Anda di halaman 1dari 27

PELAKSANAAN KURIKULUM MODIFIKASI DI SEKOLAH INKLUSIF

(Studi Kasus di SD Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo)

Ady Setiawan
Prodi Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Surabaya
adysintang@gmail.com

ABSTRAK
Konsep pendidikan inklusif di Indonesia merupakan sebuah konsep yang baru, sehingga dibutuhkan
perhatian yang lebih serius dalam berbagai hal, salah satunya kurikulum yang digunakan. Berdasarkan pada
temuan awal peneliti, menunjukkan bahwa selama ini sekolah yang diteliti telah melaksanakan kurikulum sekolah
inklusif yang sedikit berbeda dari ketentuan umum yang diberikan pemerintah melalui Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PPK-LK). Mekanisme pelaksanaan tersebut merupakan hasil
pengalaman sekolah dalam melayani PDBK yang sudah dilakukan jauh sebelum ditunjuk oleh pemerintah.
Berdasarkan temuan awal tersebut, peneliti mengambil fokus penelitian tentang pelaksanaan kurikulum modifikasi
sekolah inklusif di SD Negeri 4 Krebet, desa Sidoharjo, kecamatan Jambon, kabupaten Ponorogo. Sehingga,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kurikulum modifikasi sekolah inklusif di sekolah tersebut.
Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, GPK, guru kelas, guru mata pelajaran, orang tua
PDBK, dan sumber lain yang dapat memberikan data akurat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
deskriptif kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa pelaksanaan kurikulum modifikasi sekolah inklusif di SD Negeri 4
Krebet, Jambon, Ponorogo terdiri dari enam kegiatan yaitu: 1) persiapan dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi
sekolah inklusif. Tiga hal yang dipersiapkan sehingga terbentuk inclusive culture yakni tenaga pendidik melalui
pelatihan baik dari pemerintah atau usaha sekolah melalui join program dan melalui keterlibatan langsung dengan
PDBK di setiap kegiatan, sarana prasarana yang telah aksesibel, dan orang tua melalui berbagai kegiatan
sosialisasi; 2) identifikasi dan asesmen PDBK. Aspek akademik dilakukan sekolah secara mandiri, sedangkan
aspek non akademik dibantu oleh professional, pusat sumber, dan lembaga terkait; 3) pembuatan profil siswa bagi
PDBK. Dilakukan oleh GPK menggunakan format sendiri, karena belum ada format khusus dari pemerintah; 4)
perencanaan kurikulum modifikasi melalui tim khusus dan tim umum; 5) penggunaan kurikulum modifikasi dalam
pembelajaran. Sekolah membagi menjadi seting kelas inklusif dimana seluruh peserta didik belajar bersama dalam
satu kelas, dan seting kelas khusus yang diperuntukkan bagi PDBK, berlokasi di ruang sumber dan hanya
dilaksanakan dua kali seminggu, selain itu sekolah menyiapkan berbagai kegiatan vokasional seperti menganyam,
berkebun, dan kegiatan ekstrakurikuler seperti seni tari reog, tari, karawitan, rebana, olahraga, pramuka, dll; dan
6) evaluasi pelaksanaan kurikulum sekolah inklusif dilakukan secara internal setiap tiga bulan dan melibatkan
seluruh elemen termasuk orang tua peserta didik, baik regular maupun PDBK, dan komite di setiap akhir semester.

Kata kunci: kurikulum modifikasi, sekolah inklusif, peserta didik berkebutuhan khusus

ABSTRACT
The concept of inclusive education in Indonesia is a new concept, although in fact this concept has been
applied in other countries. This is a reason for the implementation of inclusive education are still more serious
note, one of the most important thing is the curriculum for inclusive schools because it not only has the regular
students, but also students with special needs (PDBK). Based on the initial findings of the researchers, indicate
that during this school studied have implemented an inclusive school curriculum slightly different from the general
provisions provided by the government through the Directorate of Special Education and Special Services (PPK-
LK). The implementation mechanism is the result of school experiences in serving PDBK, which have been done
long before being appointed by the government. Based on these preliminary findings, the researchers took the
study focused on the implementation of the inclusive school curriculum modification in SD Negeri 4 Krebet,
Jambon, Ponorogo. Therefore, this study aims to investigate the implementation of an inclusive school curriculum
modification in the school.
Source of data in this research are the principal, shadow teacher or special assistant teacher (GPK),
classroom teachers, subject teachers, parents of PDBK, and other sources that can provide accurate data. The
method used is descriptive qualitative method through case studies. Data collected through the interview process,
observation and documentation. Results of the study found that the implementation of inclusive school curriculum
modification in SD Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo consist of six activities, there are: 1) preparations in the
implementation of the inclusive school curriculum. Three things were prepared to form inclusive culture that

1
educators through training either from the government or the school effort through joint programs and through
direct engagement with PDBK in any activity, also secondly which has been accessible infrastructure, and thirdly
parents through a variety of socialization; 2) identification and assessment for students with special needs or
PDBK. Academic aspect of school conducted independently, while the non-academic aspects assisted by
professional, resource centers, and related agencies; 3) create the students profile for students with special needs
or PDBK. Special assistant teacher (GPK) is done by using the format itself, because there is no specific format
of government; 4) planning modifications to the curriculum through the special teams and the general team; 5)
the implementation of modifications in the learning curriculum. School split into an inclusive classroom setting
where all students learn together in one class, and setting a special class dedicated to PDBK, located in the source
and only held twice a week, in addition to the vocational school to prepare a variety of activities such as weaving,
gardening, and extracurricular activities such as dance reog, dance for ladies, musical, rebana, sports, scout, etc.;
and 6) evaluation of the implementation of the inclusive school curriculum done internally every three months and
involve all elements including the student parents, both regular and PDBK, and committees at each end of the
semester.

Keywords: modification curriculum, inclusive school, student with special needs

A. PENDAHULUAN berdasarkan kesempatan yang sama, negara-negara


Data Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus pihak harus menjamin sistem pendidikan yang bersifat
dan Layanan Khusus (PPK-LK) tahun 2013 inklusif pada setiap tingkatan dan pembelajaran
menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 330.764 seumur hidup yang terarah”.
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) usia Minimnya jangkauan pendidikan terhadap PDBK
sekolah dasar, 125.062 PDBK di antaranya sudah usia sekolah dasar tersebut, dihubungkan dengan
terlayani di 1.823 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang adanya regulasi dan kewajiban Pemerintah untuk dapat
tersebar di 34 provinsi. Sementara itu, terdapat 15.144 melayani pendidikan kepada seluruh warga Negara,
PDBK yang terlayani di 811 sekolah regular dalam maka keberadaan layanan pendidikan inklusif yang
konteks layanan pendidikan inklusif, sehingga diberikan melalui sekolah regular ini dipandang sangat
diketahui sedikitnya masih terdapat 190.558 PDBK perlu dan penting untuk diperhatikan sebagai alternatif
usia sekolah dasar yang belum mendapatkan layanan utama dalam melayani pendidikan peserta didik yang
pendidikan. Berdasarkan data tersebut, maka dapat berkebutuhan khusus tersebut. Sekolah regular yang
diketahui pula bahwa jika pelayanan terhadap PDBK menyelenggarakan program pendidikan inklusif ini
hanya dilayani dalam konteks Pendidikan Khusus disebut dengan sekolah inklusif. Olsen (2002:3)
(SLB) saja, maka pemerintah hanya dapat melayani mendefinisikan sekolah inklusif sebagai berikut.
37,8% saja dari total PDBK di Indonesia, atau terdapat “Inclusive school means that school should
62,2% PDBK yang masih belum dapat terlayani accommodate all children regardless of
pendidikannya. Padahal, secara tegas salah satu physical, intellectual, social emotional,
linguistic or other condition. This should
amanat dalam Pembukaan UUD 1945 menyebutkan
include disabled and gifted children, street
bahwa Pemerintah Republik Indonesia harus dapat and working children, children from remote
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta pada pasal 31 or nomadic population, children from
(ayat 1) disebutkan bahwa “setiap warga Negara linguistic, ethnic, or cultural minorities and
berhak mendapatkan pendidikan”. children from other disadvantage or
Konvensi internasional tentang hak-hak marginalized areas or group”.
penyandang disabilitas (Convention on the Right of Sehingga dapat dimaknai bahwa sekolah inklusif
Person with Disabilities) yang telah ditandatangani merupakan sekolah regular yang mengakomodasi
oleh 147 negara termasuk Indonesia serta telah seluruh peserta didik dengan tanpa memperhatikan
diratifikasi melalui Undang-Undang No. 19 tahun aspek fisik, intelektual, sosial emosional, bahasa,
2011 tentang ratifikasi konvensi penyandang geografis, kondisi keluarga, ataupun kondisi yang
disabilitas yang disahkan melalui sidang paripurna lainnya. Dalam hal ini, sekolah juga menerima peserta
DPR-RI pada 18 Oktober 2011 juga mengamanatkan didik dengan kebutuhan khusus, baik yang memiliki
hal yang sama tentang hak pendidikan setiap warga kelainan ataupun bakat istimewa yang mereka semua
Negara khususnya penyandang disabilitas dan peserta belajar dalam lingkungan dan tempat yang sama.
didik berkebutuhan khusus. Pada pasal 24 Menurut data pemerintah di atas, memang
menyebutkan bahwa “Negara-negara pihak mengakui keberadaan sekolah inklusif masih sangat sedikit dan
hak penyandang disabilitas atas pendidikan, dalam belum mampu melayani secara maksimal. Sehingga
rangka memenuhi hak ini tanpa diskriminasi dan keberadaan sekolah inklusif ini perlu untuk

2
mendapatkan perhatian khusus. Diharapkan setiap didik dengan hambatan geografis dan kondisi orang
sekolah inklusif yang masih terbatas ini dapat menjadi tua yang mengalami keterbelakangan mental. Keadaan
pilot project bagi sekolah lainnya dengan sekolah dan PDBK yang harus dididik tersebut
melaksanakan program pendidikan inklusif yang menjadikan Kepala Sekolah, ES dan Guru
efektif. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Pembimbing Khusus (GPK), dan seluruh elemen
Elok Fatriyatillah (2014) dalam penelitiannya sekolah melaksanakan berbagai usaha agar proses
“Permasalahan dalam Pendidikan Inklusif di SD pendidikan di sekolah dapat sesuai dengan kebutuhan
Negeri Karanganyar Kota Yogyakarta” menemukan PDBK yang beranekaragam. Salah satu usaha yang
berbagai permasalahan terkait efektifitas pelaksanaan dilakukan adalah melaksanakan kurikulum modifikasi
pendidikan inklusif di salah satu SD yang ditunjuk berdasarkan kondisi peserta didik di sekolah.
Dinas Pendidikan DI Yogyakarta, di antara penyebab Pelaksanaan kurikulum modifikasi di sekolah
belum efektifnya pelaksanaan sekolah tersebut adalah tersebut tidaklah berjalan dengan mudah. Kepala
belum tersedianya kurikulum terstandar, dan proses sekolah bersama GPK mengawali usaha dengan
pembelajaran yang belum sesuai dengan karateristik mengisiasi pembentukan tim pelaksana pendidikan
PDBK di sekolah tersebut. inklusif. Tim tersebut bertugas untuk menjadi
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan penggerak utama pelaksanaan kurikulum modifikasi.
untuk dapat menjadi sekolah inklusif yang efektif, Menurut keterangan Kepala Sekolah, meskipun belum
Loreman (2007) memberikan pandangannya bahwa ada peraturan daerah khusus tentang penyelenggaraan
terdapat 7 pilar pendukung untuk menjadikan sekolah pendidikan inklusif dari dinas pendidikan setempat,
inklusif yang efektif, salah satu dari ketujuh pilar namun sekolah telah menginisasi pelaksanaan
tersebut adalah school and classroom processes kurikulum modifikasi secara rinci mulai perencanaan
(pelaksanaan kegiatan di kelas dan di sekolah) dan hingga evalusai. KS menyatakan bahwa hal tersebut
curriculum and pedagogy (kurikulum yang fleksibel berbekal dari pedoman umum pemerintah pusat dan
dan aspek pedagogik). Hal ini yang perlu diperhatikan provinsi serta didukung oleh pengalaman sekolah
dalam konteks sekolah inklusif, dalam pelaksanaan dalam menangani PDBK sejak sekolah tersebut berdiri
pembelajaran di dalam kelas hendaklah memiliki (tahun 1977), sekolah ini telah melaksanakan
strategi khusus sehingga tujuan pembelajaran dapat kurikulum modifikasi bahkan sebelum secara resmi
dicapai oleh setiap PDBK, serta kurikulum yang ditunjuk menjadi sekolah inklusif.
digunakan hendaknya lebih fleksibel dan berdasarkan KS menerangkan bahwa sejak dua tahun terakhir
pada hasil penyusunan kurikulum yang didasarkan ini, SD Negeri 4 Krebet ditunjuk oleh Dinas
pada hasil asesmen (curriculum-based assessment) Pendidikan Provinsi melalui surat keputusan Kepala
ataupun kebutuhan peserta didik (Loreman, 2005). Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus untuk
Dalam penelitian ini, SD Negeri 4 Krebet yang menjadi sekolah inklusif model dan memberikan
dijadikan sebagai lokasi penelitian. Sekolah tersebut bimbingan bagi sekolah inklusif lainnya di kabupaten
merupakan sekolah penyelenggara program tersebut. Selain itu, GPK SD Negeri 4 Krebet dipilih
pendidikan inklusif atau sekolah inklusif pertama di Dinas Pendidikan Provinsi sebagai salah satu dari 20
kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Sekolah ini terletak anggota tim perencana dan pengembang kurikulum
di Desa Sidoharjo, Kec. Jambon, Kab. Ponorogo, pendidikan inklusif (TP2KI) Jawa Timur. Atas
sebuah desa yang memiliki masyarakat dedikasi dan usaha sekolah terhadap pelaksanaan
berketerbelakangan mental terbanyak dari tiga desa pendidikan inklusif melalui keseriusan dalam
lainnya di kabupaten tersebut (312 jiwa dari 4.300 menangani kurikulum modifikasi tersebut, pihak
jiwa). Lokasi sekolah yang berjarak sekitar 28 arah sekolah menerima penghargaan Anugerah Inklusif
barat daya dari pusat pemerintahan daerah membuat Award dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
SD Negeri 4 Krebet telah menerima dan mendidik pada akhir tahun 2012. Berbagai usaha sekolah dalam
peserta didik dengan kebutuhan khusus jauh sebelum pelaksanaan kurikulum tersebut, diharapkan dapat
ditunjuk oleh Pemerintah Daerah pada akhir tahun memberikan gambaran sekaligus bahan evaluasi bagi
2009. Hal ini disebabkan karena peserta didik sekolah-sekolah inklusif di sekitar dalam menangani
berkebutuhan khusus (PDBK) tersebut tidak dapat PDBK dan melaksanakan kurikulum sekolah inklusif.
dilayani di SLB (Sekolah Luar Biasa) yang berada jauh Menurut keterangan, GPK, BC menambahkan
dari lokasi desa serta jalur akamodasi yang tidak bahwa dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi
mendukung. Menurut buku induk sekolah tahun ajaran terdapat mekanisme-mekanisme khusus untuk
2014/2015, saat ini sekolah memiliki 200 peserta mempercepat pencapaian tujuan pendidikan setiap
didik, di antaranya terdapat 34 PDBK dengan PDBK yang berjumlah 18% dari total siswa
hambatan fisik dan intelektual dan lebih dari 20 peserta keseluruhan tersebut. Salah satu hasil yang dapat

