Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retensio plasenta merupakan kasus yang banyak kita temui dalam


kesehatan terutama dalam kasus-kasus kebidanan, oleh karena itu retensio
plasenta bisa menjadi faktor pemicu terjadinya kematian pada ibu.

Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi


waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan
plasenta manual dengan segera.

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya


telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui
periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta
sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan
plasenta manual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Retensio Plasenta?

2. Apa saja penyebab Retensio Plasenta?

3. Bagaimanakah tanda dan gejala Retensio Plasenta?

4. Bagaimanakah penanganan Retensio Plasenta?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan retensio plasenta.

2. Untuk mengetahui apa penyebab retensio plasenta.

3. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala retensio plasenta.

4. Untuk mengetahui bagaimana penanganan ibu dengan retensio

plasenta.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Retensio Plasenta


Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau waktu setengah jam setelah bayi lahir (Saifuddin, 2006).
B. Jenis Plasenta
Menurut Rohani dkk. (2011), jenis plasenta menurut perlekatanya ada 5
macam antara lain:
1. Plasenta adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2. Plasenta akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
memasuki sebagian lapisan miometrium.
3. Plasentainkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau
memasuki miometrium.
4. Plasenta perkreta
Adalah implantasi jonjot korionplasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5. Plasenta inkarserata
Adalah tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostiumuteri.
C. Predisposisi
Menurut Manuaba (2007), faktor predisposisi retensio plasenta antara
lain:
1. Grandemultipara.
2. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang
luas.
3. Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.
4. Plasenta previa, karena dibagian isthmus, pembuluh darah sedikit,
sehingga perlu lebih masuk kedalam perlekatannya.
5. Bekas operasi uterus.
D. Etiologi
Menurut Manuaba (2004), sebab-sebab terjadinya retensio plasenta
antara lain:
1. Fungsional
a. His kurang kuat (penyebab terpenting)
b. Plasenta sukar terlepas (plasenta adhesiva) karena tempatnya
(insersi disudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea,
plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
2. Patologi-anatomi
a. Plasenta akreta
b. Plasenta inkreta
c. Plasenta perkreta
d. Plasenta inkraserata
E. Indikasi manual plasenta
Menurut Manuaba (2007), indikasi dilakukannya manual plasenta antara
lain:
1. Perdarahan mendadak sekitar 400-500 cc
2. Riwayat haemorhagie postpartum habitualis
3. Post operasi (transvaginal dan transabdominal)
4. Penderita dalam keadaan narkosa atau anastesi umum
F. Prosedur manual plasenta
Menurut Rohani dkk., (2011), prosedur manual plasenta dijabarkan
sebagai berikut :
1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan
dengan satu tangan sejajar lantai.
3. Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan
menghadap ke bawah) ke dalam vagina menyusuri sisi bawah tali
pusat.
4. Setelah mencapai permukaan serviks, minta seorang
asisten/penolong untuk memegang klem tali pusat kemudian
pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
5. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam sampai
kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
6. Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti member salam
(ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari jari lain saling merapat).
7. Tentukan implantasi plasenta, temuan tepi plasenta yang paling
bawah.
8. Perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan kanan
kekanan dan kekiri sambil digeser keatas (kranial ibu) hingga semua
perlengketan plasenta terlepas dari dinding uterus.
9. Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan
eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
10. Pindah kan tangan luar dari fundus ke suprasimfisis (tahan segmen
bawah rahim) kemudian intruksikan asistesten/penolong untuk
menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar
(hindarkan terjadinya percikan darah).
11. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis)
uterus kearah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan
plasenta didalam wadah yang telah disediakan.
12. Perlu diperhatikan bila tepi plasenta tidak teraba atau plasenta berada
pada dataran yang sama dengan dinding uterus, maka hentikan
upaya manual plasenta karena hal ini menunjukkan plasenta inkreta.
Bila hanya sebagian dari implantasi plasenta yang dapat dilepas dan
bagian lainnya melekat erat, maka hentikan pula manual plasenta
karena hal ini adalah plasenta akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya
ibu diberi uterotonika tambahan (misoprostol 600 mcg per rektal)
sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
G. Pemantauan pascatindakan:
1. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
2. Lakukan transfusi darah bila diperlukan .
3. Berikan antibiotik profilaksis (ampicillin 2 g IV/peroral + metronidazole
1 g peroral).
4. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, dan
syok neurogenik.
H. Komplikasi manual plasenta
Menurut Manuaba (2007), komplikasi dari tindakan manual plasenta
antara lain:
1. Perforasi, karena tipisnya tempat implantasi plasenta.
2. Meningkatnya kejadian infeksi asenden.
3. Tidak berhasil karena plasenta melekat erat, dapat menimbulkan
perdarahan yang sulit terhenti
4. Manual plasenta pada plasenta yang tanpa perdarahan harus hati-
hati.
I. Penatalaksanaan retensio plasenta
