Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem penyaluran tenaga listrik dimulai dari pembangkitan energi
listrik yang kemudian didistribusikan melalui jaringan transmisi untuk
disalurkan ke distribusi hingga sampai ke konsumen (beban), hal ini
merupakan bagian penting untuk dipelajari. Mengingat meliputi suatu proses
yang dimulai dari pembangkit energi listrik, dengan dibangkitkannya tenaga
listrik sebesar 11 kV sampai 24 kV yang disalurkan melalui jaringan transmisi
(SUTET/SUTT) langsung ke gardu induk untuk dinaikkan tegangan
menggunakan transformator penaik tegangan menjadi tegangan 70 kV, 150
kV, hingga 500 kV. Menaikkan tegangan pada jaringan transmisi memiliki
tujuan untuk memperkecil kerugian daya listrik pada saluran transmisi,
dimana dalam hal ini kerugian daya adalah sebanding dengan kuadrat arus
yang mengalir (I2.R). Dengan daya yang sama bila nilai tegangannya
diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil sehingga kerugian daya
juga akan kecil pula.
Kemudian setelah melewati jaringan transmisi, tenaga listrik tersebut
diturunkan lagi menjadi 20 kV pada gardu induk distribusi menggunakan
transformator penurun tegangan. Kemudian dengan sistem tegangan tersebut
penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh saluran distribusi primer (SUTM).
Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu distribusi mengambil
tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo distribusi menjadi sistem
tegangan rendah (SUTR), yaitu 380/220 Volt. Selanjutnya disalurkan oleh
saluran distribusi sekunder ke konsumen-konsumen.
Pada gambar 2.1 dibawah dapat dilihat, bahwa tenaga listrik
dihasilkan dan disalurkan ke konsumen mulai dari Pusat Pembangkit Tenaga
Listrik, Gardu Induk, Saluran Transmisi, Gardu Induk, Saluran Distribusi, dan
kemudian ke konsumen tenaga listrik (Beban). (Suswanto, 2009 : 3)

5
6

Gambar 2.1 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik


(Suswanto, 2009 : 3)

2.2 Sistem Jaringan Distribusi Primer


Jaringan distribusi primer (JDTM) merupakan suatu jaringan yang
letaknya sebelum gardu ditribusi berfungsi menyalurkan tenaga listrik
bertegangan menengah dari gardu induk menuju transformator distrinbusi
(misalnya 6 kV atau 20 kV), namun karena semakin besar kebutuhan di
Indonesia, maka tegangan distribusi yang sering digunakan adalah 20 kV.
Cara penyalurannya ada 2 macam, hantaran dapat berupa kabel dalam
tanah (SKTM) atau saluran/kawat udara (SUTM) yang menghubungkan
gardu induk (sekunder trafo) dengan gardu distribusi atau gardu hubung (sisi
primer trafo didtribusi). Struktur jaringan distribusi primer memiliki macam
dan bentuk dasar sebagai berikut :

2.2.1 Sistem Radial


7

Sistem radial merupakan sistem yang paling sederhana pada jaringan


distribusi primer. Sistem ini memiliki satu catu daya, sehingga system
bergantung pada sumber daya tersebut. Apabila sumber daya tersebut
mengalami gangguan, maka seluruh sistem akan mengalami pemadaman total
karena meembukanya pemutus daya. Pertimbangan sistem ini karena sangat
sederhana dan ekonomis. Sistem ini banyak
a digunakan pada daerah yang
tidak padat hingga menengah penduduk, sehingga tingkat keandalannya
masih dapat diterima oleh konsumen.

b
c

d
e
f

Gambar 2.2 Sistem Radial (Hermawan, 2013 : 69)


Ket :
a. Gardu Induk d. Sub-lateral (sub-cabang)
b. Jaringan Distribusi Primer e. Fuse
c. Lateral (Cabang) f. Transformator Distribusi
(20kV/220V)

2.2.2 Sistem Loop


Sistem ini digunakan pada jaringan dimana memiliki beban yang
cukup tinggi. Sehingga dibutuhkan keandalan sistem yang tinggi, maka
sistem ini sering digunakan pada sistem jaringan distribusi. Rangkaian ini
terdapat seksi dan dilengkapi dengan pemutus cabang yang ditempatkan pada
kedua sisi jaringan guna untuk mengisolir bagian yang terjadi gangguan
sehingga pemadaman hanya terdapat pada daerah terganggu, sehingga
keandalan sistem menjadi lebih handal.
8

