Anda di halaman 1dari 13

EKONOMI MANAJERIAL (PERTEMUAN 13):

RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Oleh:
KELOMPOK 4

Ida Bagus Gede Prabawa Putra Udiyana 1807521090 (83)


Dewa Ayu Istri Gedong Astari Dewi 1807521109 (83)
Kevin Anggoro Budiarto 1807521132 (83)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2020
PEMBAHASAN

1. RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM BISNIS

Keputusan-keputusan manajerial dibuat dalam kondisi yang pasti, berisiko, atau tidak
pasti. Kepastian (certainty) mengacu pada situasi dimana hanya ada satu hasil yang mungkin
terjadi untuk suatu keputusan dan hasil ini diketahui secara tepat. Sebagai contoh, berinvestasi
pada Treasury Bill hanya akan memberikan satu macam hasil (jumlah pengembalian), dan
jumlah ini diketahui secara pasti. Alasannya adalah bahwa tidak mungkin pemerintah federal
akan gagal menebus sekuritas tersebut pada saat jatuh tempo atau akan gagal dalam melunasi
pembayaran bunga. Pada sisi lain, jika terdapat lebih dari satu hasil yang mungkin untuk
keputusan, pengambilan keputusan dikatakan menghadapi risiko atau ketidakpastian.

Risiko (risk) mengacu pada situasi dimana terdapat lebih dari satu kemungkinan hasil
dari suatu keputusan dan probabilitas dari setiap hasil tersebut diketahui, atau bisa
diestimasikan. Jadi, risiko menuntut pengambilan keputusan untuk mengetahui semua hasil
yang mungkin terjadi dari setiap keputusan dan memiliki gagasan untuk mengestimasikan
probabilitasnya. Sebagai contoh, saat melempar uang logam, kita bia mendapatkan gambar
atau angka, dan masig-masing emungkinan ini memiliki peluang yang sama (yaitu, 50 : 50)
untuk muncul (jika uang logam seimbang). Begitu juga berinvestasi dalam saham atau
peluncuran produk baru membawa kita ke salah satu hasil yang mungkin terjadi, dan
probabilitas dari setiap hasil yang mungkin terjadi itu bisa diestimasikan dari pengalaman masa
lalu atau melalui riset pasar. Secara umum, semakin besar variabilitas (yaitu, semakin banyak
kemungkinan dan kisaran) hasil, semakin besar risiko yang terkait dengan keputusan atau
tindakan.

Ketidakpastian (uncertainty) mengacu pada simulasi dimana terdapat lebih dari satu
kemungkinan hasil dari suatu keputusan dan probabilitas kemunculan dari masing-masing hasil
tersebut tidak diketahui, apalagi dapat ditafsirkan. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh
kurang memadainya informasi masa lalu atau ketidakstabilan dalam struktur variabel. Dalam
bentuk-bentuk ketidakpastian yang ekstrem, hasilnya sendiri bahkan tidak diketahui. Sebagai
contoh, pengeboran ladang minyak yang belum terbukti hasilnya memberikan ketidakpastian
bagi para investor jika mereka tidak mengetahui kemungkinan output minyaknya atau
probabilitas outputnya.
Dalam menganalisis pengambilan keputusan manajerial yang melibatkan risiko, kita
akan menggunakan konsep-konsep seperti strategi, kondisi alam, dan matrik ganjaran (payoff
matrix). Strategi mengacu pada satu pilihan tindakan yang bisa diambil oleh pembuat
keputusan utuk meraih tujuan. Sebagai contoh, seorang manajer mungkin harus memilih antara
strategi pembuata pabrik berukuran besar atau strategi pembangunan pabrik kecil, dalam
rangka memaksimumkan laba atau nilai perusahaan. Kondisi alamiah (state of nature) mengacu
pada kondisi masa depan yang tidak bisa dikendalikan oleh manajer yang akan memiliki
dampak signifikan atas tingkat kesuksesan atau kegagalan suatu strategi. Sebagai contoh,
perekonomian yang mungkin tumbuh pesat, normal, atau resesi di masa depan. Pengambil
keputusan tidak memiliki kendali atas kondisi alamiah yang akan muncul di masa depan, tetapi
kondisi masa depan ini jelas akan mempengaruhi hasil dari suatu strategi yang dipilih oleh sang
manajer.