3
dilihat sebagai akibat dari pelaksanaan kurikulum merancang pembelajaran hingga pelaksanaan
modifikasi yang baik adalah tingkat kelulusan 100% pembelajaran yang menggunakan dokumen kurikulum
yang dicapai oleh seluruh PDBK serta ketercapaian modifikasi tersebut. Ia juga menambahkan bahwa
standar nilai yang baik. Hal ini dapat dilihat pada dalam pelaksanaan pembelajaran dilakukan seting
dokumen sekolah tentang nilai ujian akhir siswa kelas kelas inklusif, yaitu seting kelas di mana seluruh
VI tahun ajaran 2014/2015. Selain itu, dari dua belas PDBK belajar bersama-sama di dalam satu kelas
PDBK alumni dari sekolah tersebut, sepuluh dengan peserta didik lainnya, dan sesekali
diantaranya berhasil melanjutkan studi ke sekolah menggunakan seting kelas khusus, yaitu siswa
negeri tingkat menengah terdekat. Menurut keterangan diberikan pengajaran tambahan bersama PDBK
GPK, salah satu mekanisme-mekanisme khusus dalam lainnya di ruang sumber di luar jam pembelajaran.
rangka pelaksanaan kurikulum modifikasi di setiap Dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi, jika
awal pembelajaran baru seluruh guru diberikan PDBK tersebut dinilai mampu untuk mengikuti
persiapan atau treatment-treatment khusus untuk dapat kegiatan akademik maka dilakukan model duplikasi,
mengetahui lebih mendalam tentang kurikulum namun jika tidak mampu mengikuti akademik pada
sekolah inklusif tersebut, salah satu yang dilakukan umumnya maka akan dilakukan modifikasi sesuai
adalah pelatihan dan workshop-workshop secara dengan kemampuannya. Ia menyatakan bahwa “Jika
berkala, studi kasus setiap kekhususan PDBK, hingga mereka mampu mengikuti (kurikulum akademik), kita
penanaman rasa empati guru dengan menciptakan hanya menduplikasi saja mas. Seperti N dan T
suasana yang membuat guru dapat bersentuhan lebih (penyandang tunagrahita ringan) itu kan tidak mampu,
dalam dengan PDBK. Menurutnya, hal ini sangat maka kita lakukan modifikasi”. Menurut keterangan
berakibat positif guna pelaksanaan program GPK sekolah tersebut, bahwa selama ini di sekolah
pendidikan inklusif di sekolah tersebut dan diharapkan terdapat pelatihan mini (internal) rutin bulanan untuk
seluruh guru dapat terangsang untuk menentukan membahas kurikulum baik kurikuler maupun
kebutuhan PDBK (Need Assesment). GPK, BC, ekstrakurikuler. Selain itu, sudah beberapa kali
menyatakan bahwa, “Di awal pelajaran baru kita sekolah mewadahi guru-guru di sekolah inklusif
adakan pelatihan mas. Ya, poinnya agar guru bisa lainnya untuk mengetahui lebih detail tentang
melakukan need assessment itu. Juga agar guru bisa kurikulum sekolah inklusif dalam forum pelatihan
lebih mengetahui karakter siswa, lebih membangun dengan menghadirkan praktisi pendidikan inklusif dari
empati guru, begitu…”. BC juga menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi di Surabaya. Hal ini dibuktikan oleh
beberapa kegiatan tersebut dijadikan sebagai suatu temuan peneliti pada studi pendahuluan tentang berkas
langkah persiapan dalam rangkaian kegiatan dan dokumentasi kegiatan pelatihan yang
memodifikasi kurikulum. Selain itu, ia menjelaskan menghadirkan praktisi pendidikan dari Unesa
bahwa rangkaian pelaksanaan modifikasi kurikulum Surabaya pada 2 dan 3 Januari 2015 serta dokumen
dilaksanakan secara rutin. Dimulai dari pembahasan lain tentang kegiatan pelatihan internal guru sekolah
hasil identifikasi dan asesmen, pembuatan buku profil tersebut. Beberapa kegiatan tersebut meruapakan salah
siswa, pertemuan tim kecil pendidikan inklusif untuk satu usaha sekolah melalui join program bersama
mengolah kurikulum modifikasi yang dibutuhkan lembaga lain untuk memberikan pendampingan dalam
menurut jenis kekhusususan, hingga koordinasi pelaksanaan kurikulum modifikasi tersebut. Diakui
seluruh guru dalam pembuatan PPI dengan melibatkan oleh GPK bahwa ide pelatihan ini datang dari dirinya,
orang tua serta monitoring efektifitas kurikulum namun kegiatan tersebut dapat terlaksana karena
modifikasi oleh kepala sekolah dibantu dengan GPK dukungan penuh kepala sekolah dan beberapa sekolah
setiap akhir triwulan. lainnya.
Menurut keterangan GPK, BC, selama ini proses Hal tersebut merupakan gambaran umum tentang
identifikasi dan asesmen dilakukan secara kooperatif pelaksanaan kurikulum modifikasi yang telah
antara pihak sekolah dan pihak ahli/professional. dilakukan sekolah. Hal ini terlihat berbeda dari
Dalam hal ini, menurutnya identifikasi dan asesmen mekanisme modifikasi yang telah dirumuskan oleh
akademik dilakukan oleh GPK dan guru kelas, Pemerintah melalui Modul Panduan Penyelenggaraan
sedangkan identifikasi dan asesmen non akademik Pendidikan Inklusif (2013). Perbedaan tersebut
dibantu oleh tenaga ahli dari luar sekolah. Hasil dari terletak pada kegiatan-kegiatan persiapan sebelum
identifikasi dan asesmen yang dilakukan kemudian melakukan modifikasi, pembuatan buku profil siswa,
dimuat dalam sebuah buku yang disebut dengan Buku dan pelaksanaan perencangan pembelajaran yang
Profil Siswa. Buku ini disusun oleh GPK dibantu oleh melibatkan tim kecil terlebih dahulu kemudian
pembantu GPK. Buku inilah yang kemudian dijadikan melibatkan tim besar (Kepala Sekolah, GPK, Guru,
bahan untuk langkah-langkah selanjutnya dalam dan orangtua) sebagai usaha melibatkan seluruh pihak.

4
Berbagai usaha-usaha strategis juga telah dilakukan SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo; (5) Pelaksanaan
pihak sekolah dalam pelaksanaan kurikulum kurikulum modifikasi di sekolah inklusif SDN 4
modifikasi. Menurut keterangan Kepala Sekolah, Krebet, Jambon, Ponorogo; dan (6) Evaluasi
selama lima tahun melaksanakan program pendidikan pelaksanaan kurikulum modifikasi sekolah inklusif di
inklusif, sekolah telah melakukan berbagai hal untuk SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo.
mendukung percepatan pencapaian program, seperti
usaha Kepala Sekolah dan koordinator pendidikan B. METODE
inklusif dalam menggencarkan slogan “Inclusive 1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Culture” dalam setiap aktivitas pendidikan di sekolah, Satori (2012:3) memaknai penelitian sebagai
koordinator inklusif bersama seluruh guru secara suatu aktivitas yang menggunakan kekuatan pikir
berkala melakukan home visit bagi PDBK hal ini dan aktivitas observasi dengan menggunakan
mengingat kondisi geografis dan kondisi keluarga kaidah-kaidah tertentu untuk menghasilkan ilmu
PDBK, penyelenggaraan program “Gerakan Ayo pengetahuan guna memecahkan suatu persoalan.
Sekolah” yang mulai diterapkan tiga tahun terakhir ini, Sehingga untuk mencapai hal tersebut diperlukan
serta berbagai kegiatan vokasional bagi PDBK untuk metode atau cara yang sistematis dan ilmiah
melatih kemandirian siswa setamatnya dari jenjang sehingga bisa dikatakan sebagai penelitian ilmiah.
sekolah dasar. Seluruh program tersebut sebagai salah Sementara itu, metode penelitian merupakan cara
satu langkah strategis yang diiniasi oleh sekolah untuk atau prosedur ilmiah yang dilakukan oleh peneliti
mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran di untuk mencapai tujuan penelitiannya.
sekolah. Menurut data sekolah, seluruh PDBK saat ini Peneliti dalam penelitian ini menggunakan
telah mampu mencapai KKM yang telah ditetapkan, metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
hal ini merupakan salah satu indikator pencapaian kualitatif. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan
tujuan pembelajaran di sekolah tersebut. gambaran proses pengelolaan sebuah sekolah tidak
Dari hasil studi pendahuluan tersebut, maka bisa diukur dengan angka ataupun hanya
diketahui bahwa mekanisme pelaksanaan modifikasi disimpulkan melalui tabulasi numerik, namun
kurikulum di SD Negeri 4 Krebet ini berbeda dan diperlukan rincian secara deskriptif dan gamblang
dinilai menarik untuk diteliti. Hal ini terlihat pada untuk menemukan tujuan penelitian. Hal ini selaras
usaha sekolah dalam melakukan inovasi untuk dapat dengan yang diungkapkan oleh Sukmadinata
melaksanakan modifikasi kurikulum yang dipadukan (2012:54) bahwa “penelitian deskriptif adalah
dengan pengalaman sekolah dalam menangani PDBK suatu metode penelitian yang ditujukan untuk
dan berbagai usaha-usaha strategis yang telah menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
dilakukan. Oleh karena itu, dipilihlah satu fokus dalam yang berlangsung pada saat ini atau saat yang
penelitian ini, yaitu: a) pelaksanaan modifikasi lampau”. Penelitian ini mengkaji apa yang terjadi,
kurikulum sekolah inklusif di SD Negeri 4 Krebet, kec. bagaimana bentuk aktivitasnya, hubungan antara
Jambon, kab. Ponorogo. satu fenomena dengan fenomena yang lain,
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa hal bagaimana kesamaan dan perbedaan dengan
tersebut unik dan urgen untuk diteliti secara fenomena lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
mendalam, sehingga penting dilakukannya penelitian penelitian deskriptif bertujuan untuk
dengan judul “Pelaksanaan Kurikulum Sekolah mendeskripsikan fenomena apa adanya.
Inklusif, (studi kasus di SD Negeri 4 Krebet, desa Penelitian ini menggunakan metode studi
Sidoharjo, kecamatan Jambon, kabupaten Ponorogo)”. kasus, yang mana merupakan metode untuk
Penelitian ini difokuskan pada satu hal, yaitu menghimpun dan menganalisis data yang
pelaksanaan kurikulum modifikasi sekolah inklusif di berkenaan dengan suatu kasus. Pemilihan metode
SD Negeri 4 Krebet, desa Sidoharjo, kecamatan ini disebabkan adanya kesesuaian dengan pendapat
Jambon, kabupaten Ponorogo. Selanjutnya dari fokus Sukmadinata (2012) bahwa sesuatu dapat
tersebut dirinci menjadi enam subfokus, yaitu: (1) dijadikan sebagai suatu kasus biasanya karena ada
Persiapan dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi di masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan,
sekolah inklusif SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo; (2) akan tetapi tetap bisa dijadikan suatu kasus
Identifikasi dan Asesmen peserta didik berkebutuhan meskipun tidak ada masalah, namun karena
khusus (PDBK) di SDN 4 Krebet, Jambon, Ponorogo; memiliki suatu keunggulan, atau suatu
(3) Pembuatan Profil Siswa bagi peserta didik keberhasilan yang dicapainya.
berkebutuhan khusus (PDBK) di SDN 4 Krebet, Menurut Bogdan dan Biklen (2003:55) bahwa
Jambon, Ponorogo; (4) Perencanaan Pembelajaran penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
yang terdiri dari; (a) tim khusus dan (b) tim umum, di studi kasus dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: (1) studi

5
kasus tentang suatu organisasi atau Historical SD Negeri 4 Krebet, desa Sidoharjo, kec. Jambon,
Organizational Case Studies; (2) studi kasus kab. Ponorogo.
dengan observasi atau Observational Case Studies; 2. Sumber Data dan Data Penelitian
dan (3) sejarah hidup atau Life History. Menurut Dalam penelitian kualitatif ini tidak
Bogdan dan Biklen (2003), Tipe pertama dilakukan menggunakan istilah populasi ataupun sampel,
dengan memilih suatu organisasi tertentu yang sehingga lebih tepatnya dalam penelitian ini
diteliti dan diamati dalam waktu yang lama dan disebut dengan sumber data dalam suatu situasi
dengan pengamatan yang mendalam. Peneliti sosial (Satori, 2012:2). Menurut Spradley (dalam
disyaratkan mengamati serangkaian Sugiyono:2013) menyatakan bahwa situasi sosial
perkembangan yang ditunjukkan organisasi atau “social situation” itu terdiri dari tempat
tersebut secara detail mulai mengapa dan (place), pelaku (actor), dan aktivitas (actifity) yang
bagaimana berdirinya, prosesnya, hingga saling berinteraksi secara sinergis.
perkembangan terakhir dari organisasi tersebut. Teknik sampling yang digunakan dalam
Tipe kedua adalah studi kasus dengan observasi, penelitian ini menggunakan teknik snowball
sehingga dalam penelitian ini teknik pengumpulan sampling. Sugiyono (2013: 300) menjelaskan
data utama adalah mengobservasi partisipan (baik bahwa snowball sampling merupakan teknik
interview secara formal ataupun informal dan pengambilan sampel sumber data, yang pada
review dokumen) dan menjadi fokus studi adalah awalnya jumlahnya sedikit, seiring dengan
suatu organisasi tertentu (seperti sekolah atau pusat kebutuhan kelengkapan data dan informasi, maka
rehabilitasi) ataupun suatu aspek dalam organisasi lama-lama akan menggelinding menjadi besar
tersebut. Beberapa hal yang dapat dijadikan fokus layaknya bola salju. Dalam penelitian ni, sumber
dari organisasi tersebut di antaranya: (a) tempat- data menggunakan sampel purposif (purposive
tempat tertentu dalam suatu organisasi, seperti sample) yang mengfokuskan pada informan-
ruang kelas, ruang guru, atau kantor kepala informan terpilih yang kaya dengan kasus untuk
sekolah; (b) kelompok specifik dari sekelompok studi yang bersifat mendalam (Sukmadinata,
orang, seperti tim basket sekolah, tim KKG guru, 2012:101).
dll.; ataupun (c) beberapa aktivitas dari suatu Adapun yang menjadi sumber data dalam
sekolah, seperti perencanaan kurikulum dan masa penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakil
penerimaan siswa baru. Selanjutnya tipe ketiga Kepala Sekolah bidang kurikulum, Guru
adalah penelitian yang dilakukan terhadap satu Pendamping Khusus (GPK), guru kelas, dan siswa
orang secara mendalam untuk mengumpulkan sekolah tersebut sumber lain yang mendukung
data-data diri tentang individu yang diteliti. keakurata data.
Berdasarkan pemaparan teori dari Bogdan dan Lokasi dari penelitian ini adalah SD Negeri 4
Biklen (2003) tersebut, maka penelitian ini Krebet yang terletak di Jl. Sidowayah no. 31 dusun
dirancang menggunakan tipe “observational case Sidowayah, desa Sidoharjo, kecamatan Jambon,
study” atau penelitian studi kasus melalui kabupaten Ponorogo sebagai lokasi penelitian.
observasi. Study kasus yang dijadikan fokus dalam Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab satu,
penelitian ini adalah beberapa aktivitas sekolah bahwa pemilihan sekolah tersebut atas
dalam melaksanakan modifikasi kurikulum pertimbangan beberapa hal. Secara garis besar
sekolah inklusif. Peneliti akan mengumpulkan alasan mendasar pemilihan sekolah ini adalah
informasi secara mendalam terkait rangkaian lokasi penelitian telah melaksanakan dua hal yang
pelaksanaan modifikasi kurikulum di sekolah yang menjadi focus dalam penelitian ini dan dinilai
akan diteliti, meliputi: 1) persiapan; 2) identifikasi memiliki aspek menarik serta unik dan urgent
dan asesmen PDBK; 3) pembuatan informasi diri untuk diteliti.
PDBK; 4) perencanaan modifikasi kurikulum Secara detail pemilihan lokasi dapat
dalam tim kecil; 5) perencanaan modifikasi dijelaskan sebagai berikut. Pertama, menurut SK
kurikulum dalam bentuk perencanaan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ponorogo
pembelajaran melalui tim besar; 6) penggunaan bahwa SDN 4 Krebet merupakan SDN (jenjang
kurikulum modifikasi dalam pembelajaran; dan 7) Sekolah Dasar) pertama yang ditunjuk sebagai
evaluasi. Melalui pemilihan fokus dalam metode pelaksana pendidikan inklusif, meskipun SK baru
studi kasus dengan menggunakan pendekatan diturunkan pada 2012, namun penunjukkan sudah
kualitatif ini, peneliti berharap mampu mengangkat diberikan pada tahun 2010. Penunjukan pertama
tentang pelaksanaan kurikulum sekolah inklusif di ini berdasarkan berbagai pertimbangan, salah
satunya dengan harapan agar SDN 4 Krebet dapat

6
menjadi SD percontohan dalam implementasi tidaknya penelitian yang dia laksanakan. Ia
pendidikan inklusif di kabupaten Ponorogo. sekaligus merupakan perencana, pelaksana
Apalagi mengingat sebenarnya semenjak sekolah pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada
berdiri, telah banyak menerima peserta didik akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.
dengan berbagai hambatan dan kebutuhan khusus Selanjutnya, perangkat-perangkat penelitian
karena lokasi sekolah di daerah yang memiliki yang digunakan peneliti dalam proses penelitian
sebagian warga bekerbelakangan mental. di lapangan dapat dilihat pada panduan penelitian
Kedua, SDN 4 Krebet memiliki seorang GPK (lampiran 1). Dari panduan tersebut, selanjutnya
yang juga guru kelas IV A, yang telah meraih peneliti menguraikan dalam bentuk perangkat-
penghargaan Anugerah Inklusi Award dari perangkat penelitian berupa pedoman wawancara,
Mendikbud pada 2012 lalu, selain itu Budi juga pedoman dokumentasi, dan pedoman observasi.
terpilih menjadi delegasi Dinas Pendidikan 4. Teknik Pengumpulan Data
Provinsi Jawa Timur dalam program “Australia Teknik pengumpulan data dalam penelitian
Awards Fellowship (AAF) 2014” dengan tema ini adalah dengan menggunakan observasi,
“Developing Strategic Leadership for Inclusive wawancara, dan studi dokumentasi, serta
Education in East Java” selama 28 hari di Faculty menggunakan teknik triangulasi yang
of Education, Queensland University of memadukan ketiga hal tersebut. Lebih dari itu,
Technology, Australia bersama 24 rombongan perlu diketahui terlebih dahulu bahwa sebagai
yang lainnya. upaya untuk mencapai tujuan penelitian,
Ketiga, sekolah ini merupakan satu dari tiga diperlukan juga instrumen penelitian. Dalam
sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau
inklusif dan berlokasi di desa Sidoharjo yang alat penelitian adalah peneliti itu sendiri
dikenal memiliki masyarakat beketerbelakangan (Sugiyono, 2013:305).
mental terbanyak dari tiga desa lainnya, yakni Beberapa macam teknik pengumpulan data
terdapat 312 jiwa dari 4.300 jiwa total penduduk dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono
desa (data pemerintah desa, 2014). (2013:309) yaitu observasi, wawancara,
3. Intrumen Pengumpulan Data dokumentasi, dan triangulasi atau gabungan.
Instrumen penelitian merupakan hal yang 5. Teknik Analisis Data
penting dalam sebuah penelitian. Instrumen Analisis data dalam penelitian kualitatif
penelitian akan menjadi acuan dalam pelaksanaan dilakukan dari mulai sebelum memasuki
penelitian. Bagus tidaknya serta sukses dan lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai
tidaknya sebuah penelitian tergantung pada di lapangan. Sebagaimana diungkapkan Nasution
instrumen yang digunakan. Hal ini seperti yang (Sugiyono, 2013:336) bahwa “analisis telah mulai
dikatakan oleh Sugiyono (2013:305) bahwa dua sejak merumuskan dan menjelaskan masalah,
hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus
penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data
kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya
kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian sampai jika mungkin, teori yang “grounded”.
adalah peneliti itu sendiri, sehingga peneliti Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya
sebagai instrumen juga harus “divalidasi”. berupaya melakukan analisis data hingga
Seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan menghasilkan suatu data temuan yang dapat
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. mneguatkan suatu teori yang sudah ada. Pada
Penelitian kualitatif tidak memiliki acuan penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan
instrumen yang baku, hal ini dikarenakan peneliti selama proses di lapangan bersamaan dengan
itu sendiri yang menjadi instrumen penelitian. pengumpulan data. Dalam kenyataannya, analisis
Namun, sebagai instrumen, peneliti harus data kualitatif berlangsung selama proses
memiliki beberapa kelebihan yang menjadi modal pengumpulan data dari pada setelah selesai
awal sebagai instrumen penelitian. Modal awal pengumpulan data.
tersebut menjadi kekuatan utama peneliti dalam Stainback (Sugiyono, 2013:335)
melaksanakan penelitian. Melihat pada pendapat mengemukakan bahwa “data analysis is critical
tersebut, maka dapat difahami bahwa penelitian to the qualitative research process. It is to
kualitatif menempatkan peneliti dalam posisi yang recognition, study, and understanding of
cukup rumit. Selain sebagai pelaksana penelitian, interrelationship and concept in your data that
dia juga menjadi instrumen yang menentukan baik hypotheses and assertions can be develoved and