Gambar 2.3 Sistem Loop (Hermawan, 2013 : 69)


Ket :
1. Gardu Induk 5. Fuse
2. Jaringan Primer 6. SSO (NC)
3. Transformator Distribusi (20kV/220V) 7. SSO (NO)
4. CB (Circuit Breaker)

2.2.3 Sistem Interkoneksi


Sistem jaringan ini memiliki lebih dari satu sumber pembangkit
energi listrik, guna apabila terjadi gangguan pada salah satu sistem jaringan
sehingga dapat memadamkan sumber pembangkit, maka sistem ini dapat
memanuver beban yang tidak termasuk gangguan sehingga mendapat sumber
daya dari pembangkit lain. Bentuk sistem ini sangat cocok digunakan pada
daerah yang memiliki kerapatan beban tinggi, seperti pada daerah
metropolitan yang membutuhkan keandalan sistem jaringan tinggi guna
kontinuitas pelayanan tinggi.
9

Gambar 2.4 Sistem Interkoneksi (Hermawan, 2013 : 71)


Ket :
1. Disconecting Switch 5. Tie Feeder
2. CB (Circuit Breaker) 6. Transformer (70kV/20kV)
3. Transformator Distribusi (20kV/220V) 7. Konsumen
4. Fuse

2.3. Sistem Jaringan Distribusi Sekunder


Jaringan distribusi sekunder (JDTR) merupakan suatu jaringan
yang letaknya setelah gardu distribusi berfungsi menyalurkan tenaga listrik
bertagangan rendah (misalnya 220 V/380 V). Hantaran berupa kabel
tanah atau kawat udara yang menghubungkan dari gardu distribusi (sisi
sekunder trafo distribusi) ke tempat konsumen atau pemakai (misalnya
industri atau rumah – rumah. (Syahputra, 2017 : 100)

2.4 Kawat Penghantar


Untuk menyalurkan energi listrik, perlu adanya suatu komponen
pendistribusian dari sumber daya ke konsumen (beban). Maka dari itu perlu
digunakan sebuah penghantar untuk pendistribusian tersebut.
Sesuai dengan Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor.
474.K/DIR/2010 bahwa saluran udara jaringan tegangan rendah
menggunakan penghantar jenis kabel pilin (twisted cable).
10

2.4.1 Kabel Pilin (Twisted Cable)


Penghantar yang digunakan pada jaringan tegangan rendah pada
Penyulang Tumpang adalah jenis kabel LVTC (Low Voltage Twisted Cable)
menggunakan NFA2X. Kabel pilin (Twisted Cable) adalah penghantar
dengan dua atau lebih kawat berisolasi yang dipilin atau dipintal menjadi
satu.

2.4.2 Resistansi Penghantar


Penghantar yang digunakan pada jaringan tegangan rendah pada GTT
G0010 yaitu penghantar NFA2X-T 3x70mm2 + 1x50mm2 0,6/1 kV
menyatakan kabel isolasi XLPE, berinti enam terdiri dari 3 inti untuk 1 fase,
1 inti untuk netral sebagai penggantung, dengan tegangan pengenal 0,6/1 kV.
Berpenghantar alumunium murni yang dipilin bulat dengan luas penampang
nominal 70 mm2 untuk inti fase, berpenghantar alumunium paduan yang
dipilin bulat dengan luas penampang 50 mm 2 untuk netral/penggantung.
Menurut SPLN 42-10 Tahun 1993, resistansi dalam kabel penghantar yang
digunakan pada jaringan tegangan rendah memiliki nilai 0,443 Ω/km untuk
penghantar fase dan 0,690 Ω/km untuk penghantar netral. Dengan
menganggap jarak antar tiang sama, maka dapat diperoleh nilai resistansi
saluran tegangan rendah antar tiang sehingga dapat diperoleh nilai resistansi
dalam satu sistem jaringan tegangan rendah.
Rsaluran = Rkabel x l ……………………………………………(2.1)
Ket :
Rsaluran = Resistansi saluran tiap line (Ω)
Rkabel = Resistansi kabel (Ω/km)
l = Panjang saluran (kms)
(Hermawan, 2013 : 19)