2. METODE-METODE PENGUKURAN RISIKO: Profitabilitas, Deviasi Standar, dan


Koefisien Variasi.

Di bagian sebelumnya kita telah mendefinisikan risiko sebagai situasi yang mengandung
lebih dari satu kemungkinan hasil atas suatu keputusan dan probabilitas dari setiap
kemungkinan hasil ini diketahui atau dapat diestimasi. Pada bagian ini kita akan membahas arti
dan berbagai karakteristik distribusi probabilitas, kemudian menggunakan konsep ini untuk
mengembangkan pengukuran risiko yang akurat.

a. Distribusi Probabilitas

Probabilitas (probability) suatu kejadian adalah peluang atau kemungkinan suatu


kejadian akan muncul. Sebagai contoh, jika kita mengakatan probabilitas perekonomian
tumbuh pesat pada tahun depan adalah 0,25 atau 25%, ini berarti bahwa terdapat “1
peluang dalam 4” kondisi tersebut akan muncul. Dengan menampilkan semua
kemungkinan hasil atas suatu kejadian probabilitasnya masing-masing, kita
mendapatkan distribusi probabilitas (probability distribution). sebagai contoh, jika hanya
ada tiga kemungkinan kondisi perekonomian di masa depan (tumbuh pesat, normal,
atau resesi) dan probabilitas dalam kondisi masing-masing ini dapat di tentukan.

Konsep distribusi probabilitas sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi dan


membandingkan proyek-proyek investasi. secara umum, hasil atau laba dari suatu
proyek investasi akan mencapai titik paling tinggi ketika kondisi perekonomian tumbuh
pesat dan akan berada pada titik paling rendah selama resesi. jika kita mengalikan
setiap hasil atau laba yang mungkin terjadi dari suatu investasi dengan probabilitasnya
masing-masing dan kemudian menambah semua hasil perkalian, kita akan
mendapatkan nilai atau laba yang diperkirakan dari proyek. Yaitu,

Dimana πi adalah tingkat laba yang berhubungan dengan hasil i, Piadalah probabilitas
terjadinya hasil i, dan i = 1 sampai n mengacu kepada jumlah kemungkinan hasil atau
kondisi alamiah. Jadi laba yang diperkirakan (expected profit) dari suatu investasi adalah
rata-rata tertimbang dari semua tingkat laba yang mungkin dalam berbagai kondisi
perekonomian, dimana probabilitas tingkat laba digunakan sebagai bobot. Laba yang
diperkirakan dari investasi merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam
mempertimbangkan layak tidaknya pelaksanaan sebuah proyek atau untuk menentukan
proyek mana yang dipilih diantara dua atau lebih alternatif proyek.

Sebagai contoh, matriks ganjaran proyek A dan proyek B serta memperlihatkan


bagaimana nilai yang diperkirakan dari setiap proyek dihitung. Dalam kasus ini, nilai
yang diperkirakan dari masing-masing proyek adalah $500, tetapi kisaran hasil untuk
proyek A (dari $400 selama resesi sampai $600 selama perekonomian tumbuh pesat)
jauh lebih kecil dari kisaran proyek B (dari $200 selama resesi sampai $800 selama
perekonomian tumbuh pesat). Jadi, proyek A lebih aman dan dengan demikian lebih
menguntungkan dibanding proyek B.

