Bab 11 - Pancasila Dan Implementasinya
Bab 11 - Pancasila Dan Implementasinya
PANCASILA DAN
IMPLEMENTASINY
A
10
Fakultas RINA KURNIAWATI, SHI, MH
Abstract Kompetensi
Nilai-nilai yang terkandung dalam Mahasiswa mampu menerapkan
Pancasila mengandung petunjuk untuk Pancasila dalam kehidupannya
bermasyarakat dan bernegara
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia pada akhir-akhir ini dihadapkan pada berbagai fenomena, terutama keadaan
masyarakat yang sedang mengalami berbagai krisis, krisis sosial, krisis politik dan krisis
ekonomi. hampir setiap hari, bahkan setiap saat di setiap daerah terjadi multi anarkis, korupsi,
dan yang paling menyedihkan adalah, terjadi krisis nilai yang seakan-akan sama sekali jauh
dari nilai-nilai luhur bangsa, kepribadian bangsa, serta peradaban bangsa.
Di mana-mana terjadi tawuran, mulai dari pelajar anak SMA, masyarakat antardesa, hingga
gang-gang motor. Nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, landasan
negara seakan sirna, hilang entah kemana. Segala hal yang bersifat negatif mulai dari
Kejahatan yang paling kecil hingga fenomenal, terjadi di mana-mana. Baik dengan cara yang
paling halus dengan pendekatan persuasif, psikologis, hipnotis, maupun pendekatan anarkis:
perampokan, pembunuhan yang dilakukan secara langsung dengan senjata golok, peluru,
bahkan tega melakukan mutilasi, atau dengan cara industri jasa sewaan. Kini apapun hal-hal
yang membuat keresahan masyaraakat telah diorganisasi berupa even organizer (EO). mulai
dari demo-demo, hingga sindikat kejahatan, pencurian di angkot, bis, kereta api, hingga para
pengemis di stopan jalan, yang menggunakan perangkat bayi, anak-anak kecil, hingga orang
cacat.
Mereka seakan tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, seakan tidak kenal dengan nilai-nilai
Agama atau tidak mengenal Tuhan. Bahkan, sebaliknya ada yang seakan mengenal Tuhan yang
berlindung di balik keyakinan agama dengan pemahaman yang sesat. Di beberapa kota dan
daerah, bermunculan adanya ledakan bom, yang banyak menjadikan korban, tidak saja manusia
yang tidak berdosa, tetapi juga merugikan masyarakat dan negara. Hampir setiap hari ada
berita tentang aksi pengrusakan berbagai benda, bangunan phisik milik pribadi, perusahaan
swasta, atau negeri, serta penjarahan dan perampokan. Negara Indonesia tengah mengalami,
multi krisis, multi anarkis, multi koruspsi, multi kekerasan, pelecehan, yang membudaya dari
tataran bawah hingga tataran para petinggi bangsa. Indonesia mengalami penurunan dan
perubahan nilai. Stabilitas keamanan dan ketahanan nasional betul-betul rawan. Indonesia
mengalami ‘perang nilai-nilai budaya’ dengan bangsanya sendiri. Seolah-olah wibawa
kepemimpinan hilang terabaikan. Nilai-nilai Pancasila pun diragukan, apakah bangsa ini masih
mengenal dasar-dasar negaranyanya?
Kondisi yang terjadi di Indonesia, sebagaimana yang ditulis Fr. Richard, 2010 Dalam buku
Spiral of Violence: The World, the Flesh and the Devilspiral of violence the world the flesh
and the devil, tulisan mengungkapkan, sebagai berikut:
Kejahatan di "dunia" itu dapat meluap dengan kuat berupa spiral kekerasan dan menyamar
seolah menjadi sesuatu yang baik, bermoral, dan adil, yang memungkinkan manusia untuk
melakukan perbuatan jahat tampa perasaan bersalah atau keraguan sedikitpun. Salah satu yang
menjadi penyebabnya, adalah adanya ketidakadilan sebagai akibat terjadinya egoisme para
penguasa dan kelompok-kelompok tertentu yang rakus.