2.5 Kualitas Daya

Kualitas daya listrik ditentukan oleh kualitas dari arus, tegangan,


frekuensi, rugi daya, faktor daya dan pengetanahan (grounding), serta
11

kesetimbangan sistem. Kualitas daya listrik dapat dikatakan baik jika arus,
tegangan, dan frekuensi yang terdapat di suatu tempat atau sektor selalu
konstan. Tetapi pada kenyataanya arus, tegangan dan frekuensi tersebut
tidak selalu bernilai konstan, tergantung pada peralatan listrik atau beban
yang dipakai dan pengaturan sistem distribusi listriknya.

2.5.1 Tegangan Jatuh


Jatuh Tegangan ini terjadi pada jaringan distribusi tegangan rendah
yang diakibatkan oleh panjang penghantar dan besar arus yang melewati
penghantar. Semakin ujung tegangan pada jaringan, maka semakin rendah
pula tegangan terukur daripada tegangan kirim pada jaringan. Nilai
tegangan jatuh ini relatif dengan regulasi tegangan yang dapat dihitung
menggunakan rumus dibawah ini.
Vs – Vr x 100 %
Vreg= ……………………………………….(2.2)
Vs

Ket :
Vreg = Tegangan Regulasi (%)
Vs = Tegangan Kirim (V)
Vr = Tegangan Terima (V)
(Assaffat, 2009 : 18)

2.5.2 Standar Tegangan

Berdasarkan standar tegangan yang digunakan yaitu SPLN 50


Tahun 1997 mengenai Spesifikasi Transformator Distribusi yaitu pada
sekunder trafo tegangan nominalyang berlaku di Indonesia sebesar 231 V
(untuk sistem fase tunggal) dan 400/231 V (untuk sistem fase tiga).

Serta telah diatur dalam SPLN No. 1 Tahun 1995 tentang Tegangan-
tegangan Standar bahwa kenaikan tegangan maksimal pada jaringan
sebesar 5% dan penurunan sebesar 10%.
12

2.5.3 Daya Semu (S)

Daya semu adalah daya yang lewat pada suatu saluran transmisi atau
distribusi yang memiliki satuan Volt Ampere (VA). Daya semu adalah
perkalian antara tegangan dan arus yang lewat melalui penghantar pada
saluran.

Persamaan daya semu untuk satu phasa:

S 1 = V . I ………………………….(2.3)

Persamaan daya semu untuk tiga phasa:

S 3 = √3 . V . I ……………………….(2.4)

Ket :

S = Daya semu (VA)

V = Tegangan phasa ke netral (Volt)

I = Arus yang mengalir (Ampere)

2.5.4 Daya Aktif (P)

Daya aktif adalah daya yang dipergunakan pada suatu peralatan


listrik. Daya yang digunakan dapat diubah menjadi energi mekanik ataupun
energi panas. Pada dasarnya, daya aktif adalah daya semu yang mendapati
pengaruh nilai faktor daya. Sehingga daya aktif dapat dirumuskan sebagai
berikut.

Daya aktif untuk satu phasa:

P 1 = V . I . cos  …………………………(2.5)

Daya aktif untuk tiga phasa:

P 3 = √3 . V . I . cos  ………………………(2.6)
13

Ket :

cos  = faktor daya

P = daya aktif (watt)

2.5.5 Daya Reaktif (Q)

Daya reaktif adalah selisih antara daya semu yang masuk dalam
saluran dengan daya aktif yang terpakai. Dinyatakan dalam satuan Volt-
Ampere-Reaktive (VAR).

