Anda di halaman 1dari 6

Komunikasi Terapeutik Gangguan Fisik

A. Pengertian Gangguan Fisik


Gangguan fisik adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai kekurangan pada
anggota tubuh atau terganggunya sistem organ dalam tubuh, sensorik, dan motorik pada tubuh.
Gangguan fisik yang dari kekurangan anggota tubuh sering kali membuat pergerakan terganggu.
Gangguan dari sistem organ membuat pasien berasa tidak enak badan dan harus mendapatkan
pengobatan medis.

Gangguan fisik ini bisa dialami oleh semua orang baik orang dewasa maupun anak kecil.
Untuk orang dewasa gangguan fisik ini dimungkinkan karena faktor eksternal seperti :
kecelakaan yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau organ tubuh, sehingga
menimbulkan keterbatasan dalam beraktivitas. Sedangkan gangguan fisik yang dialami oleh anak
kecil dikarenakan oleh faktor bawaan seperti :

1. Kelainan pada sistem cerebral (sistem syarat pusat), gangguan fisik ini disebabkan oleh
luka pada otak yang mempengaruhi kemampuan menggerakkan bagian-bagian tubuh
manusia (gangguan motorik), disebut juga cerebral palsy (CP). Menurut letak kelainan
otak dan fungsi geraknya, cerebral palsy dibedakan atas : spastic (kekakuan sebagian atau
seluruh otot karena kerusakan pada cortex cerebri), athetoid (gerakan kaki tangan di luar
kemauan karena kerusakan pada basal ganglia). Ataxia (hambatan keseimbangan kerema
kerusakan pada otak kecil/cerebellum), rigid (kekuatan seluruh anggota gerak karena
kerusakan pada basal ganglia), tremor (gerakan kecil yang terus-menerus karena
kerusakan pada basal ganglia).
2. Kelainan pada sistem musculus skeletal (sistem otot dan rangka), gangguan fisik ini
dialami oelh anak-anak yang memiliki cacat fisik akibat kelemahan atau penyakit pada
otot atau tulang, disebut juga gangguan orthopedic. Jenis kelainan yang berkaitan dengan
sistem ototdan rangka meliputi : polio (kelumpuhan tangan dan kaki karena virus polio),
muscular dystrophy (kelumpuhan yang bersifat progresif karena otot tidak dapat
berkembang), osteogenesis imperfect (tulang mudah patah karena pertumbuhan kerangka
tulang tidak normal), spina bifida (kelumpuhan anggota tubuh bagian bawah karena
sebagian ruas tulang belakang tidak menutup), hambatan fisik motorik karena bawaan
lahir (bentuk kaki tangan seperti tongkat, tubuh kerdil, hydrocephalus atau micrcephalus,
jari kurang atau lebih dari lima, dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu, dan lain-lain)
3. Gangguan kesehatan yang mempengaruhi kemampuan fisik, antara lain : asma
(penyempitan pembuluh tenggorokan) dan hemophilia (kelainan/kurangnya produksi
factor pembekuan darah).

Gangguan fisik dan kesehatan dapat terjadi sebelum lahir, dan sesudah lahir. Pada masa
sebelum lahir, dapat disebabkan oleh : infeksi atau penyakit, kelainan kandungan bayi dalam
kandungan terkena radiasi, atau ibu mengalami trauma (kecelakaan). Pada saat lahir, kerusakan
otak bayi dapat disebabkan oleh : proses kelahiran yang terlalu lama, pemakaian alat bantu
kelahiran, dan pemakaian anastesi yang berlebihan. Pada masa sesudah lahir, hal-hal yang dapat
menyebabkan kecacatan antara lain : kecelakaan.trauma pada kepala, amputasi, infeksi/penyakit
yang menyerang otak, dan malnutrisi.

Anak-anak dengan gangguan fisik motorik biasanya mengalami kekakuan, kelumpuhan,


gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan ritmis, dan hambatan keseimbangan.
Adanya berbagai hambatan ini menyebabkan anak kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
seperti berpindah tempat, makan, minum, berpakaian, dan lain-lain. Kerusakan sistem syaraf
pusat di otak maupun sumsum tulang belakang juga dapat menimbulkan gangguan fungsi
fisiologis tubuh seperti :

 Gangguan refleks
 Gangguan perasaan kulitGangguan fungsi sensoris
 Gangguan pengaturan sikap dan gerak motorik
 Gangguan fungsi metabolism dan sistem endokrin (hormonal).
 Gangguan fungsi gastrointestinal
 Gangguan gungsi sirkulasi darah
 Gangguan fungsi pernafasan
 Gangguan pembentukan ekskresi urine.

Kecerdasan anak dengan gangguan fisik dan kesehatan bervariasi dari tingkat paling
rendah sampai yang paling tinggi. Separuh anak CP diduga mengalami intelegansi yang rendah.
Hal ini karena anak-anak CP memiliki kelainan pada otak mereka dimana syaraf penghubung
dan jaringan syaraf otak mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan proses stimulus yang
berasal dari luar sulit untuk diterima dan dianalisis oleh syaraf sensoris. Anak CP akan
mengalami kesulitan untuk mengolah stimulus visual, auditori, dan taktil yang diterimanya.
Selanjutnya mereka akan mengalami kesulitan dalam konsep bentuk, keseimbangan posisi tubuh,
orientasi ruang, warna, bunyi, rasa, dan peraba.

Kebanyakan anak CP mengalami hambatan bicara, karena otot-otot bicara yang lumpuh
atau kaku. Selain itu, kurangnya interaksi dengan lingkungan sekitar dapat menyebabkan anak
mengalami kemiskinan bahasa. Anak yang mempunyai gagasan atau ide yang akan disampaikan
kepada orang lain secara lisan tidak terkomunikasikan, karena bicaranya tidak jelas dan
ucapannya susah dimengerti (supena, 2012).

Anak-anak dengan gangguan fisik dan kesehatan biasanya juga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial. Mereka kesulitan mempertahankan hubungan dengan teman-teman sebaya.
Mereka juga mungkin mempunyai konsep diri yang rendah, akibatnya untuk berinteraksi dengan
lingkungan menjadi terlambat. Anak merasa rendah diri, menolak kenyataan.
B. Komunikasi pada Pasien Gangguan Fisik
1. Pasien dengan Gangguan Pendengaran
Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Pasien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang
lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, diusahakan supaya sikap dan
gerakan kita dapat ditangkap oleh indra visual si pasien.

Teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan


pendengaran, antara lain:

1. Orientasikan kehadiran kita dengan cara menyentuh pasien atau memposisikan diri di
hadapan yang terlihat oleh pasien.
2. Gunakan bahasa dan kalimat yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan pasien membaca gerak bibir kita.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di hadapan atau di depan pasien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.
4. Jangan melakukan pembicaraan ketika kita  sedang mengunyah sesuatu, misalnya permen
karet.
5. Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan yang sederhana dan wajar.
6. Jika diperlukan gunakanlah bahasa jari atau jika kita menguasai bahasa isyarat, dapat
menggunakannya.
7. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan, gambar atau simbol yang mudah dimengerti.
 

2. Pasien dengan Gangguan Penglihatan.


Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, maupun bawaan dari
lahir. Gangguan penglihatan karena kerusakan organ misalnya: kornea, lensa mata, kekeruhan
humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak.
Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami pasien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat
bergantung pada pendengaran dan sentuhan.

Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran
dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat ditransfer melalui indra yang lain.

 Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik yang diperhatikan selama berkomunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan penglihatan:
1. Sedapat mungkin pengobat mengambil posisi yang dapat dilihat pasien bila pasien
mengalami kebutaan parsial atau total.
2. Sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran kita ketika berada di dekat pasien.
- Identifikasikan diri kita dengan menyebutkan nama :
Berbicaralah dengan menggunakan nada suara normal bila kondisi pasien tidak
memungkinkan pasien menerima pesan verbal secara visual. Dalam kondisi ini,
nada suara kita memegang peranan besar dan bermakna bagi pasien.
- Terangkan alasan kita menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum
melakukan sentuhan apapun pada pasien.
- Informasikan kepada pasien ketika kita akan meninggalkan ruangan atau
meninggalkan pasien / memutus komunikasi.
- Orientasikan pasien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
- Orientasikan pasien pada lingkunganya bila pasien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.
 

 Syarat-Syarat Komunikasi
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan sensori
penglihatan, kita sebagai pengobat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik
sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara pengobat  dan pasien, untuk
itu syarat yang harus dimiliki oleh pengobat dalam berkomunikasi dengan pasien
dengan gangguan sensori penglihatan adalah:
- Adanya kesiapan, artinya pesan atau informasi, cara penyampaian, dan
saluarannya harus dipersiapkan terlebih dahulu secara matang.
- Kesungguhan, artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap
harus disampaikan secara sungguh-sungguh atau serius.
- Ketulusan, artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada
individu lain, pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan
itu merupakan sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
- Kepercayaan diri, artinya jika pengobat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini
akan sangat berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
- Ketenangan, artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan,
perawat harus bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien,
karena dengan adanya ketenangan maka informasi yang disampaikan akan lebih
jelas, baik dan lancar.
- Keramahan, artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan
komunikasi, karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan
menimbulkan perasaan tenang, senang dan aman bagi pasien.
- Kesederhanaan, artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat
sederhana baik bahasa, pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi
itu panjang dan rumit akan tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan
jelas maka akan memberikan kejelasan informasi dengan baik.

3. Pasien dengan gangguan Wicara.


Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar pasien yang
mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan pasien gangguan wicara, hal – hal berikut perlu di
perhatikan:

 Pengobat benar – benar dapat memperhatikan mimik dan gerak bibir pasien.
 Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata-kata yang
diucapkan pasien.
 Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik, komunikasi
dengan pasien tidak menyimpang.
 Mengendalikan pembicaraan sehingga pasien menjadi lebih rileks dan komunikasi
menjadi lebih pelan.
 Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
 Gunakan bahasa isyarat, tulisan, gambar atau simbol bila diperlukan.
 Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan pasien
untuk menjadi mediator komunikasi.
 

4. Pasien dengan keadaan tidak sadar


Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan
sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima pasien dan pasien tidak dapat
merespons kembali stimulus tersebut. Keadaaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan
organik pada otak, trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun
gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Seringkali timbul pertanyaan tentang perlu
tidaknya pengobat berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kesadaran ini.
Bagaimanapun, secara etika penghargaan terhadap nilai nilai kemanusiaan mengharuskan
penerapan komunikasi pada pasien dengan gangguan kesadaran.

Pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan kesadaran, hal hal berikut perlu
diperhatikan:

- Berhati – hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan dan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang
menjadi pertama kali berfungsi pada waktu sadar. Maka perawat harus berhati –
hati tidak mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada dalam jarak
pendengaran pasien. Jaga selalu untuk tidak mengatakan hal – hal yang tidak akan
mereka katakan pada pasien yang sepenuhnya sadar.
- Ambil asumsi bahwa pasien  dapat mendengar pembicaraan kita. Usahakan
mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan di dekat klien.
- Ucapkan kata – kata sebelum menyentuh pasien . Sentuhan diyakini dapat
menjadi salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
- Upayakan untuk mempertahankan lingkungan sekitar pasien setenang mungkin
untuk membantu pasien pada komunikasi yang dilakukan.
 
5. Pasien dengan gangguan perkembangan
Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan kognitif pada pasien,
antara lain akibat penyakit : retardasi mental, syndrome down, ataupun situasi sosial, misal,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan sebagainya. Dalam berkomunikasi dengan
klien yang mengalami gangguan kematangan kognitif, sebaiknya kita memperhatikan prinsip
komunikasi bahwa komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu
mengikuti kaidah sesuai kemampuan audience (capability of audience) dengan demikian 
komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.

Cara – cara berkomunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan kematangan


kognitif / perkembangan kognitif :

1. Berbicaralah dengan menggunakan tema yang jelas dan terbatas.


2. Hindari menggunakan istilah yang membingungkan pasien, usahakan
menggunakan kata pengganti yang lebih mudah dimengerti dengan menggunakan
contoh atau gambar dan simbol yang mudah dimengerti oleh pasien.
3. Berbicaralah dengan menggunakan nada yang relatif datar dan Nada tinggi
seringkali di terima oleh pasien sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
4. Selalu lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan yang diutarakan untuk
memastikan kembali maksud pesan sudah diterima dengan baik oleh pasien.
5. Berhati – hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien dan menimbulkam sesuatu
yang tidak di inginkan.

Anda mungkin juga menyukai