Laba yang diperkirakan dari variabilitas dalam hasil proyek A dan proyek B, dimana
tinggi dari setiap batang mencerminkan probabilitas bahwa suatu hasil (yang diwakili
oleh sumbu horizontal) akan muncul. Perhatikan bahwa hubungan antara kondisi
ekonomi dengan laba jauh lebih rapat (yaitu, tidak begitu tersebar) untuk proyek A
dibanding proyek B. Jadi, proyek A lebih rendah risikonya daripada proyek B. Karena
kedua proyek memiliki laba yang diperkirakan sama, proyek A lebih menguntungkan
daripada proyek B jika manajer merupakan tipe penghindar risiko (seperti biasa).

b. Deviasi Standar

Semakin rapat distribusi probabilitas maka semakin kecil risiko dari suatu
keputusan atau strategi. Alasannya, penyimpangan secara signifikan terhadap hasil
yang diperkirakan probabilitasnya semakin kecil. Kerapatan atau derajat penyebaran
distribusi probabilitas dapat diukur dengan menggunakan deviasi standar, yang
ditujukan oleh simbol sigma (s). Jadi deviasi standar mengukur tingkat penyebaran
berbagai kemungkinan hasil dari nilai yang diperkirakan. Semakin kecil nilai standar
deviasi maka semakin rapat distribusi dan semakin kecil risiko. Deviasi standar dapat
dihitung melalui tiga proses langkah, yaitu sebagai berikut :

 Tiap kemungkinan hasil (xi) dikurangi nilai yang diperkirakan atau mean (x) distribusi
dari setiap kemungkinan hasil untuk mendapatkan serangkaian deviasi (di ) dari nilai
yang diperkirakan, yaitu :

𝑑𝑖 = 𝑥𝑖 − 𝑥


Kuadratkan tiap deviasi kemudian kalikan dengan tiap probabilitas dari setiap nilai yang
diperkirakan, dan jumlahkan semuanya. Rata-rata tertimbang dari deviasi- deviasi yang
2), yaitu :
telah dikuadratkan dinamakan dengan varians (variance) dari distribusi ( 

 Hitung akar kuadrat dari varians untuk mendapatkan deviasi standar ():

c. Koefisien Variasi
Deviasi standar bukan ukuran yang baik untuk membandingkan tingkat sbaran
(risiko relatif) yang berhubungan dengan dua distribusi probabilitas atau lebih yang
memiliki nilai yang diperkirakan atau rata-rata yang berbeda. Distribusi yang
mengandung nilai yang diperkirakan atau rata-rata terbesar sangat mungkin memiliki
deviasi standar yang lebih besar(ukuran sebaran absolut) tetapi tidak selalu memiliki
disperse (tingkat sebaran) relative terbesar. Untuk mengukur disperse relatif kita
menggunakan koefisien variasi (coefficient of variation-v) dari suatu distribusi dibagi
dengan nilai yang diperkirakan atau rata-ratanya.
3. ANALISIS RESIKO DENGAN MENGGUNAKAN POHON KEPUTUSAN