Daya aktif untuk satu phasa:


Q 1 = V . I . sin  …………………………(2.7)
Daya aktif untuk tiga phasa:

Q 3 = √3 . V . I . sin  ………………………(2.8)
Ket :

Q = Daya reaktif (VAR)

(Assaffat, 2009 : 20 )

2.5.6 Faktor Daya

Faktor daya atau cos  adalah besaran sudut yang timbul akibat adanya
perbedaan vektor antara tegangan dan arus. Perbedaan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :

P
PF = cos  = …………………………………………(2.9)
S

Ket :

P = Daya Aktif (W)


14

S = Daya Semu (VA)

Hubungan antara ketiga buah daya listrik tersebut, dapat digambarkan


dengan suatu segitiga daya seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.5 Diagram segitiga daya (Assaffat, 2009 : 20 )

2.5.7 Grounding

Pentanahan atau grounding yang baik dan ideal adalah tidak


adanya arus netral yang mengalir padanya. Adanya arus pada netral
disebabkan oleh ketidak-seimbangan pembebanan pada sistem tiga fasa,
atau resistansi pada pentanahan yang terlalu tinggi. Menurut PUIL,
resistansi pentanahan standar tidak boleh melebihi dari 2 Ohm. (Assaffat,
2009 : 21 )

2.6 Transformator
Transformator merupakan suatu alat listrik yang mengubah tegangan
arus bolak-balik dari satu tingkat ke tingkat yang lain melalui suatu
gandengan magnet dan berdasarkan prinsip-prinsip induksi-elektromagnet.
Transformator terdiri atas sebuah inti, yang terbuat dari besi berlapis dan
dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.
Penggunaan transformator yang sederhana dan handal memungkinkan
dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan
serta merupakan salah satu sebab penting bahwa arus bolak-balik sangat
banyak dipergunakan untuk pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik.
Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan hukum Ampere dan
hukum Faraday, yaitu: arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan
sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Jika pada salah
15

satu kumparan pada transformator diberi arus bolak-balik maka jumlah garis
gaya magnet berubah-ubah.

Akibatnya pada sisi primer terjadi induksi. Sisi sekunder menerima


garis gaya magnet dari sisi primer yang jumlahnya berubah-ubah pula.
Maka di sisi sekunder juga timbul induksi, akibatnya antara dua ujung
terdapat beda tegangan.
Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi (primer) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
S 3 = √3 . V . I ……………………….(2.10)

dimana:
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi primer transformator (kV)
I : arus jala-jala (A)

Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat


menggunakan rumus:
S
IFL¿ …………………………….(2.11)
√3 . V
Dimana:
IFL : arus beban penuh (A)
S : daya transformator (kVA)
V : tegangan sisi sekunder transformator (kV)
(Sibarani, 2013 : 51)
16

Gambar 2.6 Gardu Trafo Tiang G0010


2.6.1 Pembebanan pada Transformator

Menurut SPLN 17 : 1979 tentang Pedoman Pembebanan


Transformator Terendam Minyak yang berbunyi “Berdasarkan publikasi
IEC 76 (Bagian 1: Umum, ayat 2.1.), transformator dirancang dengan
syarat pelayanan antara lain bahwa untuk transformator pendinginan-
udara tidak boleh melampaui:
30oC (Rata-rata harian)
20oC (Rata-rata tahunan)
Selain itu suhu udaranya tidak boleh melebihi 40oC dan lebih rendah dari
-25oC (pasangan luar) atau -5oC (pasangan dalam). Untuk transformator
pendinginan air, air pendinginan tidak melebihi 25oC pada ceruknya
(inlet). Menurut laporan Direktorat Meteorologi dan Geofisika Tahun
1975 , 1996 dan 1977, di kawasan DKI dan umumnya kota-kota besar di
Indonesia, suhu rata-rata harian tidak melebihi 30oC. Tetapi suhu rata-
rata tahunan, bila dihitung dari suhu rata-rata bulanan (antara 24 oC dan
27oC), mencapai sekitar 25,5oC.
Dengan demikian jelaslah bahwa bilamana sebuah transformator
dioperasikan dengan beban penuh secara liontinu dan tak terputus, maka
transformator ini akan mengalami "kenaikan susut umur", dengan
perkataan lain akan mengalami umur yang lebih pendek.”
Sehingga menurut peraturan SPLN 17: 1979, sebaiknya
transformator tidak dibebani sebesar 100%. Sehingga diambil batas
pembeban transformator distribusi dengan pendinginan ONAN dan suhu
sekitar 27o C adalah sebesar 90%. Sedangkan untuk menghitung persentase
pembebanan trafo dapat menggunakan rumus:
I PHASA
% Pembebanan = . x 100% …………..….(2.12)
I FL
Dimana:
I PHASA = Arus phasa (A)
(Sibarani, 2013 : 51)
17