Fenomena yang terjadi di Indonesia pun, tampaknya merupakan akumulasi dari krisis ekonomi,
kekecewaan dan; ketidakpercayaan pada pemimpim bangsa. Kesenjangan sosial yang tidak
manusiawi, semakin banyaknya pengangguran, serta masih banyaknya masyarakat yang
miskin, mengakibatkan adanya berbagai ‘perubahan perilaku manusia’ karena untuk
Kondisi ini tidak sesuai dengan UU Pasal 34 (1), yang menyatakan,” Fakir miskin dan anak-
anak yang terlantar dipelihara oleh negara; Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan; Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak” (Panduan Pemasyarakatan UUD 1945,
MPR, 2012: 198).
Di sisi lain di perkotaan, potensi teknologi lebih menawarkan hal-hal yang negatif dengan
adanya media informasi, lebih menawarkan kehidupan yang hedonis dan konsumtif, dengan
kemudahan dan vasilitas yang berlebih. Salah satu potret kemewahan, yang terjadi di
Indonesia, yang disosialisasikan pada berbagai media informasi, baru-baru ini, salah satunya,
adalah berikut ini.
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menggelar pesta ulang tahun putrinya, Felicia Putri
Parisienne Hutapea yang berusia 17 tahun di Asian Resto, Ritz Carlton Hotel, Mega Kuningan,
dengan pesta yang mewah serta hadiah mobil mobil Bentley Mulsanne seharga Rp 9 miliar
kepada sang putri sebagai hadiah ulang tahun. Bukan sembarang mobil. Bentley yang diberikan
Hotman untuk putrinya, merupakan seri khusus yang dibuat terbatas untuk merayakan ulang
tahun penobatan tahta ke-60 Ratu Elizabeth II, dan hanya diproduksi sebanyak 60 unit
(Hernowo Anggie, 21 Mei 2012).
Dengan adanya media TV dan media berita lainnya Ajang pamer pesta dan kehidupan hedonis
para petinggi negara, artis, serta konglomerat, menjadi komiditi berita, yang digelar sebagai
acara khusus, seakan terjadi adanya paradoksal, ketidakadilan. Dengan membiarkan
masyarakat yang menderita atau kekurangan, seolah terjadi adanya monopoli kekayaan pada
kelompok tertentu. Ketidakadilan, menjadikan munculnya ‘dimensi kekerasan’ yang memiliki
bentuk bermacam-macam, seperti ekonomi, sosial, politik, media, hukum, dan sebagainya.
Kondisi yang terjadi tidak serta merta muncul begitu saja, namun kemunculannya merupakan
hasil dari mata rantai yang mendahuluinya.
Melihat kondisi yang terjadi, terutama dengan kesenjangan sosial, yang sangat curam,
memberikan indator adanya Ketidakadilan, sebagaimana pada sila Pancasila. Justru, karena
masalah ketidakadilan inilah, yang dapat menjadi pemicu utama bagi munculnya kekerasan
yang berakibat pada adanya ‘krisis sosial’. Jika, kebudayaan, secara harafiah adalah hasil
cipta, rasa dan karsa, maka kekerasan yang berakibat menimbulkan ‘krisis sosial’ telah menjadi
ciptaan manusia atas dasar kehendak dan rasa yang mereka milikinya.
Apa yang terjadi pada masa kini, tidak sesuai dengan ajaran Soekarno mengenai nilai-nilai
Keadilan sosial, salah satunya diungkapkan dalam pidato Presiden Soekarno pada Konferensi,
Negara-negara Non Blok I di Beograd, tanggal 1 September 1961, sebagai berikut:
...perdamaian, keadilan, kemerdekaaan untuk merdeka, ini sesungguhnya tujuan yang mulia.
Kemederkaan berarti, mengakhiri untuk selama-lamanya pengisapan bangsa oleh bangsa,
pengisapan yang langsung maupun yang langsung. Perdamaian kekal berarti melenyapkan
sumber-sumber sengketa yang mengamcam dunia dan memecahkannya dalam blok-blok.
Pancasila yang sarat dengan nilai, sebagai filosofi, ideologi, jiwa, dan pandangan hidup, dalam
tahap pelaksanaannya masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini disebabkan perkembangan ekonomi dunia yang cenderung
kapitaslistik sama sekali tidak sesuai dengan ekonomi Pancasila yang berasaskan kerakyatan.
Sementara ekenomi global sama sekali tidak memandang hal tersebut. Tidak hanya itu, sila-
sila yang ada dalam Pancasila juga sudah mulai tidak dipahami. Contohnya, pada sila pertama
‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Banyak umat manusia yang masih mempersoalkan dan
memperdebatkan agama. Akibatnya, banyak kekisruhan hanya karena paham-paham agama
yang dianutnya, Masyarakat menjadi korban dengan maraknya teroris, yang menggunakan bom
untuk menyelesaikan masalah menurut ajaran keyakinan yang dianutnya.