Decision tree analysis merupakan alat pendukung keputusan menggunakan grafik


seperti pohon atau model keputusan dengan kemungkinan konsekuensinya termasuk hasil
kejadian, biaya sumber daya dan utilitas. Decision tree analysis digunakan dalam analisis
keputusan untuk membantu mengidentifikasi strategi mana yang paling mungkin untuk
mencapai tujuan.
Dengan memperlihatkan urutan dari keputusan-keputusan manajerial yang mungkin dan
hasil yang diperkirakan dari setiap keputusan dibawah tiap situasi atau kondisi alamiah. Karena
urutan dari keputusan dan kejadian ditampilkan secara grafis sebagai cabang-cabang pohon
tehnik ini dinamakan dengan pohon keputusan. Pembuatan pohon keputusan dimulai dengan
keputusan - keputusan terawal dan bergerak maju dari waktu ke waktu melalui serangkaian
kejadian dan keputusan berikutnya. Dalam pembuatan pohon keputusan, kotak dipakai untuk
menandai titik pengambilan keputusan, sementara lingkungan menandai kondisi alamiah.
Cabang-cabang yang berawal dari kotak menggambarkan strategi alternatif atau tindakan yang
terbuka bagi perusahaan.
Dengan menggunakan diagram pohon keputusan, maka logika dan proses pengambilan
keputusan dapat ditelusuri. Artinya, gambaran yang diberikan dalam diagram keputusan
tersebut mudah dipahami, dapat dikaji ulang, proses dan logika pembuatan keputusan dapat
diikuti dengan seksama. Komponen utama dalam diagram pohon keputusan meliputi simpul-
simpul dan cabang-cabang. Adapun simpul dibedakan menjadi 3 yaitu simpul keputusan
(kotak), simpul peluang atau kesempatan (lingkaran) dan simpul terminal (bulat).
Simpul keputusan mencerminkan alternatif-altenatif atau pilihan-pilihan keputusan yang
bisa diambil oleh perusahaan. Simpul peluang melambangkan keadaan-keadaan yang mungkin
terjadi dari alternatif keputusan tersebut. Sedangkan simpul terminal merupakan akhir dari
lintasan proses keputusan.
Faktor-faktor penentu keberhasilan Decision Tree Analysis :

 Membuat atau menyusun struktur pohon dengan hati-hati, semua keputusan alternatif
berbeda secara material maka harus dipertimbangkan
 Akses ke data yang berkualitas tentang probabilitas, biaya dan reward pada keputusan
dan event yang dispesifikasikan
 Kegunaan fungsi yang telah di validasi dengan pengambil keputusan organisasi
 Ketersediaan dan pemahaman mengenai software diperlukan untuk menyusun dan
menyelesaikan sebuah pohon keputusan.

Adapun kelemahan dari Decision Tree Analysis :


 Terkadang sulit untuk membuat struktur keputusan
 Probabilitas kejadian bisa sulit dihitung ketika tidak ada historis data
 Jawaban dari input data mungkin tidak stabil
 Organisasi tidak boleh membuat keputusan berdasarkan basis linear
 Analisis situasi yang rumit membutuhkan software khusus
 Kemungkinan ada beberapa penolakan untuk menggunakan pendekatan teknis dalam
pengambilan keputusan

Manajer umumnya lebih tertarik dalam mengurangi risiko daripada mengukur risiko tersebut.
Misalnya, terkadang proyek dapat terstruktur sehingga pengeluaran tidak harus dibuat dalam
satu waktu, tetapi, sebaliknya, dapat dilakukan secara bertahap selama periode beberapa
tahun. Hal ini dapat mengurangi risiko dengan memberikan manajer kesempatan untuk
mengevaluasi keputusan penggunaan dengan informasi terbaru dan kemudian
menginvestasikan dana tambahan atau mengakhiri proyek.
Proyek-proyek tersebut dapat dievaluasi dengan menggunakan pohon keputusan.
Contoh kasus pada perusahaan United Robotic sedang mempertimbangkan produksi robot
industri untuk manufaktur televisi. Investasi bersih untuk proyek ini dapat dipecah menjadi
beberapa tahapan, seperti pada gambar

Tahap 1 Pada t= 0, yang dalam hal ini adalah dalam waktu dekat, perusahaan melakukan studi
pasar potensial untuk robot sebesar $ 500.000 dalam pemasangan lini televisi.
Tahap 2 Jika tampaknya pasar yang cukup besar tidak ada, maka pada t=1 menghabiskan
biaya sebesar $ 1.000.000 untuk merancang dan membangun sebuah prototype. Robot ini
kemudian akan dievaluasi oleh para teknisi televisi, dan reaksi mereka akan menentukan
apakah perusahaan dapat proyek dilanjutkan.
Tahap 3 Jika reaksi terhadap robot prototipe bagus maka pada t=2 dapat membangun pabrik
produksi dengan biaya bersih sebesar $ 10.000.000. Jika tahap ini dicapai, proyek akan
menghasilkan arus kas bersih yang baik antara tinggi, sedang atau selama empat tahun
berikutnya.
Tahap 4 Pada t=3 penerimaan pasar akan diketahui. Apabila permintaan rendah, perusahaan
akan menghentikan proyek dan menghindari arus kas negatif dalam Tahun 4 dan 5.