Menurut Rohani dkk. (2011), penatalaksanaan retensio plasenta
disesuaikan dengan jenis retensio yang terjadi :
1. Retensio plasenta dengan separasi parsial
a. Penilaian keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, kontraksi
uterus dan perdarahan (Manuaba, 2007).
b. Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan yaitu dilakukan
manual plasenta untuk melepaskan plasenta secara manual
(menggunakan tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian
melahirkannya keluar dari kavum uteri (Rohani dkk., 2011).
c. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
d. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk meneran. Bila
ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
e. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40
tetes per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misopostrol 400
mg rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena
kontraksi tonik yang timbul dapat mengakibatkan plasenta
terperangkap dalam kavum uteri).
f. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus (melahirkan plasenta
yang melekat erat secara paksa dapat menyebabkan perdarahan
atau perforasi).
2. Plasenta inkarserata
Menurut Rohani dkk. (2011), penatalaksanaan penanganan retensio
plasenta berdasarkan patofisiologi plasenta antara lain:
a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik, dan
pemeriksaan.
b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk
menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
c. Pilih fluothane atau eteruntuk kontriksi serviks yang kuat, tetapi
siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan
40 permenit untuk mengatisipasi gangguan kontraksi yang
disebabkan bahan anastesi tersebut.
d. Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui
oleh cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan
plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100
mg IV dan pethidine 50 mg IV) dan sedatif (diazepam5 mg IV)
pada tabung terpisah. Teknik dalam melakukan maneuverskrup
diantaranya :
1) Pasang spekulum sims sehingga ostium dan sebagian
plasenta tampak dengan jelas.
2) Jepit portiodengan klem ovum pada 12, 4, dan 8 kemudian
lepaskan spekulum.
3) Tarik ketiga klem ovumagar tali pusat dan plasenta terlihat
jelas.
4) Tarik tali pusat kearah lateral sehingga menampakkan
plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak
mungkin. Minta asisten memegang klem tersebut.
5) Lakukan hal yang sama pada plasentapada sisi yang
berlawanan.
6) Satukan kedua klem tersebut sambil diputar searah jarum
jam, tarik plasenta perlahan-lahan melalui pembukaan
ostium.
e. Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda
vital, kontraksi uterus, tinggi fundusuteri, dan perdarahan
pascatindakan. Tambahan pemantauan adalah pemantauan efek
samping atau komplikasi dari bahan-bahan sedativa, analgetik,
atau anastesi umum ( mual dan muntah, cegah aspirasi bahan
muntahan, halusinasi, pusing, mengantuk dan lain-lain).
3. Plasenta akreta
Plasenta akreta merupakan perlekatan plasenta yang abnormal, baik
seluruhnya maupun sebagian, pada dinding rahim yang ada
dibawahnya villi plasenta melekat memasuki dan menembus
miometrium. Dalam keadaan normal, desidua basalis terletak diantara
miometrium dan plasenta.Lempeng pembelahan bagi pemisahan
plasenta berada dalam lapisan desidua basalis yang mirip spon, pada
plasenta akreta tidak ada desidua basalis sebagian atau seluruhya
sehingga plasenta melekat langsung pada miometrium.Villi tersebut
bisa tetap superfisial pada otot uterus atau dapat menembus lebih
dalam. Keadaan ini bukan terjadi karena sifat invasif trofoblas yang
abnormal. Melainkan karena adanya defak pada desidua.Pada
daerah superfisial miometrium tumbuh sejumlah besar saluran vena
dibawah plasenta.Ruptur sinus-sinus ini yang terjadi ketika plasenta
dikeluarkan secara paksa dan menimbulkan perdarahan dalam jumlah
yang banyak (Oxorn dan Forte, 2010). Tanda penting untuk
didiagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutan fundus atau korpus
apabila tali pusat ditarik.Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi
plasentakarena implantasi yang dalam. Upaya yang dapat dilakukan
pada fasilitas pelayanan dasar adalah menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien, dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan tindakan operatif yaitu histerektomi (Rohani dkk., 2010).
Menurut Oxorn dan Forte (2010), Indikasi dilakukan histerektomi
antara lain :
a. Kehamilan selanjutnya tidak dikehendaki
b. Perdarahan tidak terkendalikan
c. Penanganan secara konservatif tidak berhasil
d. Suppurasiintrauteri
e. Plasenta previa akreta
J. Komplikasi
Menurut Manuaba (2008), plasenta harus dikeluarkan karena dapat
menimbulkan bahaya diantaranya:
1. Perdarahan
Bila retensio plasenta terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi
terus memompa darahtetapi bagian yang melekat membuat luka tidak
menutup.
2. Infeksi
Benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan
bakteri.
3. Dapat terjadi plasenta inkarserata
Dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik
sehingga plasenta tertahan dalam uterus.
4. Terjadi polip plasenta
Sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis.
5. Terjadi degenerasi (keganasan) koriokarsinoma
Dengan masuknya mutagen, perlukaan yang semula fisiologik dapat
berubah menjadi patologik dan akhirnya menjadi karsinoma invasif.
Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan
berjalan terus.Sel ini tampak abnormal tetapi tidak ganas.Para ilmuwan
yakin bahwa beberapa perubahan abnormal pada sel-sel ini
merupakan langkah awal dari serangkaian perubahan yang berjalan
lambat, yang beberapa tahun kemudian bisa menyebabkan
kanker.Karena itu beberapa perubahan abnormal merupakan keadaan
prekanker, yang bisa berubah menjadi kanker.
BAB III