Fenomena yang terjadi merupaka rentetan sejarah, suatu tantangan bagi ‘nilai-nilai Pancasila’,
nilai Pancasila yang terkoyak, yang tidak terimplementasi, baik di daerah maupun pemerintah
Pusat. Bangsa Indonesia pada tataran tertentu, pada masa kini cenderung ‘lebih menggunakan
faham non Pansasila’, serta mengedepankan gaya hidup individualistis, kapitalis, hedonis,
bakan cenderung egois. Makna modern bukan digunakan pada tataran nilai-nilai konsep
berfikir akademis secara global, akan tetapi tetapi perilaku yang kebablasan, anarkis bahkan
banyak menggunakan emosional yang tidak etis. Indonesia harus terus belajar untuk mengelola
perbedaan, termasuk konflik, yang tidak jarang menimbulkan kekerasan dan kerusakan.
Bangsa indonesia yang majemuk dari segi suku, agama, etnik, dan lainnya bukan lagi wacana,
melainkan fakta yang harus diterima ( Novan, Kompas, 2012:1).
‘Dalam tulisan ini, diperlukan adanya pembahasan secara analisis untuk mengkaji, apakah
dengan melalui Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dapat Mempererat Hubungan Pemerintah
Pusat dan Daerah? ‘
A.Nilai-nilai Pancasila
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pemerintah telah menetapkan Pancasila sebagai
pedoman dan pandangan hidup, merupakan buah hasil pemikiran bersama para pemikir bangsa
yang disusun sebagai bentuk pengintegrasian persatuan dan kesatuan bangsa. Pancasila
merupakan tatanan nilai yang digali atau dikristalisasikan dari ‘nilai-nilai dasar budaya bangsa
Indonesia’ yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh berkembang dalam masyarakat di
Indonesia. Pancasila sendiri sebagai ideologi terbuka, tidak dapat mengingkari adanya
beberapa konsekuensi keberadaannya di tengah ideologi dunia lain.
Bangsa Indonesia mempunyai cita-cita yang ingin diwujudkan dalam hidup dan kehidupan
nyata. Cita-cita tersebut merupakan arahan dan atau tujuan yang sebenar-benarnya dan
mempunyai fungsi sebagai penentu arah dari tujuan nasionalnya. Pancasila memiliki posisi
yang bervariasi di dalam struktur negara dan bangsa Indonesia, yaitu sebagai dasar negara,
Sebagai konsep 4 pilar tersebut harus berada di dalam koridor yang jelas. Sebagai dasar
negara maka Pancasila menjadi acuan peraturan perundang-undangan, sebagai ideologi
nasional maka Pancasila adalah arah pembangunan bangsa, Pancasila sebagai pandangan hidup
maka Pancasila adalah pembentuk pola pikir sikap dan tingkah laku atau karakter bangsa dan
sebagai pemersatu bangsa, maka Pancasila sebagai pengikut kemajemukan.
Pancasila sebagai dasar negara yang memili nilai-nilai kepribadian bangsa, merupakan hasil
usaha pemikiran manusia Indonesia yang sungguh-sungguh secara sistimatis dan radikal, yang
dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung satu pemikiran yang
bermakna dan bulat untuk dijadikan dasar, azas dan pedoman atau norma hidup dan kehidupan
bersama dalam rangka kesatuan Negara Indonesia merdeka.
Nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bersifat objektif dan subjektif. Artinya hakikat nilai
Pancasila bersifat universal (berlaku di manapun).
1. Nilai nilai Pancasila bersifat objektif: (1) Rumusan dari sila sila Pancasila itu memiliki
makna yang terdalam menunjukkan adanya sifat sifat yang umum universal dan abstrak
karena merupakan suatu nilai; (2) Inti dari dalam nilai pancasila akan tetap ada
sepanjang masa dalam kehidupan berbangsa Indonesia baik dalam adat kebiasaan,
kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan; (3) Pancasila yang
terkandung dalam pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang mendasar,
sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
2. Adapun nilai nilai yang bersifat subyektif, adalah: (1) Nilai nilai pancasila timbul dari
bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia sebagai penyebab adanya nilai-nilai
tersebut; (2)nilai-nilai pancasila merupakan pandangan hiodup bangsa
Indonesia,sehingga merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai atas
kebenaran,kebaikan,kebijaksanaan dalam dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara; (3) Nilai nilai Pancasila di dalamnya terkandung nilai nilai kerohanian,
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius
yang sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia dikarenakan bersumber pada
kepribadian bangsa.