Sebuah pohon keputusan seperti pada Gambar 13-4 dapat digunakan untuk
menganalisis seperti multi-tahap atau keputusan berurut. Di sini kita dapat mengasumsikan
antara keputusan telah berselang satu tahun. Setiap lingkaran mewakili titik keputusan, dan itu
disebut node keputusan. Nilai dolar di sebelah kiri setiap node keputusan merupakan investasi
bersih yang ada pada titik keputusan, dan arus kas yang ditampilkan di bawah t =3 sampai t=5
mewakili arus kas masuk proyek yang didorong untuk segera selesai. Masing-masing garis
diagonal merupakan cabang dari pohon keputusan, dan setiap cabang memiliki perkiraan
probabilitas.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pohon keputusan pada Gambar 13-4
mendefinisikan node decisions dan cabang-cabang yang keluar dari node. Ada dua jenis node,
decisions node dan outcome node. Decision node adalah titik di mana manajemen dapat
menanggapi informasi baru, yaitu adalah pada t=1, setelah perusahaan telah menyelesaikan
studi pemasaran. Decision node kedua yaitu di t= 2, setelah perusahaan menyelesaikan studi
prototype. Outcome node menunjukkan hasil yang mungkin terjadi jika keputusan tertentu
diambil. Ada satu hasil yang relevan dengan outcome node (Decision point 3 pada Gambar 13-
4), yang terjadi pada t=3, dan cabang-cabangnya menunjukkan arus kas yang munkin terjadi
jika jika perusahaan maju dengan proyek robot industri.

Pada kolom Joint Probability dalam gambar 13-4 menjelaskan probabilitas dari masing-
masing cabang demikian juga NPV. Setiap Joint Probability diperoleh dari mengalikan seluruh
probabilitas pada cabang tertentu. Contohnya, probabilitas yang perusahaan inginkan setelah
tahap 1 dilakukan, dilanjutkan ke tahap 2 dan 3 dan didukung oleh permintaan yang kuat, maka
akan menghasilkan $18,000,000 per tahun untuk kas masuk dan (0.8)(0.6)(0.3) = 0.144 =
14.4%.
Dari contoh diatas, analisis pohon keputusan diperlukan manajer untuk
mengartikulasikan secara eksplisit jenis resiko yang dihadapi proyek dan membangun respon
untuk rancangan yang potensial. Perlu diperhatikan pula contoh tersebut dapat memperluas
cakupan banyak pengambilan keputusan. Sehingga, analisis pohon keputusan merupakan alat
yang dapat digunakan untuk menganalisa risiko proyek.

4. INFORMASI DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN (Asymmetric Information and


Moral Hazard)

Informasi Asimetris (Asymmetric Information)

Kondisi mengenai asymmetric information pertama kali dijelaskan oleh Kenneth J. Arrow
dalam satu artikel yang terkenal di bidang penanganan kesehatan 1963 yang berjudul
“Uncertainty and the Welfare Economics of Medical Care” di jurnal American Economic Review.
George Akerlof peraih nobel ekonomi 1970 menggunakan istilah asymmetric information.
informasi asimetris dalam karyanya “The Market for Lemons (pasar barang kacangan)” George
mengemukakan bahwa dalam pasar yang memiliki informasi yang asimetris, penjual dan
pembeli tidak memiliki akses yang sama terhadap sebuah informasi, nilai rata-rata dari komoditi
pasar ini cenderung menurun, bahkan untuk barang yang tergolong berkualitas bagus karena
para pembelinya tidak memiliki cara untuk mengetahui apakah produk yang mereka beli akan
menjadi sebuah “lemon” (produk yang menyesatkan).

