Rumah Baileo adalah rumah adat Maluku dan Maluku Utara, Indonesia.[1] Rumah Baileo
merupakan representasi kebudayaan Maluku dan memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat.[1] Rumah Baileo adalah identitas setiap negeri di Maluku selain Masjid atau Gereja.[2] Baileo berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus sebagai balai warga. [2] Ciri utama rumah Baileo adalah ukurannya besar, dan memiliki bentuk yang berbeda jika dibandingkan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya.[3] Struktur rumah tambi berupa rumah panggung dengan tiang penyangga pendek yang tingginya tidak lebih dari 1 meter. Tiang-tiang tersebut berjumlah 9 dan saling dilekatkan satu sama lain dengan balok kayu yang dipasak. Tiang-tiang menyangga lantai dan kerangka rumah dengan menopang pondasi berupa batu persegi berukuran besar di bagian bawahnya. Tiang-tiang yang menyangga tegaknya rumah adat Sulawesi Tengah ini umumnya dibuat dari bahan kayu bonati, sejenis kayu hutan yang memiliki tekstur kuat dan tahan lapuk. Tiang-tiang tersebut menyangga rangka lantai yang terbuat dari papan. Lantai rumah ini sendiri dibuat dari papan yang disusun saling berdekatan. Luas lantainya berukuran rata-rata 5 meter x 7 meter. Yang paling unik dari desain rumah Tambi terletak pada konstruksi atapnya. Atap rumah Tambi berbentuk prisma dengan sudut kecil di bagian atasnya sehingga terlihat tinggi dan mampu menaungi semua bagian rumah. Atapnya yang terbuat dari ijuk atau daun rumbia ini memanjang ke bawah dan berfungsi sekaligus sebagai dinding luar. Untuk akses keluar masuk rumah terdapat satu buah tangga dan satu buah pintu masuk di bagian depan. Pada tangga dan pintu terdapat ukiran-ukiran dengan motif etnik suku kaili sebagai hiasan. Selain itu, tangga umumnya memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil jika pemilik rumah adalah rakyat biasa, dan berjumlah genap bila pemilik rumah adalah tetua adat Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai). Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang. Rumah Honai dalam satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk tempat makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang ternak.Rumah Honai pada umumnya terbagi menjadi dua tingkat. Lantai dasar dan lantai satu dihubungkan dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai dasar secara melingkar, sementara para wanita tidur di lantai satu. Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Rumah Lamin adalah rumah adat dari Kalimantan Timur.[1] Rumah Lamin adalah identitas masyarakat Dayak di Kalimantan Timur.[1] Rumah Lamin mempunyai panjang sekitar 300 meter, lebar 15 meter, dan tinggi kurang lebih 3 meter. [1] Rumah Lamin juga dikenal sebagai rumah panggung yang panjang dari sambung menyambung. [2] Rumah ini dapat ditinggal oleh beberapa keluarga karena ukuran rumah yang cukup besar. [1] Salah satu rumah Lamin yang berada di Kalimantan Timur bahkan dihuni oleh 12 sampai 30 keluarga. [3]Rumah Lamin dapat menampung kurang lebih 100 orang.[2] Pada tahun 1967, rumah Lamin diresmikan oleh pemerintah Indonesia.[1]