TINJAUAN KASUS

DATA SUBJEKTIF

1. Ibu mengatakan perutnya terasa mulas.

2. Ibu mengatakan merasa lega dan senang dengan kelahiran bayinya.

DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : Baik

TD : 120/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

RR : 22 kali/menit

Suhu : 37 ⁰C

2. Palpasi pada daerah perut didapatkan uterus tidak teraba bulat dan
keras, kontraksi baik, TFU 1 jari diatas pusat.

3. Plasenta belum keluar setelah 15 menit oksitosin disuntikkan.

4. Kandung kemih kosong

ASSESMENT

P1A0 partus kala III dengan retensio plasenta

Dasar :

1. TFU 1 jari diatas pusat.


2. Plasenta belum lahir > 15 menit.
3. Perdarahan pervaginam ada.

Masalah : Plasenta belum lahir setelah 15 menit.


Kebutuhan : Pembertian oksitosin kedua dan Manual Plasenta.

Potensial perdarahan post partum

Dasar : Ibu post partum, plasenta belum lahir.

PLANNING

1. Jelaskan pada ibu bahwa ibu memasuki kala III persalinan

a. Jelaskan pada ibu tindakan yang mungkin dilakukan.

b. Jelaskan pada ibu bahwa pengeluaran plasenta tidak seperti pengeluaran


bayi.

c. Lakukan observasi vital sign

2. Lakukan manajemen aktif kala III, meliputi :

a. Pemotongan tali pusat dengan memperlihatkan teknik steril.

b. Pemberian suntikan oksitosin 10 unit dalam 1 menit pertama setelah bayi


lahir.

c. Penegangan tali pusat terkendali, dengan cara memindahkan klem pada


tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva dan tangan kiri pada abdomen ibu
tepat diatas simfisis pubis dan beri sedikit tekanan secara kranial.

d. Massase fundus uteri dengan lembut dan gerakan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri selama 15 detik.

e. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin
yang ke 2 tunggu 30 menit.

f. Plasenta belum lahir dan ada tanda terjadi perdarahan, segera keluarkan
plasenta.
3. Lakukan manual plasenta

a. Masukan 1 tangan kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian


bawah.

b. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.

c. Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser kranial,


sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.

d. Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri, lakukan eksplorasi


ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat
pada dinding uterus.

e. Keluarkan plasenta.

4. Observasi perdarahan

a. Observasi kontraksi uterus.

b. Periksa plasenta yang sudah dikeluarkan, selaput, dan kotiledonnya.

c. Kontrol luka yang terjadi pada vagina dan perineum tidak ada robekan,
perineum utuh.

d. Massase fundus 15 detik.

e. Mandikan atau bersihkan ibu dan lakukan vulva hygiene setelah plasenta
dilahirkan.

f. Ganti pakaian ibu dengan pakaian yang bersih.

g. Berikan minuman dan anjurkan ibu untuk istirahat.

5. Plasenta lahir pukul 16.05, lengkap, berat 500 gr, kotiledon 20 buah,
insersi lateralis, panjang tali pusat 45 cm, diameter 200 cm.

Anda mungkin juga menyukai