Oleh karena nilai nilai Pancasila yang beresifat objektif dan subyektif tersebut maka nilai-nilai
Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan,menjadi dasar serta semangat bagi segala
tindakan atau perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat.
Nilai nilai pancasila menjadi ideologi, tidak diciptakan oleh negara melainkan digali dari
kekayaan rohani moral dari bangsa indonesia itu sendiri. Sebagai nilai nilai yang digali dari
kekayaan rohani,moral,dan budaya masyarakat Indonesia sendiri,maka nilai nilai pancasila
akan selalu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat Indonesia.
Sebagai ideologi yang tidak diciptakan oleh negara ,menjadikan pancasila sebagai ideologi
juga merupakan kerohanian bagi tertib hukum Indonesia ,dan meliputi suasana kebatinan
(geistlichenhintergrund) dari undang undang dasar 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum
bagi hukum dasar negara.
Ideologi secara praktis diartikan sebagai system dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-
tujuan serta sarana-sarana pokok untuk mencapainya. Jika diterapkan oleh Negara maka
ideology diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang disusun secara sistematis dan
dianggap menyeluruh tentang manusia dan kehidupannya, baik sebagai individu, social,
maupun dalam kehidupan bernegara.
Pancasila jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka. Dalam
ideology terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak
berubah. Oleh kareanya ideology tersebut tidak langsung bersifat operasional, masih harus
dieksplisitkan, dijabarkan melalui penafsiran yang sesuai dengan konteks zaman. Pancasila
sebagai ideologi terbuka memiliki ideologi-ideologi idealitas, normative dan realities.
1) Arti dan Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Manusia sebagai makhluk yang ada di
dunia ini seperti halnya makhluk lain diciptakan oleh penciptanya. Pencipta itu adalah kausa
prima yang mempunyai hubungan dengan yang diciptakannya. Manusia sebagai makhluk yang
dicipta wajib melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
2) Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Manusia ditempatkan sesuai
dengan harkatnya. Hal ini berarti bahwa manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan
hukum. Sejalan dengan sifat universal bahwa kemanusiaan itu dimiliki oleh semua bangsa,
maka hal itupun juga kita terapkan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sesuai dengan hal itu,
hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi.
3) Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia Makna persatuan hakekatnya adalah satu, yang
artinya bulat, tidak terpecah. Jika persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern
sekarang ini, maka disebut nasionalisme. Oleh karena rasa satu yang sedemikian kuatnya,
maka timbulah rasa cinta bangsa dan tanah air.
4) Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia
yaitu terletak pada permusyawarata. Permusyawaratan diusahakan agar dapat menghasilkan
keputusan-keputusan yang diambil secara bulat. Kebijaksaan ini merupakan suatu prinsip
bahwa yang diputuskan itu memang bermanfaat bagi kepentingan rakyat banyak.
5) Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan berarti
adanya persamaan dan saling menghargai karya orang lain. Jadi seseorang bertindak adil
apabila dia memberikan sesuatu kepada orang lain sesuai dengan haknya. Kemakmuran yang
merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Panduan Pemasyarakatan UUD 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI,
2012.
2006 Bungkarno: Islam Pancasila NKRI. Jakarta: Kominatas nasionalis Religius
indonesia.
_____________.
2003 Daya Tahan Bangsa. Jakarta: Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Program
Pascasarjana Universitas Indonesia.
Modul:
Bidang Studi/ Materi Pokok Ideologi”. Bidang Studi Pancasila dan Perkembangannya,
Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVIII, Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhannas) Republik Indonesia, Tahun 2012.
Bidang Studi/ Materi Pokok Geopolitik dan Wawasan Nusantara” Sub. Bidang Studi UUD
NKRI 45 dan Permasalahannya, Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XVIII,
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Republik Indonesia, Tahun 2012.
“Pancasila Hadapi Tantangan Makin Berat”. Koran Suara Merdeka, terbit 2 Juni 2011.
“Kita Harus Hidup Bersama: Pancasila Fondasi Bangsa”, terbit 2 Juni 2012.