2.7 Ketidakseimbangan Beban


Beban tak seimbang adalah permasalahan yang umum terjadi pada
transformator 3 fasa, hal ini diakibatkan oleh pembebanan 1 fasa yang tidak
simetris antar fasa dari sisi sekunder transformator. Apabila terjadi
ketidakseimbangan beban pada transformator, maka akan mengalir arus
pada penghantar netralnya.
Yang dimaksud dengan keadaan seimbang adalah suatu keadaan
dimana :
 Ketiga vektor arus atau tegangan sama besar.
 Ketiga vektor saling membentuk sudut 120º satu sama lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan tidak seimbang adalah
keadaan dimana salah satu atau kedua syarat keadaan seimbang tidak
terpenuhi.
Kemungkinan keadaan tidak seimbang ada 3, yaitu:
 Ketiga vektor sama besar tetapi tidak membentuk sudut 120º satu sama
lain.
 Ketiga vektor tidak sama besar tetapi membentuk sudut 120º satu sama
lain.
 Ketiga vektor tidak sama besar dan tidak membentuk sudut 120º satu
sama lain.

Gambar 2.7 Vektor Diagram Arus (Gassing & Jaya, 2013 : 2)


18

Pada Gambar 2.7 (a) Vektor diagram arus dalam keadaan seimbang.
Dapat dilihat bahwa penjumlahan ketiga vektor arusnya (IR, IS, IT) adalah
sama dengan nol sehingga tidak muncul arus netral (IN). sedangkan pada
Gambar 2. (b) Vektor diagram arus dalam keadaan tidak seimbang. Maka
terlihat bahwa terdapat vektor arus netral (IN) yang muncul akibat tidak
kesimbangan beban. (Gassing & Jaya, 2013 : 2)

Untuk menghitung ketidakseimbangan trafo distribusi dapat menggunakan


persamaan sebagai berikut:

I R+ I S+ I T
I RATA-RATA = ……..…………….(2.13)
3

Dimana, arus phasa dalam keadaan seimbang (I) sama dengan arus
rata-rata, maka koefisien a,b, dan c adalah 1, maka rata-rata
ketidakseimbangan beban dalam (%) adalah sebagai berikut:
Ir It It
a= b= c= ...……..…………….
Irata ¿ Irata ¿ Irata ¿
(2.14)

% Ketidakseimbangan ¿ ¿ ¿…….(2.15)
(Sibarani, 2013 : 51)

2.7.1 Penyebab Ketidakseimbangan Beban


Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
beban, yaitu :
a. Faktor Daya
Faktor ini dipengaruhi oleh jenis beban yang ditanggung oleh
transformator, yang akan merubah besaran sudut antara daya semu
(S) dengan daya aktif (P).
b. Regulasi Tegangan
Tegangan yang dihasilkan sebenarnya diharapkan menghasilkan
tegangan yang konstan, hal ini diperlukan untuk menjaga kualitas
19

daya tersalurkan kepada konsumen. Namun, pada kenyataannya


tegangan yang diterima konsumen (beban) tidak selalu konstan.
Besaran tegangan yang tidak konstan ini akan menimbulkan
prosentase regulasi tegangan pada suatu jaringan.
c. Pembagian Pembebanan
Beban yang ditanggung oleh transformator 3 fasa diharapkan
mendekati seimbang. Namun kenyataannya untuk membagi
pembebanan transformator pada suatu Gardu Trafo Tiang (GTT)
tidaklah seimbang. Hal ini mengakibatkan perbedaan vektor
diagram arus antar fasanya.
Berdasarkan standar IEEE Std 446 – 1980 (“IEEE Recommended
Practice for Emergency and Standby Power System for Industrial and
Commercial Applications”) besarnya ketidakseimbangan beban yang
diperbolehkan adalah sebesar 5%.

2.8 Arus Netral


Arus netral dalam sistem jaringan distribusi tegangan listrik dikenal
sebagai arus yang mengalir pada kawat netral di sistem distribusi
tegangan rendah tiga phasa empat kawat. Arus yang mengalir pada
kawat netral yang merupakan arus balik untuk sistem distribusi tiga
phasa empat kawat adalah penjumahan vektor dari ketiga arus phasa
dalam komponen simetris. Arus netral ini akan muncul jika kondisi beban
yang tidak seimbang dan kondisi lainnya yang mampu mengakibatkan
adanya arus netral tidak sama dengan nol.