7
evaluated”, artinya analisis data merupakan hal dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila
yang kritis dalam proses penelitian kualitatif. hasil penelitian merupakan fungsi dari proses
Analisis digunakan untuk memahami hubungan penelitian yang dilakukan, maka penelitian
dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat tersebut telah memenuhi standar komfirmability;
dikembangkan dan dievaluasi. dan 4) Uji transferabilitas, merupakan sebuah uji
Teknik analisis data yang digunakan dalam yang menguji hasil penelitian ini apakah dapat
penelitian ini adalah deskriptif naratif model diterapkan pada situasi yang lain. Dalam
Miles and Huberman (1994:11-13) yang meliputi penelitian kuantitatif, transferabilitas ini
data reduction, data display, dan conclusion merupakan validitas eksternal. Validitas eksternal
drawing/verification. menunjukan derajat ketepatan atau dapat
6. Uji Keabsahan Data diterapkannnya hasil penelitian ke populasi di
Uji keabsahan data dalam penelitian sering mana sampel tersebut diambil.
hanya ditekankan pada uji validitas dan
reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, temuan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada Pelaksanaan kurikulum modifikasi yang sesuai
perbedaan antara yang dilaporkan dengan apa dengan karakteristik PDBK telah dipersiapkan
yang sesungguhnya terjadi pada subyek yang sekolah sehingga dapat melayani peserta didik yang
diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran beraneka ragam, dilihat dari segi fisik, sosial,
realitas data menurut penelitian kualitatif tidak emosional, ataupun kondisi lainnya. Hal ini sesuai
bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada dengan pendapat Woolfolk dan Kolter (2009)
konstruksi manusia, dibentuk dalam diri mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai suatu
seseorang sebagai hasil proses mental tiap sistem pendidikan yang mengakomodasi semua anak
individu dengan berbagai latar belakangnya. tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial,
Dalam pengujian keabsahan data, peneliti emosional, atau kondisi lainnya. Salah satu hal yang
melakukan: 1) Uji kredibilitas, dalam penelitian menjadi konsentrasi sekolah dalam usaha
ini, peneliti melakukan uji kredibilitas data mengakomodasi seluruh kebutuhan PDBK tersebut
dengan cara meningkatkan ketekunan, triangulasi, adalah kurikulum di sekolah. Kurikulum tersebut
menggunakan bahan refensi, dan diskusi dengan tentu disesuaikan dengan keberadaan peserta didik
teman sejawat. Untuk meningkatkan ketekunan di yang beraneka ragam kebutuhannya. Usaha sekolah
lapangan, peneliti tinggal sementara selama dalam mengakomodir keberagaman tersebut
penelitian berlangsung di lokasi terdekat sekolah sebenarnya dilatarbelakangi oleh pengalaman
dan tinggal di kediaman salah satu guru. Dengan sekolah dalam menangani peserta didik
demikian, peneliti akan mengetahui lebih banyak berkebutuhan khusus jauh sebelum ditunjuk sebagai
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini; 2) sekolah inklusif pada akhir 2009.
Pengujian dependability, dalam penelitian Perhatian sekolah terhadap kurikulum yang
kuantitatif, dependability disebut reliabilitas, digunakan ini sesuai dengan pendapat Loreman
suatu penelitian yang reliable adalah apabila (2007) memberikan pandangannya bahwa terdapat 7
orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses pilar pendukung untuk menjadikan sekolah inklusif
penelitian tersebut. Dalam penelitian kualitatif, uji yang efektif, salah satu dari ketujuh hal tersebut
dependability dilakukan dengan melakukan audit adalah pelaksanaan kurikulum yang fleksibel dan
terhadap keseluruhan proses penelitian. Dalam pedagogik, berikut ini ketujuh hal tersebut.
penelitian ini terdapat auditor dependent yaitu
dosen pembimbing skripsi, Dr. Karwanto, S.Ag.,
Inclusive School: Seven Pillars
M.Pd, dan auditor independent yaitu: Prof. Dr.
Murtadlo, M.Pd., Dr. Mudjito, Ak., M.Si., Dr.
Budiyanto, M.Pd., dan Drs. Sujarwanto, M.Pd.; 3)
Pengujian konfirmability, dalam penelitian
kuantitatif disebut dengan uji obyektivitas
penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil
penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam
penelitian kualitatif, uji komfirmability mirip
dengan uji dependability, sehingga pengujiannya
Gambar 5.1. Tujuh pilar yang mendukung
dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
efektivitas pelaksanaan sekolah inklusif
komfarmibility berarti menguji hasil penelitian,
Sumber: Loreman (2007)
8
Kurikulum yang fleksibel dimaknai sebagai Dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi,
upaya melakukan modifikasi atau penyesuaian dari terdapat beberapa pendapat yang berbeda baik
kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan menurut Solner (dalam Loreman, 2011), dari
pemerintah, ataupun menurut Lerner dan Johns
pemerintah. Saat ini kurikulum yang dikembangkan
(2009). Sebelum membahas tentang pelaksanaan
di sekolah berdasarkan amanat Peraturan Menteri kurikululum sekolah inklusif yang dilakukan di SD
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo ini. Maka
Nomor 160 tahun 2014 yang dikeluarkan pada 11 berikut ini bagan pelaksanaan kurikulum menurut
Desember 2014 tersebut adalah Kurikulum Tahun hasil penelitian yang telah dilakukan.
2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan
Kurikulum 2013 (K-13) yang merupakan kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. Munculnya
Permendikbud tersebut dilatarbelakangi oleh
polemik publik terkait pelaksanaan Kurikulum 2013
yang baru berjalan sejak 2013 lalu. Dalam pasal 1
Permendikbud tersebut menyebutkan bahwa “Satuan
Pendidikan Dasar dan pendidikan menengah yang
melaksanakan Kurikulum 2013 sejak semester
pertama tahun 2014/2015 kembali melaksanakan
Kurikulum Tahun 2006 mulai semester kedua tahun
pelajaran 2014/2015 sampai ada ketetapan dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
melaksanakan Kurikulum 2013”. Pelaksanaan
Kurikulum 2006 ini dapat diterapkan dengan batas Gambar 5.2
akhir hingga tahun pelajaran 2019/2020. Sementara Bagan Pelaksanaan Kurikulum Modifikasi
Sekolah Inklusif di SD Negeri 4 Krebet
itu, pada pasal selanjutnya dijelaskan bahwa satuan
pendidikan dasar dan menengah yang telah Setelah melihat seluruh rangkaian pelaksanaan
melaksanakan Kurikulum 2013 selama (3) tiga kurikulum modifikasi yang dilakukan sekolah,
maka peneliti menyimpulkan rangkaian kegiatan
semester tetap menggunakan Kurikulum 2013.
tersebut lebih sesuai dengan pedoman yang
Kedua pasal ini yang saat ini dijadikan landasan dikeluarkan oleh pemerintah meskipun terdapat
penerapan kurikulum di sekolah tingkat dasar dan beberapa mekanisme yang sedikit berbeda, yakni
menengah di seluruh Indonesia. Melalui dasar pada tahap pembuatan profil siswa dan tahap
tersebut, pihak sekolah yang baru melaksanakan perencanaan. Berikut ini rangkaian mekanisme
kurikulum K13 selama satu semester, kini beralih ke pelaksanaan kurikulum modifikasi yang
penggunaan Kurikulum 2006 yaitu KTSP. dikeluarkan pemerintah melalui Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Tahun 2013.
Namun, adanya keragaman hambatan yang
dialami peserta didik yang sangat bervariatif, mulai Kurikulum Standar Nasional

dari yang sifatnya ringan, sedang, sampai berat,


maka dalam implementasinya kurikulum reguler Identifikasi dan Asesmen

perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) yang


- Tujuan
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan Perencanaan Pembelajaran - Materi
- Proses
PDBK. Kurikulum KTSP ini yang kemudian - Media/Sumber
- Evaluasi
dilakukan penyesuaian dalam pelaksanaan
kurikulum sekolah inklusif di sekolah yang diteliti. Silabus
RPP
Hal ini berdasarkan pada pendapat Loreman (2005)
dalam bukunya “Inclusive Education”, yang Pelaksanaan Pembelajaran MODIFIKA
menyatakan bahwa: SI

“The careful and systematic structuring of


Evaluasi
appropriteate goals for a child with diverse
abilities through the adaptation and Gambar 5.3 Alur Pelaksanaan Kurikulum
modification of the regular curriculum is Modifikasi Menurut Kemdikbud
viewed by many as an excellent method of Sumber: Budiyanto, et.all (2013)
providing an appropriate education while also
Sesuai temuan penelitian, terdapat tahap
allowing for inclution in a regular class”.
pembuatan profil siswa setelah dilakukan
identifikasi dan asesmen, namun menurut bagan
9
dari Pemerintah tersebut tidak ditemukan tahap hal tahapan menurut Learner dan Johns (2009)
tersebut. Hal ini merupakan usaha sekolah dalam tersebut, yaitu pada tahap Referral stage atau
administrasi data peserta didik berkebutuhan Tahap Pengalihtanganan, di sekolah memiliki
khusus sehingga memudahkan sekolah dalam tahap persiapan pelaksanaan kurikulum modifikasi
memberikan layanan. Tidak adanya tahapan sekolah inklusif, identifikasi awal pada saat
pembuatan profil siswa versi pemerintah ini penerimaan peserta didik baru, dan pembuatan
menjadikan hingga saat ini belum ada format profil siswa. Selanjutnya pada tahap Assesment
khusus yang dikeluarkan tentang profil siswa, Stage atau tahap asesmen, di sekolah memiliki
khususnya PDBK ini. Sehingga sekolah selama ini tahap identifikasi lanjutan dan asesmen baik
membuat secara mandiri dan berkolaborasi dengan akademik ataupun non akademik yang dibantu oleh
lembaga HKI. professional kesehatan, serta perencanaan oleh tim
Peneliti juga menyimpulkan bahwa khusus dan umum dalam forum yang
pelaksanaan kurikulum modifikasi di sekolah menghasilkan dokumen RPP modifikasi ataupun
tersebut juga sejalan dengan pendapat Lerner dan PPI ini juga dapat dikategorikan pada tahap
Johns (2009) meskipun secara implisit teori asesmen menurut Learner dan Johns (2009)
tersebut diperuntukkan dalam menyusun tersebut. Tahap terakhir adalah Instruction Stage
perencanaan kurikulum pendidikan inklusif yang atau tahap pengajaran, di sekolah menerjemahkan
dituangkan dalam PPI. Berikut ini tahapan dengan kegiatan pelaksanaan kurikulum
penyusunan PPI yang dapat dijadikan salah satu modifikasi sekolah inklusif dalam konteks
landasan dalam pelaksanaan kurikulum. pembelajaran baik dalam seting kelas inklusif
REFERRAL STAGE ataupun kelas khusus, serta evaluasi pelaksanaan
1 2 kurikulum modifikasi sekolah inklusif secara
Prereferral Referral &
Activities Initial Planning berkala. Berikut ini akan peneliti bahas masing-
masing tahap pelaksanaan kurikulum modifikasi
sekolah inklusif yang dilakukan oleh sekolah yang
ASSESMENT STAGE diteliti.
3 4
Multidisci The IEP
plinary Meeting-
a) Persiapan dalam Pelaksanaan Kurikulum
Evaluation writing the IEP Modifikasi
Proses pelaksanaan kurikulum modifikasi
tersebut bukanlah hal yang mudah. Karena
INSTRUCTION STAGE
memiliki proses yang cukup panjang dan akan
5 6
Implementin Review and melibatkan seluruh pihak tanpa terkecuali, mulai
g the IEP Reevaluation of
Teaching Student’s progress pimpinan sekolah, dalam hal ini kepala sekolah,
Plan
guru kelas, guru mata pelajaran, guru pembimbing
Gambar 5.4 Tahapan Proses PPI dalam khusus (GPK), bahkan petugas sekolah sekalipun.
kurikulum modifikasi Lebih mendalam akan sangat bersentuhan dengan
Sumber: Lerner dan Johns (2009:56)
anak atau peserta didik karena kedudukannya
Menurut bagan tersebut, maka dapat dimaknai sebagai objek yang dilayani. Jika akan menyasar
bahwa terdapat tiga tahapan besar yang harus pada peserta didik, maka pada akhirnya juga akan
dilakukan, yaitu (1) Referral stage atau Tahap melibatkan orang tua dari masing-masing peserta
Pengalihtanganan, tahap ini memiliki dua kegiatan didik tersebut. Kegiatan ini merupakan kegiatan
yaitu a) aktifitas pra pengalihtanganan dan b) rutin tahunan yang diselenggarakan pihak sekolah
pengalihtangan dan perencanaan awal; (2) dalam rangka menyiapkan pelaksanaan kurikulum
Assesment Stage atau tahap asesmen, tahap ini sekolah inklusif. Keseriusan sekolah dapat dilihat
memiliki dua kegiatan yaitu a) evaluasi dengan dari beberapa kegiatan dan usaha sekolah dalam
menggunakan multidisplin keilmuan, dan b) rangka mempersiapkan pelaksanaan kurikulum
Pertemuan untuk penyusunan PPI; dan (3) tersebut. Hal ini sesuai dengan Sukmadinata (2001)
Instruction Stage atau tahap pengajaran, tahap ini yang menekankan bahwa untuk melaksanakan
memiliki dua kegiatan yaitu a) kurikulum sesuai dengan rancangan, dibutuhkan
pengimplementasian perencanaan pembelajaran beberapa persiapan terutama kesiapan pelaksana.
PPI dalam pembelajaran, dan b) me-review dan Selain itu, Rusman (2011:74) menekankan bahwa
mengevaluasi kembali perkembangan peserta mengingat bentuk kurikulum yang nyata akan
didik. Menurut peneliti enam tahapan yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan
dilakukan sekolah dapat dikategorikan dalam tiga pembelajaran yang akan menguji semua konsep,
10
prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan guru-guru peserta setiap pertemuan berbeda-beda.
kemampuan guru dalam bentuk perbuatan. Mulai pada pengertian dan konsep dasar
Sehingga diperlukan berbagai persiapan yang pendidikan inklusif, lalu pada pertemuan
matang sebelum melaksanakan kurikulum. selanjutnya pada pengenalan karakteristik Anak
Menurut Lerner dan Johns (2009) bahwa Berkebutuhan Khusus (PDBK), selanjutnya materi
langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pelatihan tentang pembuatan RPP modifikasi dan
“Referral Stage” atau dapat dimaknai sebagai PPI, kemudian bagaimana metode pengajaran yang
langkah pengalihtanganan. Artinya setelah tepat bagi setiap PDBK berdasarkan karakter
diketahui sementara peserta didik dengan masing-masing, hingga materi cara tentang
hambatan-hambatan tertentu, maka informasi mengevaluasi dan menilai untuk PDBK.
tersebut dikumpulkan melalui sekolah (panitia Sementara itu, pemateri di tingkat kabupaten tidak
penerimaan siswa baru atau guru pembimbing menentu, tergantung dari pihak dinas pendidikan
khusus) untuk kemudian dialihtangankan kepada sebagai penyelenggara, namun pelatihan yang
tim atau ahli yang lebih kompeten. Dalam Referral diselenggarakan sekolah, pemateri diambil dari
Stage ini terdapat dua kegiatan, yaitu Prereferral GPK SD Negeri 4 Krebet sendiri. Sistem yang
activities (aktivitas pra pengalihtangan) dan digunakan lebih pada sharing setelah pemateri
Referral and Initial Planning (Pengalihtanganan memaparkan pandangannya tentang materi yang
dan perencanaan awal). diangkat. Beberapa materi tersebut untuk
Sekolah memiliki beberapa kegiatan pra mendukung referral stage, sehingga secara lebih
pengalihtanganan kepada professional, setidaknya awal pihak sekolah dapat melakukan “initial
ada tiga hal yang dilakukan sekolah dalam rangka planning” setiap PDBK pada saat penerimaan
persiapan tersebut, yaitu mempersiapkan tenaga siswa baru.
pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, dan Menurut peneliti, beberapa kegiatan pelatihan
orang tua dari PDBK. Pertama, tenaga pendidik yang telah dilakukan setiap tahun oleh pemerintah
dan tenaga kependidikan dipersiapkan oleh pihak merupakan salah satu langkah tanggung jawab
sekolah melalui kegiatan pelatihan-pelatihan pemerintah dalam mengawal pelaksanaan
ataupun workshop tentang pendidikan inklusif pendidikan inklusif, khususnya bagi pemerintah
secara berkala. Ada empat hal yang mendasari daerah setempat. Meskipun demikian, melihat
pihak sekolah memberi pembekalan kepada para hasil penelitian dan hasil wawancara dari berbagai
tenaga kependidikan ini, yaitu (a) untuk sumber bahwa peneliti dapat menyimpulkan sejauh
meningkatkan pemahaman dan pendalaman ini pihak pemerintah setempat masih belum
seluruh guru tentang pendidikan inklusif, mampu melayani dan mengawal pelaksanaan
khususnya dalam rangkaian pelaksanaan sekolah inklusif bagi daerahnya sebagaimana telah
kurikulum pendidikan inklusif; (b) untuk dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia, salah
meningkatkan kesiapan guru baik akademik satu penyebabnya adalah tidak adanya koordinator
ataupun psikologi dalam memberikan penanganan pendidikan inklusif daerah dan masih minimnya
terhadap ABK di sekolah; (c) untuk memupuk motivasi pengambil keputusan (Kepala Dinas
kepercayaan diri guru dalam mengelola Pendidikan dan Bupati setempat) tentang
pembelajaran di kelas dan memberikan pendidikan pendidikan inklusif. Sementara terkait pelatihan
di luar kelas tentang pendidikan yang berbasis yang diselenggarakan oleh sekolah secara mandiri,
inklusif; dan (d) untuk membantu dalam hal ini sangatlah baik untuk dikembangkan di
penciptaan iklim inklusif atau inclusive culture di sekolah inklusif lainnya. Sehingga ada sistem
sekolah dan sekitarnya. kontrol dan sharing tentang pengalaman
Pihak sekolah selama ini memiliki dua cara pendidikan inklusif antar internal guru. Namun
untuk dapat menyiapkan guru-gurunya (tenaga menurut peneliti, dalam pelatihan ini pihak sekolah
pendidik dan kependidikannya), yaitu (1) melalui belum melibatkan pusat sumber sebagai salah satu
Pemerintah, dan (2) melalui usaha sekolah dengan rujukan. Selama ini keterlibatan pusat sumber
menjalin kerja sama dengan institusi pendidikan belum maksimal pada setiap tahapan, khususnya
tinggi, yaitu perguruan tinggi negeri, dan lembaga pelatihan bagi guru secara internal. Hal ini dapat
swasta yang support tentang pendidikan inklusif, menjadi masukan bagi sekolah agar pada pelatihan
serta melalui kerja sama dengan SLB terdekat selanjutnya dapat melibatkan pusat sumber, karena
sebagai pusat sumber. menurut peneliti dengan terlibatnya pusat sumber
Selama penyelenggaraan berbagai pelatihan maka akan memperkaya pengetahuan tentang
tersebut, diketahui bahwa materi yang diterima keinklusifan dari pengalaman guru-guru pusat

11
sumber yang memang memiliki basic pendidikan anak berkebutuhan khusus juga bisa bersekolah
khusus. dan SD Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo telah
Selain pelatihan-pelatihan secara mandiri, menyiapkan berbagai layanan untuk melayani
terdapat tiga hal yang dilakukan oleh pihak SD PDBK tersebut. Menurut peneliti, sosialiasi yang
Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo sebagai telah dilakukan melalui forum setiap awal tahun
prereferral activities di antaranya; (a) mengadakan dan Gerakan Ayo Sekolah ini akan sangat
join program dengan institusi atau perguruan bermanfaat bagi wali murid dalam mendukung
tinggi, yakni UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah.
dan Universitas Negeri Surabaya; (b) mengadakan Namun, peneliti melihat hal lain, bahwa di daerah
MoU (kerja sama) dengan pcbusat sumber dan tersebut terdapat sebuah sanggar pendidikan rakyat
lembaga terkait yang dapat mendukung penyiapan yang berbasis pendidikan nonformal. Sanggar yang
kompetensi tenaga pendidik, terkait kurikulum di diprakarsai oleh salah satu dosen UIN Malang ini
sekolah inklusif yaitu HKI, dan (c) pelatihan telah berjalan selama beberapa bulan. Peneliti
internal bagi guru-guru dan Pengenalan melihat bahwa terdapat potensi jika sanggar
karakteristik PDBK secara langsung melalui tersebut dihidupkan kembali. Salah satu hal positifi
keterlibatan langsung dalam setiap kegiatan. yang bisa dilakukan adalah pendidikan parenting
Hal lain yang dipersiapkan dalam rangka melalui sanggar, hal tersebut diperuntukkan bagi
penciptaan “inclusive culture” adalah dari segi seluruh wali murid, baik yang memiliki anak
gedung, sarana-prasarana, dan juga atribut di dengan atau tanpa kebutuhan khusus sekalipun.
sekolah. Sejak satu tahun terakhir ini, sekolah telah Melalui sanggar, orang tua murid lebih leluasa
menyiapkan ram ataupun jalan landai di setiap sisi bertanya dan berdiskusi tentang cara mendidik
gedung sekolah. Hal ini dimaksudkan agar gedung anak mereka di rumah sebagai salah satu support
sekolah dapat aksesibel bagi anak ataupun terhadap pendidikan yang telah diberikan di
pengunjung yang memiliki hambatan penglihatan sekolah. Melalui sanggar pula orang tua memiliki
ataupun hambatan fisik. Dari segi sarana, sekolah waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi
telah menyiapkan ruang sumber bagi PDBK yang dengan pemateri tentang cara penanganan anak
akan melakukan pelajaran tambahan dengan mereka di rumah. Namun demikian, peneliti belum
didukung media pembelajaran yang mendukung. mampu memberikan masukan tentang pemateri
Serta, dari hasil penelitian ditemukan beberapa yang memadai, melihat jauhnya lokasi desa. Salah
atribut sekolah yang sengaja dipersiapkan untuk satu alternatif yang menjadi pemateri adalah GPK
dapat mendukung penciptaan inklim inklusif sekolah dan guru dari pusat sumber.
sehingga diharapkan dapat pula mendukung Beberapa usaha sekolah tersebut dalam rangka
pelaksanaan kurikulum sekolah inklusif. mempersiapkan pelaksanaan kurikulum sangat
Pihak SD Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo sesuai dengan teori Learner dan Johns (2009)
juga mempersiapkan pelaksanaan kurikulum tentang pentingnya prereferral activities sebelum
sekolah inklusif bagi seluruh wali murid, sekolah memasuki tahap identifikasi dan asesmen.
khususnya wali murid bagi PDBK. Salah satu Menurut hemat peneliti, langkah sekolah dalam
kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi rangka mempersiapkan pelaksanaan yang berfokus
pendidikan inklusif kepada seluruh wali murid pada penyiapan tenaga pendidik, sarana dan
pada saat penerimaan siswa baru. Seluruh guru dan prasarana, serta wali murid sudah sangat tepat.
wali murid diundang dalam suatu forum, kemudian Menurut peneliti, hal ini perlu dipertahankan atau
pihak sekolah menjelaskan tentang pendidikan bahkan ditingkatkan kembali. Salah satu
inklusif dan layanan yang diberikan. Terkhusus alternative untuk meningkatkan kesiapan seluruh
bagi wali murid PDBK akan diberikan pemahaman elemen tersebut dengan mengajak pihak pusat
khusus dari tim pelaksana sehingga wali murid sumber untuk berkontribusi dalam pelaksanaan
memahami tentang proses pendidikan bagi pendidikan inklusif ini secara menyeluruh, artinya
anaknya. Kegiatan lain yang telah dilakukan dan pusat sumber sudah bergabung mulai tahap
akan menjadi rutinitas adalah “Gerakan Ayo persiapan. Sebagaimana diketahui bahwa selama
Sekolah”. Kegiatan ini adalah kegiatan tahunan ini pusat sumber sarat akan melayani kebutuhan
yang melibatkan komite dan perangkat desa anak-anak yang berkebutuhan khusus. Pada tahap
setempat untuk mengsosialisasikan tentang SD persiapan ini, apabila salah satu guru dari pusat
Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo yang sumber ini diminta memberikan pengalaman
menyelenggarakan pendidikan inklusif. Melalui dalam melayani peserta didik yang berkebutuhan
gerakan ini juga menyadarkan warga sekitar bahwa khusus, maka hal ini menurut peneliti akan

12
memudahkan guru sekolah inklusif dalam yang menyertainya. Sementara assesmen
menerima pengetahuan tersebut karena berbasis merupakan rangkaian kegiatan mengumpulkan
empiris. informasi tentang anak untuk dijadikan
Pada tahap persiapan ini, pihak sekolah juga pertimbangan dalam pengambilan keputusan
telah menyiapkan SDM tenaga pendidik yang berbagai kegiatan yang mendukung pelayanan bagi
menjadi tim khusus ataupun tim pelaksana dalam PDBK tersebut. Mengingat urgensi kedua hal
pelaksanaan pendidikan inklusif. Tim khusus yang tersebut, maka sekolah melaksanakan identifikasi
dikoordinir oleh GPK ini sengaja diberikan kuota dan asesemen tidak hanya sebagai formalitas biasa
untuk mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang yang harus berjalan di sekolah inklusif ataupun di
lebih banyak dari pada guru-guru pada umumnya. sekolah khusus.
Meskipun demikian, seluruh guru sudah dapat Sekolah memiliki beberapa tujuan dari
dipastikan telah dipersiapkan melalui berbagai pelaksanaan identifikasi dan asesmen ini, yaitu di
kegiatan, salah satunya pelatihan atau workshop. antaranya; (a) untuk mendeteksi kebutuhan khusus
Hal ini tentu sesuai dengan pendapat (Learner and dan layanan khusus peserta didik berkebutuhan
Johns, 2009:55) yang menyebutkan perlunya khusus (ABK) dalam proses pembelajaran; (b)
keberadaan tim pendukung instruksional. “The untuk menjadi dasar dalam pengalihtanganan
instructional support team is a peer group of kepada tenaga professional; (c) untuk dapat
colleagues to help the classroom teacher analyze mengetahui tingkat dan jenis kebutuhan khusus
the student’s academic and/or behavior problems peserta didik berkebutuhan khusus; (d) untuk
and recommended interventions and memudahkan dalam memahami karakteristik
accommodations for the classroom”. Menurut setiap ABK; (e) sebagai dasar dalam pembuatan
peneliti, keberadaan tim khusus yang memiliki RPP Modifikasi ataupun PPI; (f) sebagai bahan
tanggung jawab tambahan untuk mengelola dan dalam memonitor perkembangan anak; dan (g)
menjadi pioneer dalam pelaksanaan kurikulum sebagai dasar untuk evaluasi bagi guru ataupun
pendidikan inklusif ini sangatlah baik. Sehingga orang tua siswa berkebutuhan khusus atau ABK.
hal ini sangat direkomendasikan bagi sekolah- Hal tersebut tentu sejalan dengan pendapat Lerner
sekolah inklusif lainnya. Peneliti menilai salah satu dan Johns (2009:46), yang mengungkapkan bahwa
keuntungan terbesar apabila memiliki tim khusus proses identifikasi dan asesmen ini memiliki
ini, maka program pendidikan inklusif di sekolah beberapa tujuan, yaitu di antaranya: (1)
akan lebih terorganisir dan lebih diperhatikan. penyaringan/screening, hal ini ditujukan untuk
Selain itu, melalui forum kecil tersebut akan sangat mendeteksi peserta didik yang membutuhkan
berpotensi dapat melahirkan ide-ide cemerlang layanan khusus dalam proses pembelajaran; (2)
melalui musyawarah dan mufakat untuk pengalihtanganan/referral, proses ini menuntut
peningkatan pelayanan melalui program guru untuk meminta bantuan guru lainnya (pihak
pendidikan inklusif ini. Melalui tim kecil juga, lain) untuk dapat mengobservasi PBM di dalam
peneliti menilai akan sangat mengurangi resiko kelas sehingga akan diketahui beberapa poin
lamanya pertimbangan di awal dan evaluasi khusus terhadap beberapa peserta didik,
keanekaragaman pendapat dari anggotanya. setelah diketahui kebutuhan khusus PDBK tersebut
Dengan demikian, langkah-langkah strategis maka selanjutnya dialihtangankan kepada ahli
ataupun usaha-usaha sekolah dapat lebih yang lebih kompeten di bidangnya, seperti tenaga
maksimal. professional, dokter, psikolog, dan sejenisnya; (3)
b) Identifikasi dan Asesmen Peserta Didik mengklasifikasi/classification, proses ini
Berkebutuhan Khusus (PDBK) dilakukan untuk dapat mengetahui jenis dan
Identifikasi adalah kegiatan untuk tingkat hambatan yang dialami peserta didik,
menemukenali kondisi anak yang sebenarnya. sehingga dapat memudahkan dalam memberikan
Identifikasi perlu dilakukan dengan sangat cermat pelayanan khusus yang dibutuhkan; (4) rancangan
agar tidak terjadi penafsiran yang salah tentang pembelajaran/instructional planning, proses
kondisi objektif perilaku anak, sehingga dapat perencanaan pembelajaran ini diwujudkan dalam
menentukan tindak lanjut yang tepat pula. Hal ini program pembelajaran individual (PPI). Hasil
sesuai dengan pendapat Budiyanto, et.all, (2013) asesmen dapat digunakan untuk menentukan
yang mendefinisikan identifikasi sebagai suatu tujuan, indikator, hingga proses dan evaluasi secara
usaha untuk menemukenali anak berkebutuhan spesifik yang akan dicantumkan dalam PPI
khusus, dalam hal ini anak atau peserta didik yang tersebut; dan (5) pemantauan hasil belajar peserta
mengalami kelainan dengan berbagai gejala-gejala didik/monitoring pupil progress, hal ini sangat

13
dibutuhkan dalam memonitor perkembangan anak. Menurut peneliti, pihak sekolah dapat mempelajari
Beberapa hal yang dapat digunakan dalam dan menjadikan format dari pemerintah tersebut
memonitor, mulai evaluasi formal, pengukuran sebagai masukan yang sangat berarti di samping
secara informal, serta prosedur monitor secara hasil inovasi dan pengalaman sekolah dari instansi
berkelanjutan. lainnya.
Selama ini, sekolah konsen menyoroti lima hal Dari kelima hal tersebut sekolah
dalam proses identifikasi dan asesmen, yaitu: (a) menggolongkan menjadi dua, yakni identifikasi
aspek kesehatan; (b) aspek akademis; (c) sosial dan asesmen yang dapat dilakukan sendiri oleh
emosional; (d) aspek kemandirian, dan (c) aspek pihak sekolah dan identifikasi dan asesmen yang
non akademik. Hal ini sejalan dengan pendapat dibantu oleh pihak lain, yaitu professional dan
Budiyanto, et.all (2013), bahwa identifikasi anak pusat sumber. Beberapa aspek yang dapat
berkebutuhan khusus dapat dilakukan berdasarkan diidentifikasi dan diasesmen oleh pihak sekolah
gejala-gejala yang dapat diamati, seperti (1) gejala secara mandiri yaitu aspek akademis, aspek sosial
fisik, (2) gejala perilaku, dan (3) gejala hasil emosional, aspek kemandirian, dan aspek non
bejalar. Gejala fisik dan perilaku dapat diamati dari akademik. Untuk dapat melakukan identifikasi
fisik anak/peserta didik dan perilaku yang dalam beberapa aspek tersebut, pihak sekolah
ditunjukkan, seperti halnya emosi yang labil, menggunakan berbagai kegiatan, mulai
perilaku sosial yang negatif, dan sejenisnya (aspek penggunaan form khusus yang telah disediakan
nonakademik), sementara gejala hasil belajar dapat pada saat penerimaan siswa baru (PSB), catatan
diamati melalui prestasi belajar yang rendah atau identifikasi akademik awal yang melihat sisi
bahkan sangat rendah jika dibandingkan dengan Calistung (baca, tulis, dan berhitung) anak yang
teman sebayanya, baik ketika sudah melewati merupakan kemampuan dasar anak, serta cek fisik
kegiatan PBM ataupun ketika tes penerimaan siswa yang dapat dilihat secara kasat mata. Hasil
baru (aspek akademik). Secara bahasa memang identifikasi tersebut dimasukkan di dalam form
sedikit terdapat perbedaan, namun pada praktiknya atau catatan khusus pascapenerimaan siswa baru.
tiga hal menurut Budiyanto, et.all (2013) tersebut Hal ini akan sangat berguna untuk
tidaklah berbeda dengan penerjemahan pihak megklasifikasikan jenis kekhususan PDBK yang
sekolah menjadi lima hal tersebut. Gejala fisik ada di sekolah tersebut. Hal ini sesuai dengan
menurut sekolah diterjemahkan menjadi aspek pendapat Lerner dan Johns (2009) bahwa untuk
kesehatan, kemudian gejala perilaku meningkatkan layanan kekhususan peserta didik di
diterjemahkan sekolah sebagai aspek sosio sekolah inklusif, maka peserta didik seharusnya
emosional dan kemandirian. Serta gejala hasil diidentifikasi dan diklasifikasikan sesuai dengan
belajar dimaknai sekolah sebagai aspek akademik jenis dan tingkat hambatan di dalam kategori
dan non akademik. pendidikan khusus yang berlaku.
Menurut peneliti tentang beberapa hal yang Sementara pada saat berjalannya proses belajar
dijadikan objek identifikasi sudah baik meskipun mengajar (PBM) sekolah melalui guru kelas
demikian merupakan hasil pengkajian dan melakukan identifikasi akademik dengan melihat
pengalaman sekolah. Namun perlu diketahui nilai harian dan aktifitas PDBK dalam kelas. Hal
bahwa, sejak tahun 2013 pemerintah telah ini berlandaskan pada pendapat Lerner dan Johns
menyiapakan format dokumen tentang identifikasi. (2009:46), bahwa “Assesment is the process of
Format tersebut dapat dijadikan sebagai alat collecting information about a student that will be
identifikasi PDBK pada saat penerimaan siswa used to form judgment and make decisions
baru. Setelah melihat keseluruhan format yang concerning that student”. Berdasarkan pendapat
diberikan, memang alat identifikasi tersebut tersebut, pihak sekolah berusaha melakukan proses
cenderung berfokus pada gejala fisik dan perilaku. pengumpulan informasi (collecting information)
Masing-masing tersedia alat identifikasi untuk sesuai kapasitasnya melalui berbagai kegiatan
PDBK dengan gangguan penglihatan, sebagai mana disebutkan. Informasi-informasi
pendengaran, tunagrahita, tunadaksa, anak tersebut akan sangat berguna dalam penentuan
berbakat, lamban belajar, ataupun autis. Sementara keputusan selanjutnya terkait layanan dan
itu, peneliti juga menemukan format khusus pembelajaran yang akan diberikan kepada PDBK.
tentang asesmen dari pemerintah. Di dalam format Terdapat dua aspek yang tidak mampu
tersebut memang lebih berfokus pada gejala hasil diidentifikasi dan diasesmen oleh pihak sekolah,
belajar, yakni melihat tentang kemampuan yaitu aspek kesehatan dan aspek sosio emosional
membaca, menulis, dan menghitung anak tersebut. secara mendalam. Alasan ini yang mendasari pihak

14
sekolah melakukan kerja sama dengan pihak lainnya. Masing-masing profesi tersebut memiliki
professional dan pusat sumber untuk membantu keunggulan masing-masing dikaitkan dengan
menemukan kevalidan data yang dibutuhkan. keberadaan PDBK di sekolah inklusif masing-
Professional yang dimaksud adalah pihak psikolog masing, sekalipun memang mungkin cara
dan dokter di bidang kesehatan anak. Kerja sama penanganan yang diberikan professional tersebut
dengan psikolog hanya berjalan dalam rentang sedikit berbeda dengan konteks sekolah ataupun
waktu dua tahun, yaitu tahun ajaran 2012 dan 2013. cara kerja kelas inklusif. Sebelum melibatkan
Di pertengahan tahun 2014, pihak sekolah mulai dokter, sekolah memang sempat melibatkan tenaga
menjalin kerja sama dengan seorang ahli psikolog. Namun keterbatasan anggaran untuk
professional di bidang kesehatan, yaitu Prof. Dr. dr. check up dan hasil yang dinilai kurang
Jayadi, M.Kes. Professional ini berdomisili di memuaskan, sehingga pihak sekolah memutuskan
lokasi yang tidak terlalu jauh dengan sekolah untuk sementara waktu tidak melibatkan tenaga
(sekitar 5 km) sehingga akan sangat memudahkan professional psikolog.
koordinasi sekolah bila dibutuhkan secara cepat. Identifikasi dalam aspek sosio emosional bagi
Professional ini adalah seorang dokter tetap di RSU PDBK yang telah disaring terlebih dahulu oleh
Aisyiah Ponorogo sekaligus akademisi di salah pihak sekolah, dilakukan atas bantuan dari pusat
satu perguruan tinggi di Madiun. Keterlibatan sumber yaitu SLBN Badegan. Pihak sekolah
professional ataupun ahli dalam proses asesmen ini mengundang pihak pusat sumber sebagai
dinilai sangat penting oleh sekolah. Hal ini juga professional untuk berinteraksi langsung dengan
berdasarkan atas pendapat Loreman (2005:88) beberapa PDBK dan melakukan identifikasi sosio
dalam konsep sekolah inklusif memberikan emosional yang dialami anak. Hasilnya berupa
pandangan untuk melibatkan unsur khusus dalam rekomendasi dan saran tambahan tentang kondisi
melaksanakan tugas sekolah mulai tahap awal anak di lihat dari aspek sosio emosional. Langkah
sebagai pelaksana program pendidikan inklusif, inisitif sekolah untuk melibatkan professional ini
yaitu sekolah ataupun guru yang berkolaborasi ditemukan peneliti sebagai langkah inisiatif
dengan pihak professional di bidang kesehatan sekolah inklusif pertama dan satu-satunya di
ataupun sejenisnya (Collaborating with health and kabupaten Ponorogo. Pasalnya, dua sekolah
allied health professionals) dan bekerja sama lainnya belum dapat menerapkan cara tersebut.
dengan paraprofessional di seting kelas inklusif Keterlibatan pusat sumber dalam pelaksanaan
(Working with Paraprofessionals in the inclusive kurikulum sekolah inklusif dinilai memang jauh
classroom). Makna tenaga paraprofessional adalah lebih intens dan terlibat di hampir setiap tahap.
tenaga yang diperbantukan di sekolah tersebut Pusat sumber sementara ini dapat dimaknai sebagai
untuk membantu sekolah dan guru dalam tenaga paraprofessional yang dilibatkan sekolah
memberikan servis/layanan khusus bagi PDBK. untuk mendukung pelaksanaan program
Loreman (2005) berpandangan bahwa pendidikan inklusif secara umum.
keterlibatan professional khususnya bidang Melihat rangkaian kegiatan dalam tahap
kesehatan ini sebaiknya tidak hanya pada kegiatan identifikasi dan asesmen yang dilakukan oleh
identifikasi dan asesmen, namun juga pada tahap pihak sekolah selama ini, maka peneliti dapat
selanjutnya hingga akhir, artinya dilibatkan dalam menyimpulkan bahwa beberapa kegiatan tersebut
seluruh rangkaian pelaksanaan kurikulum. Apabila sesuai dengan pendapat Budiyanto (2009) tentang
menghadapi PDBK, maka secara otomatis pihak relasi identifikasi dan asesmen dalam pendidikan
sekolah inklusif juga sangat membutuhkan pihak yang digambarkan dalam bagan berikut.
professional tersebut sekalipun telah memiliki
GPK sendiri. Sementara ini, memang perlu diakui
bahwa sekolah belum mampu melaksanakan
pendapat Loreman (2005) tersebut yang sebaiknya
melibatkan professional di seluruh tahapan.
Namun, telah rencanakan dapat direalisasikan pada
rentang waktu beberapa tahun ke depan.
Menurut Loreman (2005), pihak professional
tersebut bisa termasuk dokter, perawat, ataupun
keahlian serupa di bidang kesehatan lainnya,
seperti psikolog, psikoterapis, terapis okupasi,
terapis bahasa, ataupun tenaga paraprofesional

15
Identifikasi
dimilikinya. Sehingga data tersebut akan
digunakan sebagai bahan acuan dalam pemberian
Diperoleh data ABK layanan kompensatoris PDBK ataupun layanan
kegiatan vokasional serta kegiatan ekstrakurikuler.
Asesmen
Dalam melakukan identifikasi dan asesmen,
pihak sekolah ataupun pihak professional meminta
Asesmen Non Akademik Asesmen
kerja sama yang baik dari berbagai pihak sebagai
informan, di antaranya: orang tua PDBK, teman
DATA ABK main/sejawat, guru di jenjang sebelumnya (TK),
1.Potensi kecerdasan, bakat, emosi, dan
komunikasi
guru kelas, serta jika dibutuhkan tetangga di sekitar
2.Kondisi kesiapan anak praakademik
kediaman PDBK. Peneliti menemukan bahwa
orang tua dan teman main/sejawat PDBK menjadi
DATA: Rangkuman
DATA: Kebutuhan ABK
kemampuan dasar
informan yang sangat diharapkan pihak sekolah.
sesuai kelainannya
(layanan kompensatoris) akademik ABK Pasalnya, sekolah tidak mungkin dapat mengarang
data tentang keadaan dan kebiasaan anak selama
ini. Hampir seluruh aspek dapat ditanyakan kepada
PEDOMAN: Penyusunan program PEDOMAN: Penyusunan RPP
layanan kompensatoris/vokasional Modifikasi atau PPI orang tua PDBK. Sehingga tidak hanya pada saat
penerimaan siswa baru, orang tua PDBK juga akan
Gambar 5.5 Desain Relasi Identifikasi dan
dilibatkan secara berkala selama proses
Asesmen dalam Pendidikan
pelaksanaan pendidikan di sekolah. Pada saat PSB,
Sumber: Budiyanto (2009)
orang tua PDBK dimintai keterangan tentang aspek
Berdasarkan pada bagan tersebut, dapat
kemandirian, sosio emosional, dan non akademik
dijelaskan pula bahwa sekolah melaksanakan
anak. Sementara pada saat identifikasi aspek
identifikasi, khususnya pada saat penerimaan siswa
kesehatan, selama ini anak tidak didampingi oleh
baru untuk mengumpulkan data dan menemukenali
orang tua melainkan GPK dan perwakilan guru
kondisi anak yang sebenarnya. Sebagaimana
kelas yang ikut mengantarkan ke lokasi check di
dijelaskan sebelumnya bahwa selama ini
kediaman professional. Dalam beberapa
identifikasi pada saat penerimaan siswa baru
kesempatan, sekolah mendatangi kediaman PDBK
dilakukan sekolah secara mandiri melalui form
dengan menemui orang tuanya untuk mendapatkan
identifikasi yang dibuat tim pelaksana pendidikan
informasi yang lebih mendalam tentang anak
inklusif. Meskipun masih tergolong form yang
sekaligus melakukan home visit bagi PDBK.
sederhana, namun menurut peneliti konten dalam
Sekolah selama ini juga sudah berusaha
form tersebut sudah mewakili usaha sekolah dalam
melibatkan berbagai unsur dalam melaksanakan
menemukenali kondisi anak pada tahap awal.
identifikasi dan asesmen, termasuk melibatkan
Selanjutnya, sekolah melakukan asesmen anak
guru di jenjang sebelumnya jika dibutuhkan,
khususnya dalam aspek akademik, dan beberapa
karena dipandang lebih mengetahui kondisi anak
aspek lainnya yaitu aspek sosial emosional, aspek
pada saat bersekolah TK. Hal tersebut sesuai
kemandirian, dan sekilas tentang aspek non
dengan pendapat Loreman (2005) yang memberi
akademik. Sementara secara utuh, asesmen di
catatan bahwa tugas guru (kelas/GPK) saat ini
bidang kesehatan anak dibantu oleh professional
adalah bagaimana dapat bekerja secara kolaboratif
yaitu dokter, serta pada aspek non akademik anak
dengan professional atau pemberi informasi
dibantu oleh pusat sumber. Keseluruhan usaha
tersebut sehingga tetap terjadi atmosfer inklusif
sekolah dalam melakukan asesmen tersebut sesuai
baik di kelas ataupun di lingkungan sekolah pada
dengan pendapat Budiyanto (2009) untuk
umumnya. Hal tersebut juga didukung oleh
mengumpulkan data anak tentang potensi
pendapat Lerner dan Johns (2009:56) yang
kecerdasan, bakat, emosi, dan komunikasi, serta
menyatakan bahwa, “The initial referral of a
kondisi kesiapan anak pra-akademik. Hasil
student for special education evaluation can come
asesmen bidang akademik tersebut akan berbentuk
through several sources such as the parent, the
data tentang rangkuman kemampuan dasar anak.
teacher, others professional who have contact with
Sehingga hasil dari identifikasi dan asesmen
student, or self referral by the student”.
bidang akademik ini akan menjadi acuan dalam
Berdasarkan hal tersebut, peneliti dapat
penyusunan RPP modifikasi ataupun PPI oleh
menyimpulkan bahwa selama ini sekolah telah
sekolah. Sedangkan hasil asesmen bidang non
berusaha melibatkan seluruh elemen dalam usaha
akademik akan berbentuk data tentang layanan
menemukenali kondisi PDBK sebenarnya melalui
khusus PDBK tentang kebutuhan yang
16
identifikasi dan asesmen yang mendalam. Usaha tersebut dimuat dalam suatu kumpulan catatan
semacam ini perlu dilakukan oleh setiap sekolah khusus yang peneliti temukan dengan sebutan
inklusif dalam usaha melibatkan seluruh unsur profil siswa.
sehingga data yang ditemukan lebih akurat dan Selama ini diketahui bahwa belum ada format
mendukung sekolah dalam setiap pengambilan khusus yang dibuat pemerintah tentang hal ini.
keputusan dan pemberian layanan terhadap Menurut peneliti, langkah sekolah untuk
masing-masing PDBK. mendokumentasikan catatan-catatan individu
c) Pembuatan Profil Siswa Bagi Peserta Didik tersebut sangat baik dan perlu dijadikan masukan
Berkebutuhan Khusus (PDBK) bagi sekolah lain. Peneliti saat mengunjungi
Pembuatan profil siswa merupakan hal yang sebuah pusat pendidikan khusus di salah satu
baru di konsep pendidikan inklusif. Pada dasarnya, provinsi di Thailand, mendapatkan bahwa sekolah
pembuatan profil ini berdasarkan pada kebutuhan memiliki salah satu catatan tentang “student
pihak sekolah penyelenggara pendidikan untuk profile”. Namun, peneliti tidak dapat memastikan
dapat memberikan layanan kepada setiap PDBK persamaan dan perbedaan antara format yang
sesuai kekhususannya. Salah satu usaha strategis dibuat di sekolah penelitian dengan sekolah yang
yang dilakukan sekolah dengan membuat dan peneliti kunjungi satu tahun lalu. Pada prinsipnya,
mendokumentasikan seluruh catatan diri anak menurut peneliti profil siswa ini sangatlah penting,
dalam suatu dokumen yang akan dijadikan khususnya bagi satuan pendidikan yang memiliki
pedoman pada saat perencanaan kurikulum PDBK. Profil siswa akan sangat membantu seluruh
modifikasi tersebut, baik kurikulum akademik kegiatan dalam usaha pelayanan PDBK tersebut
ataupun non akademik. Menurut Imron, (2011:17) sesuai dengan kekhususannya.
bahwa dalam memanajamen peserta didik Salah satu prinsip dalam memanajemen peserta
memiliki cakupan ruang lingkup yang cukup luas, didik di suatu sekolah menurut Imron (2011)
yaitu meliputi pengaturan aktivitas-aktivitas adalah: (1) manajemen peserta didik dipandang
peserta didik sejak yang bersangkutan masuk ke sebagai bagian dari keseluruhan manajamen
sekolah hingga yang bersangkutan lulus dari sekolah; (2) kegiatan manajemen peserta didik
sekolah tersebut, baik yang berkenaan dengan haruslah dipandang sebagai upaya pengaturan
peserta didik secara langsung, maupun secara tidak terhadap pembimbingan peserta didik; dan (3)
langsung (seperti tenaga kependidikan, sumber- kegiatan memanajamen peserta didik haruslah
sumber pendidikan, saranan, dan prasarana). mendorong dan memacu kemandirian peserta
Sehingga ia berpendapat bahwa penyelenggara didik.
sekolah hendaknya memikirkan secara utuh terkait Hal ini jika dihubungkan dengan pelaksanaan
pelayanan dan pemberian tindakan yang akan manajemen peserta didik di sekolah inklusif berarti
diberikan kepada peserta didik terhadap seluruh bahwa pihak sekolah diharuskan untuk dapat
aktivitas mereka selama menjadi peserta didik di mendorong dan memacu kemandirian peserta
sekolah tersebut, baik kegiatan akademik ataupun didik, khususnya PDBK, serta mengatur seluruh
nonakademik. Berdasarkan pendapat tersebut, pembimbingan sebagai upaya melaksanakan
peneliti menyimpulkan bahwa salah satu hal yang manajemen sekolah sesuai dengan kebutuhan
dapat dilakukan sekolah, khususnya sekolah peserta didik. Selain itu, penyediaan jenis aktivitas
inklusif, dalam usaha memberikan layanan yang yang sesuai serta konsep kurikulum yang sesuai
sesuai dengan kekhususan anak sebagaimana dengan karakteristik PDBK juga diharuskan untuk
prinsip dasar sekolah inkusif yang melayani PDBK dapat diberikan kepada peserta didik sebagai upaya
sesuai potensi masing-masing. Maka dibutuhkan pemberian layanan pendidikan yang sesuai
sebuah dokumen diri anak yang dapat dijadikan sehingga tujuan pembelajaran masing-masing
bahan dalam memberikan layanan sesuai porsi PDBK dapat tercapai.
masing-masing. Dokumen tersebut berbentuk d) Perencanaan Kurikulum Modifikasi dalam
narasi deskriptif masing-masing PDBK mulai Pembelajaran
aspek akademik, kesehatan, kepribadian, sosio- Tahap perencanaan merupakan salah satu tahap
emosional, hingga aspek non-akademik anak. Hal yang paling penting dalam rangkaian kegiatan
tersebut keseluruhan sangatlah penting diketahui managerial, tidak terkeculi dalam rangkaian
sehingga dasar dalam perencanaan dapat kegiatan pelaksanaan kurikulum sekolah inklusif.
mempertimbangkan berbagai hal sehingga Oleh karena itu, pihak sekolah tidak ingin
pelayanan yang direncanakan lebih mendekati menganggap mudah pada tahap perencanaan ini.
sesuai dengan kondisi anak tersebut. Dokumen Berbekal dari pengalaman sekolah dalam

17
menangani PDBK jauh sebelum ditunjuk sebagai demikian, setelah dikelompokkan mayoritas
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, maka mengalami hambatan lambat belajar (slow
salah satu langkah preventif sekolah dalam learner), hambatan belajar (learning disorder)
memastikan bahwa kurikulum inklusif yang yang diakibatkan masalah fisik, seperti low
diperuntukkan bagi PDBK ini dapat sesuai dengan vision, dan hambatan intelektual pada taraf
kekhususannya maka sekolah memiliki cara rendah (tunagrahita ringan).
tersendiri dalam perencanaan kurikulum sekolah Selain mengelompokkan kekhususan, tim
inklusif ini. Cara tersebut adalah dengan khusus atau juga dapat disebut tim kecil ini
membentuk tim khusus sebelum dilakukan secara bertugas untuk merancang rencana pembelajaran,
bersama-sama dalam tim umum. termasuk indikator, tujuan, ataupun materi apa
a) Tim Khusus yang perlu dimodifikasi bagi PDBK. Hasil dari
Sekolah memiliki tim khusus yang bertugas tim khusus tersebut akan dijadikan anjuran bagi
untuk memikirkan perkembangan pendidikan seluruh guru yang akan berkumpul dalam forum
inklusif secara lebih detail. Tim khusus ini terdiri besar (tim umum). Hal ini sesuai dengan
dari GPK, pembantu GPK, dan 3 guru kelas, pendapat Learner dan Johns (2009) yang
yaitu wali kelas satu, wali kelas V, dan guru mengatakan salah satu tugas dari tim ini adalah
pelajaran pendidikan agama islam. Dan GPK “…recommendeds interventions and
menjadi coordinator tim khusus tersebut. accommodations for the classroom” atau
Keberadaan tim khusus ini berlandaskan pada memberikan anjuran/rekomendasi kepada guru
pendapat Learner and Johns, (2009:55) yang kelas tentang intervensi atau perilaku selama
mengatakan bahwa “The instructional support PBM. Melihat beberapa tugas mendasar tersebut,
team is a peer group of colleagues to help the sehingga tim khusus sangat intens melakukan
classroom teacher analyze the student’s pertemuan di setiap awal semester sebelum rapat
academic and/or behavior problems and besar guna pembuatan dokumen RPP dan RPP
recommendeds interventions and modifikasi atau PPI tersebut.
accommodations for the classroom”. Melalui Sejauh ini memang pemerintah sudah
pendapat tersebut maka dapat difahami bahwa memberikan format RRP modifikasi yang terdiri
kelompok yang mendukung pelaksanaan ini dari unsur (1) mata pelajaran, (2) kelas/semester,
terdirid ari beberapa orang yang dapat membantu (3) pertemuan, (4) identitas siswa yang terdiri diri
guru dalam menganalisis individu peserta didik, nama, jenis kelamin, umur, jenis hambatan,
permasalahan keterampilan anak, ataupun tingkat hambatan, alamat, dan kemampuan saat
memberikan rekomendasi tentang kondisi ini, (5) standar kompetensi, (6) kompetensi inti,
peserta didik yang dihadapi. (7) materi pokok, (8) materi pokok, (9) indikator
Menurut Learner and Johns, (2009:55) keberhasilan, (10) alokasi waktu, (11) kegiatan
tersebut bahwa tugas utama tim ini adalah untuk pembelajaran, (12) media dan sumber
membantu guru kelas dalam melakukan analisis pembelajaran, dan (13) evaluasi. Di sekolah, tim
aspek akademik ataupun non akademik peserta khusus membuat dengan memadukan berbagai
didik ataupun permasalahan perilaku peserta pengetahuan yang dimiliki. Memang sekilas
didik, serta memberikan rekomendasi mengenai format PPI tersebut sangatlah sederhana. Format
langkah intervensi dan perilaku selama di dalam PPI yang disusun oleh tim khusus tersebut terdiri
kelas. Hal ini hampir selaras dengan apa yang dari (1) identitas siswa, (2) mata pelajaran, (3)
dilakukan sekolah, dalam definisi tugas tim materi, (4) kelebihan, (5) kelemahan, (6)
khusus menurut sekolah bahwa tim ini memiliki indikator, (7) strategi, (8) langkah kegiatan, dan
tugas yang sangat mendasar, yaitu (1) (9) evaluasi. Menurut peneliti, di antara kedua
pengelompokan jenis kekhususan PDBK; (2) format tersebut tidak ada perbedaan yang
identifikasi tujuan pendidikan setiap PDBK; dan signifikan, perbedaan terlihat hanya pada segi
(3) merancang grand desain kurikulum penggunaan Bahasa namun secara garis besar
modifikasi bagi PDBK tersebut. Keseluruhan hal konten yang dimasukkan sama. Sejauh
tersebut dapat bersumber melalui profil siswa pengetahuan peneliti, selama ini masih banyak
yang telah dibuat dan pengalaman tim dalam sekolah-sekolah inklusif yang belum dapat
menangani PDBK. Sebagaimana diketahui, membuat bahkan melaksanakan PPI tersebut,
bahwa saat ini SD Negeri 4 Krebet, Jambon, meskipun format telah dibuat oleh pemerintah.
Ponorogo memiliki 34 PDBK dengan Menurut hemat peneliti, ada dua hal yang
kekhususan yang berbeda-beda. Meskipun menyebabkan hal tersebut, yakni karena belum

18
meratanya informasi tentang format PPI tersebut, dari Lerner and Johns, (2009:58) “After the
atau karena keterbatasan waktu dan tugas guru multidisciplinary evaluation has been conducted,
yang ganda, yakni memiliki tugas utama untuk the information is gathered, and the parents are
melaksanakan pedoman dokumen yang berbeda contacted for the IEP meeting”.
yaitu membuat dan melaksanakan RPP. Dalam proses pembuatan dokumen RPP
Jika dikaitkan dengan teori Gargiulo (2012) modifikasi atau PPI ini, sekolah sudah berusaha
yang menyebutkan bahwa setidaknya RPP melibatkan semua pihak, salah satunya orang tua
modifikasi ataupun PPI mengandung tentang PDBK, data dari professional, dan anjuran dari
current performance (perkembangan terbaru), guru di pusat sumber bahkan PDBK sendiri jika
goals (tujuan pembelajaran), special education dibutuhkan. Lebih khusus, sekolah sudah pasti
and related (pendidikan khusus dan keterkaitan), melibatkan seluruh warga sekolah, mulai kepala
measuring program (program yang terukur), sekolah, GPK, guru kelas, guru mata pelajaran,
transition service/special service (layanan dan komite sekolah. Hal tersebut tentu sesuai
khusus), date and place (tanggal dan tempat), dengan pendapat Lerner dan Johns (2009)
participation with a typical student (partisipasi menjelaskan tentang beberapa peserta yang harus
yang perlu diberikan berdasarkan kekhasan dilibatkan dalam “the IEP Meeting” atau proses
peserta didik), dll. Dari teori tersebut maka dapat pertemuan untuk membahas PPI, setidaknya
difahami bahwa aspek current performance sebagai berikut: (1) orang tua peserta didik yang
(perkembangan terbaru) terdapat dalam unsur berkebutuhan khusus; (2) Minimal satu guru
poin (1) identitas siswa (4) kelebihan, (5) regular; (3) minimal satu guru pembimbing
kelemahan. Kemudian, special education and khusus; (4) pusat sumber terdekat atau sekolah
related (pendidikan khusus dan keterkaitan) yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan
terdapat dalam aspek (2) mata pelajaran, dan (3) representative terhadap pelaksanaan pendidikan
materi. Kemudian, measuring program (program khusus; (5) individu yang dapat
yang terukur) terdapat dalam aspek (6) indicator. menginterpretasikan hasil evaluasi dari
Kemudian, unsur transition service/special perencanaan pembelajaran sebelumnya, mungkin
service (layanan khusus) terdapat dalam aspek komite sekolah atau guru professional di bidang
(7) strategi, (8) langkah kegiatan, dan (9) pendidikan khusus; (6) individu atau perwakilan
evaluasi. Sehingga, aspek goals (tujuan kelompok di luar pihak sekolah yang memiliki
pembelajaran), date and place (tanggal dan keahlian di bidang pendidikan khusus; dan (7)
tempat), participation with a typical student apabila dibutuhkan sekali dan memungkinkan
(partisipasi yang perlu diberikan berdasarkan dengan melibatkan langsung peserta didik yang
kekhasan peserta didik) tidak terdapat dalam berkebutuhan khusus tersebut. Dari keseluruhan
format PPI yang dirancang oleh tim khusus ini. peserta tersebut, menurut peneliti hanya poin
b) Tim Umum nomor 6 yang belum terlibat dalam perencanaan
Berkaitan dengan tim umum, peneliti dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi di
menemukan bahwa tim ini terdiri dari seluruh sekolah yang diteliti.
warga sekolah yaitu terdiri dari kepala sekolah, Tim umum ini bertugas membahas beberapa
GPK, guru kelas, guru mata pelajaran, dan hal, yaitu (1) menindaklanjuti hasil dari
komite sekolah, serta orang tua. Hal ini sesuai musyawarah atau pembahasan dari tim khusus;
dengan pendapat Lerner dan Johns (2009:56) (2) memodifikasi RPP dan Silabus; dan (3)
yang mengatakan bahwa, “The initial referral of memodifikasi tujuan, materi, media, proses, dan
a student for special education evaluation can evaluasi. Keseluruhan hal tersebut dapat
come through several sources such as the parent, bersumber melalui hasil rekomendasi tim khusus
the teacher, others professional who have contact dan pengalaman serta bekal yang telah diterima
with student, or self referral by the student”. setiap guru mengenai kurikulum sekolah inklusif,
Selama ini, sekolah sudah berusaha melibatkan yakni mulai tahap perencanaan, pelaksanaan,
berbagai unsur, utamanya orang tua. Sekalipun hingga mengevaluasi kurikulum tersebut. Pada
dalam implementasinya keterlibatan orang tua dasarnya, tugas-tugas tersebut tidak dapat
dalam penyiapan kurikulum sekolah inklusif ini dilaksanakan dengan baik tanpa adanya kerja
belum seratus persen. Namun, selama ini selalu sama yang baik pula antar setiap elemen. Hal ini
ada perwakilan orang tua, khususnya orang tua sesuai dengan pendapat Rahardja dan Sujarwanto
PDBK untuk ikut dalam proses penyiapan (2015) menjelaskan bahwa penyusunan,
dokumen tersebut. Hal ini berdasarkan pendapat pelaksanaan, dan penilaian PPI menerapkan asas

19
kerjasama dengan melibatkan guru, tutor sebaya, a) Kelas Inklusif
orang tua siswa, dan GPK. Hal tersebut juga Dalam seting kelas inklusif, peneliti
didukung oleh teori Lerner dan Johns (2009) menemukan seluruh peserta didik belajar
yang menyatakan bahwa, “The IEP creates an secara bersama-sama dalam satu kelas. Saat
opportunity for teachers, parents, school ini terdapat sembilan kelas yang diseting
administrators, related service personnel, and sebagai kelas inklusif. Sepintas tidak ada
students (when appropriate) to work together to perbedaan signifikan dengan kelas-kelas
improve educational result for children with regular biasanya, sehingga wajar bila seting
disability”. kelas inklusif yang diadakan di SD Negeri 4
Peneliti menemukan bahwa tim umum Krebet, Jambon, Ponorogo ini juga lebih
bekerja secara bersama-sama dalam suatu forum sering disebut sebagai kelas regular. Hal ini
besar yang rutin dilakukan setiap pergantian sesuai dengan pendapat Budiyanto, et.all
tahun ajaran baru. Namun, untuk pergantian (2013) yang menyatakan bahwa di kelas ini
semester para guru cukup membuat dan merevisi PDBK belajar bersama-sama dengan peserta
RPP modifikasi secara mandiri dengan terus didik reguler. Kurikulum standar nasional
mengadakan komunikasi dengan GPK dan yang berlaku bagi peserta didik reguler juga
Pembantu GPK. Hasil dari tim umum atau tim berlaku bagi PDBK.
besar ini yang kemudian akan berupa dokumen Berkaitan dengan guru yang mengajar
RPP yang telah dimodifikasi atau PPI (Program dalam kelas inklusif, GPK dan pembantu
Pembelajaran Individual). Dokumen tersebut GPK akan berkolaborasi dengan guru kelas di
yang kemudian dijadikan dasar dalam dalam kelas pada waktu-waktu tertentu sesuai
memberikan pembelajaran baik di dalam ataupun dengan ketentuan sekolah, yaitu pada
di luar kelas. Hal ini berdasarkan pada pendapat pelajaran-pelajaran tertentu dan pada saat
Choate (2013:50) yang menyatakan bahwa mendekati UTS (ujian tengah semester)
diwajibkan baik bagi guru umum maupun guru ataupun UAS (ujian akhir semester).
khusus (GPK) harus mengikuti Program Kolaborasi dan kerja sama antara GPK, guru
Pendidikan yang Diindividualisasikan (PPI) kelas, dan pembantu GPK ini sesuai dengan
tersebut ketika mengajar peserta didik yang pendapat Choate (2013:39) yang menekankan
diidentifikasi memiliki kebutuhan khusus bahwa semua tenaga pendidik baik guru
ataupun kelainan lainnya. regular maupun GPK harus berbagi tanggung
e) Pelaksanaan Kurikulum Modifikasi Dalam jawab dalam mengakomadasi kebutuhan
Pembelajaran pembelajaran baik untuk siswa dengan dan
Dalam penggunaan kurikulum modifikasi di tanpa disabilitas. Jika dilihat selama proses
dalam pembelajaran, peneliti menemukan bahwa pembelajaran dalam rangka penggunaan
sekolah membagi kelas menjadi dua, yaitu: kelas kurikulum sekolah inklusif di kelas inklusif
inklusif dan kelas khusus. Pembagian ini ini, pihak sekolah menekankan kepada setiap
berdasarkan pedoman dan aturan dari pemerintah guru untuk menggunakan pendekatan
yang harus menyediakan kelas khusus bagi berbasis pada kebutuhan siswa. Melalui
PDBK. Selain itu, pembagian kelas ini juga berbagai kegiatan persiapan yang telah
didukung oleh pendapat Budiyanto, et.all (2013) diberikan dan materi-materi tentang
yang membagi sekolah inklusif dalam seting pendidikan khusus yang telah dibekalkan
kelas inklusif dan kelas khusus. Berikut ini bagan kepada setiap guru diharapkan dapat
seting kelas menurut Bidiyanto, et.all (2013). menjadikan guru mempu melaksanakan
pembelajaran berbasis peserta didik. Hal ini
Kelas Inklusif juga dinyatakan oleh Ahsan (2014) yang
Sekolah
Kelas Khusus di Sekolah Inklusif berpendapat bahwa proses pembelajaran di
Reguler (Inklusif) kelas inklusi diselenggarakan dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran yang
Sekolah Sekolah
Khusus Khusus berpusat pada siswa, dan menerapkan
(SLB/SKh)
multimetode untuk memenuhi keragaman
kondisi peserta didik dan keragaman gaya
belajarnya .Sehingga penekanan proses
Gambar 5.6 pembelajaran adalah bagaimana peserta didik
Pengelolaan Kelas di Sekolah Inklusif dapat belajar, bukan hanya pada materi yang
Sumber: Diadaptasi dari berbagai sumber
20
diajarkan dan mensyaratkan penggunaan harus ditempuh oleh setiap guru regular. Hal
multimetode. Learner dan Jhons (2009:117) tersebut tentu sangat membebani GPK yang
menyatakan bahwa “The learning strategies tugas sebenarnya sebagai wali kelas atau guru
approach to instruction is a series of methods regular. Menanggapi hal tersebut, sekolah
that focues on how students learns rather berusaha meringankan beban GPK yang juga
than on what they learn”. bertugas sebagai wali kelas dengan mengangkat
Proses interaksi antara guru kelas ataupun satu guru honorer sebagai pembantu di kelas
guru mata pelajaran dengan GPK ataupun yang diampu oleh GPK. Guru honorer tersebut
pembantu GPK tidak hanya terbatas pada proses ditempatkan hanya pada kelas GPK saja, hal ini
belajar mengajar di dalam kelas saja. Justru lebih memperluas langkah GPK dalam usaha
interaksi aktif sangat sering dilakukan antara melayani PDBK.
kedua belah pihak ketika waktu istirahat di ruang Menurut Loreman (2005:86), terdapat
guru. Peneliti menemukan beberapa momen di beberapa model kolaborasi instruksional dalam
mana guru kelas bertanya tentang penanganan kelas inklusif yaitu Satu guru, satu dukungan
PDBK yang jika mengajar lebih suka melamun, (One Teacher, One Support), Pangkalan/pos
dan adapula PDBK yang sering menjahili teman- Pembelajaran (Station Teaching), Belajar secara
teman di sekitarnya. GPK secara terbuka parallel (Parallel Teaching), Pembelajaran
mengajak sharing dan bertukar pendapat dalam Alternatif (Alternative Teaching), Pembelajaran
penangan kasus tersebut. Komunikasi semacam dengan tim (Team Teaching), dan Gargiulo
ini yang diakui GPK lebih ampuh sebagai upaya (2012) menambah satu lagi, yaitu One Teacher,
pendampingan penggunaan kurikulum sekolah One Observe (satu guru, satu observasi). Dari
inklusif dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini keseluruhan model tersebut, selama ini pihak
tentu sangat sesuai dengan pendapat Loreman sekolah lebih cenderung sesuai dengan model
(2005) yang mengatakan bahwa “baik di kelas kolaborasi Pembelajaran tim (Team Teaching).
khusus ataupun kelas inklusif seharusnya terjadi Karena dilihat dari kolaborasi antara guru kelas
kolaborasi dalam pelaksanaan pembelajaran dan GPK selama ini lebih fleksibel terkait harus
antara guru kelas (guru utama) dengan guru bantu mengajar bersamaan atau tidak di dalam kelas.
(GPK)”. Lebih dari itu, hal tersebut berdasarkan Titik utama model ini adalah bagaimana kedua
pendapat Gargiulo (2012:56), bahwa salah satu guru dapat saling bertukar informasi dan materi
alasan yang mendasari kolaborasi pembelajaran pelajaran yang akan diajarkan. Team teaching ini
ini adalah untuk membuat pilihan-pilihan dalam akan efektif berjalan bila topik pembelajaran
pembelajaran dan mengakomodasi dukungan tersebut melibatkan banyak interaksi antara
kepada semua peserta didik di dalam pendidikan keduanya. Hampir di setiap pengajaran sekolah
inklusif dengan menggabungkan kompetensi menggunakan model ini. Menurut Loreman
guru umum (regular) dengan guru yang memiliki (2005), “this style of teaching is probably best
kompetensi tambahan (GPK). suited to an expository approach where a
Merujuk pada pendapat tersebut, menurut presentation of information is important. It can
peneliti sebaiknya setiap kelas inklusif terdapat work well with single or combined classes”.
GPK yang berada di setiap kelas. Untuk ukurang Dengan demikian, model kolaborasi di sekolah
SD Negeri 4 Krebet, dengan 34 PDBK tersebut ini dapat digambarkan sesuai gambar yang
setidaknya harus ada 2 GPK yang memang dikelilingi garis berikut ini.
bertugas sebagai GPK saja sehingga hanya
sebagai shadow teacher atau guru pendamping.
Terkait dengan tugas GPK ini memang sedang
menjadi isu nasional. Para praktisi dan
pemerintah melalui direktorat sedang
megusahakan tentang pegakuan professional
GPK hanya sebagai guru pembantu saja tanpa
harus menjadi guru kelas. Sehingga waktu yang
diberikan jauh lebih banyak daripada guru
regular lainnya. Hal tersebut kini belum dapat
terealisasi karena belum ada payung hukum
tentang jabatan professional GPK, apalagi Keterangan:
Guru regular Siswa reguler
terdapat batas minimum jam pengajaran yang Guru bantu (GPK) PDBK

21
Gambar 5.7 dalam hal lainnya. Melihat minimnya
Model Kolaborasi Pelaksanaan Pembelajaran pemamnfaatan penggunaan ruang suber
di Sekolah Inklusif tersebut, peneliti melihat salah satunya juga
Sumber: adaptasi dari Gargiulo, R.M. (2012)
disebabkan oleh minimnya GPK yang ada,
b) Kelas Khusus
selain minimnya waktu yang tersedia. Peneliti
Kelas khusus dikhususkan bagi peserta
pernah mengungjungi salah satu sekolah
didik berkebutuhan khusus (PDBK) yang
inklusif ternama di Sidoarjo, sekolah tersebut
bertempat di ruang sumber. Ruang sumber
mengadakan kelas khusus seminggu tiga kali
yang baru digunakan dua tahun terakhir ini
setiap Selasa, Rabu, dan Kamis. Hal tersebut
adalah salah satu wujud bantuan dari
mungkin dapat dilakukan di sekolah yang
Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan
diteliti, hal ini memang bergantung pada
Khusus, Pendidikan Dasar di Jakarta. SD
kebutuhan peserta didik. Namun penggunaan
Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo
ruang sumber yang maksimal akan sangat
menerima dana bantuan khusus untuk
berdampak positif pada perkembangan
pengembangan ruang sumber dan
PDBK selama proses pelaksanaan kurikulum
peralatannya. Sejauh pengamatan peneliti,
di sekolah tersebut.
ruang sumber telah dilengkapi berbagai
Bagi PDBK yang juga masih memiliki
media dan sarana pembejaran khusus, seperti
hambatan dalam pemahaman materi, pihak
media untuk melatih sensori halus PDBK,
sekolah telah menyiapkan salah satu alternatif
abjad berwarna untuk melatih pemahaman
hasil dari musyawarah dalam rapat rutin
huruf dan warna, media kreatif dari bahan
pengembangan pendidikan inklusif dengan
kertas, dan lain sebagainya. Penggunaan
memberikan materi tambahan pada waktu
ruang sumber sebagai fasilitas seting kelas
malam hari setelah waktu maghrib yang
khusus ini sesuai dengan pendapat Budiyanto,
berlokasi di kediaman pembantu GPK yang
et.all (2013) yang menyatakan bahwa “kelas
terletak sangat dekat dengan sekolah. Selama
khusus ini merupakan salah satu sistem
ini banyak peserta didik, baik yang tanpa
layanan di sekolah inklusif dengan cara
ataupun dengan hambatan yang mengikuti
memisahkan di kelas tersendiri dari peserta
jam pelajaran tambahan belajar dengan seting
didik regular. Sebagian besar pelaksanaan
belajar bersama. Dalam program ini, wali
pembelajaran mereka di kelas tersendiri
murid tidak dipungut biaya.
tersebut”.
Pada tahap sebelumnya, yaitu tahap
Guru yang mengajar di ruang sumber
penyusunan PPI disyaratkan agar
adalah GPK dibantu dengan seorang
mempertimbangkan tujuan pembelajaran,
pembantu GPK. Pemanfaatan ruang sumber
kegiatan belajar-mengajar (materi, metode,
memang masih sangat minim, hal ini sengaja
media, evaluasi), dan layanan pendukung.
di lakukan karena pihak sekolah tidak
Menurut Choate (2013), layanan pendukung
menginkan terlalu lama memberikan
yang dimaksud adalah (a) pendukung
pembelajaran khusus bagi PDBK, apalagi
kurikulum (memilih dan menggunakan
PDBK dengan kekhususan yang tidak terlalu
strategi pembelajaran yang memudahkan
berat. Sehingga pihak sekolah lebih
PDBK dalam menguasai materi
menginginkan PDBK dibekali melalui
pembelajaran), dan (b) pendukung khusus
berbagai kegiatan vokasional yang telah
(memberikan tambahan sesuai dengan
disediakan untuk melatih sensori kasar dan
kekhususan yang dimiliki peserta didik).
kreatifitas mereka. Dalam pengajaran, GPK
Berkaitan dengan layanan pendukung khusus
dan pembantu GPK berkolaborasi dalam satu
tersebut, sekolah telah menyediakan beberapa
kelas kecil. Hal ini tentu sesuai dengan
kegiatan vokasional. Kegiatan-kegiatan ini
pendapat Gargiulo (2012) yang menambah
yang ditujukan untuk melatih life skill bagi
satu model lagi dalam pelaksanaan
seluruh peserta didik, terkhusus bagi PDBK.
pembelajaran ini, yaitu One Teacher, One
Berbagai kegiatan tersebut adalah
Observe (satu guru, satu observasi). artinya,
menyanyam, berkebun dengan polybag.
model ini mensyaratkan satu guru mengajar
Sementara kegiatan ekstrakurikuler yaitu
materi dan satu guru lainnya berkeliling
meliputi seni tari reog, seni tari bagi peserta
kelas, mencari infromasi pada peserta didik
didik perempuan, seni karawitan, seni hadrah
tertentu, kelompok kecil peserta didik, atau
rebana, pramuka, outbond bagi PDBK, dan
menjadi pendukung efektifitas pembelajaran
22
berbagai olahraga. Dari keseluruhan kegiatan mengungkapkan proses pelaksanaan kurikulum
vokasional dan ekstrakurikuler yang yang telah berhasil mencapai tujuan yang telah
disediakan sekolah, seluruh peserta didik ditetapkan. Sedangkan indikator kinerja yang
dapat dilibatkan sesuai dengan minat dan dievaluasi adalah efektifitas, efisiensi, relevansi,
potensi yang dimiliki. Salah satu fungsi dari dan kelayakan. Menurut pendapat peneliti, usaha
identifikasi dan asesmen akademik yang telah sekolah dalam melibatkan unsur wali murid dan
dilakukan pada tahap sebelumnya. Peserta komite sudah sangat baik. Meskipun dalam
didik diberikan pengarahan tentang minat praktiknya belum dapat serratus persen wali
yang dimiliki, terkhusus bagi PDBK. murid terlibat dalam mengevaluasi, karena
Sehingga dalam praktiknya, peneliti kondisi psikologis dari beberapa wali murid yang
mengamati bahwa dalam setiap kegiatan tidak mungkin diikutkan, apalagi terdapat
tersebut terjadi keharmonisan antara peserta beberapa wali murid yang berdomisili jauh dari
didik regular dan PDBK yang sengaja sekolah. Pada prinsipnya, setiap wali murid
digabung dan tidak dipisahkan. ataupun komite yang diminta untuk mewakili
f) Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum Modifikasi suara wali murid lainnya haruslah dapat
Sekolah Inklusif memberikan pendapat atau evaluasi yang sesuai
Evaluasi pelaksanaan kurikulum sekolah dengan kebutuhan tidak hanya anaknya saja, tapi
inklusif dilakukan secara berkala di setiap tiga juga kebutuhan anak-anak lain yang diwakili
bulan. Peneliti menemukan bahwa evaluasi tiga oleh wali murid tersebut. Menurut peneliti, perlu
bulan sekali ini hanya diperuntukkan untuk guru- adanya perkumpulan wali murid sebelum ikut
guru. Rapat evaluasi pelaksanaan kurikulum ini dalam kegiatan evaluasi ini. Salah satu
disebut pihak sekolah sebagai rapat alternative perkumpulan yang disarankan peneliti
pengembangan pelaksanaan pendidikan inklusif adalah melalui sanggar Sekolah Rakyat yang
di SD Negeri 4 Krebet, Jambon, Ponorogo. perlu dihidupkan. Melalui sanggar tersebut,
Berdasarkan studi dokumentasi, peneliti peneliti berpendapat akan sangat mengisi
mendapatkan informasi bahwa isi dari rapat tiga perkumpulan wali murid, tidak hanya yang
bulanan ini lebih cenderung membahas memiliki anak berkebutuhan khusus ataupun
perkembangan PDBK dan peserta didik pada tidak berkebutuhan khusus.
umumnya. Berdasarkan pendapat Scriven (1991)
dalam Hasan (2009:58) bahwa kegiatan evaluasi D. PENUTUP
dalam suatu pelaksanaan kurikulum khususnya di 1. Simpulan
tingkat satuan pendidikan sangatlah penting, Berdasarkan hasil temuan dan analisis data
karena evaluasi ini sama dengan bentuk sebagaimana fokus penelitian, maka diperoleh
akuntabilitas satuan penyelenggara pendidikan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
terhadap customer dalam hal ini orang tua peserta a) Persiapan dalam pelaksanaan kurikulum
didik dan stakeholder ataupun masyarakat dalam modifikasi ditujukan bagi tenaga pendidik,
arti luas. Berdasarkan pendapat tersebut, peneliti sarpras, dan wali murid. Persiapan bagi tenaga
menyimpulkan bahwa usaha sekolah secara pendidik dilakukan melalui pelatihan-pelatihan
berkala mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dari pemerintah serta usaha mandiri melalui join
tersebut sudah tepat. program berbagai instansi. Penyiapan berbagai
Berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan aksesibilitas di sekolah dan persiapan bagi wali
kurikulum modifikasi di sekolah inklusif, pihak murid melalui sosialisasi di setiap awal dan akhir
sekolah mengadakan evaluasi setiap akhir tahun, melalui kegiatan “Gerakan Ayo Sekolah”.
semester dengan mengundang komite dan wali b) Sekolah melaksanakan identifikasi dan asesmen
murid untuk mengevaluasi sejauh mana pesdik dalam segi akademik dan non-akademik.
ketercapaian pelaksanaan kurikulum selama satu Lima hal yang diamati, yaitu: (a) aspek
semester. Melalui evaluasi ini pula, sekolah kesehatan; (b) akademis; (c) sosial emosional; (d)
bermaksud mengumpulkan masukan-masukan kemandirian, dan (c) non akademik. Seluruh
dan saran dari wali murid dan komite, khususnya aspek dapat dilakukan secara mandiri oleh
yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum sekolah, namun aspek kesehatan dan sosio-
sekolah inklusif di SD Negeri 4 Krebet, Jambon, emosional dibantu oleh professional dan pusat
Ponorogo. Hal ini sejalan dengan konsep evaluasi sumber untuk kevalidan data. Professional
menurut Rusman (2011:99), tujuan evaluasi tersebut seorang psikolog, dokter, dan
adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara paraprofessional dari SLBN Badegan. Informan

23
yang aktif dilibatkan adalah: orang tua PDBK, kegiatan vokasional dan kegiatan ekstrakurikuler
teman main/sejawat, guru di jenjang sebelumnya untuk mendukung layanan PDBK.
(TK), guru kelas, serta jika dibutuhkan tetangga f) Evaluasi pelaksanaan kurikulum modifikasi
serta PDBK sendiri. Hal ini merupakan langkah sekolah inklusif dilakukan secara berkala di
inisiatif sekolah yang sangat baik. setiap tiga bulan yang hanya diperuntukkan bagi
c) Pembuatan profil siswa bagi PDBK adalah guru-guru dan membahas perkembangan PDBK
langkah inisiatif sekolah secara mandiri. Profil satu-persatu. Sekolah mengadakan evaluasi
siswa terdiri dari data individu PDBK, aspek setiap akhir semester dengan mengundang
akademik, kemandirian, kesehatan, sosial- komite dan wali murid untuk mengevaluasi
emosional, keluarga, dan diagnosa sementara. sejauh mana ketercapaian pelaksanaan
Setiap pergantian tahun ajaran baru dilakukan kurikulum selama satu semester dan
update data untuk memastikan perkembangan mengumpulkan masukan dan saran. Selama ini
PDBK. Hasil profil siswa diberikan kepada setiap sekolah belum mampu megumpulkan seluruh
guru sebagai pedoman, dan akan direvisi apabila wali murid ataupun komite dalam rapat evaluasi
terdapat masukan ataupun saran. per semester.
d) Dalam pelaksanaan kurikulum modifikasi, 2. Saran
terdapat tim khusus dan tim umum. Tim khusus Berdasarkan hasil temuan penelitian yang
terdiri dari GPK, pembantu GPK, dan 3 guru diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran
kelas. Tim khusus mengadakan pertemuan terkait hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
intensif pada saat Penerimaan Siswa Baru, baik Bagi Sekolah; (a) Menurut peneliti, usaha sekolah
membahas tentang pengelompokan jenis melalui join program dengan perguruan tinggi yang
kekhususan PDBK ataupun identifikasi tujuan kompeten di bidang pendidikan khusus, mengadakan
pendidikan setiap PDBK. Tim umum (besar) MoU dengan pusat sumber terdekat dan lembaga
terdiri dari seluruh warga sekolah yang bekerja terkait seperti HKI (Hellen Kelller International),
sama dalam suatu forum besar yang rutin pelatihan internal dengan materi metode pengajaran
dilakukan setiap pergantian TA. Hasil dari tim dan pemanfaatan media ajar yang sesuai dengan
umum berupa dokumen RPP yang telah kompleksitas peserta didik dan melibatkan tenaga
dimodifikasi atau PPI. Dokumen tersebut professional psikolog ataupun dokter ini dinilai
dijadikan dasar dalam pembelajaran. Sedangkan sangat baik untuk mendukung pelaksanaan
dokumen hasil asesmen non akademik dijadikan kurikulum modifikasi di sekolah tersebut. Sehingga,
dasar pengadaan kegiatan vokasional dan hal tersebut harus terus dilanjutkan dan
ekstrakuler bagi PDBK. dikembangkan menjadi salah satu ciri khas sekolah
e) Sekolah membagi kelas menjadi dua, yaitu: inklusif yang dalam pelaksanaan kurikulum
seting kelas inklusif dan kelas khusus; Dalam modifikasi selalu melibatkan berbagai elemen dalam
kelas inklusif seluruh peserta didik belajar secara rangka memberikan layanan bagi seluruh peserta
bersama-sama dalam satu kelas. GPK ataupun didik; (b) Selama ini yang menjadi pemateri dalam
pembantu GPK akan berkolaborasi di dalam pelatihan persiapan tenaga pendidik adalah GPK
kelas dengan guru pada pelajaran tertentu. sekolah tersebut. Menurut peneliti, sebaiknya
Kolaborasi belum dapat dilakukan penuh di mengadakan pelatihan internal dengan
dalam kelas. Langkah alternatif dengan menghadirkan salah satu guru dari pusat sumber
memperbanyak proses interaksi antara keduanya sebagai pemateri. Sehingga kerja sama antara pusat
secara informal di ruang guru dalam bentuk sumber dan sekolah dapat lebih meluas dan bertahap
sharing. Tim pelaksana pendidikan inklusif dari awal persiapan hingga evaluasi. Selain itu,
sekolah berinisiatif menjadikan program home materi yang didapat lebih luas; (c) Sosialisasi yang
visit secara berkala sebagai program wajib bagi dilakukan sekolah kepada wali murid di awal dan
PDBK dan peserta didik (regular) yang dinilai akhir tahun ajaran sudah cukup baik. Namun peneliti
membutuhkan kunjungan. Kelas khusus menyarankan, sekolah dapat menginisiasi jalannya
bertempat di ruang sumber, dikhususkan bagi kembali sanggar Sekolah Rakyat yang telah dirintis
peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Bagi beberapa tahun lalu yang saat ini tidak berjalan
PDBK yang masih memiliki hambatan dalam dengan baik. Melalui sanggar ini, sekolah bisa
pemahaman materi, pihak sekolah memberikan memberikan materi parenting kepada setiap warga
materi tambahan pada waktu malam hari di yang memiliki anak sehingga materi parenting
kediaman pembantu GPK yang terletak di dekat education yang diberikan kepada orang tua dapat
sekolah. Di kelas ini juga disediakan beberapa lebih intens. Hal ini tentu akan berakibat positif,

24
karena pendidikan tidak hanya diberikan di bangku tersebut tergolong memiliki PDBK yang sangatlah
sekolah saja, namun juga akan didukung oleh banyak.
pemberian pendidikan di rumah; dan (d) Menurut
E. DAFTAR PUSTAKA
peneliti, draft pedoman pelaksanaan kurikulum Ahsan, M. Thariq. 2014. Inclusive Education: A
sekolah yang telah dirancang oleh tim pelaksana, Strategy to Address Diversity to Ensure Equal
harus terus ditindaklanjuti dan peneliti berharap hasil Right to Education. Asian Journal of
penelitian ini dapat dijadikan salah satu rujukan. Inclusive Education. Vol. 2, No. 1, April
Sehingga proses pelaksanaan kurikulum di sekolah 2014, 1-3. University of Dhaka, Bangladesh.
dapa terorganisir lebih baik. (www.ajie-bd.net diakses 4 November 2014)
Anggraini, R. L. 2013. Model Pembelajaran
Bagi Pemerintah; (a) Dalam rangkaian kegiatan
Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus
pelatihan dan peningkatan kompetensi GPK dan (ABK) kelas V di SD Negeri Giwangan,
guru di sekolah inklusif, selama ini cenderung lebih Yogyakarta. Skripsi. Online.
diperhatikan oleh pemerintah provinsi. Menurut (www.digilib.uin-suska.ac.id diakses 22 Juni
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan 2015)
Inklusif sesuai dengan Permendiknas No. 70 th. 2009 Bogdan, Robert C. dan Biklen, Sari K. 2003.
Qualitative Research for Education: an
menyatakan bahwa tanggung jawab tidak hanya pada
Introduction to Theories and Methods. Fourth
pemerintah tingkat provinsi, namun justru lebih Edition. USA: Pearson Education Group
dititikberatkan pada pemerintah tingkat kabupaten. BPS Kab. Ponorogo. 2013. Ponorogo dalam
Selama ini, menurut pengakuan pihak sekolah, Angka 2013. (www.ponorogokab.bps.go.id
pemerintah setempat belum memiliki komitmen diakses 10 Oktober 2014)
yang besar untuk mengawal pelaksanaan program Budiyanto, et.al. 2013. Modul Pelatihan
pendidikan inklusif di daerah tersebut. Sehingga, Pendidikan Inklusif. Jakarta: Kemendikbud
RI
peneliti menyarankan kepada pemerintah tingkat
Budiyanto. 2005. Pengantar Pendidikan Inklusif
kabupaten untuk memberikan perhatian lebih, seperti Berbasis Budaya Lokal. Jakarta: Depdiknas
dalam penyiapan SDM dan pengawalan dalam Budiyanto. 2011. Best Practices of Inclusive
pelaksanaan kurikulum modifikasi di sekolah Education in Japan, Australia, India and
inklusif, serta segera menunjuk koordinator Thailand: How to be implemented in
pendidikan inklusif di daerah tersebut; (b) Indonesia. A Program Report by Visiting
Pemerintah hingga saat ini belum mengeluarkan Overseas Research Fellows, State University
of Surabaya.
format khusus tentang profil siswa. Peneliti menilai
Burden, Paul R. dan Byrd, David M. 2004.
keberadaan profil siswa yang dibuat oleh tim Methods for Effective Teaching. Second
pendidikan inklusif SDN 4 Krebet ini baik untuk edition. USA: Allyn and Bacon Inc.
diterapkan di seluruh sekolah inklusif karena sangat Carrington, Suzanne and Macasthur. 2012.
membantu sekolah dan guru dalam menyiapkan Teaching in Inclusive School Communities.
bahan pengajaran sesuai kekhususan PDBK. Ed. Australia: Jhon Wiley & Sons Australia,
Ltd.
Sehingga menurut hemat peneliti, pemerintah
Chatib, Munif dan Said, Alamsyah. 2014. Sekolah
setidaknya dapat menjadikan format profil siswa Anak-Anak Juara: Berbasis Kecerdasan
hasil tim pendidikan inklusif sekolah yang Jamak dan Pendidikan Berkeadilan.
didalamnya memuat tentang data individu meliputi Bandung: Kaifa Publishing.
nama, usia, kelas, dan sekolah, kemudian aspek Choate, Joyce S. 2013. Pengajaran Inklusif yang
akademik, aspek kemandirian, aspek kesehatan, Sukses: Cara Handal untuk Mendeteksi dan
aspek sosial-emosional, aspek keluarga, dan Memperbaiki Kebutuhan Khusus. Ed. Edisi
Keempat. Jakarta: Hellen Keller
diagnosa sementara, hal ini dapat dijadikan sebagai
International-Indonesia.
salah satu rujukan dalam pembuatan profil siswa Danim, Sudarwan. 2013. Pengantar
yang dapat diberlakukan di seluruh sekolah inklusif; Kependidikan: Landasan, Teori, dan 234
dan (c) Pemerintah selama ini belum memberikan Metafora Pendidikan. Bandung: Penerbit
jabatan GPK sebagai jabatan professional seperti Alfabeta.
guru mata pelajaran/guru kelas pada umumnya. Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak
Sehingga GPK juga ditugasi sebagai wali kelas. Berkebutuhan Khusus: Dalam Setting
Pendidikan Inklusi. Bandung: Refika
Meskipun demikian memang GPK dibantu satu guru
Aditama.
honorer muda. Peneliti berharap, pemerintah Dispendik Jatim dan Hellen Keller International-
memberikan perhatian khusus tentang USAID. 2014. Pedoman Teknis
profesionalitas GPK sehingga dapat melayani PDBK Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di
yang beraneka ragam, apalagi di sekolah yang diteliti Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Timur.
25
Dokumen Salamanca Statement and Framework Kemdikbud. 2007. Tulkit LIRP (Merangkul
for Action on Special Needs Education Perbedaan: Perangkat untuk
(1994) Mengembangkan Lingkungan Inklusif,
Faculty of Education Khon Kaen University. Ramah terhadap Pembelajaran). Jakarta:
2014. Proceeding of ICER 2014 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
(International Conference on Educational Menengah
Research): Challenging Education for Future Kemdikbud. 2011. Pedoman Umum
Change. Khon Kaen Thailand: Anna Offset Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Sesuai
Fatriyatillah, Elok. 2014. Permasalahan Permendiknas No. 70 tahun 2009). Jakarta:
Pendidikan Inklusif di SD Negeri Dit. PPKLK Dikdas
Karanganyar Kota Yogyakarta. Jurnal Kemdikbud. 2013. Modul Pelatihan Pendidikan
Spektrum Analisis Kebijakan Pendidikan. Inklusif. Jakarta: Dit. PPKLK Dikdas
Vol. III No. 5. (www.journal.uny.ac.id Kemdikbud. 2013. Potret Pendidikan Layanan
diakses 30 Oktober 2014) Khusus di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa
Fitria, Rona. 2012. Proses Pembelajaran dalam Barat. Jakarta: Dit. PPKLK Dikdas
Setting Inklusi di Sekolah Dasar. E- Kemdikbud. 2014. Kurikulum 2013: Pedoman
JUPEKhu. Volume 1 Nomor 1. Pelaksanaan Kurikulum 2013 Bagi Peserta
(www.ejournal.unp.ac.id diakses 30 Oktober Didik Berkebutuhan Khusus di Sekolah
2014) Reguler. Jakarta: Dit. PPKLK Dikdas
Ford, Jeremy. 2013. Educating Students with Kemdikbud. 2014. Modul Pelatihan Pendidikan
Learning Disability in Inclusive Classroom. Inklusif: Edisi disempurnakan. Jakarta: Dit.
Electronic Journal for Inclusive Education. PPKLK Dikdas
Vol. 3 No. 1. Iowa: University of IOWA. Khon Kaen University. 2013. The Procedding of
(www.education.uiowa.edu diakses 15 Juni The 7th Conference on Reveal the Autistic
2015) World. Khon Kaen Thailand: The Research
Frederickson, Norah and Cline, Tony. 2002. and Development Centre of Autism Inclusive
Special Educational Needs, Inclusion, and Education
Diversity: A Textbook. London: Open Komara, Endang. 2014. Belajar dan
University Press Pembelajaran Interaktif. Bandung: Refika
Gargiulo, R.M. 2012. Special Education in Aditama
Contemporary Society: an introduction to Laelasari, Cucu. 2013. Manajemen
exceptionality. Second Edition. United State: Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
SAGE Publication, Inc. Sekolah X di Kota Bandung. Repository UPI.
Gruenberg, Ann M. And Miller, Regina. 2011. A (www.repository.upi.edu diakses 1
Practical Guide to Early Childhood November 2014)
Inclusion: Effective Reflection. New Jersey: Lerner, Janet, and Johns, Beverley. 2009.
Pearson Education, Inc. Learning Disabilities and Related Mild
Hallahan, Daniel P. & Kauffman, James M. 1991. Disabilies: Characteristics, Teaching
Exceptional Children: Introduction to Strategies, and New Direction. 11th Edition.
Special Education. Fifth Edition. USA: Allyn United State: Cengage Learning Publishing.
& Bacon, a Division of Simon & Schuster, Loreman, Tim, et al. 2005. Inclusive School: a
Inc practical guide to supporting diversity in the
Hamalik, Oemar. 2010. Manajemen classroom. Singapore: South Wind
Pengembangan Kurikulum. Bandung: Productions
Remaja Rosdakarya Loreman, Tim. 2007. Seven Pillars of Support for
Hasan, Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Inclusive School: Moving from “Why?” to
Bandung: Remaja Rosdakarya “How?”. International Journal of Whole
Hehir, Thomas and Katzman, Lauren. 2012. Schooling. Volume 3 No. 2.
Effective Inclusive Schools: Designing Lunenburg, Fred C. and Irby, Beverly J. 2006. The
Successful Schoolwiden Programs. USA: Principalship: Vision to Action. Canada:
Jossey-Bass a Wiley Imprint Nelson Education, Ltd.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Mahabbati, Aini. 2011. Pembelajaran di Kelas
Inklusif: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Inklusif. Jurnal Skripsi. Repository UPI.
Ar-Ruzz Media (www.repository.upi.edu diakses 23 Mei
Imron, Ali. 2011. Manajemen Peserta Didik 2015)
Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksar Mehrens, W.A. dan Lehmann, I.J. 1978.
Jackson, Bailey, & Adams, M. (1992). A Model Measurement and evaluation in education
for Teaching Diversity. Online. and psychology. New York: Rinehart and
(www.tep.uoregon.edu diakses 23 Mei 2015) Winston
Jawa Pos. 2014. Pendidikan Inklusif: Sekolah Meijer, C.J.W. 2001. Inclusive Education and
Inklusif Mengeluh Belum Punya Guru PLB. Effective Classroom Practices. International
Edisi 1 Desember 2014, Hal. 28 Journal of Special Education. Germany:

26
European Agency for Development Special Pratama, H. Y. 2013. Manajemen Kurikulum dan
Needs Education Pembelajaran di Sekolah Inklusif (Studi
Miles, Matthew B. dan Huberman, A. Michael. Kasus di SMK Negeri 2 Malang). Online.
1994. Qualitative Data Analysis: An Karya Ilmiah UM. (www.karya-
Expanded Source Book. Second Edition. ilmiah.um.ac.id diakses 20 Juni 2015)
USA: SAGE Publication, Inc. Putri, Anugerah. 2013. Studi Evaluasi
Mudjito, dkk. 2013. Pendidikan Inlusif: Tuntunan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif di Kota
untuk Guru, Siswa dan Orang Tua anak Surakarta. Tesis. Surabaya: Pascasarjana
berkebutuhan khusus dan layanan khusus. Unesa
Jakarta: Dit. PPKLK Dikdas Rahardja, Djaja dan Sujarwanto. 2015. Pengantar
Mudjito, dkk. 2014. Pendidikan Layanan Khusus: Pendidikan Luar Biasa. Surabaya: Unesa
Model-Model dan Implementasi. Jakarta: Dit. University Press
PPKLK Dikdas Rosyidi, Imron. 2009. Pendidikan Berparadigma
Muhammad, Jamila K.A. 2007. Special Education Inklusif: Upaya Memadukan Pengokohan
for Special Children: Panduan Pendidikan Akidah dengan Pengembangan Sikap
Khusus Anak-Anak dengan Ketunaan dan Toleransi dan Kerukunan. Malang: UIN-
Learning Disabilitas. Jakarta: Mizan Publika Malang Press
Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Rusman. 2011. Manajemen Kurikulum. Jakarta:
Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi PT Raja Grafindo Persada
dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Rusyani, Endang. 2009. Pengembangan Model
Remaja Rosdakarya Pembelajaran Pendidikan Inklusif Melalui
Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Program Pendidikan yang
Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Diindividualisasikan dan Sistem
Alfabeta Pendukungnya. Makalah. Online.
Munir, Syahrul. 2014. Anak Berkebutuhan (www.unj.ac.id diakses 23 Mei 2015)
Khusus Perlu Dukungan. Online. Kompas. Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2011.
(www.kompas.com diakses 11 Nov 2014) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Nugroho, Yokhanan. 2012. Studi Deskriptif Penerbit Alfabeta
Pelaksanaan Pendidikan Inklusif (Di SD Smmith, J. David. 2012. Sekolah Inklusif: Konsep
Alam Insan Mulia dan SDN Percobaan dan Penerapan Pembelajaran. Ed.
Surabaya). Tesis. Surabaya: Pascasarjana Sugiarmin, Muhammad dan Baihaqi, MIF.
Unesa Edisi III. Bandung: Penerbit Nuansa
Nuh, Mohammad. 2014. Refleksi Hari Guru: Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan:
Guru sebagai Profesi atau Panggilan Jiwa. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Dalam Jawa Pos. Rabu, 26 November 2014, cetakan ke-17. Bandung: Alfabeta
Hal 4. Surabaya Suharlina, Yulia dan Hidayat. 2010.
Olsen, H. 2002. Makalah: Education for All. Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan dan Me
Lombok: Depdiknas dia Pembelajaran. tidak diterbitkan. Draf R2.
Perda Jatim No. 3 th. 2013 tentang Perlindungan (www.staff.uny.ac.id diakses 23 Mei 2015)
dan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas Sukmadinata, Nana Syaodih. 2001.
di Jawa Timur Pengembangan kurikulum. Bandung: Remaja
Pergub No. 6 th. 2011 tentang Pendidikan Inklusif Rosdakarya
di Provinsi Jawa Timur. Surabaya Sukmadinata, Nana Syaodih. 2012. Metode
Permendikbud Nomor 160 th. 2014 tentang Penelitian Pendidikan. Cetakan Kedelapan.
Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kurikulum 2013 UU no. 19 th 2011 tentang Ratifikasi Konvensi
Permendiknas no. 70 th. 2009, tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang UU no. 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Nasional
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa UU no. 39 th. 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Permendiknas No 13 th. 2007 tentang Standar UU no. 4 th 1997 tentang Penyandang Cacat
Kepala Sekolah UU no. 23 th. 2002 tentang Perlindungan Anak
Permendiknas Nomor 17 th. 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan
Permendiknas No. 70 th. 2009 tentang Pendidikan
Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa
PP no. 17 th 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan

27

Anda mungkin juga menyukai