi 3. Untuk meningkatkan ekspansi paru
TD : 120/80 mmHg 5. Kolaborasi dalam pemberian terapi 4. Mengajarkan teknik relaksasi untuk
N : 60-100x/menit O2 mengurangi sesak
RR : 16-24x/menit 5. Untuk memaksimalkan pernapasan
S : 36,5-37,2 ºC dan menurunkan kerja nafas
2. Sesak nafas berkurang
3. Ekspansi paru maksimal

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital. 1. hubungan yang baik membuat klien
dengan keperawatan selama 2x7 jam 1. Kaji tingkat intensitas dan dan keluarga kooperatif
trauma/diskontinuitas diharapkan : frekuensi nyeri 2. untuk mengetahui perkembangan
jaringan Kriteria Hasil : 2. Lakukan pendekatan pada klien klien
1. Nyeri berkurang skala 1-3 dan keluarga 3. tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
atau hilang 3. jelaskan pada klien penyebab dari menunjukkan skala nyeri
2. Klien tampak tenang.. nyeri 4. memberikan penjelasan akan
3. Tanda-tanda vital normal 4. kolaborasi dengan tim medis menambah pengetahuan klien tentang
dalam pemberian obat nyeri
5. Mengajarkan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
6. merupakan tindakan dependent
perawat, dimana analgesik berfungsi
untuk memblok stimulasi nyeri.

3.3 Implementasi Dan Evaluasi keperawatan


Nama Pasien : Ny.A
Ruang Rawat : Hemodialisa
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Kamis, 12 November 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan sesak nafas
2020 2. Mengobservasi frekuensi O :- Klien tampak lemah
Jam : 11.00 WIB kedalaman pernapasan dan - Terpasang Stopper
Diagnosa Keperawatan 1 ekspansi dada - TTV :
3. Memberikan posisi semi fowler TD : 149/99 mmHg
Krisevi Handayani
4. Ajarkan teknik relaksasi N : 95x/menit
5. Berkolaborasi dalam pemberian RR : 26x/menit
terapi O2 : Nasal kanul 3 lpm S : 36,7ºC
- Terpasang O2 nasal kanul 3 lpm
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5

Jum’at, 13 November 1. Mengobservasi tanda-tanda vital. S : pasien mengatakan nyeri dada


2020 2. Mengkaji tingkat intensitas dan O : - Keadaan nyeri yang dialami pasien:
Jam : 10.00 WIB frekuensi nyeri - nyeri terasa saat beraktivitas dan saat istirahat,
Diagnosa Keperawatan 2 4. Melakukan pendekatan pada klien Nyeri didada, Terasa didada, skala Nyeri 3
dan keluarga (Nyeri ringan), nyeri dirasakan sewaktu-waktu
5. Menjelaskan pada klien penyebab dengan durasi tidak menentu Krisevi Handayani
dari nyeri - TTV :
6. Berkolaborasi dengan tim medis TD : 149/99 mmHg
dalam pemberian obat N : 95x/menit
RR : 26x/menit
S : 36,7ºC
- Tanggal 14 Januari 2020 :
HB : 5.0 (g/dL)
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Mengobservasi tanda-tanda vital.
2. Mengkaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
3. Menjelaskan pada klien penyebab dari nyeri

sabtu, 26-09-2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang
Jam : 18.00 Wib 2.Mengobservasi frekuensi O :- Klien tampak lemah berkurang
Diagnosa Keperawatan 1 kedalaman pernapasan dan - Terpasang Stopper
ekspansi dada - TTV :
3. Memberikan posisi semi fowler TD : 110/90 mmHg
4. Ajarkan teknik relaksasi N : 80x/menit
5. Berkolaborasi dalam pemberian RR : 21x/menit
terapi O2 : Nasal kanul 3 lpm S : 36,7ºC
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Carpenito. 2011. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC
Kasuari.2012. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan
Pendekatan Patofisiology.Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang
Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Nanda. 2013. Nursing Diagnoses Definition dan Classification. Philadelpia
Rab, T. 2014. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Udjianti, WJ. 2012. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Masukkn SDKI dan SIKI


YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Krisevi Handayani


NIM : 2017.C.09a.0895
Angkatan : 9 (Sembilan)
TahunAjaran/Semester : 2020/ 2021
Pembimbing : RimbaAprianti, S. Kep.,Ners

No Hari/Tgl/Wak Catatan Pembimbing Pembimbing Mahasiswa


tu

1 Kamis, 1. Bimbingan Pre Conference


19/11/2020 2. Perbaiki Sistematika
Penulisan
3. Perbaiki urutan dari sub
tema yang pertama anatomi
fisiologi
4. Masukkan gambar anatomi Krisevi
ginjal
5. Perbaiki patway menjadi Handayani
WOC
6. Tambahkan daftar Pustaka
7. Cari referensi 10 tahun
terakhir
8. Masukkan Jurnal terkait
minimal 1
1. Bimbingan Askep
2. Seuaikan data dianalisa
data dengan data yang ada
dipengkajian
3. Perhatikan sistematika
penulisan
4. Perbaiki format pengkajian
5. Perbaiki analisa data,
intervensi, implemntasi
dan evaluasi
6. Buat Penutup dan daftar
pustaka
7. Lanjut pembuatan SAP,
Tinjauan teori dan Leaflet
1. Melakukan Post Conference
2. Perbaiki susunan SAP,
tinjauan teori, Leaflet
3. Perbaiki leaflet

Anda mungkin juga menyukai