Salah satu pihak dari transaksi (yaitu, pembeli atau penjual produk atau jasa) sering kali
memiliki lebih sedikit informasi dibandingkan pihak yang kedua dalam hubungannya dengan
kuantitas dari produk atau jasa. Ini adalah kasus informasi asimetris (Asymmetric
Information). Salah satu contoh informasi asimetris adalah pasar “barang rusak” (yaitu produk
cacat seperti mobil bekas, yang akan meminta banyak biaya perbaikan dan tidak sebanding
dengan harganya). Secara spesifik, penjual mobil bekas tahu secara tepat kuantitas dari mobil
yang mereka jual tetapi calon pembeli tidak. Akibatnya harga pasar untuk mobil bekas akan
sangat tergantung pada kualitas rata-rata dari mobil bekas yang tersedia untuk dijual. Pemilik
“barang rusak” dengan demikian akan menerima harga yang lebih tinggi dari nilai barang
sebenarnya. Sementara pemilik mobil-mobil bekas berkualitas tinggi cenderung mendapatkan
harga yang lebih rendah dari harga mobilnya. Pemilik mobil bekas berkualitas tinggi dengan
demikian akan menarik mobil mereka dari pasar, sehingga menurunkan kualitasa dan harga
dari sisa mobil bekas yang masih tersedia untuk dijual. Penjual mobil bekas berkualitas di atas
rata-rata kini selanjutnya menarik mobil mereka dari pasar, sehingga menurunkan kualitas dan
harga dari sisa mobil bekas yang masih tersedia untuk dijual. Proses ini berlanjut sampai hanya
mobil-mobil berkualitas sangat rendah yang dijual di pasar dengan harga sangat rendah. Jadi
hasil akhirnya adalah bahwa mobil-mobil berkualitas rendah “mengusir” mobil-mobil berkualitas
tinggi keluar dari pasar mobil bekas. Hal ini dikenal dengan pilihan yang berlawanan (Adverse
selection). Pilihan berlawanan yang muncul dari informasi asrimetris dapat dihilangkan atau
dikurangi dengan mengumpulkan lebih banyak informasi oleh pihak yang kekurangan informasi.

Masalah Moral (Moral Hazard)

Moral hazard sendiri juga merupakan akibat dari adanya informasi yang asimetris. Paul
Krugman (1999) seorang ekonom yang menjelaskan bahwa konsep moral hazard telah luas
dipergunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku debitur (borrower) dan pemberi kredit
(kreditur/bank) yang berani mengambil risiko tinggi selama krisis keuangan terjadi di Asia
Tenggara pada tahun 1997-1998. Moral hazard merupakan perilaku pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholder), misalnya pihak bank (pemegang saham dan manajemen) atau
debitur perbankan yang menciptakan insentif untuk memiliki agenda dan tindakan tersembunyi
yang berlawanan dengan etika bisnis atau hukum yang berlaku untuk kepentingan dirinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dembe dan Boden, istilah moral hazard digunakan
secara luas pada abad ke-19 oleh perusahaan asuransi Inggris. Penggunaan awal istilah ini
memiliki konotasi negative, menyiratkan penipuan atau perilaku tidak bermoral (biasanya pada
bagain dari pihak tertanggung). Saunders (2000) menyatakan bahwa moral hazard terjadi
karena lemahnya regulasi, faktor struktus kepemilikan, aspek penjaminan simpanan dan disiplin
pasar yang lemah.

Kasus pembobolan dana nasabah Citibank yang dilakukan oknum tertentu merupakan
contoh nyata moral hazard di dunia perbankan Indonesia. Pada industry perbankan ini, para
agen atau banker seing mempunyai informasi yang lebih baik mengenai bisnis tersebut
daripada pihal pendiri, para agen bisa memaksumumkan utilitasnya atas beban pihak lain, atau
paling sedikit agen tidak menanggung secara penuh atau sepadan dengan kerugian bila terjadi.