2.8.1 Perhitungan Arus Netral


Untuk perhitungan arus netral yang diakibatkan oleh ketidakseim-
bangan beban maka digunakan persamaan sebagai berikut:
IN = (IR + IS + IT)…..……………… ….(2.16)
IN = (IR < θ+0 ° ¿ + (IS < θ+120 ° ¿ + (IT < θ+240 ° ¿…...….(2.17)
20

Ket :
IN = Arus netral (A)
IR, IS, IT = Arus pada masing – masing fasa (A)
θ = Sudut pada tiap fasa (°)
(Sibarani, 2013 : 50)

2.8.2 Rugi-Rugi Akibat Adanya Arus Netral pada Penghantar Netral


Transformator
Sebagai akibat dari ketidakseimbangan beban antara tiap-tiap fasa
pada sisi sekunder transformator (fasa R, fasa S, fasa T) mengalirlah arus
di netral transformator. Arus yang mengalir pada penghantar netral
transformator ini menyebabkan rugi-rugi. Rugi-rugi pada penghantar
netral transformator ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PN = IN2 . RN ……………….…………(2.18)

Ket :
PN = Rugi-rugi yang timbul pada penghantar netral (W)
IN = Arus yang mengalir melalui kawat netral (A)
RN = Tahanan pada kawat netral (Ω)
(Setiadji dkk, 2013 : 69)

Kemudian untuk mendapatkan nilai prosentase losses akibat


adanya arus netral pada transformator distribusi, maka dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut.
PN
% losses = x 100 %……………….…………(2.19)
P

Ket :
PN = Daya netral (kW)
P = Daya Aktif Transformator (kW)
(Dahlan, 2000 : 7)
21

2.9 Losses pada Jaringan Distribusi Sekunder


Sebelum mencari nilai susut jaringan, perlu dilakukan pengukuran
arus beban tersambung dan arus pengukuran pada LV (Low Voltage) panel.
Mengingat karakteristik beban listrik dalam suatu gardu tergantung pada
jenis beban yang dilayaninya. Karaketristik beban mempunyai peranan
penting dalam melakukan analisa penyeimbangan. Faktor yang menentukan
karakteristik beban dapat diketahui melalui faktor beban. Faktor beban
merupakan penyederhanaan penting dari suatu data penggunaan energi
listrik dan tergantung pada rasio permintaan beban puncak. Maka definisi
dari faktor beban dapat dituliskan menggunakan persamaan berikut :
Beban rata−rata dalam periodetertentu
Faktor Beban(FB )= ……
Beban puncak dalam periode tertentu
(2.20)
Bila diterapkan pada analisa ini, maka didapat persamaan sebagai
berikut :
Arus terukur
Faktor Beban( FB)= ………………………...…(2.21)
Arus Terpasang

Ket :
Faktor Beban( FB ) = Rasio pemakaian beban
Arus terukur = Nilai arus melalui pengukuran (A)
Arus Terpasang = Nilai arus melalui data terpasang (A)

Persentase arus digunakan karena setiap beban pada jaringan tidak


memungkinkan terpakai beban penuh. Maka dengan kondisi tersebut
persentase arus dapat mendekati kondisi riil dijaringan saat dilaksankannya
pengukuran dan analisa.
(Sumber : Wulandari, 2017 : 3)

2.9.1 Losses Energi


22

Losses energi dalam hal ini dapat dihitung melalui data arus netral
yang mengalir pada penghantar netral jaringan tegangan rendah.
Timbulnya arus netral pada pengahantar netral GTT G0010 akan
mengakibatkan tidak terjualnya nilai kWh. Untuk mengetahui kerugian
daya yang diakibatkan adanya arus netral yang mengalir pada penghantar
netral, maka dapat dihitung menggunakan perhitungan total losses akibat
arus netral sebagai berikut :
PN total G0010 = PN total WBP + PN total LWBP ……..……..(2.22)

Ket :
PN rata-rata G0010 = Daya netral rata-rata pada GTT G0010 (kW)
PN total WBP = Daya netral total pada WBP (kW)
PN total LWBP = Daya netral total pada LWBP (kW)

Untuk mendapatkan nilai losses WBP dan LWBP menggunakan


perhitungan :
PN WBP = PN total WBP x 4 hour x 365 hari…………………(2.23)

Ket :
PN total WBP = Daya netral total pada WBP (kW)
PN WBP = Energi dari arus netral pada WBP (kW)

PN LWBP = PN total LWBP x 20 hour x 365 hari………………(2.24)

Ket :
PN total LWBP = Daya netral total pada LWBP (kW)
PN LWBP = Energi dari arus netral pada LWBP (kW)

2.10 Power Quality Meter Hioki PW3365-20


Power Quality Meter Hioki PW3365-20 adalah suatu peralatan
ukur yang digunakan untuk mengetahui kualitas daya dari tenaga listrik.
23

Alat ini sangat kompleks, karena dapat mengukur tegangan, arus


lisrik, frekuensi, daya semu, daya aktif, daya reaktif dan faktor daya.

2.10.1 Karakteristik Power Quality Meter Hioki PW3365-20


1. Pengukuran yang akurat
Berbagai fungsi pengukuran termasuk pengukuran fasa antara lain arus
residu, tegangan residu, frekuensi , ketidakseimbangan arus , beban
maksimum , fasa urutan negatif saat ini , daya aktif dan daya reaktif dan
energi yang dibutuhkan pada jaringan primer.
2. Penilaian power quality
Penilaian power quality dan analisa power quality termasuk arus,
tegangan, ketidakseimbangan, daya aktif, daya reaktif, energy yang
diserap , bentuk gelombang, tegangan flicker, pengawasan harmonik
naik sampai ke urutan ke-50 serta Total Harmonic Distrortion (THD)
arus dan tegangan.
3. Komunikasi yang luas
Komunikasi Power Quality Meter ini didukung oleh beberapa protokol
antara lain:
a. Ethernet
b. LAN
c. Komunikasi Serial / RS-232C
d. USB
e. E-mail Function
f. Wireless to data loggers
4. Penanganan dan manajemen pemakaian yang mudah
Pada Power Quality Meter, komisioning mudah dilakukan, konfigurasi
dan operasi dari Power Quality Meter didukung oleh PQA-HiVIEW
PRO yaitu perangkat lunak dari Power Quality Meter Hioki PW3365-
20.
24

2.10.2 Spesifikasi Power Quality Meter Hioki PW3365-20


2.10.2.1 Pengukuran dan Pencatatan

Tabel 2.1 Pengukuran dan Pencatatan

2.10.2.2 Spesifikasi Dasar

Tabel 2.2 Spesifikasi Dasar Power Quality Meter Hioki PW3365-20.


Pengukuran Power Quality Meter Hioki PW3365-20
Standards conformance : IEC61000-4-30:2002, IEEE1159,
EN50160:1999
Clock function : Auto calendar, auto leap year, 24-hour
clock
Real-time clock accuracy : Within ±0.33 s/day (when the 3196 is
turned on)
Internal memory capacity for 13 MB (time series and event data)
data:
Maximum recording interval : 1 month (Internal memory)
25

Measurement time control : Manual/Specified time


Time series data setting

LanjutanTabel 2.2 Spesifikasi Dasar Power Quality Meter Hioki PW3365-20


Recording item setting patterns : Power, P&Harm, and ALL DATA
MAX/MIN/AVE values AVE values, ALL values (max, min, avg)
Interval selections : 1, 3, 15, or 30 second, 1, 5, 10, 15, or 30
minutes, 1 or 2 hours
Event setting
Event setting : All measurement setting except flicker
and inter-harmonics
Event threshold value setting : OFF or desired numerical value
Maximum number of recording 100 (internal memory)
events : (Simultanious events count as 1 event)
Power Supply : 12 V DC from the AC ADAPTER 9458
or BATTERY PACK 9459
Maximum rated power : 40 VA
Continous operating time with Approximately 30 minute (9459 battery
battery : pack)
External didmensions : Approximately 298W (11.73º) x 215H
(8.46º) x 67D (2.64º) mm (not including
projection)
Mass : Approximately 2.25 kg (79.4 oz.)
(including 9459 battery pack)

(Hioki-3196 Data Sheet, 2008 : 10 )

Anda mungkin juga menyukai