5. KARAKTER PENGAMBILAN KEPUTUSAN BEDASARKAN RISIKO

Seorang pengambil keputusan memiliki karakter/ watak yang sangat berbeda-beda, ada
yang cepat dan ada juga yang hati-hati dalam bertindak, sehingga dia lebih mengedepankan
resiko yang akan terjadi. Seperti kita ketahui pengambil keputusan harus mampu memberi
pengaruh besarbagi setiap keputusan yang dibuatnya, sehingga suatu keputusan akan lebih
memiliki mutu, apabila dibuat berdasarkan karakter dari pembuat keputusan tersebut, dan
keputusan tersebut nantinya akan bisa diterima banyak orang. Adapun seorang pengambil
keputusan biasanya memiliki pertimbangan dalam mengambil keputusan tergantung karakter
individu masing-masing, seperti contohnya :

1) Takut dengan resiko yang akan terjadi (Risk avoider)


Merupakan tipe dari pengambil keputusan yang memilih posisi yang aman dan
terkendali. Sehingga jauh dari resiko yang akan diterimanya. Dalam mengambil keputusan
seseorang akan cenderung menjaga asset dengan baik-baik dan tidak ingin memasuki
wilayah yang menantang dalam hal ini percobaan yanb dianggap baru. Karakteristik ini
adalah dimana sang decision maker sangat hati-hati terhadap keputusan yang diambilnya,
bahkan cenderung begitu tinggi melakukan tindakan yang sifatnya menghindari resiko yang
akan timbul jika keputusan diaplikasikan. Secara umum pebisnis yang berkarakter seperti
ini cenderung melakukan tindkan yang biasanya disebut dengan safety player. Penganut
risk avoider cenderung sulit memimpin dan lebih banyak menjadi follower bukan seorang
innovator.
2) Sangat berhat-hati dengan resiko (Risk Indefference)
Karakteristik seperti ini adalah dimana sang decision maker sangat berhati-hati atau
begitu menghitung terhadap segala dampak yang akan terjadi jika keputusan tersebut
dilakukan. Bagi mereka yang menganut karakter seperti ini dengan kecenderungan kehati-
hatian yang begitu tinggi maka biasanya setelah keputusan tersebut diambil ia tidak akan
mengubahnya begitu saja. Bagi kalangan bisnis mereka menyebut orang dengan karakter
seperti ini secara ekstrem sebagai tipe peragu.

3) Suka dengan resiko (Risk Seeker)

Karakteristik seperti ini adalah tipe yang begitu suka pada resiko. Karena bagi dia,
semkin tinggi resiko maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang akan diperolehnya.
Prinsip seperti ini cenderung begitu menonjol dan besar pengaruhnya terhadap setiap
keputusan yang diambil. Mereka terbiasa dengan spekulasi, dan itu pula yang membuat
mereka selalu ingin menjadi pemimpin dan cenderung tidak ingin menjadi pekerja.
Kalaupun menjadi pekerja, itupun tidak bertahan lama. Mental risk seeker atau risk lover
adalah mental yang dimiliki oleh pebisnis besar dan juga pemimpin besar. Karakter ini
umumnya dimiliki oleh pemberontak dimana mereka mau bersusah payah dengan
keyakinan akan memperoleh kenikmatan setelah itu, berupa kemenangan.

Dari ketiga karakteristik ini, karakter risk seeker yang paling begitu mendominasai jika dilihat
dari segi kedekatannya dengan resiko. Namun bukan berarti mereka yang lain tidak memiliki
kelebihan, tapi jika dikaitkan dengan ruang lingkup aktivitas bisnis, maka mereka dengan latar
belakang mental risk seeker cenderung lebih berani dan tegas daripada yang lain
DAFTAR PUSTAKA

Salvatore, Dominick. 2011. Ekonomi Manajerial dalam perekonomian global buku 2 edisi
kelima. Jakarta : Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai